Anda di halaman 1dari 4

Vuza Hardyanti (1157040066)

VII. Pembahasan

Pada praktikum indikator asam basa ini terdapat empat kali percobaan. Untuk
percobaan pertama yaitu pembuatan ekstrak tumbuh-tumbuhan yang nantinya akan
dijadikan sebagai indikator alami. Bahan alami yang digunakan adalah wortel. Wortel
yang sudah dihaluskan ini ditambah dengan campuran alkohol dan aseton agar ekstraknya
bisa keluar. Fungsi dihaluskannya wortel yaitu agar sewaktu proses pelarutan bisa lebih
efektif dalam proses ekstraksinya. Digunakannya campuran alkohol dan aseton adalah
agar reaksi berlangsung lebih cepat. Hal ini disebabkan alkohol adalah pelarut polar yang
nantinya akan bisa melarutkan senyawa polar karena dua jenis zat dengan jenis dan besar
gaya antarmolekul yang sama akan cenderung saling melarutkan. Sedangkan aseton
adalah pelarut semipolar sehingga bisa digunakan untuk melarutkan berbagai macam
senyawa. Jadi apabila alkohol dan aseton dicampurkan, reaksi kimia akan berlangsung
lebih cepat serta bisa melarutkan lebih banyak senyawa. Digunakannya wortel adalah
karena wortel memiliki warna yang mencolok tetapi walaupun begitu harus dibuktikan
melalui percobaan apakah wortel akan berubah warna dalam suasana asam dan basa atau
tidak.

Percobaan kedua adalah penentuan trayek perubahan warna. Larutan yang digunakan
adalah NaOH, NaCl, dan juga H2SO4. Pada keadaan awal, ketiga larutan ini merupakan
larutan yang tidak berwarna dan kemudian diteteskan pada plat tetes. Kemudian
diteteskan fenolftalein di dalam plat ketiga larutan tersebut sebagai indikator asam basa.
Setelah diteteskan satu tetes fenolftalein maka NaOH langsung berubah warna menjadi
ungu muda sedangkan NaCl dan H2SO4 tidak berubah warna. Digunakannya fenolftalein
ini dikarenakan fenolftalein termasuk senyawa golongan ftalein yang bersifat asam
lemah. Fenolftalein mulai berubah warna menjadi merah muda pada rentangan pH 8,3 –
10,0 jika penambahan larutan dilanjutkan sehingga memiliki rentangan pH diatas 10,0
maka warna larutan akan menjadi ungu muda. Dalam larutan yang bersifat asam dan pada
rentangan pH < 8,3 indikator tidak akan memberikan perubahan warna, dimana warna
larutan tetap tidak berwarna. Sedangkan pada larutan yang bersifat basa pada rentangan
pH 8,3 – 10,0 indikator fenolftalein akan memberikan perubahan warna menjadi merah
muda dan pada rentangan pH > 10,0 indikator fenolftalein akan memberikan perubahan
warna menjadi ungu muda. Karena larutan NaOH berubah warna menjadi ungu muda
maka kita akan segera mengetahui bahwa larutan tersebut bersifat basa dan mempunyai
pH = 11 saat diukur menggunakan kertas indikator universal, sedangkan NaCl dan H2SO4
masing-masing bersifat garam netral dan asam karena tidak mengalami perubahan warna
dan berarti mempunyai pH < 8,3.

