Anda di halaman 1dari 84

BUKU PEDOMAN

PENGENDALIAN PENYAKIT DIARE

KEMENTERIAN KESEHATAN R.I.


DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENYAKIT DAN
PENYEHATAN LINGKUNGAN 1

TAHUN 2010
Lampiran
KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : ...............................................................

TENTANG

PEDOMAN PENGENDALIAN PENYAKIT DIARE

KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2
DIREKTORAT JENDERAL PP & PL
TAHUN 2010

Rancangan

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : ...............................................................

TENTANG

PEDOMAN PENGENDALIAN PENYAKIT DIARE

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang : a. bahwa penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan


masyarakat di Indonesia, baik ditinjau dari angka kesakitan dan
angka kematian serta Kejadian Luar Biasa (KLB) yang
ditimbulkan;

b. bahwa Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1216/Menkes/


SK/XI/2001 tetntang Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare
dipandang sudah tidak sesuai lagi mengingat terdapat
perkembangan ilmu dan teknologi pada tatalaksana penyakit
diare;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaskud huruf


a dan b, perlu ditetapkan kembali Pedoman Pengendalian
Penyakit Diare dengan Keputusan Menteri Kesehatan;

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit


Menular (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 20, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3273);

2. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan


Daerah (Lembara Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir diubah
dengan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaga
Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

3
3. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1991 tentang


Penanggulangan Wabah Penyakit Menular (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 49, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3447);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian


Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 560/Menkes/Per/VIII/1989


tentang Jenis Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan
Wabah, Tata Cara Penyampaian Laporan dan Tata Cara
Penanggulangan Seperlunya;

7. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1116/Menkes/SK/IX/2003


tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans
Epidemiologi Kesehatan;

8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1479/Menkes/SK/X/2003


tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans
Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Terpadu;

9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 949/Menkes/SK/VIII/2004


tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini
Kejadian Luar Biasa;

10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.03.01/60/I/2010 tentang


Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

Kesatu : KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN TENTANG PEDOMAN


PENGENDALIAN PENYAKIT DIARE.

4
Kedua : Pedoman Pengendalian Penyakit Diare sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Keputusan ini.

Ketiga : Pedoman sebagaiman dimaksud dalam diktum kedua merupakan


acuan bagi petugas kesehatan, baik di pusat, provinsi, maupun
kabupaten/kota, guna mencegah meningkatnya angka kesakitan dan
kematian serta Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit diare.

Keempat : Pembinaan dan Pengawasan terhadap penyelenggaraan Keputusan


ini dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan
Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan tugas,
fungsi, dan kewenangannya.

Kelima : Dengan ditetapkan keputusan ini, maka Keputusan Menteri


Kesehatan Nomor 1216/Menkes/SK/XI/2001 tentanga Pedoman
Pemberantasan Penyakit Diare dinyatakan dicabut dan tidak berlaku
lagi.

Keenam : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal

MENTERI KESEHATAN,

ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH

5
Daftar Isi
I

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor ........ .........


Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Diare i – ii

Daftar Isi iii – v

PENDAHULUAN 1

I. LATAR BELAKANG 1
II. TUJUAN 1
III. KEBIJAKAN
2
IV. STRATEGI
2
V. KEGIATAN
2

TATALAKSANA PENDERITA DIARE 3

I. TATALAKSANA PENDERITA DIARE PADA ANAK 3

A. Tujuan
3

B. Pembagian Diare 3
1. Diare Cair Akut 3
2. Patofisiologi 5
3. Prinsip Tatalaksana Diare 6

6
4. Prosedur Tatalaksana Diare 9

C. Diare Bermasalah 14
1. Diare Berdarah 14
2. Diare Berkepanjangan (Prolonged Diarrhea) 26
3. Diare Persisten / Diare Kronik 26
4. Diare Gizi Buruk 37
5. Diare dengan Penyakit Penyerta 48

II. TATALAKSANA PENDERITA DIARE PADA DEWASA 52

A. Definisi 52
B. Diare Akut 52
C. Diare Kronis 53
D. Tatalaksana Diare Akut 55
1. Prinsip Tatalaksana Penderita Diare 55
2. Tatalaksana 56
E. Sarana Dehidrasi 59
1. Pojok Oralit 60
2. Kegiatan Pelatihan Diare (KPD) 62

SURVEILANS EPIDEMIOLOGI 65

I. TUJUAN 65
II. PENGERTIAN 59
III. PROSEDUR SURVEILANS 66
IV. SISTEM KEWASPADAAN DINI (SKD) 68
V. PENGORGANISASIAN 70
VI. MANAJEMEN KLB DIARE 73
VII. PERANAN DIAGNOSTIK LABORATORIUM MIKROBIOLOGIK 76

STRATEGI PROMOSI KESEHATAN 82

I. PENGERTIAN 82
II. TUJUAN 82
III. STRATEGI 82
A. Advokasi 82
B. Bina Suasana 84
C. Gerakan/Pemberdayaan Masyarakat 85

PENGELOLAAN LOGISTIK 87

7
I. TUJUAN 87
II. PENGELOLAAN LOGISTIK 87
A. Kebutuhan
87
B. Pengadaan
90
C. Penyimpanan
90
D. Distribusi
90
E. Persediaan
90

PENCEGAHAN 91

I. TUJUAN 91
II. KEGIATAN 91
A. Perilaku Sehat
91
B. Penyehatan Lingkungan
94

PEMANTAUAN DAN EVALUASI 96

I. PEMANTAUAN 96
A. Tujuan
96
B. Pengertian
96
C. Kegiatan yang Dipantau
96
1. Tatalaksana Diare 96
2. Surveilans Epidemiologi 96
3. Pelaksanaan Strategi Komunikasi 97
4. Pengelolaan Logistik 97
D. Alat Pemantauan
97
E. Cara Pemantauan
97

II. EVALUASI 98
A. Tujuan
98
B. Pengertian 98
8
C. Indikator 98
1. Angka Penemuan Penderita (Case Detection Rate/CDR)
98
2. Cakupan Pelayanan
98
3. Kualitas Pelayanan
98
4. Angka Kematian Pada Saat KLB (CFR)
100

III. CARA EVALUASI 100


A. Menganalisis Data Rutin
100
B. Menganalisis Hasil Pemantauan/Supervisi
102
C. Menganalisis Hasil
102

Daftar Pustaka
Lampiran
Tim Penyusun

Keputusan Menteri Kesehatan RI


Nomor :
Tanggal :
------------------------------------------------------

PENDAHULUAN

9
I. Latar Belakang
Hingga saat ini penyakit Diare masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia, hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya angka
kesakitan diare dari tahun ke tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal
setiap tahun karena diare, sebagian kematian tersebut terjadi di negara
berkembang (Parashar, 2003). Menurut WHO, di negara berkembang pada
tahun 2003 diperkirakan 1,87 juta anak balita meninggal karena diare, 8 dari 10
kematian tersebut pada umur < 2 tahun. Rata-rata anak usia < 3 tahun di
negara berkembang mengalami episode diare 3 kali dalam setahun. (WHO,
2005). Hasil survei Subdit Diare angka kesakitan diare semua umur tahun 2000
adalah 301/1000 penduduk, tahun 2003 adalah 374/1000 penduduk, tahun
2006 adalah 423/1000 penduduk. Kematian diare pada balita 75,3 per 100.000
balita dan semua umur 23,2 per 100.000 penduduk semua umur (Hasil SKRT
2001). Diare merupakan penyebab kematian no 4 (13,2%) pada semua umur
dalam kelompok penyakit menular. Proporsi diare sebagai penyebab kematian
nomor 1 pada bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%) (Hasil
Riskesdas 2007).

II. Tujuan

Umum :

Menurunkan angka kesakitan dan kematian karena diare bersama lintas


program dan sektor terkait.

Khusus :

1. Tercapainya penurunan angka kesakitan.

2. Terlaksananya talalaksana diare sesuai standar.

3. Diketahuinya situasi epidemiologi dan besarnya masalah penyakit diare di


masyarakat, sehingga dapat dibuat perencanaan dalam pencegahan,
penanggulangan maupun pemberantasannya di semua jenjang pelayanan.

4. Terwujudnya masyarakat yang mengerti, menghayati dan melaksanakan


hidup sehat melalui promosi kesehatan kegiatan pencegahan sehingga
kesakitan dan kematian karena diare dapat dicegah.

5. Tersusunnya rencana kegiatan Pengendalian Penyakit Diare di suatu


wilayah kerja yang meliputi target, kebutuhan logistik dan pengelolaannya.

10
III. Kebijakan

Pedoman ini diharapkan dapat a) melaksanakan tatalaksana penderita diare


yang standar, baik di Sarana Kesehatan maupun masyarakat/rumah tangga, b)
melaksanakan Surveilans Epidemiologi dan Penanggulangan KLB Diare, c)
mengembangkan pedoman pengendalian penyakit diare, d) meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan petugas dalam pengelolaan program yang
meliputi aspek manajerial dan tehnis medis, e) mengembangkan jejaring lintas
program dan sektor di pusat, propinsi dan kabupaten/kota, f) meningkatkan
pembinaan tehnis dan monitoring untuk mencapai kualitas pelaksanaan
pengendalian penyakit diare secara maksimal, dan g) melaksanakan evaluasi
untuk mengetahui hasil kegiatan program dan sebagai dasar perencanaan
selanjutnya.

IV.Strategi

1. Melaksanakan tatalaksana penderita diare yang standar di


sarana Kesehatan melalui Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE).
2. Meningkatkan tatalaksana penderita diare di rumah tangga
yang tepat dan benar.
3. Meningkatkan SKD dan penanggulangan KLB Diare.
4. Melaksanakan upaya kegiatan pencegahan yang efektif.
5. Melaksanakan monitoring dan evaluasi.

V. Kegiatan

1. Tatalaksana Penderita Diare.


2. Surveilans Epidemiologi.
3. Promosi Kesehatan.
4. Pencegahan Diare.
5. Pengelolaan Logistik.
6. Pemantauan dan Evaluasi.

TATALAKSANA PENDERITA DIARE

I. TATALAKSANA PENDERITA DIARE PADA ANAK

11
A. TUJUAN

1. Mencegah dehidrasi.
2. Mengobati dehidrasi.
3. Mencegah gangguan nutrisi dengan memberikan makan selama dan
sesudah diare.
4. Memperpendek lamanya sakit dan mencegah diare menjadi berat.

B. PEMBAGIAN DIARE

1. DIARE AKUT CAIR

a. Batasan

Diare akut adalah buang air besar yang frekuensinya lebih sering
dari biasanya (pada umumnya 3 kali atau lebih) perhari dengan
konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 7 hari.

Khusus pada neonatus yang mendapat ASI, diare akut adalah buang
air besar dengan frekuensi lebih sering (biasanya 5-6 kali per hari)
dengan konsistensi cair.

b. Etiologi

Secara klinis penyebab diare akut dibagi dalam 4 kelompok, tetapi


yang sering ditemukan di lapangan ataupun klinis adalah diare yang
disebabkan infeksi terutama infeksi virus. Untuk mengenal penyebab
diare akut digambarkan dalam bagan berikut:

PENYEBAB PENYAKIT DIARE AKUT

12
Infeksi masih merupakan penyebab utama diare. Pada penelitian
yang dilakukan oleh Indonesian Rotavirus Surveillance Network
(IRSN) dan Litbangkes pada pasien anak di 6 Rumah Sakit,
penyebab infeksi terutama disebabkan oleh Rotavirus dan
Adenovirus (70%) sedangkan infeksi karena bakteri hanya 8,4%.
Kerusakan vili usus karena infeksi virus (rotavirus) mengakibatkan
berkurangnya produksi enzim laktase sehingga menyebabkan
malabsorpsi laktosa.

Diare karena keracunan makanan disebabkan karena kontaminasi


makanan oleh mikroba misalnya: Clostridium botulinum, Stap. aureus
dll (lihat Lampiran 1).

Diare Terkait Penggunaan Antibiotik (DTA) terjadi karena


penggunaan antibiotika selama 3 sampai 5 hari yang menyebabkan
berkurangnya flora normal usus sehingga ekosistem flora usus
didominasi oleh kuman patogen khususnya Clostridium difficile.
Angka kejadian DTA berkisar 20-25%.

c. Epidemiologi

13
Diare merupakan salah satu penyebab angka kematian dan
kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada anak berumur kurang
dari 5 tahun (balita). Di negara berkembang, sebesar 2 juta anak
meninggal tiap tahun karena diare, dimana sebagian kematian
tersebut terjadi di negara berkembang (Parashar, 2003).
Berdasarkan laporan WHO, kematian karena diare di negara
berkembang diperkirakan sudah menurun dari 4,6 juta kematian
pada tahun 1982 menjadi 2 juta kematian pada tahun 2003 (WHO,
2003), Di Indonesia, angka kematian diare juga telah menurun
tajam. Berdasarkan data hasil survei rumah tangga, kematian karena
diare diperkirakan menurun dari 40% pada tahun 1972 hingga 26,9%
pada tahun 1980, 26,4% tahun 1986 hingga 13% tahun 2001 dari
semua kasus kematian.

Walaupun angka kematian karena diare telah menurun, angka


kesakitan karena diare tetap tinggi baik di negara maju maupun
negara berkembang. Di Indonesia, dilaporkan bahwa tiap anak
mengalami diare sebanyak 1,3 episode per tahun (Depkes, 2003).
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia tahun 2002 –
2003, prevalensi diare pada anak-anak dengan usia kurang dari 5
tahun di Indonesia adalah: laki-laki 10,8 % dan perempuan 11,2 %.
Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi pada usia 6 – 11 bulan
(19,4%), 12 – 23 bulan (14,8%), dan 24 – 35 bulan (12,0%) (Biro
Pusat Statistik, 2003). Kesakitan balita karena diare makin
meningkat sehingga dikhawatirkan terjadi peningkatan kasus gizi
buruk.

