Anda di halaman 1dari 13

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/301295226

Struktur dan Konstruksi Tradisional

Article · January 2014

CITATIONS READS

0 5,647

9 authors, including:

siluh putu natha Primadewi


Universitas Mahasaraswati Denpasar
4 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Local materials selection as a model supporting the sustainability of architecture in Bali View project

All content following this page was uploaded by siluh putu natha Primadewi on 15 April 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


STRUKTUR & KONTRUKSI BANGUNAN TRADISIONAL BALE PEGAMAN
DI DESA BAYUNG GEDE, KABUPATEN BANGLI

Siluh Putu Natha Primadewi


Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Mahasaraswati – Denpasar
e-mail : nathaprima@unmas.ac.id

Abstrak: Bangunan tradisional memiliki karakteristik yang spesifik, sesuai pada


ketersediaan bahan bangunan, penguasaan teknologi struktur, dan dikerjakan secara gotong-
royong (Prijotomo, 2010). Bangunan tradisional Bali hadir dengan gaya yang beraneka ragam
sesuai dengan lingkungan alam dan budayanya. Salah satu variasi arsitektur tradisional Bali
adalah bangunan tradisional Bayung Gede. Kekhasan wujud bangunan daerah pegunungan di
Bayung Gede dapat dilihat pada bukaan-bukaan yang sangat minimal pada paon, bale
pegaman dan jineng, dan pengunaan bahan kayu serta bambu sebagai bahan utama dalam
struktur bangunan yang akan mempengaruhi wujud bangunannya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakter sistem struktur dan kontruksi
bangunan tradisional bale pegaman, guna melestarikan struktur dan kontruksi bale pegaman
yang dibangun secara tradisional sebagai salah satu kearifan lokal Bali yang nantinya dapat
digunakan untuk teknologi di masa mendatang
Metode yang digunakan adalah metode analisis deskriptif, yaitu dengan cara
memaparkan berbagai data yang berkaitan dengan bangunan tradisional bale pegaman di
Bayung Gede, kemudian menganalisisnya berdasarkan bagian – bagian struktur dan kontruksi
bale pegaman sebagaimana satu kesatuan bangunan sehingga dapat dihasilkan suatu
kesimpulan akhir tentang karakteristik struktur dan kontruksi bangunan tradisional bale
pegaman di Desa Bayung Gede.
Hasil analisis menyimpulkan bahwa bangunan tradisional bale pegaman di Desa
Bayung gede mempunyai keragaman struktur kontruksinya, mulai dari sub struktur
(bebaturan), super struktur (rangka sakanem), upper struktur (raab), semuanya merupakan
bagian – bagian dari struktur dan kontruksi pada bangunan bale pegaman merupakan
perwujudan konsep Tri Angga yang memperlakukan bangunan sebagai makhluk hidup yang
dianggap memiliki kepala, badan, dan kaki. Karakteristik struktur dan kontruksi bale
pegaman menyerupai struktur dan kontruksi bale sakanem dalam bangunan tradisional Bali
di dataran rendah, dengan variasi sistem struktur dan bahan yang digunakan.

