Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan


Di dalam kegiatan suatu perusahaan tentunya memiliki sesuatu yang
hendak dicapai, sementara tujuan yang tercapai merupakan tolak ukur
keberhasilan perusahaan tersebut. Sedangkan untuk mencapai tujuan
diperlukan kerjasama orang-orang yang menjadi anggota perusahaan tersebut.
Agar perusahaan itu berjalan dengan efektif dan efisien diperlukan
kepemimpinan. Kepemimpinan disini dimaksudkan untuk mempengaruhi dan
menggerakkan bawahan agar tujuan perusahaan dapat tercapai.
Sumber daya manusia atau tenaga kerja dalam suatu perusahaan harus
dimanfaatkan sebaik mungkin karena sangat mempengaruhi pelaksanaan
kegiatan perusahaan. Kegiatan-kegiatan yang ada dalam suatu perusahaan
tersebut harus dilaksanakan secara efektif dan efisien sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Oleh karena itu dalam suatu perusahaan diperlukan
adanya suatu pengaturan, pengarahan dan pendayagunaan terhadap sumber
daya yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Keberhasilan perusahaan dalam
mencapai tujuannya banyak dipengaruhi oleh sumber daya manusia atau
tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Meskipun perencanaan
telah disusun dengan sempurna tetapi apabila tenaga kerja yang ada tidak
dapat menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya dengan penuh minat dan
tanggung jawab maka perusahaan tersebut tidak dapat mencapai tujuannya
dengan baik. Oleh karena itu melalui fungsi leading ini pemimpin berusaha
mengarahkan dan menggerakkan sumber daya manusia atau tenaga kerja yang
ada dalam perusahaan tersebut untuk memanfaatkan potensi yang mereka
miliki.
Kewajiban yang harus dilakukan oleh seorang pimpinan adalah bahwa
seorang pimpinan haruslah paling sedikit mampu untuk memimpin para
bawahan untuk mencapai tujuan perusahaan dan jga harus mampu untuk
menangani hubungan antara karyawan (interpesonal relations). Untuk itulah
kualitas para pimpinan sangat perlu diperhatikan, meskipun tidak ada sifat
mutlak yang bisa diidentifikasikan, wajar apabila kita menganggap bahwa
seorang yang mempunyai kemampuan untuk memimpin orang lain dalam
mencapai tujuan perusahaan dan mempunyai interaksi antar personal yang
baik sound interpersonal interaction) dan juga mempunyai kemampuan untuk
bisa menyesuaikan diri dengan keadaan mungkin memperoleh keuntungan
dari berbagai sifat di dalam menjalankan kepemimpinannya. Ada beberapa
sifat yang berguna bagi seorang pimpinan, yaitu:
1. Keinginan untuk menerima tanggung jawab
2. Kemampuan untuk bisa “perceptive”
3. Kemampuan untuk bersikap obyektif
4. Kemampuan untuk menentukan prioritas
5. Kemampuan untuk berkomunikasi (Ranupandoyo dan Husnan, 2012:222)
Gaya kepemimpinan yang efektif akan memberikan dasar bagi
efektivitas kepemimpinan melalui aspek perilaku atau gaya kepemimpinan
yang diterapkan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya
untuk mencapai suatu tujuan. Seorang pemimpin yang disukai dan
keberadaannya dapat diterima oleh kelompok yang dipimpinnya
mencerminkan bahwa gaya kepemimpinan efektif, yaitu mampu
menggerakkan bawahan untuk meningkatkan Kinerja Karyawan. Kondisi
tersebut diciptakan melalui fleksibilitas penguasaan otoritas formal yang ada
pada pimpinan tersebut. Sebaliknya pemimpin yang tidak disukai dan tidak
diterima keberadaannya dalam kelompok, kepemimpinannya akan mempunyai
efektivitas yang lemah dan kurang mampu merangsang suasana kerja yang
produktif. Kondisi tersebut terjadi sebagai akibat sikap seorang pemimpin
yang terlalu menekan legivitas kekuasaan yang ada padanya. Untuk menjadi
pemimpin yang efektif diperlukan beberapa persyaratan dan kemampuan
khusus seperti yang dikemukakan oleh Yukl (2012:100-101) sebagai berikut:
”Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memperlihatkan penerimaan
dan perhatian yang positif, selalu sopan dan diplomatis, bukan arogan dan
kasar, perkuat rasa percaya diri orang, memberi bantuan terhadap pekerjaan
bila dibutuhkan, bersedia membantu dalam masalah-masalah pribadi”.
Setiap pimpinan bisa mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda
antara satu dengan yang lain, dan tidak selalu suatu gaya kepemimpinan lebih
baik atau lebih jelek dari pada gaya kepemimpinan yang lainnya. Yang
terpenting disini adalah menggunakan gaya kepemimpinan tepat untuk situasi
tertentu. Karena gaya kepemimpinan yang baik bila diterapkan untuk situasi
tertentu belum tentu akan baik pula diterapkan dalam situasi yang lain. Ada
beberapa dasar yang sering dipergunakan dalam gaya kepemimpinan. Yang
terpenting diantaranya adalah tugas yang dirasakan harus dilakukan oleh
pimpinan, kewajiban yang diharapkan pimpinan dapat diterima oleh bawahan,
dan falsafah yang dianut oleh pemimpin untuk pengembangan dan pemenuhan
harapan.
PT. Mitra Pinastika Mustika Malang memiliki kepemimpinan yang
mempunyai sifat fleksibel, dalam arti pemimpin tersebut mau membuka diri
untuk berkomunikasi dengan para bawahan mengenai masalah-masalah yang
sedang dihadapi karyawan mulai dari masalah-masalah yang sedang dihadapi
karyawan mulai dari masalah-masalah pekerjaan sampai pada masalah pribadi.
Pemimpin ini sangat memperhatikan karyawannya. Disamping itu, disini
pemimpin juga memberikan kepercayaan penuh pada pengikutnya atau ada
pendelegasian wewenang. Dengan demikian para pengikut dapat mengambil
keputusan dengan lebih leluasa dalam melaksanakan tugasnya sehingga tujuan
yang telah ditetapkan tersebut dapat tercapai dengan baik.
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pada
UD. Karya Mas Malang di dalam kepemimpinannya menerapkan empat gaya
kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan instruktif, gaya kepemimpinan
konsultatif, gaya kepemimpinan participatif serta gaya kepemimpinan
delegatif. Keempat gaya kepemimpinan tersebut diterapkan pada perusahaan
dengan menyesuaikan situasi dan kondisi yang ada yang juga bertujuan untuk
meningkatkan semangat dan kegairahan kerja karyawan. Berdasakan uraian
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan merupakan salah
satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Oleh karena
itu, menarik untuk melakukan telaah ilmiah yang berjudul “Pengaruh Gaya
Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan (Studi Pada Karyawan UD.
Karya Mas)”.

