A. Definisi Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008). Menurut Batticaca (2008) stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. menurut Corwin (2009) ada dua klasifikasi umum cedera vascular serebral (stroke) yaitu iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi akibat penyumbatan aliran darah arteri yang lama kebagian otak. Stroke Hemoragik terjadi akibat perdarahan dalam otak. Jadi stroke hemoragik adalah suatu keadaan kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh perdarahan dalam otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. B. Etiologi Menurut Muttaqin (2008) perdarahan intracranial atau intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena aterosklerosis dan hipertensi. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah ke dalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergesaran, dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan sehingga terjadi infark otak, edema, dan mungkin herniasi otak. C. Patofisiologi Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otak yang irreversibel terjadi setelah tujuh hingga sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas (stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu defisiensi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya (Silbernagl, 2007). Dengan menambah Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+ dan Ca2+ di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glutamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca2+ (Silbernagl, 2007). Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor, dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra). Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut (Silbernagl, 2007). Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralateral, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia, dan hemineglect (Silbernagl, 2007). Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral, kesulitan berbicara serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominan ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari sistem limbic (Silbernagl, 2007). Penyumbatan arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralateral parsial dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (Silbernagl, 2007). Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis), dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di talamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik (Silbernagl, 2007). Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua eksteremitas dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons, dan medula oblongata. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan (Silbernagl, 2007): Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular). Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (traktus piramidal). Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anastesia) di bagian wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus [V] dan traktus spinotalamikus). Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarus), singultus (formasio retikularis). Ptosis, miosis, dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan persarafan simpatis). Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus [X]). Paralisis otot lidah (saraf hipoglosus [XII]), mulut yang jatuh (saraf fasial [VII]), strabismus (saraf okulomotorik [III], saraf abdusens [V]). Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot secara menyeluruh (namun kesadaran tetap dipertahankan). D. Manifestasi Klinis Manifestasi klinis yang muncul pada klien SH seperti: 1. Pengaruh terhadap status mental: a. Tidak sadar : 30% - 40% b. Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar 2. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan: a. Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%) b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%) c. Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%) 3. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala: a. hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%- 80%) b. inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang terkena. 4. Daerah arteri serebri posterior a. Nyeri spontan pada kepala b. Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%) 5. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan: a. Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak b. Hemiplegia alternans atau tetraplegia c. Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan, emosi labil) Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa: 1. Stroke hemisfer kanan a. Hemiparese sebelah kiri tubuh b. Penilaian buruk c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan 2. Stroke hemisfer kiri a. Mengalami hemiparese kanan b. Perilaku lambat dan sangat berhati-hati c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan d. Disfagia global e. Afasia f. Mudah frustasi E. Komplikasi Peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi adalah komplikasi yang paling ditakutkan pada perdarahan intraserebral. Perburukan edema serebri sering mengakibatkan deteoriasi pada 24-48 jam pertama. Perdarahan awal juga berhubungan dengan deteorisasi neurologis, dan perluasan dari hematoma tersebut adalah penyebab paling sering deteorisasi neurologis dalam 3 jam pertama. Pada pasien yang dalam keadaan waspada, 25% akan mengalami penurunan kesadaran dalam 24 jam pertama. Kejang setelah stroke dapat muncul. Selain dari hal-hal yang telah disebutkan diatas, stroke sendiri adalah penyebab utama dari disabilitas permanen (Nesissi, 2010). Prognosis bervariasi bergantung pada tingkap keparahan stroke dan lokasi serta ukuran dari perdarahan. Skor dari Skala Koma Glasgow yang rendah berhubungan dengan prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kali lipat. Pasien yang menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortilitas yang tinggi (Nesissi, 2010). F. Penatalaksanaan Medis 1. Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan pengobatan maksimal). Therapeutik window ini ada 3 konsensus: a. Konsensus amerika : 6 jam b. Konsensus eropa: 1,5 jam c. Konsensus asia: 12 jam Prinsip pengobatan pada therapeutic window: a. Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi iskhemik. b. Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi. 2. Terapi umum Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis sebagai berikut : a. Menstabilkan tanda – tanda vital 1) Mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam , O2, trakeotomi, pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena) 2) Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing individu ; termasuk usaha untuk memperbaiki hipotensi maupun hipertensi. b. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung c. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam. d. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin : 1) penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2 jam 2) dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali per hari; tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur (terutama pada bahu, siku dan mata kaki) 3. Pengobatan konservatif Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi belum terbukti demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di tempat lain ternyata sedikit sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila diberikan secara oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis ternyata pengobatan berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin intraarteri. 4. Pembedahan Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak. Penderita yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan. G. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan penunjang disgnostik yang dapat dilakukan adalah : 1. laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah dsb. 2. CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan atau infark 3. MRI untuk mengetahui adanya edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak 4. Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas mengenai pembuluh darah yang terganggu. 5. Fungsi Lumbal : Menunjukan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli serabral dan TIA, sedangkan tekanan meningkat dan cairan yang mengandung darah menujukan adanya hemoragi suaraknoid intrakranial. Kadar protein meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses imflamasi. 6. Mengidentifikasi maslah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin adanya daerah lesi yang spesifik. 7. Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari masa yang meluas; klasifikasi karptis interna terdapat pada trombosis serebral. 8. Ultrasonografi Doppler : Mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis), aliran darah / muncul plak (arteriosklerotik). BAB II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN A. Pengkajian 1. Identitas Klien Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr, pendidikan, status pekawinan, diangnosa medis dll. 2. Riwayat Kesehatan a. Riwayat Kesehatan Dahulu Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, pengunaan obat-obat antikoagulan, aspirin dan kegemukan/obesitas. b. Riwayat Kesehatan Sekarang Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak sadarkan diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak. c. Riwayat Kesehatan Keluarga Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung. d. Riwayat Psikososial Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat emosi dan pikiran klein dan juga keluarga sehingga baik klien maupun keluarga sering merasakan sterss dan cemas. 3. Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis a. Tingkat Kesadaran 1) Kualitatif Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan. CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal aktifitas psikomotor → gaduh gelisah SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur → diransang bangun lalu tidur kembali KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali 2) Kuantitatif Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) Respon membuka mata ( E = Eye ) o Spontan (4) o Dengan perintah (3) o Dengan nyeri (2) o Tidak berespon (1) Respon Verbal ( V= Verbal ) o Berorientasi (5) o Bicara membingungkan (4) o Kata-kata tidak tepat (3) o Suara tidak dapat dimengerti (2) o Tidak ada respons (1) Respon Motorik (M= Motorik ) o Dengan perintah (6) o Melokalisasi nyeri (5) o Menarik area yang nyeri (4) o Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3) o Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2) o Tidak berespon (1) b. Pemeriksaaan Nervus Cranialis 1) Test nervus I (Olfactory) Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta klien mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun, tembakau, kopi dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung bagian kiri dan kanan. 