Kata Kunci : Bangunan Tradisional, Struktur & Kontruksi, Bale Pegaman, Bayung Gede
PENDAHULUAN Gede berpola linear, menempati posisi
Latar Belakang membentuk garis lurus mengikuti konsep
Bentuk dan gaya arsitektur selalu Ulu-Teben (utara-selatan), dan ruang yang
berhubungan erat dengan cara kontruksi terjadi diantaranya merupakan fasilitas
dan bahan bangunan yang laku pada bersama dengan fungsi sirkulasi dan
zaman itu. Struktur dan kontruksi sosialisasi. Topografi daerah pegunungan
tradisional kebanyakan autoktonos sangat dengan temperatur yang dingin sangat
terbatas menurut pengalaman dan teknik mempengaruhi pola ruang, fungsi ruang,
pertukangan maupun oleh faktor-faktor dan perwujudan bentuk rumah di Bayung
metafisis (adat, mitos, religi) menurut Gede. Setiap rumah di Bayung Gede
bentuk, lebar bentang, serta bahan terdiri dari 3 (tiga) unit bangunan
bangunan yang digunakan secara tradisional, antara lain: paon (dapur),
tradisional, seperti misalnya pendopo dan jineng (lumbung), dan bale pegamanan
saka guru di Jawa, atau kontruksi gevel (bangunan adat), serta sanggah (tempat
yang menonjol di Toraja (Frick, 1998). suci).
Bangunan tradisional memiliki Kekhasan wujud bangunan daerah
karakteristik yang spesifik, sesuai dengan pegunungan di Bayung Gede dapat dilihat
ketersediaan bahan bangunan, penguasaan pada bukaan-bukaan yang sangat minimal
teknologi struktur, dan dikerjakan secara pada paon, bale pegaman dan jineng, dan
gotong-royong (Prijotomo, 2010). Dengan kayu serta bambu sebagai bahan utama
demikian dapat dikatakan bangunan dalam konstruksi bangunan. Penggunaan
tradisional bukanlah produk barang jadi, bahan kayu dan bambu akan
namun sangat dipengaruhi peran mempengaruhi struktur, sedangkan
masyarakatnya (Silas, 1986). Masyarakat struktur akan mempengaruhi wujud
yang berbeda mempunyai wujud bangunan bangunannya.
tradisional yang berbeda. Bangunan Dari latar belakang permasalahan
tradisional Bali hadir dengan gaya yang tersebut, sangat diperlukan suatu penelitian
beraneka sesuai dengan budaya dan yang dapat mengkaji karakter struktur dan
alamnya. Salah satu variasi arsitektur kontruksi bale pegaman dan karakter
tradisional Bali adalah bangunan tersebut sebagai salah satu kearifan lokal
tradisional Bayung Gede. guna teknologi di masa mendatang untuk
Bayung Gede merupakan salah satu melestarikan bangunan tradisional Bali.
desa Bali Aga yang berada di Kabupaten
Bangli. Permukiman tradisional di Bayung
Rumusan Masalah kontruksi pondasi, dinding, kolom, lantai
 Bagaimana struktur dan kontruksi dan kuda–kuda atap. Berdasarkan
bangunan tradisional bale pegaman di hubungan antara bagian bangunan yang
Bayung Gede ? menerima beban (pondasi, kolom, dinding,
lantai atau atap sebagai struktur bangunan)
Tujuan Penelitian
dan bagian yang tidak menerima beban
 Mengetahui karakter sistem struktur dan
(dinding pemisah, pintu/jendela sebagai
kontruksi bangunan tradisional bale
pembagi ruang), struktur bangunan dapat
pegaman
ditentukan (Frick, 2006).
 Melestarikan struktur dan kontruksi
Struktur berkaitan erat dengan
bale pegaman yang dibangun secara
pemahaman anatomi bangunan, yang
tradisional sebagai salah satu kearifan
dikategorikan dalam tiga kategori, yaitu:
lokal Bali yang nantinya dapat
sub-structure (struktur bawah), super
digunakan untuk teknologi di masa
structure (struktur tengah) dan upper-
mendatang.
structure (struktur atas). Struktur
TINJAUAN PUSTAKA bangunan tradisional umumnya sederhana,
Struktur dan Kontruksi Bangunan terdiri dari struktur rangka kayu atau
Tradisional bamboo berupa kolom dan balok, serta
Kontruksi, berdasarkan istilah latin, dinding non-struktural (hanya pengisi).
yakni construere, berarti susunan atau Kontruksi kolom dan balok dirakit tanpa
hubungan bahan bangunan sedemikian menggunakan paku, tetapi menggunakan
rupa sehingga susunan tersebut menjadi teknologi sambungan seperti balok-balok
satu kesatuan yang tahan dan kuat (Frick, yang menggunakan teknik saling mengikat
