Anda di halaman 1dari 6

Fisiologi Hidung

Fungsi dari hidung dapat diklasifikasikan menjadi:

1. Respirasi.
2. Pengatur udara masuk yang diinspirasi.
3. Proteksi dari jalan nafas bawah.
4. Resonansi suara.
5. Fungsi refleks nasal.
6. Penghidu.

Respirasi

Hidung adalah jalur alamiah untuk bernafas. Bernafas melalui mulut adalah tindakan
yang hanya didapat melalui pembelajaran. Yang dimaksud alamiah adalah insting untuk
bernafas melalui hidung, yang bila pada anak baru lahir mengalami choanal atresia dapat
terjadi asfiksia hingga kematian bila tatalaksana yang terukur tidak dilakukan. Hidung juga
menolong agar bernafas dan proses makan dapat berlangsung secara simultan.

Saat respirasi tenang, arus udara inspirasi masuk melalui bagian tengah dari hidung
diantara turbinat dan septum nasal. Sedikit udara melalui meatus inferior atau regio olfaktori
dari hidung. Maka dari itu, substansi yang memiliki bau-bauan yang lemah perlu dihiirup
sebelum dapat mencapai area olfaktori.

Saat ekspirasi, arus udara mengikuti alur yang sama seperti halnya saat inspirasi,
namun tidak semua arus udara di keluarkan secara langsung melalui nares. Gesekan pada
lumen mengonversikan udara tersebut menjadi pusaran-pusaran di bawah turbinat inferior dan
media dan hal ini memventilasi sinus-sinus melalui ostium. Ujung anterior dari turbinat inferior
menjadi kembang kempis yang demikian itu untuk mengatur pemasukan udara.
Siklus nasal. Mukosa nasal mengalami siklus kongesti dan dekongesti, yang demikian
itu mengontrol aliran udara melalui ruang nasal. Ketika salah satu ruang nasal yang bekerja,
pada respirasi nasal total, sama dengan yang dikerjakan oleh dua ruang nasal. Siklus nasal
beragam tiap 2 ½ - 4 jam dan bisa berbeda pada tiap-tiap individu.

Pengatur Udara Masuk yang Diinspirasi

Hidung bisa dikatakan sebagai pengatur udara untuk paru-paru. Hidung memfiltrasi
serta menjernihkan udara yang diinspirasi dan mengatur suhu serta kelembapan sebelum udara
tersebut melalui paru-paru.

1. Filtrasi dan purifikasi. Nasal vibrissae pada pintu masuk hidung bekerja sebagai
penyaring partikel besar seperti kapas-kapasan. Partikel yang lebih kecil seperti debu,
seruk sari, dan bakteri menempel pada mukus yang tersebar seperti lembaran di seluruh
permukaan membran mukosa. Bagian depan hidung dapat menjaring partikel hingga 3
mikron, sedangkan mukus nasal 0.5 – 3 mikron. Partikel yang lebih kecil dari ukuran
tersebut dapat masuk ke jalan nafas bawah tanpa penyulit.
2. Kontrol temperatur pada udara yang diinspirasi. Suhu udara diatur oleh permukaan
yang lebih luas pada mukosa nasal yang secara struktur diadaptasikan untuk melakukan
fungsi ini. Membran mukosa ini, terutama daerah inferior dan media turbinat serta
bagian-bagian yang berdekatan dari septum, memiliki vaskularisasi yang tinggi dengan
ruang vena cavernosus atau sinusoid yang mengatur aliran darah, yang hal ini dapat
mengatur ukuran turbinat. Hal ini juga membuat mekanisme “radiator” efisien untuk
menghangatkan udara yang dingin. Udara yang diinspirasi yang berkisar 20°C atau 0°C
atau bahkan pada suhu di bawah titik nol dihangatkan mendekati suhu tubuh (37°C)
dalam ¼ detik, waktu yang dibutuhkan udara dari lubang hidung menuju nasofaring.
Hal yang sama juga pada udara yang panas juga didinginkan untuk mencapai suhu
tubuh.
3. Humidifikasi. Fungsi ini bekerja secara simultan dengan pengaturan suhu udara yang
diinspirasi. Kelembapan relatif dari udara atmosferik beragam tergantung pada
koondisi iklim. Udara mejadi kering di musim dingin dan disaturasikan dengan
kelembapan pada bulan-bulan musim panas. Membran mukosa hidung mengatur
kelembapan relatif dari udara yang diinspirasi hingga 75% atau lebih. Air, untuk
mensaturasi udara yang diinspirasi, disediakan oleh membran mukosa nasal yang kaya
akan kelenjar sekresi mukus dan serous. Sekitar 1000 mL air dievaporasikan dari
permukaan mukosa nasal dalam 24 jam. Kelembapan adalah hal yang esensial untuk
integritas dan fungsi dari epitel siliaris. Pada 50% kelembapan relatif, fungsi siliar
berhenti 8 – 10 menit. Udara yang kering mempredisposisi terjadinya infeksi pada
traktus repiratorius. Humidifikasi juga memiliki efek signifikan pada pertukaran udara
di aliran udara bagian bawah. Pada obstruksi nasal, pertukaran udara mempengaruhi
yang ada pada paru-paru, menyebabkan meningkatnya pCO2, menyebabkan apnoik saat
tidur, yang juga menurunkan pO2.