1.2 Rumusan Permasalahan


Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1. Apakah gaya kepemimpinan yang terdiri Instructive Leadership (X1),
Consultative Leadership (X2), Participative Leadership (X3), Delegative
Leadership (X4) secara simultan berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan
UD. Karya Mas.
2. Apakah gaya kepemimpinan yang terdiri Instructive Leadership (X1),
Consultative Leadership (X2), Participative Leadership (X3), Delegative
Leadership (X4) secara parsial berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan
UD. Karya Mas.

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahuai gaya kepemimpinan yang terdiri Instructive
Leadership (X1), Consultative Leadership (X2), Participative Leadership
(X3), Delegative Leadership (X4) secara simultan berpengaruh terhadap
Kinerja Karyawan UD. Karya Mas.
b. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan yang terdiri Instructive
Leadership (X1), Consultative Leadership (X2), Participative Leadership
(X3), Delegative Leadership (X4) secara parsial berpengaruh terhadap
Kinerja Karyawan UD. Karya Mas
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi Perusahaan
a. Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan masukan kepada
pihak managemen UD. Karya Mas dalam melakukan strategi yang
tepat untuk dapat meningkatkan kinerja karyawan terutama dalam
penerapan gaya kepemimpinan yang tepat
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi bahan penelitian
selanjutnya dalam rangka menambah khasanah akademik sehingga
berguna untuk pengembangan ilmu, khususnya bidang Managemen
Sumber Daya Manusia
2. Bagi Peneliti
a. Hasil penelitian ini diharap mampu melengkapi penelitian sebelumnya
dan menjadi referensi bahan penelitian ke depan
b. Hasil penelitian ini diharap mampu menambah wawasan dan
pengalaman bagi peneliti sendiri maupun masyarakat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Penelitian Terdahulu
No Nama Judul Variabel Hasil
1. Rohma Nurlia Pengaruh Gaya gaya Ada pengaruh dari
(2017) Kepemimpinan kepemimpinan gaya kepemimpinan
terhadap Kinerja kepala sekolah yang diterapkan
Karyawan pada PT. (X1), iklim oleh pimpinan PT.
Al-Ijarah Indonesia organisasi Al-Ijarah Indonesia
Finance Lampung sekolah (X2), dan Finance Lampung
kinerja guru (Y) terhadap kinerja
karyawan, hal ini
dapat dilihat dengan
signifikasi 𝛼=
0,05dengan hasil
uji t = 5,055 dan
signifikansinya <
0,05 (0,000 <
0,05), yang artinya
hipotesis dapat
disimpulkan bahwa
Ho ditolak dan Ha
diterima. Sehingga
dapat disimpulkan
bahwa gaya
kepemimpinan
secara positif
berpengaruh
langsung terhadap
kinerja karyawan
pada PT. Al-Ijarah
Indonesia Finance
2 Hidayati, Utami, Pengaruh Gaya Variabel bebas gaya kepemimpinan
Prasetyo (2016) Kepemimpinan gaya instruksi situasional
Situasional Terhadap (X1), gaya diantaranya gaya
Kepuasan Kerja Dan konsultasi (X2), instruksi, gaya
Kinerja Karyawan gaya partisipasi konsultasi, gaya
(Studi Pada (X3), dan gaya partisipasi, dan
Karyawan Divisi delegasi (X4). gaya delegasi
Tower & Approach Variabel control: berpengaruh
Terminal Kepuasan kerja signifikan terhadap
(TWR&APP-TMA) Variabel terikat : kepuasan kerja
AirNav Indonesia Kinerja karyawan dengan nilai
Kantor Cabang Aero signifikan t < 0.05.
Traffic Control variabel gaya
Soekarno Hatta ) Instruksi, gaya
konsultasi, gaya
partisipasi, dan
gaya delegasi tidak
berpengaruh
signifikan terhadap
kinerja karyawan
dengan nilai
signifikan t > 0.05.
Variabel kepuasan
kerja berpengaruh
signifikan terhadap
kinerja karyawan
dengan nilai
signifikan t 0.009 <
0.05.
3. Wahyuningtyas, Pengaruh Gaya Variabel bebas Gaya
dan Erianto Kepemimpinan Telling (X1), kepemimpinan
(2016) Situasional Terhadap Selling (X2), Telling, Selling,
Kinerja Pegawai Partisipasi (X3), Partisipasi dan
Unit Pelayanan Delegating (X4) Delegasi secara
Jaringan PT. PLN Variabel terikat : simultan dan parsial
(Persero) Bandung Kinerja karyawan berpengaruh
Utara Kotamadya signifikan terhadap
Bandung kinerja pegawai
sebesar 86,10%.
Sedangkan Gaya
kepemimpinan
Telling (X1),
Selling (X2),
Partisipasi (X3),
dan Delegasi (X4)
secara parsial
berpengaruh
signifikan terhadap
Kinerja pegawai.
2.2 Kerangka Teori
Pada bab ini akan dijelaskan lebih luas mengenai masalah kepemimpinan
yang mempengaruhi Kinerja Karyawan, karena masalah kepemimpinan dan
Kinerja Karyawan adalah merupakan masalah sangat penting dalam setiap usaha
kerja sama sekelompok orang dalam mencapai tujuan tertentu dari kelompok
tersebut.
2.2.1 Kepemipinan
2.2.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan merupakan salah satu unsur yang penting di dalam
penyelenggaraan manajemen dalam upaya mencapai tujuan organisasi.
Untuk itu para pemegang wewenang haruslah mencapai jiwa
kepemimpinan yang tinggi dalam arti harus mampu mempengaruhi
aktivitas seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan dan sasaran
dalam situasi tertentu. Karena kepemimpinan disini menyangkut tingkah
laku pemimpin dalam mengarahkan, mengajak, mempengaruhi
membimbing perilaku bawahan dalam usahanya mencapai tujuan
organisasi.
Menurut Siagian (2012:24) mengemukakan bahwa kepemimpinan
adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan
sebagai pimpinan satuan kerja untuk mempengaruhi perilaku orang lain,
terutama bawahannya untuk berfikir dan bertindak sedemikian rupa
sehingga melalui perilaku yang positif ia memberikan sumbangsih nyata