2006). Konstruksi berhubungan dengan dengan pasak. dan stabilitasnya tergantung
metode, teknik atau cara. Konstruksi pada pengalaman empiris, pengetahuan intuitif,
bangunan tradisional, antara lain: serta mencoba dan meralat yang
mengikat, mengangkat, menyambung dan diwariskan secara turun temurun.
lain-lain.
Struktur dan Kontruksi Bangunan
Struktur bangunan adalah susunan
Tradisional Bali
atau pengaturan bagian-bagian bangunan
yang menerima beban (konstruksi utama), Struktur bangunan tradisional Bali
tanpa mempedulikan apakah konstruksi umumnya sederhana, terdiri dari sistem
tersebut tersembunyi atau tidak. Secara rangka dan bidang mengikuti bentuk
umum struktur bangunan terdiri atas bangunan. Sistem rangka pada badan
bangunan dan sistem bidang pada atap. Tiang disertai dengan canggahwang,
Kontruksi bangunan tradisional Bali aman kancut pada hubungan tiang dengan
dan telah teruji ratusan tahun terhadap lambang, sunduk pada hubungan tiang
bencana gempa dan angin. Elemen-elemen dengan bale dan purus bundar pada
kontruksi yang terekspos mendapat hubungan tiang dengan sendi alas tiang
penyelesaian tektonika (the art of yang meneruskan beban kepada pondasi
construction). Elemen-elemen kontruksi "jongkok asu" di bawahnya kemudian
bangunan tradisional Bali sebagai struktur diteruskan ke bawah tanah. Hubungan
juga sebagai elemen estetika. tiang dengan tiang yang menyangga
bale dirangkaikan dengan sunduk
Struktur dan kontruksi bangunan
dengan sistim "baji" (antara lubang pada
tradisional Bali terdiri dari :
tiang purus pada sunduk), hubungan
 Kontruksi Atas (kepala) yaitu atap
tiang dengan lambang memakai purus
Prinsip kesatuan hubungannya adalah
rangkap, hubungan tiang dan tadapaksi
elemen-elemen pokok pembentuk
dengan konstruksi berupa kancut (tidak
konstruksi atap terpusat ke petaka atau
menerima beban).
dedeleg (berada di tengah) sebagai
 Kontruksi Bawah (kaki) yaitu pondasi
hubungan purus dan lambang tanpa
Kontruksi bawah terdiri dari dua
pasak. Rangkaian batang iga-iga dan
pondasi, yaitu : pondasi tiang (dipasang
pemade menjadi struktur bidang
sebelum kerangka tiang dipasang), dan
disatukan oleh apit-apit atas, tengah dan
pondasi tembok (dipasang sesudah
bawah yang ujung-ujung bawahnya
kerangka dan atap selesai). Jarak kedua
distabilkan oleh kolong atau tadalas,
pondasi ini ditentukan oleh gerantang di
demikian pula pada konstruksi
luar tiang. Dengan memasang sepat
gerantangan. Hubungan jepit antar apit-
gantung di sudut tadalas didapatkan
apit dengan iga-iga diperkuat oleh tali
pondasi tembok.
dan pasak apit-apit dimanfaatkan pula
Pokok-pokok stabilitas pada
sebagai elemen dekorasi dengan bentuk
konstruksi tiang adalah "pasak dan lait"
"tapuk manggis" pada kepala pasak dan
(pasak yang bisa ditarik menurut
bentuk simbar, karang manuk, ataupun
keperluan). Dengan menempelkan "lait"
karang sae pada kepala pasak pemade
rapat-rapat seluruh konstruksi menjadi
dan pemucu.
stabil dan bila lait dilonggarkan konstruksi
 Kontruksi Tengah (badan) yaitu
menjadi labil dan mudah dibongkar.
kerangka tiang
HASIL DAN PEMBAHASAN terdapat pintu sebagai akses masuk, tanpa
Gambaran Lokasi adanya jendela.
Secara administrasi Desa Bayung Bayung Gede yang berada di
Gede termasuk dalam wilayah Kecamatan daerah pegunungan kaya akan kayu dan
Kintamani Kabupaten Bangli. Desa bambu yang menjadi bahan utama dalam
Bayung Gede memiliki keterkaitan yang konstruksi bangunan. Pemakaian bahan
cukup erat dengan 28 desa dan 3 (tiga) alam ini akan mempengaruhi struktur,
desa diantaranya memiliki pertalian darah sedangkan struktur akan mempengaruhi
yang cukup erat (Desa Sekardadi, tampilan bentuk arsitekturnya.
Panglipuran, dan Tiga Kawan). Desa
Bayung Gede merupakan salah satu desa
tradisional di Bali yang secara geografis
berada di daerah pegunungan, oleh sebab
itu desa Bayung Gede memiliki curah
hujan tinggi dan iklim dingin.
Aspek yang menarik adalah wujud
N N
A. LUMBUNG