2) Test nervus II ( Optikus) Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual, tutup satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk satunya. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di kanan, klien memandang hidung pemeriksa yang memegang pena warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut. 3) Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens) Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III). Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya), menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar. Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan. Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus. Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan kanan tanpa menengok. 4) Test nervus V (Trigeminus) Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada kelopak mata atas dan bawah. Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral. Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip kontralateral. Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan adanya sentuhan Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter. 5) Test nervus VII (Facialis) Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk lidahnya karena akan merangsang pula sisi yang sehat. Otonom, lakrimasi dan salvias Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta klien untuk: tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata sementara pemeriksa berusaha membukanya. 6) Test nervus VIII (Acustikus) Fungsi sensoris : Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien, pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari bergantian kanan-kiri. Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan lurus, apakah dapat melakukan atau tidak. 7) Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus) N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus. Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior. N X, mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak. 8) Test nervus XI (Accessorius) Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa berusaha menahan test otot trapezius. 9) Nervus XII (Hypoglosus) Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi) Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan. 4. Data Penunjang a. Laboratorium 1) Hematologi 2) Kimia klinik b. Radiologi 1) CT Scan: Memperlihatkan adanya edema , hematoma, iskemia dan adanya infark 2) MRI: Menunjukan daerah yang mengalami infark, hemoragik. 3) Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal B. Diagnosa Keperawatan 1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan takipnea / dispnea 2. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan suplai darah dan O2 ke otak menurun 3. Hambatan komunikasi verbal berhubungan dengan fungsi tonus otot facial menurun 4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan proses menelan tidak efektif/disfagia 5. Resiko jatuh berhubungan dengan penurunan kemampuan retina untuk menangkap objek bayangan PENYIMPANGAN KDM - Faktor pencetus HT, DM, penyakit jantung - Merokok, stres, gaya hidup yang tidak baik - Faktor obesitas & kolesterol yang meningkat dalam darah
Penimbunan lemak / Lemak yang sudah
kolesterol yang meningkat nekrotik & berdegenerasi dalam darah Infiltrasi limfosit Pembuluh darah menjadi (trombus) kaku
Pembuluh darah menjadi
HEMORAGIC Kompresi jaringan otak pecah STROKE Proses metabolisme TIK dalam otak terganggu Arteri vertebra Arteri carotis Suplai darah & O2 ke basilaris interna Suplai O2 ke paru otak Kerusakan neurocerebrospinal N. fungsi N. X, N.IX Disfungsi N.II Kebutuhan O2 Ketidakefektifan Perfusi VII (facialis), N. IX Jaringan Cerebral (glossofaringeus) Proses menelan Aliran darah Kompensasi tidak efektif ke retina frekuensi nafas Fungsi tonus otot facial menurun Disfagia kemampuan retina Takipnea/dispnea untuk menangkap Hambatan Ketidakseimbangan objek bayangan Komunikasi Verbal Ketidakefektifan Nutrisi Kurang Dari Pola Nafas Kebutuhan Tubuh Resiko Jatuh C. Intervensi Keperawatan
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA NO. INTERVENSI KEPERAWATAN HASIL RASIONAL (NIC) (NOC) 1. Ketidakefektifan pola Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor TTV 1) Memantau keadaan klien nafas berhubungan keperawatan diharapkan pola nafas 2) Monitor status oksigen yang 2) Melihat keadekuatan oksigen dengan takipnea / klien kembali efektif dengan sesuai 3) Menjaga aliran oksigen mencukupi dispnea kriteria hasil : 3) Monitor aliran oksigen kebutuhan a. Frekuensi nafas dalam batas 4) Monitor kecepatan, ritme, 4) Monitor keadekuatan pernapasan normal kedalaman dan usaha pasien 5) Melihat apakah ada obstruksi di salah b. Klien nampak rileks saat bernafas satu bronkus atau adanya gangguan pada c. Tanda-tanda vital dalam batas 5) Catat pergerakan dada, simetris ventilasi normal (Tekanan darah 120-90/ atau tidak, menggunakan otot 6) Mengetahui adanya sumbatan pada jalan 90-60 mmHg; Nadi 80-100 x/ bantu pernafasan napas menit; Frekuensi nafas 18-24 x/ 6) Monitor suara nafas seperti 7) Memonitor keadaan pernapasan klien menit; Suhu 36,5-37,5oC snoring 7) Monitor pola nafas: bradypnea, tachypnea, hiperventilasi, respirasi kussmaul, respirasi cheyne-stokes dll 2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor TTV seperti Tekanan 1) Mengupayakan TTV klien tetap stabil perfusi jaringan keperawatan diharapkan perfusi darah; frekuensi nadi, frekuensi 2) Untuk mengetahui tingkat kesadaran cerebral berhubungan jaringan cerebral klien kembali pernapasan & suhu badan 3) Mengetahui ada tidaknya tanda-tanda dengan suplai darah efektif dengan kriteria hasil : 2) Pantau tingkat kesadaran dehidrasi dan O2 ke otak a. TTV dalam batas normal klien/GCS 4) Menjaga agar jalan nafas klien tetap menurun b. GCS meningkat 3) Monitor status dehidrasi paten dan tidak ada penyumbatan jalan c. Akral dingin (-) misalnya kelembapan membran nafas akibat penurunan kesadaran d. KU baik mukosa, kecukupan denyut nadi, tekanan darah. 4) Pertahankan kepatenan jalan nafas. 3. Hambatan komunikasi Setelah dilakukan tindakan 1) Libatkan keluarga untuk 1) Keluarga berpartisipasi dalam proses verbal berhubungan keperawatan diharapkan hambatan membantu memahami atau penyembuhan dengan fungsi tonus komunikasi verbal dapat berkurang memahamkan informasi dari 2) Untuk mengetahui tingkat kesadaran otot facial menurun dengan kriteria hasil : atau ke pasien klien a. Verbal klien meningkat 2) Pantau tingkat kesadaran / GCS 3) Mengurangi kecemasan dan b. GCS meningkat klien kebingungan saat berkomunikasi c. KU baik 3) Dengarkan setiap ucapan pasien 4) Memenuhi kebutuhan pasien saat dengan penuh perhatian berkomunikasi 4) Gunakan kata-kata yang sederhana & pendek dalam berkomunikasi 4. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1) Kaji status nutrisi pasien 1) Pengkajian penting dilakukan untuk nutrisi kurang dari keperawatan diharapkan 2) Kaji frekuensi mual, durasi, mengetahui status nutrisi pasien kebutuhan tubuh pemenuhan kebutuhan pasien tingkat keparahan, faktor sehingga dapat menentukan intervensi berhubungan dengan tercukupi dengan kriteria hasil : frekuensi, presipitasi yang yang diberikan. proses menelan tidak a. Intake nutrisi tercukupi. menyebabkan mual. 2) Penting untuk mengetahui karakteristik efektif/disfagia b. Asupan makanan dan cairan 3) Anjurkan pasien makan sedikit mual dan faktor-faktor yang tercukupi demi sedikit tapi sering. menyebabkan mual. Apabila c. Penurunan intensitas terjadinya 4) Anjurkan pasien untuk makan karakteristik mual dan faktor penyebab mual muntah selagi hangat mual diketahui maka dapat menetukan d. Penurunan frekuensi terjadinya 5) Delegatif pemberian terapi intervensi yang diberikan. mual muntah. antiemetik 3) Makan sedikit demi sedikit dapat meningkatkn intake nutrisi. 4) Makanan dalam kondisi hangat dapat menurunkan rasa mual sehingga intake nutrisi dapat ditingkatkan. 5) Antiemetik dapat digunakan sebagai terapi farmakologis dalam manajemen mual dengan menghamabat sekres asam lambung. 5. Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan 1) Ciptakan lingkungan yang 1) Mencegah terjadinya risiko cidera berhubungan dengan keperawatan diharapkan risiko aman untuk pasien 2) Menentukan kebutuhan pasien penurunan kemampuan cidera dapat diminimalisir dengan 2) Identifikasi kebutuhan terhadapm keamanan dan menentukan retina untuk kriteria hasil : keamanan pasien, berdasarkan intervensi yang tepat menangkap objek a. Tingkat kesadaran baik tingkat fisik, fungsi kognitif dan 3) Mencegah risiko cidera bayangan b. Pasien mengenal tanda dan sejarah tingkah laku 4) Mencegah risiko cidera gejala yang mengindikasikan 3) Hilangkan bahaya lingkungan 5) Mencegah pasien mengalami risiko faktor resiko cidera 4) Jauhkan objek berbahaya dari cidera c. Pasien dapat mengidentifikasi lingkungan 6) Membantu pasien memudahkan resiko kesehatan yang mungkin 5) Menjaga dengan siderail jika menjangkau tempat tidur dan terjadi diperlukan mengurangi risiko cidera 6) Sediakan tempat tidur yang rendah jika diperlukan DAFTAR PUSTAKA Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika. Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10. Jakarta: EGC. Corwin, Elizabeth J. 2009.Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC Muttaqin, Arif. 2008. BukuAjar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Penerbit Salemba Medika. Nasissi, Denise. 2010. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape,. [diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview] Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC: Jakarta, 2007. PATHWAY
- Faktor pencetus HT, DM, penyakit jantung
- Merokok, stres, gaya hidup yang tidak baik - Faktor obesitas & kolesterol yang meningkat dalam darah
Penimbunan lemak / Lemak yang sudah
kolesterol yang meningkat nekrotik & berdegenerasi dalam darah Infiltrasi limfosit Pembuluh darah menjadi (trombus) kaku
HEMORAGIC Pembuluh darah menjadi
Kompresi jaringan otak STROKE pecah
Proses metabolisme TIK
dalam otak terganggu Arteri vertebra Suplai darah & O2 ke Suplai O2 ke paru basilaris otak Kerusakan Ketidakefektifan Perfusi Kebutuhan O2 neurocerebrospinal N. Jaringan Cerebral VII (facialis), N. IX Kompensasi (glossofaringeus) frekuensi nafas Fungsi tonus otot Takipnea/dispnea facial menurun
Hambatan Ketidakefektifan Komunikasi Verbal Pola Nafas