2. PATOFISIOLOGI

a. Diare Sekretorik

Disebabkan oleh sekresi air dan elektrolit ke dalam usus halus yang
terjadi akibat gangguan absorpsi natrium oleh vilus saluran cerna,
sedangkan sekresi klorida tetap berlangsung atau meningkat.
Keadaan ini menyebabkan air dan elektrolit keluar dari tubuh sebagai
tinja cair. Diare sekretorik ditemukan pada diare yang disebabkan
oleh infeksi bakteri akibat rangsangan pada mukosa usus oleh
toksin, misalnya toksin E.coli atau V.cholera 01.

b. Diare Osmotik

14
Mukosa usus halus adalah epitel berpori yang dapat dilalui oleh air
dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik
antara lumen usus dan cairan ekstrasel. Oleh karena itu, bila di
lumen usus terdapat bahan yang secara osmotik aktif dan sulit
diserap akan menyebabkan diare. Bila bahan tersebut adalah larutan
isotonik, air atau bahan yang larut maka akan melewati mukosa usus
halus tanpa diabsorpsi sehingga terjadi diare.

3. PRINSIP TATALAKSANA PENDERITA DIARE

Prinsip tatalaksana penderita diare adalah LINTAS Diare (Lima Langkah


Tuntaskan Diare), yang terdiri atas :

a. Oralit Osmolaritas Rendah

Mencegah terjadinya dehidrasi dapat dilakukan mulai dari rumah


dengan memberikan Oralit. Bila tidak tersedia, berikan lebih banyak
cairan rumah tangga yang mempunyai osmolaritas rendah yang
dianjurkan seperti air tajin, kuah sayur dan air matang.

Macam cairan yang digunakan bergantung pada:

1) Kebiasaan setempat dalam mengobati diare.


2) Tersedianya cairan/ sari makanan yang cocok.
3) Jangkauan pelayanan kesehatan.

Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera


dibawa ke petugas kesehatan atau sarana kesehatan untuk
mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat dengan Oralit.

Perbedaan antara oralit lama dan oralit baru :

ORALIT LAMA ORALIT FORMULA BARU


NO.
( WHO / UNICEF 1978 ) ( WHO / UNICEF 2004 )
1. NaCl : 3,5 g NaCl : 2,6 g
2. NaHCO3 : 2,5 g Na Citrate : 2,9 g
3. KCl : 1,5 g KCl : 1,5 g
4. Glucosa : 20 g Glucose : 13,5 g
5. Na+ : 90 mEq/l Na+ : 75 mEq/l
6. K+ : 20 mEq/l K+ : 20 mEq/l
7. HCO3 : 30 mEq/l Citrate : 10 mmol/l
8. Cl- : 80 mEq/l Cl- : 65 mEq/l
9. Glucose : 111 mmol/l Glucose : 75 mmol/l
Osmolaritas 331 mmol/l Osmolaritas 245 mmol/l

15
Saat ini Oralit yang digunakan adalah Oralit kemasan 200cc dengan
komposisi sebagai berikiut :

Natrium klorida/Sodium chloride .... 0,52 gram


Kalium klorida/Potassium chloride .... 0,3 gram
Trisodium sitrat dihidrat/Trisodium citrate dihydrate …. 0,58 gram
Glukosa anhidrat / Glucose anhydrate .... 2,7 gram

b. Zinc

Di negara berkembang, umumnya anak sudah mengalami defisiensi


Zinc. Bila anak diare, kehilangan Zinc bersama tinja, menyebabkan
defisiensi menjadi lebih berat.

Zinc merupakan salah satu mikronutrien yang penting dalam tubuh.


Lebih dari 300 macam enzim dalam tubuh memerlukan Zinc sebagai
kofaktornya, termasuk enzim superoksida dismutase (Linder, 1999).
Enzim ini berfungsi untuk metabolisme radikal bebas superoksida
sehingga kadar radikal bebas ini dalam tubuh berkurang. Pada
proses inflamasi, kadar radikal bebas superoksida meningkat,
sehingga dapat merusak berbagai jenis jaringan, termasuk jaringan
epitel dalam usus (Cousins et al, 2006). Zinc juga berefek dalam
menghambat enzim iNOS (inducible nitric oxide synthase), dimana
ekskresi enzim ini meningkat selama diare dan mengakibatkan
hipersekresi epitel usus. Zinc juga berperan dalam epitelisasi dinding
usus yang mengalami kerusakan morfologi dan fungsi selama
sebagian besar kejadian diare. Kerusakan morfologi epitel usus
antara lain terjadi pada diare karena rotavirus yang merupakan
penyebab terbesar diare akut (Wapnir, 2000).

Pemberian Zinc selama diare terbukti mampu mengurangi lama dan


tingkat keparahan diare, mengurangi frekuensi buang air besar,
mengurangi volume tinja, serta menurunkan kekambuhan kejadian
diare pada 3 bulan berikutnya (Black, 2003). Penelitian di Indonesia
menunjukkan bahwa Zinc mempunyai efek protektif terhadap diare
dan menurunkan kekambuhan diare sebanyak 11% dan menurut
hasil pilot studi menunjukkan bahwa zinc mempunyai tingkat hasil
guna sebesar 67% (Hidayat, 1998, Soenarto, 2007). Berdasarkan
bukti ini, semua anak dengan diare harus diberi zinc segera saat
anak mengalami diare.

Zinc diberikan pada setiap diare dengan dosis, untuk anak berumur
kurang dari 6 bulan diberikan 10 mg ( ½ tablet) Zinc per hari,
sedangkan untuk anak berumur lebih dari 6 bulan diberikan 1 tablet
zinc 20 mg. Pemberian zinc diteruskan sampai 10 hari, walaupun

16
diare sudah membaik. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah kejadian
diare selanjutnya selama 3 bulan ke depan.

Cara pemberian tablet zinc:

Larutkan tablet dalam 1 sendok makan air matang atau ASI.

c. Pemberian ASI / Makanan

Pemberian makanan selama diare bertujuan untuk memberikan gizi


pada penderita terutama pada anak agar tetap kuat dan tumbuh
serta mencegah berkurangnya berat badan. Anak yang masih minum
ASI harus lebih sering diberi ASI. Anak yang minum susu formula
diberikan lebih sering dari biasanya. Anak usia 6 bulan atau lebih
termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus diberikan
makanan yang mudah dicerna sedikit demi sedikit tetapi sering.
Setelah diare berhenti, pemberian makanan ekstra diteruskan
selama 2 minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.

d. Pemberian Antibiotika hanya atas indikasi

Antibiotik tidak boleh digunakan secara rutin karena kecilnya


kejadian diare yang memerlukannya (8,4%). Antibiotik hanya
bermanfaat pada anak dengan diare berdarah (sebagian besar
karena shigellosis), suspek kolera, dan infeksi-infeksi di luar saluran
pencernaan yang berat, seperti pneumonia. Walaupun demikian,
pemberian antibiotik yang irasional masih banyak ditemukan. Sebuah
studi melaporkan bahwa 85% anak yang berkunjung ke Puskesmas
di 5 propinsi di Indonesia menerima antibiotik (Dwiprahasto, 1998).

Obat-obatan “anti-diare” tidak boleh diberikan pada anak yang


menderita diare karena terbukti tidak bermanfaat. Obat anti muntah
tidak dianjurkan kecuali muntah berat. Obat-obatan ini tidak
mencegah dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, bahkan
sebagian menimbulkan efek samping yang berbahaya, dan bisa
berakibat fatal. Obat antiprotozoa digunakan bila terbukti diare
disebabkan oleh parasit (amuba, giardia).

e. Pemberian Nasihat

Ibu atau keluarga yang berhubungan erat dengan balita harus diberi
nasihat tentang :

1) Cara memberikan cairan dan obat di rumah.

17
2) Kapan harus membawa kembali balita ke petugas kesehatan:

Diare lebih sering

Muntah berulang!

Sangat haus

Makan atau minum sedikit

Timbul demam

Tinja berdarah

Tidak membaik dalam 3 hari

4. PROSEDUR TATALAKSANA PENDERITA DIARE

a. Riwayat penyakit

Berapa lama anak diare?

Berapa kali diare dalam sehari?

Adakah darah dalam tinja?

Apakah ada muntah? Berapa kali ?

Apakah ada demam?

Makanan apa yang diberikan sebelum diare?

Jenis makanan dan minuman apa yang diberikan selama sakit?

Obat apa yang sudah diberikan?

Imunisasi apa saja yang sudah didapat?

Apakah ada keluhan lain?

18
b. Menilai Derajat Dehidrasi

TABEL PENILAIAN DERAJAT DEHIDRASI

A B C
PENILAIAN
Bila ada 2 tanda atau lebih
Lihat :
Keadaan Umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai atau
tidak sadar

Mata Normal Cekung Cekung

Rasa Haus (beri air minum) Minum biasa, Haus,ingin minum banyak Malas minum atau
Tidak Haus tidak bisa minum
Raba / Periksa :
Turgor Kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
Lambat (lebih dari 2 detik)

Tentukan Derajat Tanpa dehidrasi Dehidrasi Ringan-Sedang Dehidrasi berat


Dehidrasi (dehidrasi tidak berat)
Rencana Pengobatan Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C

Catatan : Hati-hati dalam mengartikan cubitan kulit, karena :

 Pada penderita yang gizinya buruk, kulitnya mungkin saja kembali dengan lambat walaupun dia tidak dehidrasi.
 Pada penderita yang obesitas (terlalu gemuk), kulitnya mungkin saja kembali dengan cepat walaupun penderita
mengalami dehidrasi.

c. Menentukan Rencana Pengobatan

Berdasarkan hasil penilaian derajat dehidrasi gunakan Bagan rencana


pengobatan yang sesuai :

1) Rencana Terapi A untuk penderita diare tanpa dehidrasi di


rumah.

2) Rencana Terapi B untuk penderita diare dengan dehidrasi


ringan-sedang (tidak berat) di Sarana Kesehatan untuk diberikan
pengobatan selama 3 jam.

3) Rencana Terapi C untuk penderita diare dengan dehidrasi


berat di Sarana Kesehatan dengan pemberian cairan Intra Vena.

19
20
21
UMUR Sampai 4 bulan 4-22 bulan 12-24 bulan 2-5 tahun
Berat Badan < 6 kg 6-10 kg 10-12 kg 12-19 kg
Jumlah Cairan 200-400 400-700 700-900 900-1400

22
23
24
II. TATALAKSANA PENDERITA DIARE PADA DEWASA

A. DEFINISI

DIARE adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja lembek (setengah
cair) dgn frekwensi lebih dari 3 kali sehari atau dapat berbentuk cair saja.

B. DIARE AKUT

1. Batasan

Secara operasional diare akut adalah diare yang pada awalnya


mendadak dan berlangsung dalam beberapa jam sampai 14 hari.

2. Etiologi

90 % diare akut pada dewasa disebabkan oleh Infeksi dan 10 % oleh


Non Infeksi Infeksi :

 Virus (Rotavirus type 1,2,8, dan 9, Norwalk virus, Astro virus, Adeno
virus, Small bowel structur virus dan Cytomegali virus).

25
 Bakteri (Golongan vibrio kolera/Eltor Escheria coli, Shigella,
Salmonella, Aeromonas, Bacilus cereus, Clostridium perfringen,
Staphylococcus aureus).

 Parasit (Plasmodium Falcifarum,Protozoa, Entamuba.Hiistolytica,


Giardia lambia).

Non infeksi :

 Malabsorbsi/Maldigesti : Intoleransi Laktosa.

 Allergi makanan.
 Keracunan : keracunan makanan dan keracunan
oleh bahan kimia.
 Efek samping obat.
 Sebab sebab lain.

3. Patofisiologi

a. Diare Inflamasi

Diare disebabkan oleh karena proses inflamasi pada mukosa usus,


sehingga terjadi produksi lendir yang berlebihan dan eksudasi air dan
elektrolit kedalam lumen, gangguan absorbsi air serta elektrolit.

b. Diare Osmotik

Diare terjadi karena adanya gangguan absorbsi, bahan bahan yang


tidak dapat diserap oleh usus sehingga bahan-bahan tersebut akan
meningkatkan osmolaritas dalam lumen dan seterusnya akan
menarik air dari plasma.

c. Diare Sekretorik

Diare yang terjadi karena adanya gangguan transport akibat


perbedaan osmotik intralumen dengan mukosa yang begitu besar
sehingga terjadi penarikan cairan dan elektrolit kedalam lumen usus
dalam jumlah yang besar, terjadi penurunan absorbsi. Pada diare
bentuk ini khas berupa volume tinja yang banyak.

C. DIARE KRONIS

1. Batasan

26
Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu (14
hari).

2. Etiologi

Diare kronik mempunyai penyebab yang bervariasi dan tidak seluruhnya


diketahui.

a. Infeksi

 Bakteri Shigella sp
Salmonella sp
Enteroinvasif E.coli (EIEC)
Enterohemorrhagic (EHEC)
Helicobacter jejeni
Yersina enterocolitica
M.tuberculosis
Aeromonas sp
Pleiomonas sp
Mycobacterium avium complex
Campylobacter, Clostridium difficile.

 Protozoa Entamoeba histolytica, Giardia lamblia


Balantidium coli, Microsporidium spp,
Isospora belli, Cyclospora cayatanensis

 Virus Cytomegalovirus,Adeno virus,


Rotavirus,Herpes simplex

 Helminth Strongloides stercoralis


Trichuris trichuria,
Schistosoma Stercoralis, Capilaria philippin

 Fungus Cryptococcus,
Aspergillus,Histoplasma.

b. Non Infeksi

 Gangguan fungsional saluran cerna: IBS.