lingkungan fisiknya dan keunikan budaya, B. BALE PEGAMAN


C. PAWON
D. SANGGAH
S S

TAPAK
yang tercermin dalam kehidupan sehari-
HUN IAN DESA BAYUN G GEDE
INV EN TA RISA SI D AN D OK UMENTASI
KAJ IAN LI NG KUNG AN B IN AAN ETNIK D EN AH
HUN IAN DESA BAYUN G GEDE
PROGRAM STUDI M AG ISTE R ARSI TEKTUR
NOP E M B E R 2008
Gb 1. Layout Rumah Tradisional di Bayung Gede
UN IVE RSITAS UDAYANA
NOP E M B E R 2008

harinya. Lingkungan fisik pada masing- Sumber: Digambar ulang dari Dokumen Tugas, 2012

masing pekarangan di Desa Bayung Gede


terdiri dari tiga unit bangunan dan sanggah Bale Pegaman
dengan posisi linear mengikuti topografi Interior bale pegaman terdiri dari
desa. Jineng yang berfungsi sebagai dua bagian, yaitu: bale di bagian yang
tempat penyimpanan hasil pertanian tertutup dan bale di bagian yang terbuka.
berada di sisi paling dekat dengan pintu Di bagian yang tertutup disebut bale
masuk, kemudian bale pegaman yang kapingitan. Bale pegaman merupakan bale
berfungsi sebagai bale adat, bangunan adat yang memiliki fungsi sakral, dimana
paon berada di sisi paling dalam, sebagai bagi seseorang yang cuntaka, tidak boleh
bale utama berfungsi sebagai tempat masuk ke tempat ini.
memasak dan tempat tidur. Ketiga
bangunan yang berada dalam satu
pekarangan memiliki bukaan yang sangat
sedikit, bahkan untuk bale pegaman hanya
KEPALA

BADAN

KAKI

Gb. 3. Konsep Tri Angga pada Bale Pegaman


Sumber: Natha, 2015

Gb.2. Bangunan Tradisional Bale Pegaman Struktur dan Kontruksi Bale Pegaman
Sumber: Natha, 2015
Bale pegaman berbentuk dasar segi
 Bale pegaman menggunakan bentuk empat panjang. Bale pegaman merupakan
sakanem (rangka tiang yang berjumlah gugus massa yang relative kecil, seimbang
enam). dan stabil.
 Ruang suci yaitu bale kapingitan berupa
bale tertutup yang berfungsi sebagai
stana Dewi Saraswati.
 Ruang bale yaitu berupa rangka tiang
terbuka dan ukuran bale lebih panjang
dibandingkan bale kapingitan.
 Ruang penyimpanan di sisi belakang
luar bale pegaman sebagai tempat
penyimpanan peralatan sehari-hari dan
Gb. 4.Bentuk segiempat panjang Bale Pegaman
kayu bakar. Sumber: Natha, 2015