Proteksi dari Jalan Nafas Bawah


1. Mekanisme mukosilier. Mukosa nasal kaya akan sel goblet, kelenjar sekresi
mukus dan serous. Sekresinya membentuk lembaran yang kontinyu disebut mucous
blanket tersebar pada mukosa normal. Mucous blanket terdiri dari lapisan mukus
superfisial dan lapisan serosa yang lebih dalam, mengambang pada atas silia yang
secara konstan bergoyang untuk membawanya seperti “conveyor belt” menuju
nasofaring.
Bergerak pada kecepatan 5 – 10 mm/menit dan lembaran mukus yang komplit
dibersihkan menuju faring tiap 10-20 menit. Bakteri, virus, dan debu terjebak
dalam selimut mukus yang kental ini dan kemudian dibawa ke nasofaring untuk
selanjutnya ditelan. Sekitar 600-700 mL sekresi nasal diproduksi dalam 24 jam.
Pada mamalia, silia bergoyang 10-20 kali per detik pada temperature ruangan.
Mereka memiliki “effective stroke” yang cepat dan “recovery stroke” yang
lambat, yang membuat alurnya pada satu arah. Pada sindrom silia imotil, silia
menjadi defektif dan tidak dappat bergoyang secara efektif, sehingga timbuk
stagnansi mukus pada hisung dan sinus dan bronchi yang menyebabkan
rhinosinusitis kronis dan bronkiektasis. Pergerakan dari silia dipengaruhi dari
pengeringan, obat-obatan (adrenalin), dingin atau panas eksesif, rokok, infeksi ,
dan gas berbahaya seperti sulfur dioksida dan karbon dioksia.
2. Enzim dan Imunoglobulin. Sekresi nasal juga memiliki enzim yang disebut
muramidase (lisozim) yang data membunuh bekteri dan virus. Imunoglobulin IgA
dan igE, dan interferon juga hadir pada sekret nasal dan memberikan imunitas
melawan infeksi saluran nafas atas.
3. Bersin. Ini adalah refleks protektif. Benda asing yang mengiritasi mukosa nasal
dikeluarkan melalui bersin. Sejumlah aliran sekret nasal yang mengikuti dari iritasi
benda-benda asing membantu untuk keluarnya benda tersebut.
Sekret nasal memiliki pH konstan 7. Silia dan lisozim berperan sangat baik pada
pH 7. Perubahan pH nasal akibat infeksi dan tetes hidung, dapat memperburuk fungsi
silia dan lisozim. Fungsi hidung begitu efisien dengan 500 kaki kubik udara yang kita
hirup setiap harinya, difiltrasi, dihumidifikasi, diatur suhunya dan dibersihkan dari
segala debu, bakteri, virus, sebelum masuk ke paru-paru.

Resonansi Suara
Hidung membentuk suatu ruang resonansi untuk beberapa konsonan saat berbicara.
Untuk memfonasi konsonan M/N/NG, suara melalui isthmus nasofaringeal dan dikeluarkan
melalui hidung. Ketika hidung (atau nasofaring) terhalang, maka pembicaraannya menjadi
denasal, misal yang seharusnya M/N/NG menjadi B/D/G secara berurutan.
Refleks Nasal
Beberapa refleks dimulai dri mukosa nasal. Bau-bauan makanan menyebabkan refleks
dari produksi saliva dan gastric juice. Iritasi pada mukosa nasal menyebabkan bersin. Fungsi
nasal secara berdekatan berhubungan dengan fungsi pulmonar melalui refleks nasobronkial dan
nasopulmonar. Telah diobservasi bahwa obstruksi nasal menyebabkan meningkatnya resistensi
pulmonar dan berkebalikan ketika obstruksi nasal ditatalaksana melalui tindakan bedah.
Tampon nasal yang dilakukan pada epistaksis atau bedah nasal menyebabkan pO2 menurun dan
kembali normal setelah tampon diambil. Hipertensi pulmonal atau cor pulmonale dapat
berkembang pada anak-anak akibat obstruksi nasal yang lama oleh hipertrofi tonsil dan adenoid
dan akan kembali normal setelah dilakukan pengambilan tonsil dan adenoid.

Penghidu
Indera penciuman secara baik berkembang pada binatang kelas bawah untuk
memberikan fungsi waspada pada bahaya alam namun secara komparasi tidak bermakna pada
manusia. Tetap saja, fungsi penghidu penting untuk kenyamanan serta menikmati rasa dari
hidangan makanan. Ketika hidung tersumbat, makanan terasa hambar dan tidak enak. Bau-
bauan dari ammonia tidak pernah digunakan untuk menguji indera penghidu karena dapat
menstimulasi nervus trigeminal dan menyebabkan iritasi pada hidung lebih daripada
stimulasinya pada reseptor olfaktori.
1. Jalur Olfaktori. Bau-bauan diterima di daerah olfaktori yang berada di daerah atas
dari rongga hidung. Daerah ini memiliki jutaan sel reseptor olfaktori. Proses
peripheral dari tiap sel olfaktori mencapai permukaan mukosa dan diperluas ke dalam
ventrikel dengan beberapa silia di dalamnya. Ini berperan sebagai reseptor sensoris
untuk menerima benda-benda berbau. Proses sentral dari sel olfaktori bergabung
menjadi satu pada nervus olfaktori yang melalui lamina kribriformis dari ethmoid dan
berakhir pada sel mitral dari bulbus olfaktorius. Akson-akson dari sel mitral
membentuk traktur olfaktorius dan membawa bau-bauan menuju korteks
perpiriformis dan nukleus amygdaloid. Sistem olfaktori juga diasosiasikan dengan
sitem autonomic pada tingkat hipotalamus.
2. Kelainan dari penghidu. Penting pada persepsi penghidu bahwa bau-bauan harus
volatile dan dapat mencapai area olfaktori secara leluasa. Juga penting pada tingkat
kesehatan mukosa olfaktori dan integritas dari system saraf, seperti nervus olfaktorius,
bulbus olfaktorius, dan traktus serta sentral kortikal dari ofaktori.
Anosmia adalah kehilangan total dari indera penghidu sedang hyposmia adalah
kehilangan sebagian. Hal tersebut dapat terjadi akibat obstruksi nasal karena polip
nasal, pembesaran turbinat, atau edema membrane mukosa pada common cold, alergi,
atau rhinitis vasomotor. Anosmia juga dapat ditemui pada rhinitis atrofikans, kelainan
degenerative dari mukosa nasal; neuritis peripheral (toksik atau influenza); lesi pada
nervus olfaktorius atau bulbus olfaktorius akibat fraktur fossa kranial anterior; dan lesi
intracranial seperti abses, tumor, atau meningitis yang menyebabkan penekanan pada
traktus olfaktorius.
Parosmia adalah kesalahan penghidu, pasien salah dalam menginterpretasikan
bau-bauan. Seringnya pasien mengalami penciuman bau tidak sedap. Dapat ditemui
pada fase penyembuhan dari postinfluenzal anosmia dan kemungkinan adanya
misdirected regeneration dari serat-serat saraf. Tumor intracranial dieksklusikan pada
seluruh kasus parosmia.
Indera penghidu dapat diuji dengan meminta pasien untuk mencium bau-bauan
yang umum seperti lemon, peppermint, mawar, bawang-bawangan pada setiap sisi
hidung secara terpisah, dengan mata tertutup. Estimasi kuantitatif (quantitative
olfacmetry) membutuhkan alat khusus.

Anda mungkin juga menyukai