Untuk percobaan yang ketiga yaitu pemakaian ekstrak tumbuh-tumbuhan sebagai


indikator. Ketika 25 tetes HCl yang merupakan larutan tidak berwarna dengan konsentrasi
0,1 M ditambahkan dengan 2 tetes ekstrak wortel yang berwarna jingga maka tidak terjadi
perubahan warna, larutan akan tetap menjadi tidak berwarna. Kemudian dititrasi terhadap
basanya, larutan yang digunakan adalah NaOH 0,1 M yang juga merupakan larutan tidak
berwarna sebanyak 25 tetes . pada tetesan ke 10 tidak terjadi perubahan warna, begitupun
sampai pada tetesan yang ke 25. Pada titik ekuivalen, jumlah yang ditetesi ekuivalen
dengan jumlah basa yang dipakai. Untuk menentukan titik ekuivalen harus memilih
berbagai macam indikator yang sedemikian rupa sehingga pH ekuivalen titrasi terdapat
pada daerah perubahan warna indikator. Jika pada suatu titrasi dengan indikator tertentu
timbul perubahan warna maka titik akhir telah dicapai. Karena ekstrak tumbuhan (ekstrak
wortel) bukan merupakan indikator maka titik ekuivalen ini tidak akan tercapai sehingga
larutan tidak akan berubah warna.

Percobaan berikutnya yaitu pengujian beberapa larutan dengan menggunakan


indikator universal, fenolftalein, dan indikator alami. Plat A-2, B-2, dan C-2 diisi dengan
asam asetat murni. Plat A-3, B-3, dan C-3 yang sudah berisi air kemudian ditetesi dengan
asam asetat dari plat A-2, B-2, dan C-2. Konsentrasi asam asetat didalam plat A-3, B-3,
dan C-3 ini menjadi 10 kali lebih kecil dibandingkan konsentrasi plat A-2, B-2, dan C-2
dikarenakan asam asetat sudah bercampur dengan air sebanyak 9 tetes yang sudah
diteteskan sebelumnya sehingga asam asetatnya tidak lagi murni. Asam asetat yang sudah
bercampur dengan air ini kemudian diambil dan dimasukkan ke dalam plat A-4, B-4, dan
C-4 sehingga konsentrasinya semakin menurun. Percobaan yang sama dilakukan untuk
plat A-5, A-6, dan B-6 kemudian ke plat B-6, C-5, dan C-6. Sementara plat A-7, B-7, dan
C-7 tetap berisi air. Selanjutnya larutan amonium hidroksida dari dalam plat A-11, B-11,
dan C-11 diteteskan kedalam plat A-10, B-10, dan C-10 yang sudah berisi air sehingga
konsentrasinya juga akan menurun 10 kali lebih kecil karena amonium hidroksida yang
ada didalam plat ini bukan lagi amonium hidroksida murni. Hal ini diulang kembali di
lubang A-9, B-9, dan C-9 kemudian plat A-8, B-8, dan C-8 sehingga menyebabkan
konsentrasinya terus menurun.
Setelah itu plat A-2 sampai dengan A-11 diukur pH-nya dengan menggunakan
indikator universal. Didapat hasil bahwa plat A-2 yang berisi asam asetat murni
mempunyai pH sebesar 3. Plat A-3 yang berisi campuran antara asam asetat dengan air
mempunyai pH 4 karena konsentrasinya menurun maka keasamannya juga akan ikut
menurun, begitu pula plat A-4 yang mempunyai pH 4,5. Untuk plat A-5 dan A-6
mempunyai pH sama dengan plat A-2 yaitu 3. Plat A-7 yang tidak ditambahkan asam
asetat mempunyai pH netral yaitu 7 karena hanya berisi air murni. Untuk plat A-8 sampai
dengan A-11 berada dalam suasana basa karena mempunyai pH mulai dari 9 sampai
dengan 11,5. Ini berarti meningkatnya konsentrasi larutan akan menjadi semakin basa
karena larutan yang ditambahkan adalah amonium hidroksida.

Setelah itu plat B-2 sampai dengan B-11 diuji dengan menggunakan fenolftalein.
Untuk plat B-2 sampai B-4 tidak terjadi perubahan warna karena larutan ini berada dalam
suasana asam sehingga tidak mengubah warna larutan. Tetapi pada plat B-5 terjadi
perubahan warna menjadi ungu seulas dan di plat B-6 kembali tidak berwarna. Disini
terjadi kesalahan karena seharusnya plat B-5 dan B-6 sama-sama tidak berwarna, kedua
plat ini berisi larutan yang sama yaitu campuran air dan asam asetat yang seharusnya
berada dalam suasana asam tetapi mungkin ada tetesan larutan lain yang masuk kedalam
plat B-5 sehingga menjadikannya berwarna saat ditetesi fenolftalein. Pada plat B-7
sampai dengan B-11 mengalami perubahan warna mulai dari ungu muda sampai ungu
muda++++ yang berarti semakin ke kanan maka larutan menjadi semakin basa.
Kemudian plat C-2 sampai C-11 ditetesi dengan indikator alami dan larutan tetap tidak
berwarna karena ekstrak yang digunakan bukanlah indikator alami sehingga warnanya
tidak akan berubah dalam suasana asam, basa, ataupun netral.

Percobaan terakhir yaitu pengujian bahan-bahan rumah tangga yang sering digunakan
dalam kehidupan sehari-hari seperti detergen, shampo, sabun cair, dan susu murni tanpa
rasa. Detergen memiliki sifat basa karena yang semula larutannya berwarna putih menjadi
berubah menjadi ungu muda saat ditambahkan fenolftalein dan mempunyai pH sebesar 12
saat diukur dengan menggunakan indikator universal. Shampo yang berawal dari larutan
berwarna putih tidak berubah warna saat ditetesi fenolftalein dan setelah diukur ternyata
mempunyai pH sebesar 7. Sebenarnya shampo mempunyai pH 7-10 yang bisa dikatakan
pH netral, jadi bila shampo yang mendekati pH netral maka baik digunakan. Sabun cair
jelas bersifat basa karena larutan yang awalnya putih berubah menjadi ungu seulas saat
ditetesi fenolftalein dan mempunyai pH sebesar 10. Dan untuk susu murni tanpa rasa
mempunyai pH senilai 6 serta tidak berubah warna sehingga susu ini bersifat asam.

VIII. kesimpulan

1. Soka, buah naga, dan bunga pohon pacar merupakan bahan alami yang dapat
dijadikan indikator karena mengalami perubahan warna dalam suasana asam dan
basa. Sedangkan wortel adalah bahan yang tidak dapat dijadikan indikator karena
ekstrak wortel tidak berubah warna dalam suasana asam, basa, ataupun netral.
2. Indikator asam basa alami merupakan indikator yang terbuat dari bahan-bahan
alami dengan cara menghaluskan bahan, mencampurkan alkohol dan aseton
kedalamnya, kemudian ekstrak dan ampasnya dipisahkan.
3. Larutan bersifat basa jika memiliki pH > 7, bersifat asam jika pH , 7, dan netral
jika pH = 7 yang diukur dengan menggunakan indikator universal. Larutan
bersifat asam jika tidak berubah warna saat ditetesi fenolftalein dan berwarna
ungu muda jika dalam suasana basa. Karena bahan alami yang dipakai bukan
termasuk indikator maka tidak bisa ditentukan sifat larutannya sebab warna tidak
berubah.
4. NaCl, NaOH, dan H2SO4 merupakan larutan baku yang ditetesi dengan
fenolftalein. Larutan yang berubah warna hanya NaOH yang berarti bersifat basa.
Sedangkan NaCl dan H2SO4 merupakan garam netral dan asam karena tidak
mengalami perubahan.

IX. Daftar Pustaka

Bakri, Mustafal. 2012. Seri Pendalaman Materi Kimia. Jakarta : Esis.


Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar. Edisi ke 3. Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar. Edisi ke 3. Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Svehla, G. 1979. Vogel. Edisi 5. Jilid I. Jakarta : Kalman Media Pusaka.
Svehla, G. 1979. Vogel. Edisi 5. Jilid II. Jakarta : Kalman Media Pusaka.
Zulfikar. 2012. Titrasi Asam Basa. (http://www.chemistry.org/materi_kimia/kimia-
kesehatan/pemisahan-kimia-dan-analisis/titrasi-asam-basa/. Diakses pada Selasa, 16
Februari 2016, 20:09).

Anda mungkin juga menyukai