 Struktur dan kontruksi bale pegaman Penggunaan konsep sikut awak


juga menggunakan konsep Tri Angga, (antropometri), yaitu perbandingan antara
yaitu: kepala (utama) difungsikan skala fisik penghuni dan bale pegaman
sebagai ruang suci di bawah atap; badan melahirkan proporsi bentuk bangunan
(madya) berfungsi sebagai ruang yang serasi dengan penghuni sebagai
penyimpanan, tempat upacara ngeroras, pemakainya Sistem struktur bale pegaman
tempat metanding banten, dan tempat diberlakukan sebagai makhluk hidup yang
tidur anak; kaki (nista) berfungsi dianggap memiliki kepala, badan, dan kaki
sebagai bebaturan. sebagai perwujudan konsep Tri Angga,
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Sub Struktur (Kaki) Hubungan tiang bangunan dan
sendi serta jongkok asu dibuat tidak kaku
Bentuk bebaturan atau lantai bale
(mati) tapi berfungsi tumpu, hubungan ini
pegaman mengikuti bentuk dasarnya yaitu
akan turut bergerak jika terjadi getaran
segi empat panjang, dengan ketinggian
akibat pergeseran kerak bumi. Sedangkan
30cm-40cm. Bebaturan menggunakan
pondasi keliling lepas dari pondasi
bahan tanah polpolan atau batu padas yang
setempat yang berfungsi untuk menahan
cukup keras untuk menahan beban
bebaturan dan dinding.
bangunan beserta isinya.

SENDI

BEBATURAN
JONGKOK ASU

Gb. 5.Sub Struktur Bale Pegaman


Foto 1. Bebaturan yang berfungsi menumpu beban dinding Sumber: Natha, 2015
Sumber: Natha, 2012
2. Super Struktur (Badan)
Bagian bawah kaki tiang ditopang
Struktur utama bale pegaman
oleh sendi sebagai alas yang berukuran
adalah rangka kayu yang tersusun dari
amusti atau sekitar 10 cm. Sendi ditumpu
tersusun dari enam tiang (sakanem)
oleh pondasi yang berfungsi sebagai
berbahan kayu ketewel, lambang berbahan
penyangga struktur. Pondasi dibuat dari
kayu jempinis, sineb, dan sunduk sebagai
pasangan batuan keras dan merupakan
pengaku.
pondasi setempat yang disebut dengan
Pokok-pokok kontruksi adalah
jongkok asu. Pondasi jongkok asu
sambungan pen dan purus. Alas bale
memiliki ukuran lebih besar daripada
menggunakan likah, galar (bilah bambu
penampang sendi karena menerima beban
yang dipasang membujur di atas sunduk),
paling berat dari bangunan. Untuk
dan di bagian tepi dibatasi waton.
mendukung beban itu maka jongkok asu
dibuat tertanam ke dalam tanah kemudian
ditutup dengan bebaturan (urugan tanah).
sedangkan ruang di atas galar diletakkan
perlengkapan persembahyangan berupa
1
7 sok asi, keben dan dulang.
2
3
5 8
4
4 6

Foto 2. Bale Kapingitan dan Bale pada Bale Pegaman


1 1. LENGGATAN Sumber: Natha, 2012
2. LAMBANG
2 3. SINEB
4. SUNDUK Ruang bale yang terbuka memiliki
3 5. WATON
6. GALAR ruang lebih besar, sehingga difungsikan
8 7. LIKAH
8. SAKA untuk tempat upacara ngeroras dan
4 mempersiapkan upacara (metanding
5

Gb. 6.Super Struktur Bale Pegaman banten), serta digunakan untuk tempat
Sumber: Natha, 2015
tidur anak. Bale terbuka juga ditutup
Ruang badan berisi bale yang setengah dinding di kedua sisinya berupa
terbagi dua, yaitu bale tertutup yang parba dengan rangka dan anyaman bambu.
disebut bale kapingitan dengan jarak tiang Lengatan di sisi selatan merupakan stana
16 rai ke arah panjang dan 16 rai ke arah Bhatara Hyang Kumara-Kumari, serta
lebar atau sekitar 165cm x 165cm; bale stana leluhur yang belum melinggih di
terbuka dengan jarak tiang 20 rai ke arah Kemulan/Palinggih Bhatara Guru.
panjang dan 16 rai ke arah lebar atau Struktur penyangga atap menyatu
sekitar 180cm x 165cm. dengan dinding dari bahan bambu dan
Ruang di atas bale yang tertutup bedeg. Dinding penutup adalah karakter
digunakan sebagai ruang suci stana Dewi khas bale pegaman sebagai bangunan
Saraswati. Bale tertutup dinding bambu tradisional daerah pegunungan adalah
dan bedeg di keempat sisinya, salah satu dimana pada bagian atas, bawah, dan
sisi terdapat pintu rangka kayu dan samping bangunan diperlukan bidang
anyaman bambu dengan sistem untuk melindungi penghuni dari cuaca.
sliding/geser dengan lebar sekitar 60 cm. Selain itu dinding juga berfungsi sebagai
Stana Dewi Saraswati berada di lenggatan tempat menyimpan peralatan upacara
sisi utara (rongga atap dengan batas tarib), seperti pisau, sabit, golok, dan lain-lain.
bedeg impi. Bedeg yang umum digunakan
pada dinding bale pegaman adalah bedeg
saud di bagian luar dan bedeg jaro di
bagian dalam.