dalam pencapaian tujuan organisasi.
Brahmasari dan Suprayetno (2008) mengemukakan bahwa
kepemimpinan atau leadership adalah merupakan suatu proses
mempengaruhi perilaku orang lain agar berperilaku seperti yang akan
dikehendaki.
Dari pengertian diatas juga dapat disimpulkan bahwa pemimpin
berhubungan dengan satu orang yang dapat mempengaruhi pihak lain
untuk dapat bekerja sama dalam mengerjakan tugas-tugasnya. Hubungan
kerja sama itu ada karena interaksi/reaksi dari orang-orang secara timbal
balik didalam suatu perusahaan.
2.2.1.2 Teori-teori kepemimpinan
Teori kepemimpinan membicarakan bagaimana seseorang menjadi
pemimpin, atau bagaimana timbulnya seorang pemimpin. Teori-teori
kepemimpinan menurut Thoha (2012:32-33) yaitu :
1. Teori sifat
Teori ini menyatakan bahwa sesungguhnya tidak ada korelasi sebab
akibat antara sifat dan keberhasilan manajer, pendapatnya itu merujuk
pada hasil penelitian Keith Davis yang menyimpulkan ada empat sifat
umum yang berpengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan
organisasi, yaitu :
a. Kecerdasan, pada umumnya membuktikan bahwa pemimpin
mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi dibandingkan
dengan yang dipimpin Namun demikian pemimpin tidak bias
melampaui terlalu banyak dari kecerdasan pengikutnya.
b. Kedewasaan dan keleluasaan hubungan social, para pemimpin
cenderung menjadi matang dan mempunyai emosi yang stabil,
serta mempunyai perhatian yang luas terhadap aktivitas-aktivitas
social. Dia mempunyai keinginan menghargai dan dihargai.
c. Motivasi dan dorongan prestasi, para pemimpin secara relative
mempunyai dorongan motivasi yang kuat untuk berprestasi.
Mereka berusaha mendapatkan penghargaan yang instrinsik
dibandingkan dari yang ekstrinsik.
d. Sikap-sikap hubungan kemanusiaan, para pemimpin yang berhasil
mau mengakui harga diri dan kehormatan para pengikutnya dan
mampu berpihak kepadanya, dalam istilah penelitian Universitas
Ohio, pemimpin itu mempunyai perhatian, dan kalau mengikuti
istilah penemuan Michigan, pemimpin itu berorientasi pada
karyawan bukan berorientasi pada produksi.
2. Teori kelompok
Teori ini beranggapan bahwa, supaya kelompok bisa mencapai
tujuannya, maka harus terdapat suatu pertukaran yang positif di antara
pemimpin dan pengikut-pengikutnya. Teori kelompok ini dasar
perkembangannya pada psikologi sosial.
a. Teori situasional
Teori ini menyatakan bahwa beberapa variable situasional
mempunyai pengaruh terhadap peranan kepemimpinan, kecakapan,
dan pelakunya termasuk pelaksanaan kerja dan kepuasan para
pengikutnya. Beberapa variable situasional diidentifikasikan, tetapi
tidak semua ditarik oleh situasional ini.
b. Teori kepemimpinan kontijensi
Model kepemimpinan yang dikemukakan oleh Fielder sebagai
hasil pengujian hipotesa yang telah dirumuskan dari penelitiannya
terdahulu. Model ini berisi tentang hubungan antara gaya
kepemimpinan dengan situasi yang menyenangkan dalam
hubungannya dengan dimensi-dimensi empiris berikut ini :
1) Hubungan pimpinan anggota, variable ini sebagai hal yang
paling menentukan dalam menciptakan situasi yang
menyenangkan.
2) Derajat dari struktur tugas. Dimensi ini merupakan urutan
kedua dalam menciptakan situasi yang menyenangkan.
3) Posisi kekuasaan pemimpin yang dicapai lewat otoritas formal.
Dimensi ini merupakan urutan ketiga dalam menciptakan
situasi yang menyenangkan.
c. Teori jalan tujuan (Path-Goal theory
Teori ini mula-mula dikembangkan oleh Geogepoulos dan kawan-
kawannya di Universitas Michigan. Pengembangan teori ini
selanjutnya dilakukan oleh Martin Evans dan Robert House. Secara
pokok, teori path-goal dipergunakan untuk menganalisis dan
menjelaskan pengaruh perilaku pemimpin terhadap motivasi,
kepuasan, dan pelaksanaan kerja bawahan. Ada dua factor situasional
yang telah diidentifikasikan yaitu sifat personal para bawahan, dan
tekanan lingkungan dengan tuntutan-tuntutan yang dihadapi oleh
para bawahan. Untuk situasi pertama teori path- goal memberikan
penilaian bahwa perilaku pemimpin akan bias diterima oleh bawahan
jika para bawahan melihat perilaku tersebut merupakan sumber yang
segera bias memberikan kepuasan, atau sebagai suatu instrument
bagi kepuasan masa depan. Adapun factor situasional kedua, path-
goal, menyatakan bahwa perilaku pemimpin akan bias menjadi factor
motivasi terhadap para bawahan, yang diperlukan untuk
mengefektifkan pelaksanaan kerja.
Menurut Hasibuan (2012:188)seorang pemimpin harus
bersikap sebagai pengasuh yang mendorong, menuntun dan
membimbing asuhannya:
Asas utama kepemimpinan Pancasila, adalah:
a. Ing Ngarso Sung Tuladha, artinya seorang pemimpin haruslah
mampu lewat sifat dan perbuatannya menjadikan dirinya pola
anutan dan ikutan bagi orang-orang yang dipimpinnya.
b. Ing Madya Mangun Karso, artinya seorang pemimpin harus
mampu membangkitkan semangat berswakarsa dan berkreasi pada
orang-orang yang di bimbingnya.
c. Tut Wuri Handayani, artinya seorang pemimpin harus mampu
mendorong orang-orang yang diasuhkan berjalan di depan dan
sanggup bertanggung jawab.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan memahami teori kepemimpinan,
pemimpin dapat meningkatkan pemahaman tentang dirinya sendiri,
mengetahui beberapa kelemahan ataupun potensi yang ada dalam
dirinya sendiri, serta dapat meningkatkan pemahamannya terhadap
tindakan bagaimana seharusnya memperlakukan bawahannya.