 Malabsorbsi: Gangguan absorbsi pasca infeksi
(Tropical sprue). Inflamatory Bowel Disease ( Colitis ulcerative,
colitis Chron).
 Kanker saluran cerna.

27
 Efek samping obat, Pasca radiasi.
 Bagian dari Penyakit sistemik lain: DM, Tyrotoxicosis.

3. Faktor Risiko

Immunodefisiensi, Riwayat Kanker pada keluarga.

4. Patofisiologi

Diare kronik secara patofisilogi dibagi empat, yaitu :

a) Diare Osmotik

Diare terjadi karena adanya gangguan absorbsi, bahan bahan yang


tidak dapat diserap oleh usus sehingga bahan-bahan tersebut akan
meningkatkan osmolaritas dalam lumen dan seterusnya akan
menarik air dari plasma.

b) Diare Sekretorik

Diare yang terjadi karena adanya gangguan transport akibat


perbedaan osmotik intralumen dengan mukosa yang begitu besar
sehingga terjadi penarikan cairan dan elektrolit kedalam lumen usus
dalam jumlah yang besar, terjadi penurunan absorbsi. Pada diare
bentuk ini khas berupa volume tinja yang banyak.

c) Diare Inflamasi

Diare disebabkan oleh karena proses inflamasi pada mukosa usus,


sehingga terjadi produksi lendir yang berlebihan dan eksudasi air dan
elektrolit kedalam lumen, gangguan absorbsi air, elektrolit.

d) Gangguan motilitas

Diare disebabkan karena waktu transit usus menjadi lebih singkat


sehingga terjadi masalah malabsorbsi dan maldigesti.

Pada diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme tersebut
diatas.

28
D. TATALAKSANA DIARE AKUT

1. Prinsip Tatalaksana Penderita Diare

a. Mencegah terjadinya dehidrasi

Berikan ORALIT atau cairan rumah tangga sejak awal diare.


Cairan rumah tangga antara lain air matang, air tajin, dll.

b. Mengatasi dehidrasi
Segera lakukan rehidrasi oral atau intravena sesuai derajat dehidrasi.

c. Pemberian makanan.

Pemberian makanan yang lunak rendah serat sejak awal untuk


pemulihan keadaan penderita.

d. Mengobati penyebab, komplikasi, penyakit penyerta.

e. Edukasi sangat penting sebagai langkah pencegahan (sanitasi


lingkungan dan hygiene perorangan).

f. Pemberian Zinc

Masih dalam penelitian untuk dimasukan dalam tatalaksana diare


dewasa.

2. Tatalaksana
a. Terapi Cairan
1) Tentukan Derajat Dehidrasi
Pada dewasa perlu diperhatikan tingkat dehidrasi ;
 Tanpa dehidrasi, ciri utama adalah timbulnya rasa haus
 Ringan
 Sedang
 Berat
Untuk menentukan derajat dehidrasi dapat digunakan tabel dibawah
ini. Sebagai pilihan dapat digunakan Metode Sistem Skor Daldiyono
berdasarkan tanda dan gejala klinis.
DERAJAT DEHIDRASI

29
RINGAN SEDANG BERAT
TANDA VITAL

Kesadaran Normal Normal Umumnya normal sampai


somnolen

Nadi Normal Cepat dan lemah Nadi halus sampai tidak teraba

Tekanan darah Normal TD sistolik TD sistolik kurang / sama


menurun dengan 60 mmHg
(>60 mm Hg)

Respirasi Normal Normal Cepat dan dalam (Kussmaul)


Normal sampai hipotermi

Rasa haus Haus Haus Malas minum atau tidak bisa


minum

Muntah (khusus untuk Tidak ada Ada Ada


Kolera)

Mata Tidak cekung Cekung Cekung


Pipi sangat cekung, tulang pipi
menonjol (facies kolerica)

Suara Normal Normal Serak (Vox kolerica)

Mukosa mulut dan Basah Kering Bibir kebiruan,sangat kering


lidah

Kulit jari jari tangan Normal Keriput Sangat keriput


dan kaki (washer Woman hand)

Turgor kulit Kembali Segera Kulit normal Kulit dingin dan lembab, kembali
kembali lambat sangat lambat.
Kembali cepat

Jumlah Urine Normal Normal sampai Oligouri sampai anuri


oligouri

Perkiraan kehilangan 2 – 5 % dari BB (kg) 5 – 8% dari BB (kg) 8 - 10 % BB (kg)


cairan

Catatan : Perhitungan kehilangan cairan ini harus mempertimbangkan usia lanjut, penyakit tertentu.

Sebagai pilihan dapat digunakan juga Metode Sistem Skor


Daldiyono: berdasarkan keadaan klinis yang diberi penilaian / skor

KLINIS SKOR

1. Rasa 1
haus/muntah 1
2. Kesadaran 2
apathis
1
3. Kesadaran
somnolent, sopor atau koma. 2
4. Tekanan 1
darah sistolik 60-90mmHg 1

30
5. Tekanan 2
darah sistolik <60 mmHg>120 x / menit 2
6. Freukuensi 2
nadi >120 x / menit
1
7. Frekuensi
napas > 30x / menit 1
8. Fasies 1
cholerica -1
9. Vox cholerica -2
10. Sianosis
11. Turgor kulit
menurun
12. Washer
womens hand
13. Ekstremitas
dingin
14. Umur 50 – 60
tahun
15. Umur > 60
tahun

2) Jenis cairan

Pada diare yang ringan dapat diberikan ORALIT atau cairan


rumah tangga (air minum,sari buah, air sup).

Cairan rehidrasi oral (ORALIT) yang paling ideal harus terdiri dari:

 Natrium klorida 2,6 gram/L


 Natrium bikarbonat 2,9 gram/L
 Kalium klorida 1,5 gram/L
 Glukose 13,5 gram/L

Dengan osmolaritas :

 Sodium 75 mmol/L
 Klorida 65 mmol/
 Glukose anhydrous 75 mmol/L
 Potasium 20 mmol/L
 Citrat 10 mmol/L
----------------------------------------------
Total osmolaritas 245 mmol/L

Cairan tersebut diatas tersedia dalam kemasan sachet (ORALIT


200 ml dan 1 liter)

31
Pada penderita yang memerlukan pemberian cairan secara intra
vena diberikan cairan Ringer lactat, Ringer asetat atau Nacl 0,9%
+ Bicarbonat 50 ml.

3) Jumlah Cairan

Jumlah cairan yang diberikan harus sesuai dengan jumlah cairan


yang dikeluarkan menggunakan Skor kriteria Daldiyono.

Kebutuhan cairan (menurut Daldiyono) :

Skor
------ x 10% x kgBB x 1 liter
15

atau perkiraan klinis :

 Tanpa dehidrasi : ORALIT


 Dehidrasi Ringan : ORALIT
 Dehidrasi Sedang : ORALIT dan Cairan Infus
 Dehidrdasi berat : Cairan Infus dan ORALIT

4) Cara Pemberian

ORALIT ad libitum

Cairan Infus : Kehilangan cairan sesuai perhitungan diberikan


dalam 2 jam pertama, selanjutnya diberikan cairan dosis
pemeliharaan (1500 cc - 2000 cc per 24 jam ) ditambah
kehilangan cairan baru.

Catatan :

Dalam keadaan dimana cairan infus tidak bisa diberikan,


dianjurkan pemberian cairan dengan sonde lambung secukupnya
sampai infus bisa terpasang. Untuk pasien rawat jalan diberikan
10 bungkus ORALIT.

b. Terapi Kausal

Diare akut umumnya ringan,self limited disease sehingga pemberian


antibiotika sesuai indikasi.

32
Antibiotika diberikan pada kasus :

 Kolera
 Diare lebih dari 8 kali per hari
 Diare dengan demam
 Diare berlendir dan / atau berdarah

E. SARANA REHIDRASI

Sarana rehidrasi dapat digolongkan menurut tempat pelayanan, yaitu di


Puskesmas, disebut pojok upaya rehidrasi oral (URO) atau lebih dikenal
nama pojok oralit dan di rumah sakit disebut kegitan pelatihan diare (KPD).

1. Pojok Oralit

Pojok oralit didirikan sebagai upaya terobosan untuk meningkatkan


pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat/ibu rumah tangga, kader,
petugas kesehatan dalam tatalaksana penderita diare. Pojok oralit juga
merupakan sarana untuk observasi penderita diare, baik yang berasal
dari kader maupun masyarakat. Melalui Pojok Oralit diharapkan dapat
meningkatkan kepercayaan masyarakat dan petugas terhadap
tatalaksana penderita diare, khususnya dengan upaya rehidrasi oral.

a. Fungsi

 mempromosikan upaya-upaya rehidrasi oral


 memberi pelayanan penderita diare
 memberikan pelatihan kader (Posyandu)

b. Tempat

Pojok oralit adalah bagian dari suatu ruangan di Puskesmas


(ruangan tunggu pasien) dengan 1-2 meja kecil. Seorang petugas
puskesmas dapat mempromosikan rehidrasi oral pada ibu-ibu yang
sedang menungu giliran untuk suatu pemeriksaan. Bagi penderita
diare yang mengalami dehidrasi Ringan-Sedang diobservasi di
Pojok Oralit selama 3 jam. Ibu/keluarganya akan diajarkan
bagaimana cara menyiapkan oralit dan berapa banyak oralit yang
harus diminum oleh penderita.

c. Sarana Pendukung

33
1) Tenaga pelaksana : dokter dan paramedis terlatih.

2) Prasarana :

 Ruangan yang dilengkapi dengan meja, ceret, oralit 200 ml,


gelas, sendok, lap bersih, sarana cuci tangan dengan air
mengalir dan sabun (wastafel), poster untuk penyuluhan dan
tatalaksana penderita diare.

3) Cara Membuat Pojok Oralit

(a) Pilihan lokasi untuk “Pojok Oralit”

 Dekat tempat tunggu (ruang tunggu), ruang periksa,


serambi muka yang tidak berdesakan.
 Dekat dengan toilet atau kamar mandi.
 Nyaman dan baik ventilasinya.

(b) Pengaturan model di “Pojok Oralit”

 Sebuah meja untuk mencampur larutan oralit dan


menyiapkan larutan.
 Kursi atau bangku dengan sandaran, dimana ibu dapat
duduk dengan nyaman saat memangku anaknya.
 Oralit paling sedikit 1 kotak (100 bungkus).
 Botol susu/gelas ukur.
 Gelas.
 Sendok.
 Lembar balik yang menerangkan pada ibu, bagaimana
mengobati atau merawat anak diare.
 Leaflet untuk dibawa pulang ke rumah.

Media penyuluhan tentang pengobatan dan pencegahan diare


yang perlu disampaikan pada ibu selama berada di Pojok Oralit.
Selain itu pojok Oralit sangat bermanfaat bagi ibu untuk belajar
mengenai upaya rehidrasi oral serta hal-hal penting lainnya,
seperti pemberian ASI, pemberian makanan tambahan,
penggunaan air bersih, mencuci tangan dengan air mengalir
dan sabun, penggunaan jamban, serta poster tentang
imunisasi.

d. Kegiatan Pojok Oralit

1) Penyuluhan upaya rehidrasi oral

34
 Memberikan demonstrasi tentang bagaimana
mencampur larutan oralit dan bagaimana cara
memberikannya.
 Menjelaskan cara mengatasi kesulitan dalam
memberikan larutan oralit bila ada muntah.

 Memberikan dorongan pada ibu untuk memulai


memberikan makanan pada anak atau ASI pada bayi
(Puskesmas perlu memberikan makanan pada anak yang
tinggal sementara di fasilitas pelayanan).

 Mengajari ibu mengenai bagaimana meneruskan


pengobatan selama anaknya di rumah dan menentukan
indikasi kapan anaknya dibawa kembali ke Puskesmas.

 Petugas kesehatan perlu memberikan penyuluhan pada


pengunjung Puskesmas dengan menjelaskan tatalaksana
penderita diare di rumah serta cara pencegahan diare.

2) Pelayanan Penderita

Setelah penderita diperiksa, tentukan diagnosis dan derajat


rehidrasi di ruang pengobatan, tentukan jumlah cairan yang
diberikan dalam 3 jam selanjutnya dan bawalah ibu ke Pojok
URO untuk menunggu selama diobservasi serta :

 Jelaskan manfaat oralit dan ajari ibu membuat larutan


oralit.
 Perhatikan ibu waktu memberikan oralit.
 Perhatikan penderita secara periodik dan catat
keadaannya (pada catatan klinik penderita diare rawat jalan)
setiap 1-2 jam sampai penderita teratasi rehidrasinya (3-6
jam).
 Catat/ hitung jumlah oralit yang diberikan.
 Berikan pengobatan terhadap gejala lainnya seperti
penurunan panas dan antibiotika untuk mengobati disentri
dan kolera.

2. Kegiatan Pelatihan Diare (KPD)

a. Fungsi

KPD didirikan sebagi upaya penanggulangan diare dengan fungsi :

35
 Pusat pengobatan diare, terutama upaya rehidrasi oral
(URO).
 Pusat untuk latihan mahasiswa kedokteran dan peserta
latihan lain.

b. Tempat

Lokasi KPD ditempatkan dimana:


Petugas sering lalu lalang, sehingga mereka dapat mengamati
kemajuan anak.

 Dekat dengan sumber air


 Dekat dengan WC dan tempat cuci tangan
 Menyenangkan dan berventilasi baik

c. Sarana Pendukung

1) Tenaga pelaksana dokter dan paramadis terlatih.

2) Prasarana :

 Sebuah meja yang dilengkapi dengan ceret, oralit, gelas,


sendok, handuk, baskom, tempat cuci tangan, ember dan
poster.

 Kamar periksa yang dilengkapi dengan sarana penyuluhan


penyakit diare atau kamar periksa yang sudah ada.

 Logistik : Oralit, tablet Zinc, cairan RL, Infuse set, Wing needle
dan Antibiotika yang diperlukan.

d. Kegiatan

1) Pelayanan derita

Setelah diperiksa, ditentukan diagnosis dan derajat dehidrasi


serta tentukan jumlah cairan yang dibutuhkan, kemudian berikan
rehidrasi sesuai derajat dehidrasinya. Bila penderita dehidrasi,
lakukan observasi selama 3 jam sambil memberikan penyuluhan
tentang :

 Jelaskan manfaat oralit dan cara membuatnya.

 Perhatikan ibu waktu memberikan oralit.

36
 Menjelaskan cara-cara mengatasi kesulitan dalam
memberikan larutan oralit bila muntah.

 Mengajari ibu mengenai bagaimana meneruskan pengobatan


selama anaknya diare di rumah.

 Mengajari ibu mengenai cara pemberian dan kegunaan tablet


zinc.

2) Pelatihan

 Melaksanakan pelatihan untuk staf RSU yang bersangkutan.

 Melatih mahasiswa fakultas kedokteran dan keperawatan.

3) Penelitian

Beberapa KPD digunakan untuk melaksanakan penelitian.

37
SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

Surveilans epidemiologi penyakit diare adalah kegiatan analisis secara sistematis


dan terus menerus terhadap penyakit diare dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit diare agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan data,
pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program
kesehatan.

I. TUJUAN
Diketahuinya situasi epidemiologi dan besarnya masalah penyakit diare di
masyarakat, sehingga dapat dibuat perencanaan dalam pencegahan,
penanggulangan maupun pengendaliannya di semua jenjang pelayanan.

II. PENGERTIAN

A. EPIDEMIOLOGI

Epidemiologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari tiga kata dasar,
yaitu epi yang berarti pada atau tentang, demos yang berarti penduduk
dan kata terakhir adalah logos yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi
Epidemiologi adalah Ilmu yang mempelajari tentang penduduk. Sedangkan
dalam pengertian modern pada saat ini Epidemiologi adalah “Ilmu yang
mempelajari tentang frekuensi dan distribusi (penyebaran) serta
determinant masalah kesehatan pada sekelompok orang/masyarakat serta
determinannya (faktor-faktor yang mempengaruhinya)”.

38
B. SURVEILANS EPIDEMIOLOGI

Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan


terus-menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan
kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit
atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan
data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada
penyelenggara program kesehatan (KepMenkes RI No.1116/MENKES/
SK/VIII/2003).

C. WABAH

Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam


masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi
daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka (UU No.4 tahun 1984).

D. KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)

Kejadian Luar Biasa (KLB) yaitu timbulnya atau meningkatnya kejadian


kesakitan dan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada
suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan keadaan yang
dapat menjurus pada terjadinya wabah (Permenkes RI No.949/Menkes/
SK/VIII/2004).

Kriteria KLB Diare (sesuai dengan Permenkes RI No.1501/MENKES/


PER/X/2010 :

1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Permenkes RI
No.1501/MENKES/PER/X/2010 (konfirmasi kolera) yang sebelumnya
tidak ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.

2. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus


selama 3 (tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-turut.

3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih


dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari
atau minggu.

39
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu)
bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya.

5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan


selama 1 (satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih
dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan
pada tahun sebelumnya.

6. Angka kematian kasus (Case Fatality Rate) dalam 1


(satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima puluh
persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu
penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

III. PROSEDUR SURVEILANS

A. CARA PENGUMPULAN DATA DIARE

Ada tiga cara pengumpulan data diare, yaitu melalui :

1. Laporan Rutin

Dilakukan oleh Puskesmas dan Rumah Sakit melalui SP2TP (LB),


SPRS (RL), STP dan rekapitulasi diare. Karena diare termasuk penyakit
yang dapat menimbulkan wabah maka perlu dibuat laporan mingguan
(W2). Untuk dapat membuat laporan rutin perlu pencatatan setiap hari
(register) penderita diare yang datang ke sarana kesehatan, posyandu
atau kader agar dapat dideteksi tanda–tanda akan terjadinya
KLB/wabah sehingga dapat segera dilakukan tindakan penanggulangan
secepatnya. Laporan rutin ini dikompilasi oleh petugas RR/Diare di
Puskesmas kemudian dilaporkan ke Tingkat Kabupaten/Kota melalui
laporan bulanan (LB) dan STP setiap bulan.

Petugas/Pengelola Diare Kabupaten/Kota membuat rekapitulasi dari


masing-masing Puskesmas dan secara rutin (bulanan) dikirim ke tingkat
Propinsi dengan menggunakan formulir rekapitulasi diare. Dari tingkat
Propinsi direkap berdasarkan kabupaten/kota secara rutin (bulanan) dan
dikirim ke Pusat (Subdit Diare & ISP) dengan menggunakan Formulir
Rekapitulasi Diare (lihat Lampiran 3.1).

2. Laporan KLB/wabah

40
Setiap terjadi KLB/wabah harus dilaporkan dalam periode 24 jam (W1)
dan dilanjutkan dengan laporan khusus (lihat Lampiran 3.2) yang
meliputi :

a. Kronologi terjadinya KLB


b. Cara penyebaran serta faktor-faktor yang mempengaruhinya
c. Keadaan epidemiologis penderita
d. Hasil penyelidikan yang telah dilakukan
e. Hasil penanggulangan KLB dan rencana tindak lanjut

3. Pengumpulan data melalui studi


kasus

Pengumpulan data ini dapat dilakukan satu tahun sekali, misalnya pada
pertengahan atau akhir tahun. Tujuannya untuk mengetahui “base line
data” sebelum atau setelah program dilaksanakan dan hasil penilaian
tersebut dapat digunakan untuk perencanaan di tahun yang akan
datang.

B. PENGOLAHAN, ANALISIS DAN INTERPRETASI

Data-data yang telah dikumpulkan diolah dan ditampilkan dalam bentuk


tabel-tabel atau grafik, kemudian dianalisis dan diinterpretasi. Analisis ini
sebaiknya dilakukan berjenjang dari Puskesmas hingga Pusat, sehingga
apabila terdapat permasalahan segera dapat diketahui dan diambil tindakan
pemecahannya.

C. PENYEBARLUASAN HASIL INTERPRETASI

Hasil analisis dan interpretasi data yang telah dikumpulkan, diumpan


balikkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan yaitu kepada pimpinan di
daerah (kecamatan hingga Dinkes Propinsi) untuk mendapatkan tanggapan
dan dukungan penangganannya.

IV. SISTEM KEWASPADAAN DINI (SKD)

A. DEFINISI

SKD merupakan kewaspadaan terhadap penyakit berpotensi KLB beserta


faktor-faktor yang mempengaruhinya dengan menerapkan teknologi
surveilans epidemiologi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan sikap
tanggap kesiapsiagaan, upaya-upaya dan tindakan penanggulangan
kejadian luar biasa yang cepat dan tepat (Permenkes RI
No.949/MENKES/SK/VIII/2004).
41
B. TUJUAN

1. Menumbuhkan sikap tanggap terhadap adanya


perubahan dalam masyarakat yang berkaitan dengan kesakitan dan
kematian.

2. Mengarahkan sikap tanggap tersebut terhadap tindakan


penanggulangan secara cepat dan tepat untuk mengurangi / mencegah
kesakitan / kematian.

3. Memperoleh informasi secara cepat, tepat dan akurat.

C. TAHAP PELAKSANAAN

Pengamatan SKD KLB mencakup :


1. Pengamatan ditujukan pada :

a. Meningkatnya jumlah penderita diare berdasarkan tempat, waktu dan


orang.

b. Kesehatan Lingkungan :

1) Cakupan penggunaan jamban <


80%
2) Cakupan penggunaan air bersih <
80%
3) Cakupan pengelolaan sampah <
80%
4) Cakupan penggunaan SPAL <
80%
5) Cakupan laik penyehatan TPM <
80%

c. Perilaku masyarakat :

1) Cakupan cuci tangan dengan sabun sebelum


makan dan sesudah buang air besar < 80%.
2) Merebus air untuk minum (< 100%)
3) Membuang sampah pada tempatnya (< 80%)

42
d. KLB diare sebelumnya

1) Frekuensi KLB berdasarkan wilayah


2) Waktu (bulan) terjadinya KLB
3) Lama KLB berlangsung
4) Kelompok umur, pekerjaan
5) Tindakan penanggulangan KLB
6) Faktor risiko (sumber dan cara penularan)

e. Perubahan kondisi: iklim (climate change), pengungsian, bencana


alam, musim (musim buah dsb), perpindahan penduduk,
pesta/kenduri.

2. Sumber informasi :

a. Pencatatan dan pelaporan rutin


b. Masyarakat
c. Mass Media
d. Instansi/lembaga terkait, misalnya BMG dan LSM.
e. Hasil Survey/studi kasus.

3. Tindak lanjut SKD KLB

a. Tingkat Puskesmas, yang meliputi :

1) Pengamatan terhadap kasus dan faktor


risiko.
2) Refreshing dan pelatihan
kader/masyarakat.
3) Menyiapkan stok oralit (logistik) dan
mendistribusikan ke Posyandu.
4) Perbaikan kualitas sarana air bersih dan
sanitasi melalui desinfeksi, perbaikan konstruksi dan pembuatan
sarana baru sebagai percontohan.
5) Perbaikan kualitas air dan lingkungan
melalui inspeksi sanitasi (IS) dan pengambilan sample.
6) Penyuluhan kesehatan intensif secara
kelompok dan keliling dalam hal pencegahan dan pembuatan
media sederhana.
7) Desiminasi informasi kepada kepala
wilayah dan kepala desa.

43
8) Menyiapkan carry and blair untuk
pengambilan sampel rectal swab (usap dubur), dan segera dikirim
ke Laboratorium.

b. Tingkat Kabupaten/Kota

1) Pelatihan/refreshing tenaga Puskesmas


dan masyarakat (pengusaha dan penjual makanan).
2) Pemeriksaan bakteriologis terhadap air,
makanan dan peralatan makanan.
3) Memberikan masukan kajian data
kepada pengambil keputusan untuk mendapatkan dukungan
politis, dana, produk, hukum, dan lain-lain.
4) Perencanaan logistik (oralit, cairan
ringer laktat, antibiotika, regensia, media transport).
5) Produksi media cetak sederhana.
6) Penyuluhan melalui mass media (cetak
dan elektronik).
7) Desiminasi informasi lintas sektor
terkait.
8) Menyiapkan tim penanggulangan bila
terjadi KLB diare.

c. Tingkat Propinsi

1) Melatih petugas Kabupaten/Kota.


2) Membantu pemenuhan kebutuhan logistik
(membuat buffer stok).
3) Menyusun juknis sesuai spesifikasi masing-masing.
4) Menetapkan SPM (Standar Pelayanan Minimal) dan
kriteria daerah untuk kesehatan lingkungan.
5) Memberi masukan kajian data kepada pengambil
keputusan.
6) Memproduksi media penyuluhan elektronik dan
cetak dan menyebar luaskan ke lokasi KLB.
7) Intensifikasi penyuluhan melalui berbagai media
massa.
8) Menyusun perencanaan menyeluruh di daerah
sesuai kompetensinya.
9) Menyiapkan tim penanggulangan bila terjadi KLB
diare.

d. Tingkat Pusat
44
1) Menyusun pedoman.
2) Menyusun norma standar prosedur dan kriteria
serta indikator.
3) Menyusun perencanaan program (logistik,
pengamatan, pencegahan, penyuluhan).
4) Melakukan kajian melalui studi khusus.
5) Monitoring dan evaluasi pelaksanaan SKD.

V. PENGORGANISASIAN

A. PENGORGANISASIAN SKD KLB DIARE

Pengorganisasian SKD KLB Diare dilakukan mulai dari tingkat Puskesmas,


Kabupaten/Kota, Propinsi, Lintas Batas dan Pusat.
Pengorganisasian sebagaimana dimaksud di atas terdiri dari :
1. Tingkat Puskesmas

a. Pelaksanaan SKD – KLB dikoordinir oleh Kepala Puskesmas :

1) Petugas P2M, terutama pengelola


program diare.
2) Petugas surveilans.
3) Petugas kesehatan lingkungan.
4) Petugas pencatatan dan pelaporan
(RR).

b. Fungsi dan Peranan

1) Melakukan analisis terhadap penderita


diare dari kunjungan Puskesmas per mingguan.
2) Melakukan analisis terhadap kesehatan
lingkungan pada lokasi/desa yang cakupannya rendah.
3) Melakukan pengamatan intensif di desa
yang pada periode sebelumnya (minggu, bulan periode yang
sama tahun lalu) terjadi peningkatan kasus/KLB diare.
4) Membuat laporan mingguan mengenai
keadaan penderita diare di wilayahnya dan melaporkan kepada
Kabupaten/Kota.

45
2. Tingkat Kabupaten/Kota

a. Pelaksanaan, dikoordinir oleh Kepala Dinas


Kesehatan, dibantu oleh pengelola program terkait dalam KLB
diare (surveillans, diare, Kesling dan promosi kesehatan) atau
disesuaikan dengan struktur/organisasi setempat.

b. Fungsi dan Peranan :

1) Melakukan analisis laporan mingguan


penyakit diare.

2) Melakukan telaah dan kajian terhadap


faktor risiko yang ada dari aspek kualitas kesehatan
lingkungan dan perilaku masyarkat.

3) Menyusun rencana tentang logistik dan


kegiatan pencegahan yang ditujukan terhadap faktor risiko
dan tatalaksana penderita serta penyuluhan.

4) Membuat laporan untuk penanggung


jawab tingkat propinsi dan desiminasi informasi kepada pihak
sektor terkait serta membuat rekomendasi untuk kepala
Daerah Kabupaten/Kota.

5) Mengembangkan pelatihan petugas dan


masyarakat dengan dana yang bersumber DIP
Kabupeten/Kota atau APBD Kabupaten/Kota.

6) Menyusun rencana kerjasama lintas


program dan lintas sektor secara berkala.

3. Tingkat Propinsi

a. Pengelola program terkait antara lain


Kesehatan Lingkungan, Pengendalian penyakit diare, Surveilans
dan Promosi Kesehatan atau di sesuaikan dengan struktur
organisasi kesehatan setempat.

b. Fungsi Dan Peranan :

46
1) Melakukan analisis terhadap daerah rawan KLB dan faktor
risikonya serta pemetaan.

2) Melakukan penyusunan kegiatan untuk bantuan logistik,


pengamatan dan perbaikan kualitas kesehatan lingkungan.
3) Mengembangkan metode dan media penyuluhan yang tepat
untuk daerah sasaran.
4) Mengembangkan pelatihan bagi petugas Kabupaten/Kota.
5) Menyusun Petunjuk Teknis untuk pengamatan kasus dan
faktor risiko.
6) Melakukan dan mengirimkan hasil kajian/pelaporan ke
Pusat.
7) Melakukan desiminasi informasi bagi instansi terkait dan
advokasi untuk pimpinan daerah.
8) Menyusun dan mengembangkan standar dan kriteria
daerah.
9) Menyusun pertemuan berkala LP/LS di tingkat Propinsi.

4. Tingkat Pusat

a. Pelaksana, terdiri dari:

1) Direktorat Imunisasi dan Karantina cq


Subdit Surveilans sebagai koordinator.
2) Direktorat P2ML cq Subdit Diare & ISP
(teknis).
3) Direktorat PL.
4) Pusat Promosi Kesehatan.
5) Pusat Penanggulangan Krisis.

b. Fungsi dan Peranan

1) Melakukan kajian terhadap KLB yang


terjadi di daerah.
2) Menyusun dan mengembangkan
pedoman teknis untuk SKD-KLB.
3) Mengembangkan pelatihan bagi
petugas propinsi.
4) Menyusun dan mengembangkan
norma, standar, prosedur, kriteria tatalaksana kasus dan
kesehatan lingkungan.

47
5) Melakukan desiminasi informasi bagi
pihak dan instansi terkait.
6) Melaksanakan studi kasus mengkaji
karakteristik daerah rawan KLB.
7) Menyusun pertemuan berkala LP/LS
tingkat Pusat.

B. Lintas Batas

Lintas batas daerah yang mengalami KLB di wilayah Puskesmas,


Kabupaten/Kota dan Propinsi lain, yang ditunjuk sebagai penanggung
jawab atau koordinator.

1) Menyampaikan kajian kegiatan yang dilakukan secara berjenjang


sampai kejadian diare sudah dinyatakan aman atau terkendali.
2) Melakukan pertemuan dengan penanggung jawab dari wilayah yang
berbatasan.
3) Menyusun kesepakatan bersama dalam pengamanan penderita,
antisipasi atau kesiapsiagaan di wilayah masing-masing.
4) Menyusun kesepakatan untuk sistim informasi tentang kondisi diare
di wilayah masing-masing.

VI. MANAJEMEN KLB DIARE

Manajemen KLB/Wabah diare dapat dibagi tiga fase yaitu pra-KLB/Wabah,


saat KLB/Wabah dan pasca KLB/Wabah.

A. PRA-KLB/WABAH

Persiapan yang perlu diperhatikan pada pra KLB/Wabah adalah:

1. Kab/Kota, Propinsi dan Pusat


perlu membuat surat edaran atau instruksi kesiapsiagaan di setiap
tingkat.
2. Meningkatkan kewaspadaan
dini (SKD) di wilayah Puskesmas terutama di Desa rawan KLB.

48
3. Mempersiapkan tenaga dan
logistik yang cukup di Puskesmas, Kabupaten/Kota dan Propinsi dengan
membentuk Tim TGC.
4. Meningkatkan upaya promosi
kesehatan.
5. Melaksanakan pemeriksaan
usap dubur secara berkala.
6. Meningkatkan kegiatan lintas
program dan sektor.

B. SAAT KLB / WABAH

Kegiatan saat KLB :


1. Penyelidikan KLB

a. Tujuan :

1) Memutus rantai penularan.


2) Menegakkan diagnosa penderita yang dilaporkan.
3) Mengidentifikasi etiologi diare.
4) Memastikan terjadinya KLB Diare.
5) Mengetahui distribusi penderita menurut waktu, tempat dan
orang.
6) Mengidentifikasi sumber dan cara penularan penyakit diare.
7) Mengidentifikasi populasi rentan.

b. Tahapan penyelidikan KLB :

1) Mengumpulkan, mengolah dan menganalisis informasi


termasuk faktor risiko yang ditemukan. (contoh formulir
investigasi KLB Diare terlampir).

2) Membuat kesimpulan berdasarkan :

a) Faktor tempat yang digambarkan dalam suatu peta


(spotmap) atau tabel tentang :
 Kemungkinan faktor risiko yang menjadi sumber
penularan.
 Keadaan lingkungan biologis (agen, penderita), fisik dan
sosial ekonomi.
 Cuaca.
 Ekologi.
49
 Adat kebiasaan.
 Sumber air minum dan sebagainya.

b) Faktor waktu yang digambarkan dalam grafik histogram


yang menggambarkan hubungan waktu (harian), masa tunas
serta agen. Setelah dibuat grafiknya dapat diinterpretasikan :
 Kemungkinan penyebab KLB.
 Kecenderungan perkembangan KLB.
 Lamanya KLB.

c) Faktor orang yang terdiri dari : umur, jenis kelamin, tingkat


pendidikan, jenis pekerjaan, suku bangsa, adat istiadat,
agama/kepercayaan dan sosial ekonomi.

2. Pemutusan rantai penularan meliputi :

a. Peningkatan kualitas kesehatan lingkungan yang mencakup : air


bersih, jamban, pembuangan sampah dan air limbah.

b. Promosi kesehatan yang mencakup : pemanfaatan jamban, air


bersih dan minum air yang sudah dimasak, pengendalian
serangga/lalat.

Untuk melaksanakan penanggulangan KLB dapat menggunakan formulir


penanggulangan KLB (terlampir).

3. Penanggulangan KLB

a. Mengaktifkan Tim Gerak Cepat (TGC)

TCG terdiri dari unsur lintas program dan lintas sektor.

b. Pembetukan Pusat Rehidrasi (Posko KLB Diare)

Pusat Rehidrasi dibentuk dengan maksud unuk menampung


penderita diare yang memerlukan perawatan dan pengobatan. Pusat
Rehidrasi dipimpin oleh seorang dokter dan dibantu oleh tenaga
kesehatan yang dapat melakukan tatalaksana kepada penderita
diare. Tempat yang dapat dijadikan sebagai Pusat Rehidrasi adalah

50
tempat yang terdekat dari lokasi KLB diare dan terpisah dari
pemukiman.

Tugas-tugas di Pusat Rehidrasi :

1) Memberikan pengobatan penderita


diare sesuai dengan tatalaksana standar serta mencatat
perkembangan penderita.
2) Melakukan pencatatan penderita :
nama, umur, jenis kelamin, alamat lengkap, masa inkubasi,
gejala, diagnosa/klasifikasi dan lain-lain.
3) Mengatur logistik obat–obatan dan lain
lain.
4) Pengambilan sampel usap dubur
penderita sebelum diterapi.
5) Penyuluhan kesehatan kepada
penderita dan keluarganya.
6) Memberikan pengobatan preventif
sesuai standar.
7) Menjaga agar Pusat Rehidrasi tidak
menjadi sumber penularan (dengan mengawasi pengunjung,
isolasi dan desinfeksi).
8) Membuat laporan harian/mingguan
penderita diare baik rawat jalan maupun rawat inap.

Penemuan penderita Diare secara aktif untuk mencegah kematian di


masyarakat, dengan kegiatan :

1) Penyuluhan intensif agar penderita segera mencari


pertolongan.
2) Mengaktifkan Posyandu sebagai Pos Oralit.
3) Melibatkan Kepala Desa/RW/RT atau tokoh
masyarakat untuk membagikan oralit kepada warganya yang
diare.

Analisis tatalaksana penderita untuk memperoleh gambaran :


1) Ratio pengunaan obat (oralit, Zinc, RL,
antibiotika).
2) Proporsi derajat dehidrasi.
3) Proporsi penderita yang dirawat di Pusat
Rehidrasi.
4) Dan lain-lain.
51
C. Pasca KLB

Setelah KLB/wabah tenang, beberapa kegiatan yang perlu dilakukan :

1. Pengamatan intensif masih dilakukan selama 2 minggu


berturut-turut (2 kali masa inkubasi terpanjang), untuk melihat
kemungkinan timbulnya kasus baru.
2. Perbaikan sarana lingkungan yang diduga penyebab
penularan.
3. Promosi kesehatan tentang PHBS.

VII. PERANAN DIAGNOSTIK LABORATORIUM MIKROBIOLOGIK

A. TUJUAN

Untuk mengetahui etiologi / penyebab diare.

B. BAHAN

1. Rectal swab (usap dubur), sebaiknya diambil sebelum diberi antibiotik.


2. Sumber air minum yang dicurigai.
3. Makanan, minuman, dan bahan lain (bahan muntahan).

C. ALAT

1. Untuk Rectal Swab


 Kapas lidi steril (Lidi yang bagian ujungnya dibalut dengan kapas
yang sudah disterilkan / suci hama).
 Medium transport Cary Blair.
 Sarung tangan, alat pelindung diri.
 Jas laboratorium, tas sampling.
 Label identitas penderita.
 Spidol / Pulpen (alat tulis).
 Coolbox (termos es) dan ice pack.

2. Untuk pemeriksaan air


 Botol steril mulut lebar dengan kapasitas 500 cc.
 Natrium Thiosulfat / Hyposulfit untuk menetralkan air.
 Label identitas untuk botol.
 Spidol / pulpen (alat tulis).
52
 Coolbox (termos es) dan Ice pack.

3. Untuk pemeriksaan makanan.


 Sarung tangan.
 Sendok / garpu.
 Alat potong (Pisau / gunting).
 Kantung plastik steril / botol steril.
 Label Identitas sample.
 Spidol / Pulpen (alat tulis).
 Coolbox (termos es) dan ice pack.

4. Untuk pemeriksaan bahan lain ( muntahan )


 Sarung tangan.
 Sendok / garpu.
 Alat potong (Pisau / gunting).
 Kantung plastic steril / botol steril.
 Label identitas sample.
 Spidol / Pulpen (alat tulis).
 Coolbox (termos es) dan ice pack.

D. PENGAMBILAN, PENYIMPANAN, PENGEMASAN,


DAN PENGIRIMAN SPECIMEN

4. Pengambilan Specimen

a. Rectal Swab (Usap dubur)

1) Siapkan peralatan yang dibutuhkan terlebih dahulu.


2) Penderita tidur dengan posisi miring, satu kaki yang dibawah
dalam posisi lurus dan satu kaki yang diatas dalam posisi
ditekuk 900.
3) Petugas yang sudah memakai jas laboratorium dan sarung
tangan.
4) Kapas lidi steril terlebih dahulu dicelupkan kedalam agar yang
ada dalam tabung Cary & Blair agar supaya tidak sulit
memasukkan dalam liang dubur / anus.
5) Kapas lidi dimasukkan perlahan-lahan kedalam dubur, setelah
masuk dubur, lidi ditekan sedikit lagi sampai memasuki rectum
(+1,5 cm). Kalau kapas lidi masih terlihat dari luar berarti kapas
belum sempurna memasuki anus / liang dubur apalagi untuk
memasuki rectum.
6) Lidi diputar kekanan (searah putaran jarum jam sampai satu
putaran penuh 3600 ).

53
7) Kapas lidi dicabut kembali sambil diputar kekanan. Setelah lidi
sampai diluar segera masukkan dalam tabung Cary & Blair, lidi
ditekan sampai ke dasar botol sehingga seluruh bagian lidi yang
terbalut kapas terendam dalam agar. Jika ada bagian lidi yang
terlalu panjang sampai melewati mulut tabung, potong persis
dipinggir mulut tabung dan tabung segera ditutup.

8) Pasangi label pada setiap botol specimen.

No urut / No code : ………………………………


Tgl pengambilan specimen : ………………………………
Nama : ………………………………
Umur / Jenis kelamin : ………………………………
Alamat : ………………………………

b. Air

1) Siapkan alat-alat yang dibutuhkan terlebih dahulu.


2) Cara mengambil sample air (dari sumber air yang dicurigai).

 Sungai dangkal : gunakan botol bersih bermulut lebar. Arah


pengambilan sample melawan arus sungai dan 10 cm
dibawah permukaan air.

 Sungai dalam : Air diambil pada bagian tengah sungai,


minimal 1,5 m dari kedua tepinya dengan menggunakan
pemberat pada botol sampel air diambil 30 cm dibawah
permukaan.Untuk sungai yang lebar air diambil dari 3
tempat (bagian tengah dan kedua tepinya).

 Air Danau : air diambil dibagian tengah, minimal 1,5 m dari


tepi dan 50 cm dari permukaan.

 Air hujan : air diambil dari bak penampungan air hujan.

 Air sumur : gunakan botol dengan pemberat dan air diambil


dari bagian dalam sumur.

 Air pipa : bersihkan pipa dengan desinfektan / dibakar


kemudian buka kran dan biarkan air mengalir selama 5 – 10
menit kemudian tampung dengan botol bermulut lebar, jarak
mulut kran dan mulut botol + 2,5 cm.

3) Botol segera ditutup dan diberi label :


Asal air : ……………………………………

54
Alamat pengambilan : ……………………………………
Tanggal : ……………………………………
Hari : ……………………………………
Jam : ……………………………………

Perlu diperhatikan :

 Bila dilakukan pemeriksaan air disuatu lokasi, maka semua


sumber air harus diperiksa, misalnya sumur,tanki air,air pipa
saluran.
 Apabila air telah dichlorinasi, maka air harus dinetralkan dulu
dengan penambahan Hyposulphit atau Natrium Thiosulfat
segera setelah pengambilan sampel.
 Botol tidak boleh diisi penuh, bila pada saat pengambilan
botol terisi penuh maka keluarkan sebagian air.

c. Makanan.

1) Siapkan alat-alat yang dibutuhkan


terlebih dahulu.
2) Petugas yang telah menggunakan
sarung tangan secara aseptis memasukkan sampel kedalam
botol dengan sendok/garpu yang dilakukan secara acak.
3) Apabila bentuk sampel terlalu besar
maka perlu dipotong menjadi kecil agar mudah di analisa
dilaboratorium.
4) Apabila sampel berkuah sebaiknya
kuahnya juga diambil.
5) Botol segera ditutup,secara aseptis
dan diberi label.

Nama makanan : ……………………………………


Nama penderita : ……………………………………
Tanggal pengambilan : ……………………………………
Jam pengambilan : ……………………………………
Asal sampel : ..................................................

d. Muntahan

1) Siapkan alat alat yang dibutuhkan


terlebih dahulu.
2) Petugas yang telah memakai sarung
tangan secara aseptis memasukkan sampel kedalam botol
dengan sendok dan garpu secara acak.

55
3) Apabila bentuk sampel terlalu besar
maka perlu dipotong menjadi kecil–kecil dengan pisau /
gunting agar mudah dianalisa di laboratorium.
4) Apabila sampel mengandung
air,sebaiknya airnya juga diambil.
5) Botol segera ditutup secara aseptis,
dan diberi label.

Nama penderita : .……………………………………


Tanggal pengambilan : …........……………………………
Jam pengambilan : .……………………………………
Asal sampel : ...................................................

5. Penyimpanan Specimen

a. Rectal Swab (Usap dubur)

1) Masukkan tabung Cary & Blair kedalam termos es dan


segera kirim ke laboratorium rujukan. Bila medium transport
tidak tersedia, masukkan segera usap dubur tersebut
kedalam tabung kaca atau kantong plastik baru dan bersih
dan ikat supaya specimen tidak terkontaminasi, dan jangan
lupa memberikan label identitas penderita yang lengkap.

2) Untuk specimen rectal swab, cukup disimpan dalam ruang


sejuk dan terlindung dari sinar matahari, penyimpanan
dalam lemari es lebih baik.

Medium transport Cary & Blair :

 Medium disimpan dalam lemari pendingin (4 0C – 80C)


sampai sebelum dipakai.
 Perhatikan tanggal kadaluarsa, biasanya dapat dipakai
dalam waktu 1 tahun.
 Volume agar tidak berkurang.
 Warna media/agar tidak berubah.
 Kapas lidi harus tetap steril, bila kemasan rusak jangan
dipakai.

b. Air
Bila memerlukan waktu lebih dari 6 jam, sampel dimasukkan
dalam kotak pendingin (coolbox) dengan suhu 80 C – 100C.

c. Makanan
Masukkan sampel kedalam coolbox yang telah berisi icepack.

56
d. Bahan lain (muntahan)
Masukkan sampel kedalam coolbox yang telah berisi icepack.

3. Pengemasan Specimen

a. Rectal Swab (Usap dubur)

Pengemasan ini penting dalam pengirim specimen agar supaya


tidak terjadi kerusakan / pecahnya tabung specimen.

1) Untuk kemasan dalam botol / tabung yang tidak berbentuk


cairan mis : Cary & Blair disusun dalam kotak dengan rapi,
antara tabung specimen harus diberi sekat begitupun untuk
setiap tingkatan agar tidak saling berbenturan.
2) Posisi specimen jangan sampai terbalik.
3) Kotak bagian luar harus lebih tebal / keras supaya benturan
dari luar tidak langsung mempengaruhi botol specimen.
4) Yang penting sekali adalah memasang label-label.

Tujuan pengiriman: .............................................................


Alamat sipengirim : .............................................................
Label peringatan : posisi specimen bagian atas dan bawah
(dapat berupa tanda panah / payung)
Label peringatan : Hati-hati/jangan dibanting/ditindih
Label isi kotak : Gambar gelas pecah, specimen
laboratorium.

b. Air
c. Makanan
d. Bahan Muntahan

4. Pengiriman Specimen

Untuk pengiriman specimen, pilihlah kargo / jasa angkutan yang


dapat dipercaya baik dari segi keselamatan maupun dari ketepatan
waktu untuk sampai ditempat tujuan maupun dibawa oleh petugas
yang berdinas makin cepat makin baik berarti specimen makin
segar.

57
STRATEGI PROMOSI KESEHATAN

I. PENGERTIAN

Promosi Kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan


masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat,
agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan
yang bersumberdaya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan
didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan (KepMenkes RI
no.1193/Menkes/SK/X/2004, tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan).
Strategi Promosi Kesehatan adalah upaya atau kegiatan yang strategis untuk
mencapai tujuan promosi kesehatan.

II. TUJUAN

Terwujudnya masyarakat yang mengerti, menghayati dan melaksanakan hidup


sehat melalui komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) sehingga kesakitan dan
kematian karena diare dapat dicegah.

III. STRATEGI

Ada 3 strategi komunikasi dalam promosi kesehatan yaitu : Advokasi, Bina


Suasana dan Gerakan Masyarakat.

A. Advokasi ( Pendekatan Pimpinan / Pengambil Keputusan )

Advokasi merupakan upaya yang sistematis dan terorganisir untuk


memperoleh dukungan kebijakan pemerintah Pusat dan Daerah, Publik,
atau pengambil Keputusan dan berbagai pihak dalam pengendalian
Penyakit Diare agar dapat dilaksanakan secara konsisten dan terus
menerus.

1. Tujuan

Diperolehnya dukungan dari pimpinan, pengambil keputusan serta


penyandang dana untuk mencapai kesepakatan dan rencana tindak
lanjut pengendalian penyakit Diare.

2. Langkah Kegiatan

58
a. Menentukan dan menetapkan bentuk dukungan yang diharapkan
dari para pengambil keputusan.

b. Menentukan Sasaran

Sasaran Advokasi adalah :

1) Gubernur, Bupati, Walikota


2) DPRD
3) Bappeda
4) Media Informasi
5) LSM
6) Dunia Usaha
7) Swasta
8) Penyandang Dana

c. Menentukan Materi

Materi yang disampaikan sesuai dengan tujuan yang hendak di


capai.

d. Menentukan Metode dan Teknis

Disesuaikan dengan segmen sasaran Advokasi,antara lain :

1) Pendekatan langsung
2) Seminar
3) Rapat kerja
4) Lokakarya
5) Sarasehan
6) Pertemuan Lintas Sektor

e. Menentukan Media

Disesuaikan dengan segmen sasaran dan metode serta tehnik


penyampaian, misal :

1) Proposal
2) Buku Pedoman
3) Makalah
4) Leaflet

f. Menentukan Kesepakatan dan Rencana Tindak Lanjut

1) Terbentuknya komitmen integrasi pelaksanaan kegiatan

59
2) Dukungan politis berupa SK,SE, Kesepakatan, Perda, dan lain-
lain.
3) Dukungan sumber daya
B. Bina Suasana

Bina suasana adalah upaya menciptakan opini atau lingkungan sosial yang
mendorong individu anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku
dalam pengendalian penyakit diare.

1. Tujuan

Terciptanya opini positif atau suasana yang mendukung untuk


penyelenggaraan pengendalian penyakit diare.

2. Langkah Kegiatan

a. Menentukan dan menetapkan bentuk kerjasama yang diharapkan

b. Menentukan sasaran

Kelompok sasaran lebih ke tingkat teknis operasional secara


berjenjang, antara lain:

1) Wartawan Media Massa & Elektonik


2) Organisasi Keagamaan
3) Organisasi Kepemudaan
4) LSM
5) PKK
6) Petugas Kesehatan
7) Kelompok Professi
8) Tokoh Masyarakat
9) Publik Figure

c. Menentukan materi

Materi lebih ke arah operasional misalnya SKD, pencegahan


penyakit Diare, Tatalaksana Diare, dll.

d. Menentukan metode yang digunakan

1) Orientasi
2) Pelatihan
3) Kunjungan Lapangan

60
4) Jumpa Pers
5) Dialog terbuka/ Interaktif TV, Media elektronik
6) Penulisan artikel, dll

e. Hasil yang diharapkan

1) Opini positif berkembang di masyarakat


tentang pentingnya pengendalian penyakit diare.
2) Semua kelompok potensial di masyarakat
sudah menyuarakan dan mendukung tentang pentingnya
pencegahan dengan berperilaku hidup bersih dan sehat serta
melakukan pengobatan.
3) Adanya dukungan sumberdaya dari
kelompok potensial di masyarakat.

C. Gerakan / Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan adalah proses pemberian informasi secara terur-menerus


dan berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran, serta proses
membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu menjadi
tahu, mau, mampu dalam melaksanakan upaya pengendalian penyakit
diare, dengan mengembangkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan
masyarakat terutama dalam tatalaksana penderita di rumah tangga dan
pencegaran diare.

1. Tujuan

Agar masyarakat tahu, mau dan mampu melaksanakan upaya


pengendalian penyakit Diare.

2. Langkah Kegiatan

a) Menentukan sasaran

Sebagai sasaran utama adalah masyarakat. Secara aktif masyarakat


terutama ibu yang mempunyai balita dapat melaksanakan
tatalaksana diare dengan benar dan kegiatan pencegahan yang
efektif.

b) Menentukan materi pesan

61
1) Tatalaksana diare di rumah tangga yaitu :

(a) Beri lebih banyak minum cairan rumah tangga, yaitu air
tajin, air teh, air kuah sayur, air sup, oralit.

(b) Teruskan pemberian makanan sesuai dengan umur

(c) Bawa anak ke sarana kesehatan untuk mendapatkan


pertolongan lanjutan, bila anak tidak mambaik selama 3 hari
atau ada salah satu tanda berikut :

(1) Diare terus menerus


(2) Muntah berulang-ulang
(3) Rasa haus yang nyata
(4) Tidak bisa makan/ minum
(5) Demam
(6) Ada darah dalam tinja

2) Pencegahan penyakit diare, yaitu :

(a) Pemakaian air bersih yang cukup


(b) Minum air yang sudah dimasak
(c) Buang air besar dijamban, termasuk membuang
kotoran bayi
(d) Cuci tangan dengan sabun sebelum makan dan
sesudah buang air besar.
(e) Memperbaiki makanan pendamping ASI
(f) Memberikan ASI
(g) Memberikan Imunisasi campak

c) Menentukan metode dan teknik.

Metode dan teknik disesuaikan sasaran dan diupayakan berlangsung


dinamis, misalnya: tatap muka, simulasi, demontrasi, penyuluhan
kelompok.

d) Media saluran komunikasi

Pemilihan media hendaknya disesuaikan dengan segmen sasaran,


yaitu menggunakan perpaduan media cetak dan elektronika.

62
PEMANTAUAN DAN EVALUASI

I. PEMANTAUN

A. TUJUAN

1. Melihat kinerja petugas kesehatan dan memberikan


bimbingan dalam pengelolaan Program P2 Diare di wilayah kerja
masing-masing.

2. Memberikan umpan balik atau alternative pemecahan


masalah yang ditemukan pada saat pemantauan.

B. PENGERTIAN

Pemantauan adalah kegiatan mengamati atas hasil pelaksanaan kegiatan


P2 Diare secara berjenjang dan berkesinambungan (Provinsi,
Kabupaten/Kota dan Puskesmas).

C. KEGIATAN YANG DIPANTAU

1. Tatalaksana Diare

Yang perlu dipantau (menggunakan form pemantauan tatalaksana)


adalah:

 Klasifikasi / Diagnosis Diare termasuk derajat dehidrasi


 Tindakan : Rencana Terapi A, Rencana Terapi B atau Rencana
Terapi C
 Obat : Oralit, Zinc, RL, Antibiotik atas indikasi
 Kualitas tatalaksana standar sebagai simpulan dari klasifikasi,
tindakan dan pemberian obat.
 Pojok oralit : gelas 200cc, sendok, oralit, teko berisi air minum atau
dispenser, poster, leaflet dll.
63
 Pengetahuan petugas tentang tatalaksana diare

2. Surveilans Epidemiologi

Kegiatan Surveilans yang perlu dipantau antara lain:

 Pelaksanaan SKD: register penderita diare harian dan mingguan


(W2).
 Laporan bulanan (form rekapitulasi penderita diare)
 Penanggulangan KLB

Yang perlu dipantau adalah hasil penyelidikan Epidemiologi dan


rekomendasi hasil penyelidikan.

3. Pelaksanaan Promosi Kesehatan

Yang perlu dipantau adalah: kegiatan Advokasi, Bina suasana, Gerakan


pemberdayaan masyarakat dan ketersediaan media KIE.

4. Pengelolaan Logistik

Yang harus dipantau meliputi Kebutuhan logistik, pengadaan,


penyimpanan, dan distribusi.

D. ALAT PEMANTAUAN

1. Formulir A, digunakan untuk pemantauan petugas Provinsi


ke Kabupaten/Kota dan pemantauan petugas Kabupaten/Kota (lihat
Lampiran 7.1).

2. Formulir B dan Formulir C, digunakan untuk pemantauan


pengetahuan dan praktek tatalaksana petugas Puskesmas (lihat
Lampiran 7.2 dan Lampiran 7.3).

E. CARA PEMANTAUAN

1. Pemantauan

Pemantauan dilakukan dengan, mengamati, wawancara dengan


petugas dan melihat, catatan atau laporan yang ada di setiap jenjang
administrasi yaitu Dinas Kesehatan Propinsi, Kabupaten/Kota,
puskesmas, dan pustu. Bila dalam pemantauan ditemukan masalah,
maka berikan saran pemecahan atau bimbingan kepada pengelola

64
program diare, agar kegiatan program diare dapat dilaksanakan sesuai
rencana.

2. Umpan balik

Berikan umpan balik secara tertulis dan berjenjang kepada Dinas


Kesehatan Propinsi dan kabupaten/kota serta puskesmas, atas hasil
pelaksanaan kegiatan program diare di wilayahnya.

II. EVALUASI

A. TUJUAN

Mengetahui hasil kegiatan pengendalian penyakit diare, permasalahan


yang ada dan untuk merencanakan kegiatan pada tahun yang akan datang.

B. PENGERTIAN

Evaluasi adalah suatu kegiatan penilaian terhadap hasil pelaksanaan


program.

C. INDIKATOR (lihat Lampiran 5.1)

1. Target Penemuan Penderita

a. Semua Umur

 Angka Kesakitan Diare Semua Umur berdasarkan Hasil Kajian


Morbiditas Diare Tahun 2010 = 411/1000 penduduk.

 Perkiraan penderita diare yang datang ke sarana kesehatan =


10 %.

 Perkiraan penderita diare semua umur = 411/1000 x Jumlah


Penduduk.

 Perkiraan Penderita Diare Semua Umur adalah Angka


Kesakitan x Jumlah Penduduk dalam satu tahun.

Perkiraan Penderita Diare Semua Umur = 411/1000 x Jumlah Penduduk

65
 Target Penemuan Penderita Diare Semua Umur adalah 10 % x
Perkiraan Penderita dalam satu tahun.

Target Penemuan Penderita Semua Umur = 10 % x Perkiraan Penderita


.

b. Balita

 Perkiraan Jumlah Balita : 10 % x Jumlah Penduduk

 Perkiraan Penderita Diare Balita adalah Episode x Jumlah Balita


dalam satu tahun.

 Episode Diare Balita berdasarkan Hasil Kajian Morbiditas Diare


Tahun 2010 = 1,3 kali per tahun

Perkiraan Penderita Diare Balita = 1,3 x Jumlah Balita

 Perkiraan penderita diare balita yang datang ke sarana


kesehatan : 20 %

Target Penemuan Penderita Diare Balita = 20 % x Perkiraan Penderita

2. Cakupan Pelayanan

a.Semua Umur (SU)

Persentase jumlah penderita diare semua umur yang dilayani dalam


satu tahun dibagi target penemuan penderita semua umur pada
tahun yang sama.

Cakupan Pelayanan Semua Umur :

Jumlah Penderita Diare Semua Umur Yang Dilayani Dalam 1 Tahun


= ------------------------------------------------------------------------------------------------- x 100%
Target Penemuan Penderita Diare Semua Umur

Contoh Perhitungan :

 Penduduk Puskesmas A = 30.000 jiwa


 Angka Kesakitan Diare = 411 / 1000 penduduk
 Perkiraan Penderita Diare Tahun 2010 = 411/1000 x 30.000 = 12.330 penderita
 Target Penemuan Penderita Semua Umur 2010 = 10% x 12.330 = 1.233 penderita
 Bila jumlah penderita diare semua umur yang dilayani tahun 2010 = 760 penderita

maka :
66
Cakupan Pelayanan Penderita Diare Semua Umur :

760
= -------- x 100% = 61,6 %
1.233
b. Balita

Persentase jumlah penderita diare balita yang dilayani dalam satu


tahun dibagi target penemuan penderita balita pada tahun yang sama.

Cakupan Pelayanan Balita :

Jumlah Penderita Diare Balita Yang Dilayani Dalam Satu Tahun


= --------------------------------------------------------------------------------------------- x 100 %
Target Penemuan Penderita Diare Balita

Contoh Perhitungan :

 Penduduk Puskesmas A = 30.000 jiwa


 Jumlah Balita = 10% x 30.000 = 3.000 jiwa
 Episode Diare pada Balita = 1,3 kali per tahun
 Perkiraan penderita diare Balita tahun 2010 = 1,3 x 3.000 = 3.900 penderita
 Target penemuan penderita Balita tahun 2010 = 20% x 3.900 = 780 penderita
 Bila jumlah penderita diare Balita yang dilayani tahun 2010 = 520 penderita

maka:

Cakupan Pelayanan Penderita Diare Balita :

520
= -------- x 100% = 66,6%
780

Bila cakupan pelayanan lebih dari 100 %, kemungkinan adalah :

 Ada KLB sehingga terjadi peningkatan jumlah penderita diare yang


datang ke sarana kesehatan.
 Kinerja petugas baik sehingga laporan lengkap dan lancar.
 Banyak orang yang pindah ke wilayah kerja Saudara, sehingga
kunjungan orang yang berobat meningkat.
 Adanya perubahan perilaku masyarakat menjadi lebih baik yang
sebelumnya beranggapan bahwa penyakit diare merupakan penyakit
yang biasa sehingga masyarakat tidak berobat ke sarana kesehatan
 Target penemuan penderita terlalu kecil.

Bila cakupan pelayanan lebih rendah dari 100 %, kemungkinan


penyebabnya adalah :

67
 Pelayanan tidak memuaskan sehingga penderita diare yang datang
ke sarana kesehatan berkurang.
 Masyarakat bisa mengobati diare di rumah.
 Jangkauan sarana kesehatan terlalu luas, sehingga tidak dapat
menjangkau seluruh masyarakat di wilayah tersebut.
 Laporan tidak lengkap.

3. Kualitas Pelayanan

Untuk mengetahui kualitas pelayanan di suatu sarana pelayanan


kesehatan dapat dilihat pada komponen berikut:

a. Proporsi Penggunaan Oralit

Jumlah Penderita Diare Diberi Oralit


---------------------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah Penderita Diare Yang Dilayani

b. Proporsi Penggunaan Infus

Jumlah Penderita Diare Diinfus


-------------------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah Penderita Diare Yang Dilayani

c. Proporsi Tatalaksana Standar

Jumlah Penderita Diare Yang Mendapat Tatalaksana Sesuai Standar


------------------------------------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah Penderita Diare Yang Dilayani

d. Proporsi Kematian Pada Saat KLB (Case Fatality Rate / CFR):

Jumlah Penderita Diare Yang Meninggal Saat KLB


CFR = ------------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah Penderita Diare Saat KLB

e. Proporsi cakupan pelayanan oleh sarana dan kader.

 Proporsi cakupan pelayanan oleh sarana

Jumlah penderita diare yang datang ke sarana kesehatan


--------------------------------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah penderita diare yang dilayani sarana dan kader

 Proporsi cakupan pelayanan kader

Jumlah penderita diare yang dilayani oleh kader


--------------------------------------------------------------------------------------------- x 100%
68
Jumlah penderita diare yang dilayani sarana dan kader

f. Proporsi penderita diare balita :

Jumlah penderita diare balita yang dilayani oleh sarana & kader
--------------------------------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah penderita diare semua umur yang dilayani sarana & kader

g. Proporsi penderita diare menurut derajat dehidrasi :

 Proporsi penderita diare Tanpa Dehidrasi

Jumlah penderita diare tanpa dehidrasi


---------------------------------------------------------------------------------------------- x 100
%
Jumlah penderita diare dilayani

 Proporsi penderita diare dehidrasi ringan-sedang

Jumlah penderita diare dehidrasi ringan-sedang


------------------------------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah penderita diare dilayani

 Proporsi penderita diare dehidrasi berat

Jumlah penderita diare dehidrasi berat


----------------------------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah penderita diare dilayani

h. Proporsi penderita diberi oralit,

Jumlah penderita diare diberi oralit


---------------------------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah penderita diare dilayani

i. Rata-rata penggunaan oralit,


Jumlah oralit yang digunakan
---------------------------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah penderita diare dilayani

j. Proporsi penderita diare diinfus


Jumlah penderita diare yang diinfus
--------------------------------------------------------------------------------------- x 100%
Jumlah penderita diare dilayani

69
4. Menganalisis Hasil Pemantauan / Supervisi,

Untuk mendapatkan gambaran tentang:

a. Tatalaksana yang diberikan


b. Pelaksanaan SKD
c. Perencanaan kebutuhan logistik
d. Pengetahuan petugas dalam tatalaksana diare

5. Menganalisis Hasil Survei Khusus

Untuk mengetahui gambaran:

a. Angka kesakitan diare


b. Pengetahuan masyarakat tentang cara pencegahan dan
pengobatan di rumah
c. Perilaku masyarakat dalam mencari pengobatan diare
d. Faktor risiko

PENGELOLAAN LOGISTIK

I. TUJUAN
Tersusunnya kebutuhan dan terlaksananya sistim pengadaan, penyimpanan,
distribusi dan persediaan logistik Pengendalian Penyakit Diare.

II. PENGELOLAAN

Logistik yang dibutuhkan Pengendalian Penyakit Diare adalah oralit, zinc, obat
paket KLB Diare. Kemasan obat yang disediakan adalah oralit 200 ml, tablet
zinc 20 mg, untuk obat paket KLB Diare adalah Oralit, Ringer Laktat 500 ml,
giving set dan wing needle ukuran anak dan dewasa, I.V. catheter dengan
ukuran sesuai kebutuhan dan Tetrasiklin 500 mg.

A. KEBUTUHAN

1. Kebutuhan Oralit dan Zinc

Perhitungan kebutuhan logistik diare ditentukan berdasarkan perkiraan


jumlah penderita diare yang datang ke Sarana Pelayanan Kesehatan

70
(Puskesmas dan Kader). Perkiraan jumlah penderita diare dihitung
berdasarkan perkiraan penemuan penderita, angka kesakitan, jumlah
penduduk di suatu wilayah. Perkiraan jumlah penderita ditentukan
sesuai Tabel Indikator (lihat Lampiran 5.1).

Kebutuhan Oralit :

ORALIT = Target Penemuan Penderita Diare x 6 bungkus + Cadangan – Stok

Kebutuhan Zinc :

ZINC = Target Penemuan Penderita Diare Balita x 10 Tablet + Cadangan - Stok

Keterangan :

 Cadangan adalah perkiraan obat yang rusak biasanya 10% dari jumlah
kebutuhan.

 Stok adalah sisa obat diakhir tahun.

Contoh Perhitungan Kebutuhan Oralit:

 Penduduk Puskesmas A = 30.000 jiwa


 Angka Kesakitan Diare = 411 / 1000 penduduk
 Perkiraan Penderita Diare Tahun 2010 = 411/1000 x 30.000 = 12.330 penderita
 Target Penemuan Penderita Semua Umur Tahun 2010 = 10% x 12.330 = 1.233
pend
 Sisa oralit diakhir tahun misalnya 1.000 bungkus.

ORALIT = Target Penemuan Penderita Diare Semua Umur x 6 bungkus + Cadangan – Stok

= (1.233 x 6 ) + (10 % x 7.398) – 1.000 bungkus


= 7.398 + 740 – 1.000
= 7.138 bungkus

Contoh Perhitungan Kebutuhan Zinc:

 Penduduk Puskesmas A = 30.000 jiwa


 Perkiraaan jumlah balita di Puskesmas A = 10% x 30.000 = 3.000 balita
 Episode Diare Balita = 1,3 kali per tahun
 Jumlah penderita diare balita tahun 2010 = 3.000 x 1,3 = 3.900 balita
 Target penemuan penderita diare balita tahun 2010 = 20% x 3.900 = 780
penderita
 Sisa Zinc diakhir tahun misalnya 20 tablet.

ZINC = Target Penemuan Penderita Diare Balita x 10 tablet + Cadangan - Stok

= 780 x 10 tablet + (10% x 7.800) - 20


71
= 8.560 tablet atau 86 kotak

 Catatan : 1 kotak berisi 100 tablet

2. Kebutuhan Obat Paket KLB

Formula perhitungan kebutuhan paket diare saat KLB :

a. Oralit

 Perkiraan jumlah penderita diare saat KLB = P penderita


 Rata-rata pemberian oralit per penderita = 10 bks oralit 200 ml

Kebutuhan Oralit = P penderita x 10 bungkus

b. Zinc

Tablet zinc diberikan kepada penderita balita, jumlah penderita balita


pada saat KLB diperkirakan 50%.

Kebutuhan Zinc = 50% x P penderita x 10 tablet

c. Ringer Laktat (RL)

Penderita diare yang membutuhkan RL adalah penderita diare


dehidrasi berat, diperkirakan 30% dari perkiraan jumlah penderita
diare saat KLB, sehingga :

Jumlah Penderita Membutuhkan RL = 30% x P penderita  R penderita

Bila rata-rata pemberian RL = 7 botol setiap penderita, maka :

Jumlah RL yang dibutuhkan = R penderita x 7 botol  S botol

d. Giving Set / Infus Set

Jumlah penderita yang membutuhkan giving set adalah semua


penderita yang mendapat RL x 1 set.

e. Wing Needle

Perkiraan jumlah penderita yang membutuhkan Wing Needle adalah


30 % dari penderita diare yang diberi RL.

72
Kebutuhan Wing Needle = 30% x R penderita x 1 set  V set

f. Abocate

Perkiraan kebutuhan abocate adalah 80% dari jumlah penderita yang


diberi RL.

Kebutuhan Abocate = 80% x R penderita  Y set

g. Tetrasiklin 500 ml

Tetrasiklin 500 ml diberikan kepada penderita diare dengan suspek


kolera dengan dosis 4 kali per hari selama 3 hari

h. Kaporit

Setiap kejadian disediakan 25 kg kaporit

i. Lisol

Setiap kejadian disediakan 5 liter lisol

B. PENGADAAN

Pengadaan oralit, zinc dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku


dan dikirim ke Gudang Farmasi Kabupaten (GFK). Oralit dan Zinc merupakan
obat esensial sehingga pengadaan dilaksanakan di Pusat sesuai dengan
dana yang tersedia, kekurangan kebutuhan obat diharapkan diadakan di
daerah sesuai dengan kemampuan daerah.

C. PENYIMPANAN

Penyimpanan di tingkat Kabupaten (GFK), Puskesmas dan Kader hendaknya


dikelola secara baik dan benar yaitu disimpan pada tempat yang kering diberi
alas, disusun sesuai dengan waktu penerimaan dan kedaluwarsanya
sehingga pada saat mengambil mudah mencarinya. Dibuatkan pencatatan
asal obat, jumlah dan waktu penerimaan serta pengeluaran obat yaitu jumlah,
waktu dan tujuan obat dikirimkan

D. DISTRIBUSI

Distribusi obat dari pusat ke kabupaten (GFK) dilaksanakan setelah proses


pengadaan ( Tender/ Penunjukan ) selesai. Distribusi dari GFK sebaiknya
dengan sistim Laporan Pemakaian dan Laporan Permintaan Obat (LPLPO),
kecuali ada permintaan yang sifatnya darurat misalnya apabila ada KLB.
73
Distribusi dari Puskesmas ke Kader sebaiknya dilakukan pada hari “H”
Posyandu dengan memperhatikan jumlah pemakaian sesuai pencatatan dan
pelayanan penderita diare.

E. PERSEDIAAN (STOK)

Persediaan obat dihitung berdasarkan perkiraan kebutuhan minimal satu


bulan.

PENCEGAHAN

I. TUJUAN
Tujuan pencegahan adalah untuk tercapainya penurunan angka kesakitan
diare melalui pengendalian faktor risiko..

II. KEGIATAN

Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan efektif yang dapat
dilakukan adalah :

A. PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT


a1. Pemberian ASI

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen Zat makanan
tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan
diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga

74
pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Tidak ada makanan lain yang
dibutuhkan selama masa ini.

ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu
formula atau cairan lain yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan
yang dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian ASI saja,
tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol,
menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan
menyebabkan diare. Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh
(memberikan ASI Eksklusif). Bayi harus disusui secara penuh sampai
mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan, pemberian ASI harus
diteruskan sambildan di tambahkan makanan lain (proses menyapih).

ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya


antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan
perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI
secara penuh mempunyai daya lindung 4X lebih besar terhadap diare
daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal
usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab diare.

Pada bayi yang tidak di beri ASI secara penuh, pada 6 bulan pertama
kehidupan, mempunyai riesiko terkena diare 30x lebih besar. Pemberian
susu formula merupakan cara lain dari menyusui. Penggunaan botol
untuk susu formula, berisiko tinggi menyebabkan diare yang dapat
mengakibatkan terjadinya gizi buruk.

b2. Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI diberikan saat bayi umur lebih


besar dari 6 bulan secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan
orang dewasa. Pada masa tersebut merupakan masa yang berbahaya
bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping ASI dapat
menyebabkan meningkatkannya reisiko. Pada masa tersebut
merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian
makananan pendamping ASI dapat menyebabkan meningkatnya reisiko
terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian.
Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi
perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping
ASI diberikan.

Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan


pendamping ASI, yaitu:

1) Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan, dan


dapat teruskan pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah

75
anak berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan lebih sering (4x
sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan
yang di masak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian
ASI bila mungki.n.

2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi


/bubur dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu,
telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan sayuran
berwarna hijau ke dalam makanannya.

3) Cuci tangan dengan sabun pada air mengalir sebelum meyiapkan


makanan dan saat meyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang
bersih.

4) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya


pada tempat yang dingin dan panaskan dengan benar sebelum
diberikan kepada anak.

c. 3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup

Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui


Fecal-oral kuman tersebut dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut
melalui makanan, minuman atau benda yang tercemar dengan tinja,
misalnya jari-jari tangan, makanan yang wadah makanan atau tempat
makan-minum yang dicuci dengan air tercemar.

Masyarakat yang mendapat terjangkau oleh penyediaansarana air yang


benar-benar bersih mempunyai reisiko menderita diare lebih kecil di
banding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.

Masyarakat dapat mengurangi riesiko terhadap penyakitserangan diare


yaitu dengan menggunankan air yang bersih dan melindungi air tersebut
dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan di rumah.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

1) Ambil air dari sumber air yang bersih


2) Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan
gayung khusus untuk mengambil air.
3) Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan jaga air bekas
mandi jangan mengalir ke sumber air .untuk mandi anak-anak
4) Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
5) Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang
bersih dan cukup.

76
d4. Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang


penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci
tangan dengan sabun di air mengalir pada 5 titik kritis sebagai berikut :
,1. Sebelum makan
2. Sebelum mengolah & menghidangkan makanan terutama sesudah
buang air , sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja
anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi makan
anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian
diar
3. Setelah buang air besar dan air kecil
4. Setelah mengganti popok bayi
5. Sebelum menyusui bayie.

e5. . Pengelolaan Makanan Sesuai Standar WHO


Pengelolaan makanan yang benar, meliputi :
1) Jaga kebersihan
a) Cuci tangan sebelum memasak dan keluar dari toilet
b) Cuci alat-alat masak dan alat makan
c) Dapur harus bersih, jangan ada binatang, serangga, dan lain-lain
2) Pisahkan bahan makanan matang dan mentah
a) Gunakan alat dapur dan makan yang berbeda
b) Simpan di tempat yang berbeda
3) Masak makanan hingga matang
a) Masak sampai matang terutama daging, ayam, telur, seafood
b) Rebus hingga > 85 ᴼ celcius (mendidih) untuk daging dan ayam,
pastikan tidak masih pink. Panaskan makanan yang sudah matang
dengan benar
4) Simpan makanan pada suhu aman
a) Jangan simpan makanan di suhu ruangan terlalu lama
b) Masukkan kulkas bila ingin disimpan
c) Sebelum dihidangkan panaskan sampai > 85ᴼ celcius
d) Jangan simpan terlalu lama di kulkas
5) Gunakan air bersih dan bahan makanan yang baik
a) Air bersih
b) Pilih bahan makanan yang segar
c) Cuci buah dan sayur dengan baik
d) Jangan gunakan bahan makanan yang kadaluarsa
f. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam
penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak
memiliki jamban harus membuat jamban dan keluarga tersebut harus

77
menggunakan jamban agar masyarakat disekitarnya terlindungi dari
sakit diare. Menggunakan Jamban

Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya


penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
resiko terhadap penyakit diare.Keluarga yang tidak mempunyai jamban
harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :


a. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat di
pakai oleh seluruh anggota keluarga.
b. Bersihkan jamban secara teratur.
c. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.
g. Membuang Tinja Bayi yang Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini
tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada
anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara benar.

6. Membuang Tinja Bayi Yang Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini
tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-
anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus di buang secara benar.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga:

a. Kumpulkan segera tinja bayi dan buang dijamban


b. Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di
jangkau olehnya.
c. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di
dalam lubang atau di kebun kemudian di timbun
d. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan
dengan sabun.

h.

7. Pemberian Imunisasi Campak

Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah


agar bayi tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering
di sertai diare, sehingga pemberian imunisasi campak juga dapat
mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera
setelah bayi berumur 9 bulan.

78
B. PENYEHATAN LINGKUNGAN

1. Penyediaan Air Bersih

Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui


air antara lain adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit,
penyakit mata dll, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan
kualitas mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari
termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk
mencegah terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang
cukup disetiap rumah tangga harus tersedia. Disamping itu perilaku
hidup bersih harus tetap dilaksanakan.

2. Pengelolaan Sampah

Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya


vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu
samapah dapat mencemari tanah dan menimbulkan gangguan
kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan
pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan
sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut.
Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap
hari dan di buang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak
terjangkau oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat
pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan sampah dengan cara
ditimbun atau dibakar.

3. Sarana Pembuangan Air Limbah

Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola
sedemikian rupa agar tidak menjadi sumber penularan penyakit.
Sarana pembuangan air limbah yang tidak mmenuhi syarat akan
menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi
menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang
endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman,
secara rutin harus dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga
tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat
perindukan nyamuk.

79
MENTERI KESEHATAN

ENDANG RAHAYU SEDYANINGSIH

Daftar Pustaka

Black RE. Zinc deficiency, infectious disease and mortality in the developing world J
Nutr 2003;133:1485S-1489S

Bresee JS, Hummelman E, Nelson EA, et al. Rotavirus in Asia: the value of
surveillance for informing decisions about the introduction of new vaccines J
Infect Dis 2005;192:1S-5S.
80
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia. 2003.

Elvira J, Firmansyah A, Akib AAP. Shigellosis in children less than five years in
urban slum area: a study at primary health care in Jakarta. Pediatr Indones
2007;47:42-46

Hidayat A, Achadi A, Sunoto, Soedarmo SP.. The effect of zinc supplementation in


children under three years of age with acute diarrhea in Indonesia. Med J
Indonesia. 1998; 7(4): 237 - 241

Kosek M, Bern C, Guerrant RL. The global burden of diarrhoeal disease, as


estimated from studies published between 1992 and 2000. Bull World Health
Organ. 2003;81(3):197-204.

Linder MC. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme (terjemahan) UI Press, Jakarta, 1999.

Parashar UD, Hummelman EG, Bresee JS, et al. Global illness and deaths caused
by rotavirus disease in children Emerg Infect Dis 2003;9(5):565-572.

Putnam et.al. Enteric pathogens causing acute diarrhea among children in


Indonesia. Unpublished. 2007

Sarosa SJ. Child health problems in Indonesia. Pediatrica Indonesiana 1975;15: 8 -


18

Sebodo T, Sadjimin T, Soenarto Y, Sanborn WR. Study on the aetiology of diarrhea.


Trop Pediatr Env Child Health. 1977

Soenarto Y, Sebodo T, Suryantoro P et al. Bacteria, parasitic agents and rotaviruses


associated with acute diarrhea in hospital inpatient Indonesian children. Trans
Roy Soc Trop Med Hyg. 1983; 5: 724 – 730

Soenarto Y , Aman AT, Bakri A. Et al. Extention for hospital-based surveillance and
strain characterization of rotavirus diarrhea in Indonesia. Report to PATH. 2007.

Soenarto, Y, et al. Pilot studi efektivitas suplemen zinc pada terapi diare.
Unpublished. 2007

Szajewska H & Mruckwicz. Evidence-based management of acute diarrheal


syndrome in children. J Neonatal 2005;2(2):IR8-20

Wapnir RA. Zinc deficiency, malnutrition and the gastrointestinal tract J Nutr
2000;130:1388S-1392S.

81
WHO (a). Pocket book of hospital care for children. Guidelines for the management
of common illnesses with limited resources. 2005

WHO (b) Guidelines for the control of shigellosis, including epidemics due to
Shigella dysenteriae type 1. 2005

Lampiran

82
Tim Penyusun

Prof. Dr. Yati Soenarto,PhD,SpA(K) FK UGM / RS Sardjito


Prof. DR. Dr. Subijanto, SpA(K) FK UNAIR / RS Dr. Soetomo
Prof.Dr.Rusdi Ismail, SpA(K) FK UNSRI/RS M.Husein
Dr. M. Juffrie, PhD, SpA(K) FK UGM / RS Sardjito

83
Dr. Muzal Kadim, SpA FK UI / RSCM Jakarta
Dr.Budi Santoso, SpA(K) FK UNDIP/RS Kariadi
Prof. Dr. Daldiono, SpPD – KGEH FK UI / RSCM Jakarta
Prof. Dr. Azis Rani, SpPD – KGEH FK UI / RSCM Jakarta
Prof. Dr. Siti Nurdjanah,M.Kes,SpPD-KDEH FK UGM / RS Sarjito
Dr Ari Fachrial Syam,SpPD-KGEH FK UI / RSCM Jakarta
Dr. Widayat Djoko Santoso, SpPD-KPTI FK UI / RSCM Jakarta
Dr. Yosia Ginting, SpPD, KPTI FK USU / RSUP Adam Malik
Dr. Herry Purbayu, SpPD-KGEH FK UNAIR / RS Dr.Sutomo
Dr. Iman Firmansyah, SpPD RSPI Sulianti Saroso Jakarta
Dr. H. Prima Sudjana, SpPD-KPTI, MH Kes RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung
Dr. Niniek Budiarti, SpPD-KPTI RSU Dr Syaiful Anwar Malang
Dra.Conny Riana Tjampakasari,MS,DMM FK UI / Dept Microbiologi
Dr. Nunung B. Priyatni, M.Epid
Drg. Rini Noviani Kasubdit Diare & ISP
Naniek Murniati, SKM, MM Kasi Subdit Diare & ISP
Dr. Sukmawati Dunuyaali Kasi Subdit Diare & ISP
Dr. Yullita Evarini, MARS Staf Subdit Diare & ISP
Agus Handito, SKM, M.Epid Staf Subdit Diare & ISP
Nanik Sri Haryani, B.Sc Staf Subdit Diare & ISP
Lasmaria Marpaung, SKM Staf Subdit Diare & ISP
Arman Zubair, S.AP Staf Subdit Diare & ISP
Dr. Karnely Herlena Staf Subdit Diare & ISP
Dr. Marolop Binsar Silaen Staf Subdit Diare & ISP
Hartati Deskawati, S.AP Staf Subdit Diare & ISP
Lilis Budiarti, S.Sos Staf Subdit Diare & ISP

84

Anda mungkin juga menyukai