TERAMPA

Foto 4. Sistem sliding pada pintu bale pegaman


Foto 3. Rangka dinding kayu (atas) dan Sumber: Natha, 2012
rangka dinding bambu (bawah)
Sumber: Natha, 2012 Bale pegaman sangat minim
Bagian bawah dinding adalah dengan bukaan, hanya terdapat pintu tanpa
terampa yang berfungsi menumpu jendela, merupakan adaptasi terhadap
dinding. Terampa mempergunakan bahan iklim dingin di malam hari. Pintu bale
bambu yang bulat utuh atau bahan kayu. pegaman menggunakan pintu dengan
Rangka dinding mempergunakan bahan sistem sliding/geser, berbahan rangka kayu
kayu jenis uyung atau bambu petung yang atau bambu, dan anyaman bambu.
dirangkai secara vertikal disebut rajegan
3. Upper Struktur
dan horizontal disebut penepes. Rangka
dinding kayu diperkuat dengan kemodi Atap bale pegaman berbentuk
atau kancing patok berbahan kayu. Pada kampiah (pelana). Bahan penutup atap
rajegan terdapat lubang yang berfungsi adalah bahan sirap bambu yang disebut
sebagai rumah kemodi (sistem kontruksi raab tiing, yang terdiri dari potongan
pen dan purus). Sedangkan rangka dinding bambu dengan ujung runcing untuk
bambu menggunakan kontruksi ikatan tali memudahkan aliran air hujan, dengan
dari bahan bambu. ukuran panjang 3 musti 3 nyari dengan
Lembaran anyaman bambu atau eneb/lapisan/tumpukan berjumlah 3 buah,
bedeg sebagai pengisi dinding. Terdapat dan ukuran 2 musti 3 nyari dengan eneb
enam jenis varasi bedeg di Bayung Gede, berjumlah 4 buah. Raab tiing disusun
antara lain: bedeg saud, bedeg pelupuh, dengan pemasangan perut bambu pada
bedeg jaro, bedeg kesitan, bedeg besi, dan bagian atas, dan punggung pada bagian
1 2
bawah juga untuk memudahkan aliran air 6 4 5
3
hujan. Rangkaian atap disebut ariring atau
atantan. Potongan bambu dikaitkan
berangkai pada penyuluh atap yang terbuat
dari bahan bambu. Di ujung kanan dan kiri
atap terdapat pengangkup dari bahan
4
bambu yang berfungsi memperkuat raab 7
8 9
1. DUK TAKIL 5
tiing agar tidak diterbangkan angin, maka 2. PENANGKEP DUDUK KAKAPAN 3
3. RAAB TIING 6
diletakkan di empat sudut atap. Stabilitas 4. LANGIT-LANGIT 2
5. TUGEH
apit-apit diperkuat oleh tali dandan yang 6. PENANGKEP
7. IGA-IGA 7
berbahan ijuk, dijalin dengan jarak amusti 8. APIT-APIT/PENYULUH
9. KOLONG
tanpa putus sampai akhir, sehingga tali 8
pada atap kanan dan kiri bertemu di langit-
9
langit atap. Ikatan tali dandan di atas raab
tiing dilindungi oleh penangkep duduk
kakapan yang diikat pada duk takil.