2.2.2 Gaya Kepemimpinan Situasional


2.2.2.1 Definisi Gaya Kepemimpinan Situasional
Gaya kepemimpinan situasional dianggap cocok untuk diterapkan
dengan asumsi bahwa dalam gaya kepemimpinan setiap bawahan tidak
dapat digeneralisasikan. Akan tetapi sangat bergantung pada tingkat
kematangan bawahan yang secara alamiah berbeda.
Menurut Rivai (2009:54) menyatakan kepemimpinan situasional
adalah kemampuan seorang manajer untuk mengidentifikasi isyarat-isyarat
dalam lingkungannya, mendiagnosanya, kemudian mengadaptasi gaya
kepemimpinannya sesuai dengan kondisi tersebut.
“Teori Kepemimpinan Situasional “ dari Harsey dan Blanchard
(dikutip oleh Miftah Thoha,(2012:64) mengemukakan bahwa : gaya
kepemimpinan situasional didasarkan atas hubungan antara :
1. Kadar bimbingan dan arahan (prilaku tugas) yang diberikan oleh
pemimpinan.
2. Tingkat dukungan emosional (prilaku hubungan) yang disediakan
pemimpin.
3. Tingkat kesiapan yang diperlihatkan dalam melaksanakan tugas
khusus, fungsi atau tujuan tertentu
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan
yaitu pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan
pemimpin, dengan menyatukan tujuan organisasi dengan tujuan individu
atau pegawai, dalam rangka mencapai tujuan atau sasaran yang
telahmenjadi komitmen bersama.
2.2.2.2 Konsep Dasar Gaya Kepemimpinan Situasional
Konsep dasar dari gaya kepemimpinan situasional adalah
kedewasaan atau kematangan bawahan. Begitu tingkat kedewasaan dalam
menyelesaikan tugas meningkat, maka pemimpin harus mulai mengurangi
orientasi pada tugas dan mulai meningkatkan orientasi pada hubungan
(atasan-bawahan) sampai bawahan mencapai kedewasaan tingkat sedang.
Begitu bawahan mulai bergerak tingkat kedewasaannya dari tingkat
sedang menuju dewasa, adalah tepat saatnya pemimpin untuk mengurangi
baik orientasi pada bawahan maupum orientasi pada tugas.
Dengan demikian bawahan tidak hanya dewasa tetapi juga dewasa
secara psikologi. Kepemimpinan situasi yang menggunakan konsep dasar
kedewasaan atau kematangan bawahan ini baru berarti apabila peranan
pemimpin atau manajer dalam memotivasi bawahan tidak diberikan
kepada bawahan sesuai dengan tingkat kedewasaannya. Setelah
kedewasaan atau kematangan bawahan diketahui dan gaya kepemimpinan
dipahami, maka dapat diterapkan perilaku kepemimpinan yang efektif
dalam manajemen, yang terkenal dengan nama kepemimpinan situasional
Menurut teori situasional, seorang pemimpin dapat menggunakan
satu dari empat gaya kepemimpinan, berdasarkan kombinasi perilaku
hubungan dan tugas:
1. Telling (memerintah) Perilaku atau gaya kepemimpinan ini berorientasi
pada tugas dan rendah pada hubungan dengan anggota organisasi atau
bawahan. Pemimpin merupakan pusat kegiatan karena kesiapan dan
kematangan bawahan rendah, mengharuskan pemimpin menjelaskan
peran setiap anggota organisasi atau bawahan tentang apa, bagaimana,
kapan dan dimana melaksanakan berbagai tugasnya. Oleh karena itu
perilaku atau gaya kepemimpinan ini akan efektif di lingkungan atau
organisasi yang kesiapan dan kematangan anggotanya rendah, dalam
arti cenderung tidak memiliki kemampuan dan tidak mempunyai
kemauan untuk melaksanakan dan menyelesaikan tugas/pekerjaannya.
2. Selling (menjual/menawarkan) Perilaku atau gaya kepemimpinan ini
dilaksanakan dengan perilaku orientasi tugas dan hubungan yang
kedua-duanya tinggi. Perilaku atau gaya ini dilakukan untuk
mewujudkan kepemimpinan yang efektif sesuai dengan situasi anggota
organisasi sebagai bawahan yang masih rendah kesiapan dan
kematangannya. Kondisi ini ditunjukkan oleh anggota organisasi yang
kemampuan kerjanya belum memadai dan kadang-kadang berkemauan
dalam melaksanakan tugas-tugas. Dalam situasi anggota organisasi
atau bawahan seperti pemimpin harus berperan menawarkan tugas-
tugas pada kemampuan atau berkemauan dan harus memberikan
pengarahan dalam bekerja.
3. Participating (mengikutsertakan/partisipasi) Perilaku atau gaya
kepemimpinan ini dilaksanakan dengan orientasi pada tugas dan
orientasi hubungan dengan anggota organisasi tinggi. Pada dasarnya
gaya kepemimpinan ini menunjukkan kesediaan atau kemampuan
pemimpin dalam mengikutsertakan atau mendayagunakan anggota
organisasi sebagai bawahan. Gaya kepemimpinan akan efektif apabila
bawahan memiliki kesiapan dan kematangan yang tinggi, namun
mereka (bawahan) masih kurang yakin akan kemampuan yang mereka
miliki sehingga membutuhkan sedikit bimbingan dari pimpinan.
4. Deligating (pendelegasian/wewenang) Perilaku atau gaya
kepemimpinan ini dilaksanakan dengan orientasi tugas rendah dan
hubungan dengan anggota sebagai bawahan rendah. Gaya atau perilaku
kepemimpinan ini akan efektif apabila anggota organisasi sebagai
bawahan sangat tinggi kesiapan dan kematangan dalam bekerja.
Hersey dan Blanchard dalam Gitosudarmo (2012:165), mengatakan
ada empat jenis kepemimpinan dalam kepemimpinan situasional yaitu:
1. Telling Style
Pada saat bawahan pertama kali memasuki organisasi, orientasi tugas
yang tinggi dan orientasi hubungan yang rendah adalah yang paling
tepat. Bawahan harus lebih banyak diberi perintah dalam
melaksanakan tugasnya dan diperkenalkan dengan aturan-aturan dan
prosedur organisasi.
2. Selling Style
Pada tahap kedua ini, bawahan mulai mempelajari tugasnya.
Kepemimpinan orientasi tugas yang tinggi masih diperlukan kerena
bawahan belum bersedia menerima penuh. Tetapi kepercayaan dan
dukungan pemimpin terhadap bawahan dapat meningkat.
3. Participating Style
Pada tahap ketiga, kemampuan dan motivasi prestasi bawahan
meningkat, dan bawahan mulai aktif mencari tanggung jawab yang
lebih besar. Pada tahap ini, gaya kepemimpinan yang tepat adalah
orientasi hubungan tinggi dan orientasi tugas rendah.
4. Delegating Style
Pada tahap keempat, dimana bawahan secara berangsur-angsur
menjadi lebih percaya diri sendiri, cukup berpengalaman, dan
tanggungjawabnya dapat diandalkan. Pada tahap ini gaya
pendelegasian yang tepat yaitu orientasi tugas dan hubungna yang
rendah.
Ada beberapa pendapat tentang macam-macam gaya
kepemimpinan yang dikekukakan oleh Hasibuan (2012:188) macam-
macam gaya kepemimpinan sebagai berikut:
1. Kepemimpinan otoriter
Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang,
sebagian besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau menganut
sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan
kebijaksanaan hanya ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak
diikutsertakan untuk memberikan saran, ide dan pertimbangan dalam
proses pengambilan keputusan.
2. Kepemimpinan partisipatif
Kepemimpinan partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya
dilakukan dengan cara persuasive, menciptakan kerja sama yang
serasi, menumbuhkan loyalitas, dan partisipasi para bawahan agar
merasa ikut memiliki perusahaan.
3. Kepemimpinan delegatif
Kepemimpinan delegatif apabila seorang pemimpin
mendelegasikan wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap.
Dengan demikian, bawahan dapat mengambil keputusan dan
kebijaksanaan dengan bebas atau leluasa dalam melaksanakan
pekerjaan.
Menurut Thoha (2012: 41). Teori Path Goal membagi empat gaya
kepemimpinan yaitu:
1. Kepemimpinan direktif
Tipe ini sama dengan model kepemimpinan otokratis bahwa bawahan
tahu dengan pasti apa yang diharapkan darinya dan pengarahan yang
khusus diberikan oleh pemimpin. Dalam model ini tidak ada
partisipasi dari bawahannya.
2. Kepemimpinan supportif
Kepemimpinan ini mempunyai kesediaan untuk menjelaskan sendiri,
bersahabay, mudah didekati, dan mempunyai perhatian kemanusiaan
yang murni terhadap para bawahannya.
3. Kepemimpinan partisipatif
Pada gaya kepemimpinan ini pemimpin berusaha meminta dan
menggunakan saran-saran dari para bawahannya. Namun pengambilan
keputusan masih tetap berda padanya.
4. Kepemimpinan berorientasi pada prestasi
Gaya kepemimpinan ini menetapkan serangkaian tujuan yang
menantang bawahannya untuk berpartisipasi. Pemimpin juga
memberikan keyakinan kepada mereka bahwa mereka mampu
melaksanakan tugas sesuai yang diperintahkan dengan baik.
Jadi dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan yang ada pada diri
bawahan yang perlu dipertimbangkan meliputi hubungan antara kebutuhan
bawahan dengan tugas yang harus dihadapi, kematangan psikologis yang
berkaitan dengan tuntutan keterampilan dan kemampuan untuk
melaksanakan tugas tugas.

2.2.3 Kinerja Karyawan


2.2.3.1 Pengertian kinerja
Pengertian kinerja menurut Mangkunegara (2012 : 67) adalah "hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya." Kinerja merupakan hal yang paling penting dijadikan
landasan untuk mengetahui tentang performance dari karyawan tersebut.
Gomes (2010:195) mengemukakan definisi kinerja karyawan
sebagai ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas sering
dihubungkan dengan produktivitas.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah Kinerja
Karyawan atau hasil kerja (out put) baik kualitas maupun kuantitas yang
dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2.2.3.2 Penilaian kinerja
Penilaian prestasi karyawan yang dikemukakan Mangkunegara
(2010:69) adalah sebagai berikut: Penilaian Kinerja Karyawan
(performance appraisal) adalah suatu proses yang digunakan pimpinan
untuk menentukan apakah seseorang karyawan melakukan pekerjaannya
sesuai tugas dan tanggung jawabnya. Selannjutnya Sikula (2012)
mengemukakan bahwa penilaian pegawai merupakan evaluasi sistematis
dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan. Penilaian
dalam proses penafsiran atau penentuan nilai, kualitas atau status dari
beberapa obyek orang atau sesuatu (barang).
Dari pendapat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi
kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk
mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Disamping
itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat,
memberikan tanggung jawab sesuai kepada karyawan sehingga dapat
melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai
dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentu
imbalan.

2.2.3.3 Tujuan Penilaian kinerja


Tujuan evaluasi kerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan
kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi.
Secara lebih spesifik, tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana
dikemukakan Sunyoto (2012:1) adalah:
1. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang
persyaratakun kinerja.
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seseorang karyawan, sehingga
mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-
kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.
3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan
keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap
karier atau terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang.
4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasara masa depan,
sehingga karyawan termotivasi.
Penilaian kinerja memiliki sejumlah tujuan dalam berorganisasi Robbins
dalam Octarina (2013) adalah sebagai berikut :
1. Penilaian dipergunakan untuk pengambilan keputusan personalia yang
penting seperti dalam hal promosi, transfer atau pemberhentian.
2. Penilaian memberikan penjelasan tentang pelatihan dan pengembangan
yang dibutuhkan.
3. Penilaian kinerja dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk program
seleksi dan pengembangan.
4. Penilaian kinerja untuk memenuhi tujuan umpan balik yang ada
terhadap karyawan tentang bagaimana organisasi memandang kinerja
mereka.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja
karyawan merupakan sarana untuk memperbaiki karyawan yang tidak
melakukan tugasnya dengan baik dan membuat karyawan mengetahui
posisi dan perannya dalam menciptakan tercapainya tujuan perusahaan.
Hal tersebut akan menambah motivasi karyawan untuk berkinerja lebih
baik lagi, karena masing-masing dapat bekerja lebihbaik dan benar sesuai
dengan tanggung jawabnya.
2.2.3.4 Indikator Kinerja Karyawan
Indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada lima
indikator, yaitu (Robbins, 2006: 260) :
1. Kualitas, kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas
pekerjaanyang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap
keterampilan dan kemampuan karyawan.
2. Kuantitas, merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam
istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan.
3. Ketepatan waktu, merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal
eaktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil
output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain.
4. Efektivitas, merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi
(tenaga, uang, teknologo, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud
menaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya.
5. Kemandirian, merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya
akan dapat menjalankan fungsi kerjanya Komitmen kerja. Merupakan
suatu tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan
instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor.

2.3 Model Teori


Berdasarkan teori yang terdapat dalam kerangka teori seperti yang telah di
sebutkan di atas maka dapat disusun model teori sebagai berikut :
Kepemimpinan

Instructive Consultative Participative Delegative


Leadership (X1) Leadership (X2) Leadership (X3) Leadership (X4)

Kinerja
Karyawan (Y)

Dari kerangka teori diatas dapat diketahui bahwa gaya


kepemimpinan yang di pakai pada penelitian ini terdiri dari 4 gaya yaitu,
gaya kepemimpinan Instructive Leadership (X1), Consultative Leadership
(X2), Participative Leadership (X3), Delegative Leadership (X4) yang
dapat mempengaruhi kinerja karyawan.

2.4 Hipotesis Penelitian


Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang
masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis
ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang akan
diteliti dengan menggunakan fakta-fakta yang diperoleh dari hasil penelitian
tersebut. Sugiyono (2012) berpendapat bahwa hipotesis merupakan jawaban
sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan. Hipotesis dikatakan
sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori.
Instructive Leadership (X1)

Consultative Leadership (X2)

Kinerja
Karyawan (Y)
Participative Leadership (X3)

Delegative Leadership (X4)

Berdasarkan model hipotesis diatas maka dapat ditentukan hipotesisnya


yaitu :

H1 : Diduga gaya kepemimpinan Instructive Leadership (X1), Consultative


Leadership (X2), Participative Leadership (X3), Delegative
Leadership (X4) secara simultan mempunyai pengaruh terhadap
Kinerja Karyawan (Y) pada UD. Karya Mas
H2 : Diduga gaya kepemimpinan Instructive Leadership (X1), Consultative
Leadership (X2), Participative Leadership (X3), Delegative
Leadership (X4) secara parsial mempunyai pengaruh terhadap Kinerja
Karyawan (Y) pada UD. Karya Mas
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
korelasional (correlation research) artinya penelitian yang menyoroti
hubungan antara peubah penelitian dan pengujian hipotesis yang telah
dirumuskan. Sedangkan tujuan penelitian korelasional adalah “Untuk
mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan
variasi-variasi pada satu atau lebih fakta lain berdasarkan pada koefisien
korelasi” (Suryabrata, 2012:82).
Lebih lanjut Suryabrata (2012:83) menjelaskan tentang ciri-ciri
penelitian korelasional :
a. Penelitian ini cocok bila variabel-variabel yang diteliti rumit dan/atau tidak
dapat diteliti dengan metode experimental atau tidak dapat dimanipulasi.
b. Studi macam ini memungkinkan pengukuran beberapa variabel dan saling
hubungannya secara serempak dalam keadaan realistiknya.
c. Apa yang diperoleh adalah taraf atau tinggi rendahnya saling hubungan
dan bukan ada atau tidaknya saling hubungan tersebut. Hal ini berbeda
misalnya dengan penelitian experimental, yang dapat memperoleh hasil
mengenai dan atau tidaknya efek tertentu.

3.2 Peubah dan Pengukuran


Terdapat unsur-unsur yang merupakan perangkat pokok penelitian
ilmiah, yaitu teori, konsep definisi operasional, indikator empiris dan item-
itemnya. Agar proses penelitian dapat dilakukan dengan baik, maka peneliti
perlu mengetahui tentang berbagai unsur penelitian di atas. Pemahaman ini
diperlukan pada proses teorisasi, karena dengan adanya pengetahuan tentang
unsur-unsur tersebut, maka peneliti dapat merumuskan hubungan-hubungan
teori secara baik.
Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus
dioperasionalkan melalui tahap operasionalisasi konsep yang lazim dipakai
dalam penelitian sosial. Operasionalisasi konsep ini untuk mendapatkan
indikator-indikator empiris yang benar-benar sesuai dengan konsep yang
dimaksudkan dalam fenomena-fenomena yang ada.
Berikut ini akan diuraikan definisi konseptual dan definisi operasional
merupakan unsur-unsur dari penelitian yang dilakukan.
1. Definisi Konsepsional
Definisi konsepsional dari masing-masing konsep yang dikemukakan di
atas adalah sebagai berikut:
a. Gaya Kepemimpinan
Yaitu perilaku yang diperlihatkan oleh seorang pemimpin dalam
mengadakan hubungan interaksi dengan bawahannya baik yang
berkenaan dengan tugas-tugas yang bersifat informal menurut
pandangan bawahannya.
b. Kinerja Karyawan
Merupakan hasil yang telah dicapai seseorang menurut standar yang
berlaku bagi pekerjaan yang bersangkutan.
2. Peubah Penelitian
a. Independent Variable
1) Instructive Leadership (X1)
Merupakan gaya kepemimpinan yang menitikberatkan pada
kemampuan pimpinan dalam mengelola dan mengatur seluruh
aktifitas perusahaan.
Di dalam peubah ini terdapat item-item sebagai berikut:
a) Membuat segala keputusan dan kebijakan bagi bawahan
b) Komunikasi satu arah yang mendukung kedisplinan dalam
pelaksanaan tugas
c) Menuntut bawahan agar bekerja sesuai dengan tugas yang
diberikan
d) Mengatur dan mengarahkan bawahan dalam penyelesaian tugas
2) Consultative Leadership (X2)
Menunjuk pada gaya kepemimpinan yang mempunyai ide-ide
membimbing, mengarahkan dan menjelaskan pelaksanaan tugas
serta memudahkan pelaksanaan tugas tersebut.
Di dalam peubah ini terdapat item-item sebagai berikut:
a) Bersahabat dan mudah didekati
b) Komunikasi dan kontak terhadap bawahan
c) Memutuskan tentang apa yang harus dikerjakan dan bagaimana
mengerjakannya
d) Menjadwalkan dan menjelaskan tugas-tugas apa yang harus
dikerjakan
3) Participative Leadership (X3)
Merupakan gaya kepemimpinan yang menitikberatkan pada
partisipasi bawahan, meminta pendapat dan menempatkan saran-
saran bawahan serta inisiatif dari bawahan.
Di dalam peubah ini terdapat item-ite sebagai berikut:
a) Meminta saran-saran mengenai bagaimana melaksanakan
tugas
b) Menerima saran-saran yang diberikan oleh bawahan
c) Senang membantu problema-problema yang bersifat pribadi
yang dihadapi bawahannya
d) Senang mengapresiasikan penghargaan ketika bawahan
menyelesaikan suatu pekerjaan dengan baik
4) Delegative Leadership (X4)
Merupakan gaya kepemimpinan yang selalu menyerahkan
tanggung jawab dan wewenang atas pelaksanaan pekerjaan kepada
bawahan, sehingga bawahan dapat mengambil kebijaksanaan
dengan bebas dalam melakukan pekerjaannya.
Item-itemnya adalah sebagai berikut:
a) Memberikan kebebasan pada karyawan dalam menyelesaikan
tugas
b) Menuntut para karyawan memiliki kemampuan dalam
menyelesaikan tugas
c) Membiarkan bawahan untuk mengetahui bagaimana diri
mereka harus bekerja
d) Kesempatan yang diberikan dalam mengambil prakarsa dan
menciptakan ide-ide baru yang bermanfaat
b. Dependent Variable
Kinerja Karyawan (Y)
Merupakan hasil kerja yang telah dicapai seseorang dalam melaksanakan
pekerjaan atas pengalaman, kesungguhan dan waktu kerja serta
diperbandingkan dengan standart Kinerja Karyawan atau target hasil. Di
dalam peubah ini terdapat item-item sebagai berikut:
1) Ketepatan waktu dalam melaksanakan tugas
2) Kepatuhan terhadap jam-jam kerja
3) Mengerjakan tugas dengan cepat dan baik
4) Ketelitian dalam melaksanakan tugas
Sedangkan pengukuran yang digunakan untuk mengukur pengaruh
peubah-peubah menggunakan skala Likert. Tentang penggunaan ini Singarimbun
dan Effendi (2012:111) menyatakan bahwa: “Salah satu cara yang paling sering
digunakan dalam menentukan score adalah dengan menggunakan “Skala Likert”.
Cara pengukuran adalah dengan menghadapkan seorang responden dengan sebuah
pertanyaan dan kemudian diminta untuk memberikan jawaban; “Sangat Setuju”,
“Setuju”, “Cukup Setuju”, “Kurang Setuju”, “Sangat Tidak Setuju”, jawaban-
jawaban ini diberikan score 1 sampai 5”.
Jadi untuk mengukur tanggapan responden digunakan skala Likert
tersebut, yaitu dengan memberikan 5 pilihan jawaban untuk satu pertanyaan. Skor
tersebut akan menggeser antara 1 sampai 5. Sistem skor dengan lima skala
tersebut adalah sebagai berikut:
1) Apabila jawaban A diberi skor 5
2) Apabila jawaban B diberi skor 4
3) Apabila jawaban C diberi skor 3
4) Apabila jawaban D diberi skor 2
5) Apabila jawaban E diberi skor 1
Demikian metode yang digunakan disini untuk mengukur pengaruh
peubah-peubah yang akan diteliti melalui tanggapan responden terhadap
pertanyaan yang diajukan.

3.3 Populasi dan Penentuan Sampel


Suatu penelitian tidak perlu meneliti semua individu dalam suatu populasi,
karena akan memakan banyak waktu, tenaga dan biaya besar, oleh karena itu
penelitian dapat dilakukan terhadap sebagian saja dari individu didalam suatu
populasi atau biasa disebut sampel yaitu “sebagian wakil dari pupulasi yang
diteliti”. (Arikunto, 2002:104)
Populasi dapat dikatakan sebagai seluruh elemen yang menjadi obyek
penelitian, untuk itu yang menjadi populasi dari penelitian ini adalah karyawan
UD. Karya Mas Malang yang berjumlah 68 orang karyawan. Teknik pengambilan
sampelnya menggunakan metode Total Sampling yaitu seluruh anggota populasi
dijadikan sampel dalam penelitian ini karena jumlah sampel kurang dari 100
orang. Mengenai besarnya sampel yang harus diambil untuk mendapatkan data
yang representatif, Arikunto (2012:107) mengatakan sebagai berikut: “Untuk
sekedar ancer-ancer maka apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil
semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika
jumlah subyeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%”. Berdasarkan
pertimbangan di atas maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian
sebanyak 68 orang.

3.4 Metode Pengumpulan Data


Untuk menganalisis dan menginterpretasikan data dengan baik, maka
diperlukan data yang valid dan reliabel agar hasil yang didapat mengandung suatu
kebenaran. Adapun teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian
ini adalah:
1. Metode Kuesioner
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengajukan seperangkat
pertanyaan yang telah disusun oleh peneliti, selanjutnya disebarkan kepada
responden di UD. Karya Mas.
2. Metode Wawancara
Yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara langsung
dengan responden dan pihak-pihak yang bersangkutan untuk memperoleh
data. Metode pengmpulan data dengan wawancara ini, memungkinkan penulis
untuk lebih mengetahui atau untuk mendapat data-data yang dibutuhkan
dengan lebih jelas dan akurat tentang bagaimana cara kerja karyawan dan gaya
kepemimpinan yang ada, serta bagaimana produktivitas yang ada pada
perusahaan.

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data

3.5.1 Instrumen Penelitian

Untuk menguji tingkat kehandalan dan kesahihan pertanyaan yang

diberikan digunakan uji reabilitas digunakan untuk melihat apakah

terdapat hubungan antara bagian dalam suatu variabel (item), sedangkan

uji validitas digunakan untuk melihat hubungan antara bagian variabel

dengan variabel lain. Berdasarkan uji terhadap semua item-item dalam tiap

variabel, menunjukkan hasil yang valid dan reliabel, sehingga layak

digunakan dalam penelitian selanjutnya.


Adapun teknik yang digunakan adalah:

1. Uji Validitas

Yang dimaksud merupakan alat untuk mengukur apakah instrumen

yang digunakan dalam pengukuran telah menggunakan dan mengukur

secara cermat mengenai topik yang dibahas, dengan indikator apabila

hasil hitungan dari koefisien korelasi mempunyai nilai lebih besar dari

nilai kritisnya pada =5% maka dikatakan pertanyaan-pertanyaan yang

ada disebut valid. Uji validitas ini diperoleh dengan mengkorelasikan

setiap skor item dengan total skor item dalam setiap variabel kemudian

dari hasil korelasi tersebut dibandingkan dengan nilai kritis pada taraf

signifikan 0,05. Menurut Arikunto (2012:132), jika koefisien korelasi

(r) hitung lebih besar dari nilai kritis (r tabel) , maka alat pengukur

tersebut dikatakan valid.

2. Uji Reliabilitas

Yang dimaksud merupakan alat ukur untuk melihat apakah

hasil pengukuran dapat konsisten, yaitu apabila alat ukur yang ada

dapat diterapkan pada obyek yang sama secara berulang-ulang dan

menghasikan ukuran yang mendekati ukuran sebelumnya, dengan

indikator hasil dari hitungannya koefisien korelasi mempunyai nilai

yang berarti dari nilai kritisnya pada =5%, maka dikatakan instrumen

yang digunakan sebagai pengukuran dapat disebut reliabel. Apabila

hasil perhitungan nilai cronbach alpha di atas 0,6, maka dapat


dikatakan pertanyaan-pertanyaan yang ada disebut handal (reliabel)

(Ghozali, 2012:24).

3.5.2 Analisis Data

Analisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan variable dan jenis

responden, metabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh

responden,menyjikan data tiap variabel yang diteliti, menentukan perhitungan

untuk menjawab rumusan masalah,dan melakukan perhitungan untuk menguji

hipotesis yang telah diajukan (Sugiyono 2012: 206 ). Teknik analisis data dalam

penelitian kuantitatif menggunakan statistik. Dalam penelitian ini analisis data

yang digunakan adalah :

1. Analisis Deskriptif

Analisis ini digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan

atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa

bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

Dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan variabel

kepemimpinan, budaya organisasi dan kepuasan kerja karyawan dengan jalan

mendistribusikan item-item dari masing-masing variabel. Data yang

terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data selanjutnya mentabulasikan

ke dalam tabel frekuensi dan kemudian membahas data yang diolah tersebut

secara deskriptif. Ukuran dari pendiskripsian adalah dengan pemberian angka

baik dalam jumlah maupun prosentase.


2. Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis ini digunakan untuk meramalkan bagaimana keadaan variabel terikat

bila dua atau lebih variabel bebas sebagai faktor prediktor dimanipulasi(dinaik

turunkan). Jadi analisis linier berganda akan dilakukan bila jumlah variabel

bebasnya minimal 2. Analisis ini juga untuk mengethaui variabel bebas

manakah yang paling berpengaruh diantara variabel-variabel yang lain

terhadap variabel terikat dengan menggunakan persamaan regresi linier

berganda dirumuskan sebagai berikut (Sugiyono,2012 : 227 ).

Y = a + 𝑏1 𝑥1 + 𝑏2 𝑥2 …. + bnXn

Keterangan :

Y : variabel terikat (kinerja karyawan)

a : konstanta

𝑏1 , 𝑏2 : koefisien regresi

𝑥1 ,𝑥2 : variabel independen (variabel bebas)

3. Pengujian Hipotesis

a. Pengujian Hipotesis Pertama

Untuk menguji hipotesis yang sudah dikemukakan pada akhir bab II yaitu

pengaruh Instructive Leadership (X1), Consultative Leadership (X2),

Participative Leadership (X3), Delegative Leadership (X4) secara

simultan mempunyai pengaruh terhadap Kinerja Karyawan(Y). Sedangkan

untuk menguji terhadap regresi berganda digunakan uji F dengan rumus :

R2 / k
F=
(1  R 2 ) /( n  k  1)
Dimana :

F : pendekatan distribusi probabilitas fisher

k : banyaknya peubah bebas

R2 : koefisien determinan

n : jumlah respoden

Selanjutnya untuk mengetahui regresi ini signifikan atau tidak

maka digunakan uji F. Uji F ini digunakan untuk menguji koefisien

regresi berganda dengan kriteria pengujian sebagai berikut: Apabila F

hitung > F tabel, maka keputusan terhadap Ho ditolak dan Ha diterima

atau sebaliknya jika F hitung < F tabel, maka keputusan terhadap Ha

ditolak dan Ho diterima.

b. Pengujian Hipotesis Kedua

Hipotesis kedua yang dikemukakan pada akhir bab II, yaitu : Untuk

menguji hipotesis yang sudah dikemukakan pada akhir bab II yaitu

pengaruh Instructive Leadership (X1), Consultative Leadership (X2),

Participative Leadership (X3), Delegative Leadership (X4) secara parsial

mempunyai pengaruh terhadap Kinerja Karyawan(Y), digunakan uji t

dengan rumus:

bi
th =
SEBi
Keterangan :

bi = Koefisien regresi peubah i

SEBi = simpangan baku koefisien regresi peubah i


Dengan berpedoman bahwa apabila t hitung > t tabel, maka Ho ditolak

atau Ha diterima atau sebaliknnya jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima

atau Ha ditolak.

Anda mungkin juga menyukai