Gb. 7.Upper Struktur Bale Pegaman


DUK TAKIL Sumber: Natha, 2015

Struktur atap menggunakan tugeh


dan langit-langit dari kayu, sedangkan iga-
iga menggunakan bahan bambu dengan
jumlah 24 dan 7 buah sebagai perhitungan
PENYULUH PENANGKUP
jarak serta jatuh hitungan terakhir,
penangkep, apit-apit/penyuluh bambu atau
kayu, bantang aring pada langit-langit.
Kontruksi atap tersusun stabil,
dengan pokok-pokok stabilitas adalah
ikatan antara masing-masing bagian-
bagiannya tanpa menganggu hubungan
lainnya. Apabila ada pergantian setiap
bagian kontruksi dapat dilaksanakan
dengan melepaskannya dan memasang
bagian yang baru sebagaimana keadaan
elemen kontruksi yang digantikannya.
Foto 5. Kontruksi raab tiing
Sumber: Natha, 2012
Tampak Atas
Potongan A-A

Denah

Potongan B-B

Gb 8. Struktur dan Kontruksi Bale Pegaman


Sumber: Natha, 2015

KESIMPULAN

 Sistem struktur dan kontruksi bale


Tampak Depan pegaman terbagi atas sub struktur
(pondasi) sebagai perwujudan kaki;
super struktur (rangka kayu) sebagai
analogi badan; dan upper struktur (atap)
sebagai perwujudan kepala, hal tersebut
merupakan perwujudan konsep Tri
Angga yang memperlakukan bangunan
sebagai makhluk hidup yang dianggap
memiliki kepala, badan, dan kaki.
Tampak Samping
 Penggunaan sikut awak (antropometri), Yayasan Kanisius dan UNIKA
Soegijapranata University Press
yaitu perbandingan antara skala fisik
Prijotomo, Josef. 2010. Konservasi
proporsi bentuk bangunan yang serasi Lingkungan Bina Nusantara.
(Diperesentasikan dalam acara
dengan penghuni sebagai pemakainya,
Diskusi Teknik kegiatan
hal tersebut sama halnya dengan Konservasi dan Pengembangan
Pola Spasial Pada Lingkungan
proporsi bangunan tradisional Bali di
Pembangunan Tradisional-Balai
dataran rendah. PTPT Denpasar)
Silas, Johan. 1986. Pengertian
 Sistem struktur dan kontruksi yang
Pembangunan. Jurnal permukiman
digunakan pada bale pegaman sebagai Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Permukiman,
bale adat sama dengan bale sakanem
Badan Penelitian &Pengembangan
dalam arsitektur tradisional Bali di Pekerjaan Umum, Departemen
Pekerjaan Umum
dataran rendah, dengan sedikit variasi
sistem struktur dan kontruksi, serta
Narasumber :
bahan yang digunakan.
 Jero Mangku Kendri pada saat ini
 Struktur dan kontruksi bangunan
(wawancara tahun 2010) sebagai
tradisional bale pegaman di Desa
Mangku di Desa Bayung Gede)
Bayung gede merupakan salah satu dari
 Jero Mekel Suwela pada saat ini
beraneka ragam arsitektur tradisional
(wawancara tahun 2013) sebagai
Bali yang memiliki karakter struktur
Mekel/Perbekel di Desa Bayung Gede)
dan kontruksi yang khas sesuai dengan
 Staf Kantor Perbekel di Desa Bayung
lingkungan alam dan budaya yang
Gede
berkembang pada masa itu.

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Kebudayaan. 2007, Asta Kosala


Kosali, Asta Bumi, Eka Prathama
Dharma Kahuripan, Denpasar:
Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.
Gelebet, I Nyoman, dkk. 2002. Arsitektur
Tradisional Daerah Bali.
Denpasar : Badan Pengembangan
Kebudayaan dan Pariwisata
Frick, Heinz. 2006. Membangun,
Membentuk, Menghuni: Pengantar
Arsitektur 1. Semarang: UNIKA
Soegijapranata
-__________.1998. Sistem Bentuk
Struktur Bangunan. Semarang:

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai