TUGAS AKHIR
Disusun Oleh:
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Permasalahan
C. Maksud dan Tujuan
D. Pembatasan Masalah
E. Metodologi
F. Sistematika Penulisan
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
BAB III ANALISIS SAMBUNGAN PORTAL BAJA ANTARA BALOK DAN
KOLOM
A. Sambungan Penahan Momen
B. Sambungan Penahan Momen yang Direncanakan
C. Kekuatan Sambungan Baut
a. Kekuatan Geser Baut
b. Kekuatan Desak (Tumpu) Baut
c. Sambungan Baut Mengalami Pembebanan Eksentris
D. Kekuatan Sambungan Las
a. Kekuatan Sambungan Las
b. Kekuatan Las Sudut
c. Sambungan Las yang Eksentris
BAB IV APLIKASI
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
DAFTAR PUSTAKA
1. Bresler, Lin, Scalzi, Design of Steel Structures, John Wiley & Sons, Inc., 1960, 1968
2. Charles G. Salmon dan John E. Johnson, Struktur Baja Desain dan Perilaku, Jilid 1
4. Rasdinanta Tarigan, ST. Tugas Akhir Analisa Sambungan Kolom Baja Dengan
Pondasi, 2004
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Penulis sampaikan kehadirat Allah SWT atas kasih karunia-Nya
Tugas Akhir ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat
untuk menempuh ujian Sarjana pada Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas
Sumatera Utara.
Adapun judul Tugas Akhir ini adalah “ANALISIS SAMBUNGAN PORTAL BAJA
Dalam penulisan tugas akhir, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak baik bantuan berupa dukungan moril, materil, spiritual, maupun
administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Bachrian Lubis, M.Sc, Ketua jurusan Teknik Sipil;
Teknik Sipil;
3. Bapak Ir. Robert Panjaitan, Dosen Pembimbing penulis dalam penulisan Tugas
Akhir ini;
4. Orang Tua Tercinta yang terus menerus berdoa agar penulis dapat menyelesaikan
studi, juga atas dorongan motivasi dan kepercayaan yang telah diberikan pada
-i-
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
6. Seluruh teman-teman Ekstension 2004 yang telah membantu dalam menyelesaikan
Tugas Akhir ini. Specially for July Rahmadhani untuk kesabarannya menunggu,
serta pihak-pihak lain yang turut berperan serta dalam penyelesaian tugas akhir ini
menyadari kemungkinan masih terdapat kekurangan dan kesilapan di dalam tugas akhir
ini. Oleh karena itu penulis terbuka dan mengharapkan sekali kritikan dan saran yang
Akhir kata penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Hormat saya
- ii -
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….. iii
ABSTRAK………………………………………………………………………. v
DAFTAR NOTASI……………………………………………………………… vi
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………. viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………........... 1
B. Permasalahan…………………………………………………………….. 3
C. Maksud dan Tujuan……………………………………………………… 6
D. Pembatasan Masalah…………………………………………………….. 7
E. Metodologi………………………………………………………………. 9
F. Sistematika Penulisan……………………………………………………. 9
- iii -
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
BAB III ANALISIS SAMBUNGAN PORTAL BAJA ANTARA BALOK DAN
KOLOM
A. Sambungan Penahan Momen……………………………………………. 1
B. Sambungan Penahan Momen yang Direncanakan………………………. 2
C. Kekuatan Sambungan Baut……………………………………………… 3
a. Kekuatan Geser Baut……………………………………………. 4
b. Kekuatan Desak (Tumpu) Baut…………………………………. 6
c. Sambungan Baut Mengalami Pembebanan Eksentris…………… 9
D. Kekuatan Sambungan Las………………………………………………. 19
a. Kekuatan Sambungan Las………………………………………. 19
b. Kekuatan Las Sudut…………………………………………….. 20
c. Sambungan Las yang Eksentris………………………………… 24
BAB IV APLIKASI
DAFTAR PUSTAKA
- iv -
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
ABSTRAK
Suatu balok baja yang pada kedua ujungnya disambungkan terhadap kolom-
kolom dengan menggunakan sambungan memakai baut, maka balok diatas merupakan
konstruksi statis tertentu, karena kedua ujung tersebut bersifat sendi. Akan tetapi bila
sambungan pada kedua ujung menggunakan beberapa baut ataupun dilas, maka akan
terbentuk konstruksi statis tidak tentu, karena sambungan tidak dapat lagi berputar
bebas. Dalam keadaan ekstrim sambungan dapat bersifat kaku sempurna (rigid), dimana
sudutnya adalah nol.
Pada Tugas Akhir ini, gaya dalam yang dibahas hanya momen lentur M, yang
bekerja pada sambungan. Gaya lintang D, Gaya normal N dan torsi (momen puntir) T
yang seharusnya turut bekerja pada sambungan tidak diikutkan. Dari hasil analisis
diperoleh Teg. Geser Baut = 66377,14 N, Teg. Tumpu = 111888 N. Teg. Geser Las =
658440 N, Teg. Tumpu = 673437,1257 N dan Teg. Geser Paku = 80347,3 N, Teg.
Tumpu = 271391 N. Terlihat bahwa tipe Sambungan Las mempunyai kekuatan
sambungan yang paling tinggi jika besar gaya yang bekerja sama besar dan sambungan
yang paling efisien adalah jenis Sambungan Baut, dimana dalam pengerjaannya
dilapangan paling praktis diantara ketiga jenis sambungan yang dibahas dan memiliki
nilai kekuatan yang cukup tinggi.
-v-
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
DAFTAR NOTASI
Ab = luasan baut
be = lebar efektif
D = gaya lintang
d = diameter baut
e = eksentrisitas
I = momen kelembaman
l = panjang las
M = momen
n = jumlah baut
P = beban terpuusat
q = beban mati
R = resultante
T = gaya tarik
- vi -
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
w = momen tahanan
σ1 = tegangan idiil
φ = koefisien kejut
- vii -
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Bidang Momen dan Garis Lentur Balok ............................... I-4
Gambar 2.1 Hubungan Tegangan Regangan untuk Uji Tarik Pada Baja Lunak II - 3
Gambar 2.5 Tipe Sambungan (a) Single Web-Angle dan (b) Single Plate II -10
Gambar 2.7 Tipe Sambungan Top and Seat Web-Angle with .................
Gambar 2.13 Pengaruh Deformasi Elaastis Terhadap Sambungan Top And Seat
Gambar 2.14 Mekanisme Collapse pada Tipe Sambungan Top And Seat Angle
- viii -
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
Gambar 2.19 Penggunaan Las Groove pada Sambungan T ...................... II -28
Gambar 2.21 Las Slot dan Las Plug dalam Kombinasi dengan Las Fillet II -30
Gambar 2.23 Gaya P yang Membentuk Sudut α Terhadap Bidang retak Las II -31
- ix -
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
Gambar 3.12 Kejadian Simple Flexture yang terjadi pada Saat
Gambar 3.15 Distribusi Tegangan Tipikal pada Suatu Sambungan Impit yang
-x-
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
balok, kolom pelat maupun kolom balok, baik itu yang terbuat dari baja, kayu maupun
beton, pada tempat-tempat tertentu harus disambung. Hal ini dikarenakan keterbatasan
dilapangan. Khusus untuk konstruksi yang terbuat dari bahan beton, boleh jadi
sambungan bukan merupakan sesuatu hal yang perlu dipermasalahkan, karena pada
konstruksi beton struktur secara keseluruhan adalah bersifat monolit (menyatu secara
kaku). Lain halnya dengan konstruksi yang terbuat dari baja maupun kayu, sambungan
merupakan sesuatu hal yang perlu mendapat perhatian serius yang matang karena pada
konstruksi baja dan kayu, elemen-elemen struktur yang disambung tidak dapat bersifat
keterbatasan bahan yang tersedia di pasaran dan juga untuk kemudahan pemasangan
dilapangan serta kemudahan dalam hal pengangkutan. Misalkan saja akan dibuat suatu
struktur ranngka gading-gading kap terbuat dari baja profil siku, maka tidak mungkin
melaksanakannya secara langsung dilapangan karena tidak akan ekonomis, tetapi akan
I-1
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
I- 2
Jika dibandingkan ketiga alat sambung ini, maka las merupakan alat sambung yang
sambungan yang lebih kaku jika dibandingkan dengan baut, tetapi kurang kaku jika
dibandingkan dengan las. Tetapi pada dewasa ini sambungan dengan menggunakan
paku keling sudah jarang digunakan karena kesulitan dalam pemasangannya. Oleh
karena itu pada tugas akhir ini perencanaan sambungan akan memakai sambungan baut
(tipe baut : baut bubut) dan las (tipe las : las fillet/sudut).
dalam bentuk ukuran dan panjang yang tertentu sesuai dengan standar yang dilakukan.
Oleh karena itu tidaklah mungkin membangun suatu konstruksi secara monolit
disambung satu persatu di lapangan dengan menggunakan salah satu alat-alat sambung
atau kombinasi dari dua alat sambung seperti yang telah disebutkan diatas.
Sifat dari sambungan ini sangat tergantung pada jenis dan konstruksi
sambungan, bervariasai mulai dari yang berkekakuan sendi sampai dengan kaku
tentang istilah kekakuan pada struktur batang, kata stifness. Suatu struktur sambungan
dapat bersifat sendi (ekstrem bawah) dan kaku atau rigid pada ekstrem atas. Diantaranya
terdapat sifat semi kaku "semi rigid". Tidak ada ukuran yang dapat dipakai untuk
menentukan tingkat kekakuan dan sambungan dimaksud. Disini cara yang ditempuh
adalah dengan menggunakan kombinasi sendi dengan pegas momen sebagai pengganti
menunjukkan tingkat kekakuan dari sambungan. Maka untuk seterusnya bila terpakai
kata kekakuan sambungan, yang dimaksud adalah kekakuan (konstante) pegas yang
dimaksud diatas.
B. Permasalahan
momen dan memperkecil atau meniadakan rotasi batang pada sambungan (yaitu jenis:
peranan penting pada analisa struktur untuk menghitung gaya-gaya dalam dan
deformasi, terutama untuk struktur statis tak tentu. Contoh berikut ini akan
ujung-ujung (sambungan) dari satu batang. Apabila titik ujung A dan B adalah sendi
dan beban mati terpusat berada di tengah-tengah bentang yaitu di C maka momen di A
atau di B adalah nol. Momen di C yakni Moc = ¼ PL. Tetapi bila titik A dan B kaku
Bila titik A dan B bersifat diantara sendi dan kaku (semi kaku), maka momen-
momen tersebut akan berubah besarnya sesuai dengan tingkat kekakuan dari
sambungan.
A B
C
½l ½l
MB
MoB BIDANG MOMEN
MC MoC
MoC
GARIS LENTUR
Y’C
Y”C
Yo C
Dimana:
0 < M”B < M’B dan MOC > M”C > M’C
Yoc>Y”c>Y’c
Kalau pada waktu perencanaan titik hubungan A dan B diasumsikan sendi, akan tetapi
pada waktu pelaksanaan terjadi hubungan kaku atau semi kaku, maka ditengah bentang
terdapat momen yang lebih kecil dari yang dihitung semula. Sedangkan pada jepitan
timbul momen sebesar M”B yang semula adalah nol. Sebaliknya bila pada waktu
pelaksanaan terjadi hubungan yang semi kaku maka ditengah bentang terjadi momen
M”C yang lebih besar dari M’C yang dihitung pada awalnya (jadi ada bahaya),
menentukan derajat kekakuan K dari sambungan adalah dengan menentukan jumlah dan
susunan dari baut penyambung dan menentukan dari pelat dasar sebagai pelat
penyambung adalah menentukan tipe las dan tebal las. Sedangkan bila berdasarkan
3. Kekakuan dan panjang dari batang tersambung, baik itu balok maupun kolom.
4. Gaya dalam (pada Tugas Akhir ini yang dibahas hanya momen lentur M) yang
5. Deformasi akibat tegangan tarik aksial pada bidang persentuhan antara baut dan
perkataan lain ukuran lobang baut lebih besar dari diameter baut.
Kekakuan pada suatu sambungan antara balok dan kolom mempengaruhi besar
beban yang dapat bekerja pada struktur tersebut. Bagaimana bila sambungan antara
Oleh karena itu sangat perlu untuk menganalisa M sambungan pada perencanaan
terhadap M kapasitas elastis (balok). Karena balok mengalami M kapasitas elastis maka
balok hanya akan mengalami lendutan (dengan catatan tidak ada sambungan balok-
balok pada span balok dari kolom) sebab balok bersifat monolit, sedangkan sambungan
Berdasarkan hal inilah, maka dalam tugas akhir ini dalam perencanaan kekuatan
sambungan balok – kolom pada suatu konstruksi portal baja sangat perlu
sambungan portal baja antara balok dan kolom dengan menggunakan sambungan las,
1. Menganalisis kekuatan sambungan balok dan kolom pada portal baja dengan
kapasitas yang dapat dipikul oleh balok dalam batas elastisnya sehingga
2. Menganalisis kekuatan sambungan balok dan kolom pada portal baja dengan
cara membandingkan antara sambungan las dengan baut dan paku keling.
D. Pembatasan Masalah
Agar masalah yang dibahas dalam tulisan ini mengarah kepada tujuan yang
relevan dengan judulnya dan juga keterbatasan literatur serta untuk mempermudah
2. Analisis hanya dilakukan terhadap gaya dalam momen lentur M saja yang
bekerja, sedangkan gaya dalam lainnya seperti gaya lintang D dan gaya
homogen.
6. Sambungan yang dianalisis pada tugas akhir ini adalah tipe sambungan baut
7. Baut yang dianalisis adalah baut biasa, yaitu baut bubut yang terbuat dari
8. Baut yang dianalisis bukan merupakan baut mutu tinggi, sehingga efek
12. Deformasi akibat tegangan tarik aksial (oleh momen lentur M yang bekerja)
yaitu deformasi rotasi θr pada bidang persentuhan antara baut dan pelat dasar
14. Analisa tidak dilakukan terhadap tekuk flens dan atau web kolom ataupun
100 %
16. Dalam penentuan inflexient point (garis netral) pada sambungan yang
E. Metodologi
Dalam penulisan Tugas Akhir ini metoda yang digunakan adalah study literatur,
Analisis dalam Tugas Akhir ini dilakukan dalam batas elatis dengan
profil baja untuk balok, kolom, pelat penyambung, baja siku penyambung menggunakan
U-37 (σElastis = 1600 kg/cm2). Baut penyambung menggunakan baut bubut (yang
terbuat dari besi beton) dengan mutu baja U-52 (σElastis = 2400 kg/cm2) dan las
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran garis besar penulisan Tugas Akhir ini, maka isi
sambungan antara balok dan kolom baja, Sifat Bahan Baja berisikan sifat
BAB IV : APLIKASI
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
II.1. UMUM
perencanaan struktur baja. Hal ini dikarenakan bentuk struktur bangunan yang begitu
kompleks. Adapun contoh yang dapat kita jumpai di struktur bangunan adalah
sambungan antara kolom dan balok. Kegagalan dalam sambungan tersebut dapat
mengakibatkan perubahan fungsi struktur bangunan tersebut, dan yang paling berbahaya
adalah keruntuhan pada struktur tersebut. Sehingga untuk mencegah hal tersebut maka
pengelasan yang diberi pengaku samping. Secara umum sambungan antara balok dan
a) Balok
b) Kolom
c) Alat penyambung.
Jadi ketiga elemen tersebut yang harus kita perhitungkan sehingga perencanaan
struktur tersebut akan sesuai seperti yang direncanakan. Dan pada akhirnya struktur
II - 1
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
II - 2
adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan dengan bahan lain seperti kayu, dan sifat
keliatannya, yaitu kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik dalam tegangan
baik dalam regangan maupun dalam kompresi sebelum kegagalan, serta sifat
Baja merupakan bahan campuran besi (Fe), 1,7 % zat arang atau karbon (C),
1,65 % mangan (Mn), 0,6 % silikon (Si), dan 0,6 % tembaga (Cu). Baja dihasilkan
dengan menghaluskan bijih besi dan logam besi tua bersama-sama dengan bahan
tambahan pencampur yang sesuai, dalam tungku tempratur tinggi untuk menghasilkan
sebagai berikut:
Baja untuk bahan struktur termasuk ke dalam baja yang persentase zat arang
yang ringan (mild carbon steel), semakin tinggi kadar zat arang yang terkandung di
dalamnya, maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat-sifat bahan struktur yang
1. Modulus elastisitas (E) berkisaran antara 193000 Mpa sampai 207000 Mpa. Nilai
G = E / 2(1+μ)
Mpa
4. Berat jenis baja (γ), berat jenis baja diambil 7.85 t/m3
Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dan regangan pada baja dapat
dilakukan dengan uji tarik di laboratorium. Sebagian besar percobaan atas baja akan
menghasilkan bentuk hubungan tegangan dan regangan seperti Gambar 2.1 di bawah
ini.
σ M
A'
A
B C
0 ε
Gambar 2.1 Hubungan tegangan regangan untuk uji tarik pada baja lunak
(Sumber: Charles G. Salmon, 1986:38)
Keterangan gambar:
σ = tegangan baja
ε = regangan baja
A = titik proporsional
M = titik runtuh
C = titik putus
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa sampai titik A hubungan tegangan
dengan regangan masih linier atau keadaan masih mengikuti hukum Hooke. Kemiringan
lunak umumnya memiliki titik leleh atas (upper yield point), σyu dan daerah leleh datar.
Secara praktis, letak titik leleh atas ini, A’ tidaklah terlalu berarti sehingga pengaruhnya
sering diabaikan. Titik A’ sering juga disebut sebagai titik batas elastis (elasticity limit).
Sampai batas ini bila gaya tarik dikerjakan pada batang baja maka batang tersebut akan
berdeformasi. Selanjutnya bila gaya itu dihilangkan maka batang akan kembali
kebentuk semula. Dalam hal ini batang tidak mengalami deformasi permanen.
Bila beban yang bekerja bertambah, maka akan terjadi pertambahan regangan
tanpa adanya pertambahan tegangan. Sifat pada daerah AB inilah yang disebut sebagai
keadaan plastis. Lokasi titik B, yaitu titik batas plastis tidaklah pasti tetapi sebagai
akan diikuti dengan sedikit pertambahan tegangan. Disamping itu, hubungan tegangan
dengan regangannya tidak lagi bersifat linier. Kemiringan garis setelah titik B ini
didefinisikan sebagai Ez. Di titik M, yaitu regangan berkisar antara 20% dari panjang
batang, tegangannya mencapai nilai maksimum yang disebut sebagai tegangan tarik
batas (ultimate tensile strength). Akhirnya bila beban semakin bertambah besar lagi
Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat baja mulai meleleh.
Dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh, sebab perubahan
dari elastisitas menjadi plastis seringkali besarnya tidak tetap. Sebagai standar
menentukan besarnya tegangan leleh dihitung dengan menarik garis sejajar dengan
sudut kemiringan modulus elastisitasnya, dari regangan sebesar 0.2% (Gambar 2.2)
CD 0B
C
0 0 .0 0 2 0 .0 0 4
ε
Dari titik regangannya 0.2% ditarik garis sejajar dengan garis OB sehingga
yang diperoleh ini disebut tegangan leleh. Tegangan-tegangan leleh dari bermacam-
Tegangan leleh
Macam baja
Kg/cm2 Mpa
Bj 34 2100 210
Bj 37 2400 240
Bj 41 2500 250
Bj 44 2800 280
Bj 50 2900 290
Bj 52 3600 360
2. Keseragaman bahan dan komposit bahan yang tidak berubah terhadap waktu
3. Dengan sedikit perawatan akan didapat masa pakai yang tidak terbatas
Dengan kemajuan teknologi, perlindungan terhadap karat dan kebakaran pada baja
sudah ditemukan, hingga akibat buruk yang mungkin terjadi bisa dikurangi/dihindari.
II.3. Sambungan
dalam bentuk, ukuran dan panjang tertentu sesuai dengan standard yang ditentukan.
Oleh karena itu tidaklah mungkin membangun suatu konstruksi secara monolit (
dipabrikasi dicetak), akan tetapi terpaksa dibangun dari elemen-elemen yang disambung
satu persatu dilapangan. Sifat dari sambungan ini sangat tergantung pada jenis dan
konstruksi sambungan, bervariasi mulai dari yang berkelakuan sebagai sendi sampai
dengan kaku sempurna. Pada struktur batang istilah kekakuan digunakan untuk faktor
EI dari batang atau dalam bahasa inggris disebut stiffnes. Suatu struktur sambungan
dapat bersifat sendi, kaku (rigid), semi kaku (semi rigid). Tidak ada ukuran yang pasti
Untuk sambungan balok ke kolom, beban-beban yang disalurkan meliputi gaya normal
Selanjutnya dalam tugas akhir ini deformasi sambungan akibat momen lentur M
saja yang diperhitungkan, yaitu deformasi rotasi θr, biasanya rotasi ditulis dalam fungsi
momen. Apabila momen lentur M bekerja pada sambungan maka akan timbul deformasi
Rotasi yang dimaksud adalah perubahan sudut yang terjadi antara balok dan
kolom dari kondisi aslinya yang merupakan sesuatu ukuran putaran relatif balok
terhadap kolom. Hubungan M – θr sambungan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
(Sumber: Andry Anta Kesuma, Tugas Akhir Analisis Kekakuan Sambungan Portal Baja, 2004)
a) Untuk nilai momen yang sama, sambungan yang lebih fleksibel memiliki
sudut rotasi θr yang lebih besar. Sebaliknya untuk nilai θr tertentu, sambungan
diantaranya adalah:
Sambungan tersebut terdiri atas berbagai macam dan susunan baut, siku dan
pelat. Hal ini memungkinkan terjadinya slip dan pergerakan relatif pada tingkat
komponen sambungan, maka ada komponen yang lebih awal mengalami leleh.
d) Tekuk flens dan atau web kolom ataupun balok yang terjadi disekitar
sambungan
Gambar 2.5. Tipe Sambungan (a) Single Web-Angle dan (b) Single Plate
Gambar 2.7. Tipe Sambungan Top-and Seat-Angle with Double Web Angle
Gambar 2.10. Tipe Sambungan extended plate; (a) extended on tension side only
(b) extended on tendion and compression sides
(Sumber: Andry Anta Kesuma, Tugas Akhir Analisis Kekakuan Sambungan Portal Baja, 2004)
dilakukan penganalisaan terhadap momen yang bekerja pada sambungan yang akan
dibandingkan dengan momen kapasitas yang dapat dipikul oleh balok dalam batas
Pada gambar berikut ini dapat dilihat pengaruh deformasi elastis yang terjadi pada
sambungan balok – kolom adalah tipe sambungan top – angle with double web angle.
(Sumber: Andry Anta Kesuma, Tugas Akhir Analisis Kekakuan Sambungan Portal Baja, 2004)
collapse (pada sambungan dengan tipe seperti diatas) akibat M sambungan < M
kapasitas plastis.
Konstruksi baja dikategorikan oleh LRFD – A2.2 dan ASD – A2.2 kedalam
lebih dari yang diperlukan untuk mencegah perubahan sudut. Oleh LRFD – A2.2
sambungan ini disebut “Tipe FR” (dari Fully Restrain = terkekang penuh) dan
b) Tipe Rangka Sederhana (tipe tak terkekang atau tipe ujung bebas)
Keadaan ini terjadi jika kekurangan rotasi pada ujung – ujung batang
sudut yang secara teoritis jika digunakan sambungan berengsel bebas. Jika
sambungan rangka sederhana tidak sesuai. Tetapi dua atau lebih sistem
ini adalah untuk menunjukkan fakta selalu ada sejumlah kekangan pada
lateral terfaktor.
Rangka setengah kaku terjadi jika kekangan rotasi kira-kira antara 20%
hingga 90% dari yang diperlukan untuk mencegah perubahan sudut relatif.
Ini berarti bahwa dengan rangka setengah kaku momen yang dipindahkan
melalui sambungan tidaklah nol (atau dalam jumlah kecil) sebagaimana pada
rangka sederhana dan tidak pula momen kontinuitas penuh seperti dalam
setengah kaku tercakup dalam “Tipe 3”. Dalam Load and Resistence Factor
Design (LRFD), rangka setengah kaku tercakup dalam “Tipe PR” di mana
yang diandalkan dan diketahui pada derajat pertengahan antara rigiditas Tipe
yang harus disambung bersama (biasanya di ujung batang) dengan beberapa cara.
Adapun cara yang sering digunakan menggunakan: baut (bolt), paku keling (rivet) dan
pengelasan (welding). Dalam tulisan ini yang akan dibahas hanya dua alat sambung
Pada setiap struktur baja baut merupakan suatu elemen yang paling vital untuk
diperhitungkan, hal ini dikarenakan baut merupakan alat sambung yang paling sering
digunakan. Ada dua jenis utama baut kekuatan (mutu) tinggi ditunjukkan oleh ASTM
sebagai A325 dan A490. sifat bahan dari baut ini diringkas dalam tabel 2.3. baut ini
memiliki kepala segi enam yang tebal dan digunakan dengan mur segi enam yang
setengah halus (semi finished) dan tebal seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.16.a.
bagian berulirnya lebih pendek dari baut tidak struktural dan dapat dipotong atau
digiling (rolled). Baut A325 terbuat dari baja karbon sedang yang diberi perlakuan
panas dengan kekuatan leleh sekitar 81 sampai 92 ksi (558 sampai 634 Mpa) yang
tergantung pada diameter. Baut A490 juga diberi perlakuan panas tetapi terbuat dari
baja paduan (alloy) dengan kekuatan leleh sekitar 115 sampai 130 ksi (793 sampai 896
Mpa) yang tergantung pada diameter. Baut A449 kadang-kadang digunakan bila
diameter yang diperlukan berkisar dari 1 ½ sampai 3 inchi dan juga untuk baut angkur
Diameter baut kekuatan tinggi berkisar antara ½ dan 1 ½ inchi ( 3 inchi untuk
A449). Diameter yang paling sering digunakan pada konstruksi gedung adalah ¾ inchi
dan ⅞ inchi, sedang ukuran yang paling umum dalam perencanaan jembatan adalah ⅞
1). Beban Leleh (prof load) dan beban tarik sesungguhnya yang diperoleh dengan
mengalikan harga tegangan tertentu dan luas tegangan tarik As; As = 0,7584 [D-
tarik yang ditetapkan pada baut sehingga terjadi gaya jepit (klem/clamping force) pada
sambungan. Oleh karena itu, pemindahan beban kerja yang sesungguhnya pada
sambungan terjadi akibat adanya gesekan (friksi) pada potongan yang disambung.
Sambungan dengan baut kekuatan tinggi dapat direncanakan sebagai tipe geser (friction
Selain baut kekuatan tinggi, juga ada jenis baut yang lain masih di gunakan
sebagai alat penyambung. Adapun jenis baut yang dimaksud antara lain:
a) Baut Hitam
Baut ini dimuat dari baja karbon rendah yang diidentifikasi sebagai ASTM
A307 dan merupakan jenis baut yang paling murah. Namun baut ini belum tentu
yang ringan, batang skunder atau pengaku, anjungan (platform), jalan haluan
(catwalk), gording, rusuk dinding, rangka batang yang kecil dan lain-lain yang
bebannya kecil dan bersifat statis. Baut ini juga dipakai sebagai alat
tinggi, paku keling atau las. Baut hitam (yang tidak dihaluskan) kadang-kadang
disebut baut biasa, baut mesin atau baut kasar, serta kepala dan murnya dapat
Baut yang secara praktis sudah ditinggalkan ini dibuat dengan mesin dari
bahan berbentuk segi enam dengan toleransi yang lebih kecil (sekitar 1/50 inchi)
bila dibandingkan baut hitam. Jenis baut ini terutama digunakan bila sambungan
memerlukan baut yang pas dengan lubang yang dibor. Kadang-kadang baut ini
posisinya harus akurat. Pada saat ini baut sekrup jarang sekali digunakan pada
sambungan struktural, karena baut kekuatan tinggi lebih baik dan lebih murah.
Baut ini terbuat dari baja paku keling biasa dan berkepala bundar dengan
tonjolan sirip-sirip yang sejajar tangkainya. Baut bersirip telah lama dipakai
sebagai alternatif dari paku keling. Diameter yang sesungguhnya pada baut
bersirip dengan ukuran tertentu sedikit lebih besar dari lubang tempat baut
tersebut. Dalam pemasangan baut bersirip baut memotong tepi keliling lubang
sehingga diperoleh cengkraman yang relatif erat. Jenis baut ini terutama
Variasi moderen dari baut bersirip adalah baut dengan tangkai bergigi
(interference-body bolt) pada Gambar 2.16, yang terbuat dari baja baut A325.
sebagai pengganti sirip longitudinal, baut ini memiliki gerigi keliling dan sirip
sejajar tangkainya. Karena gerigi sekeliling tangkai memotong sirip sejajar, baut
tinggi A325 dengan tangkai bergerigi yang sekarang juga sukar dimasukkan ke
lubang yang melalui sejumlah plat, namun baut ini digunakan bila hendak
memperoleh baut yang bercengkraman erat pada lubangnya. Selain itu pada saat
pengencangan mur, kepala baut tidak perlu dipegang seperti yang umumnya
Dari hasil penyelidikan, apabila dalam satu baris dipakai lebih dari 6 baut maka
baut yang paling akhir memikul 65% beban yang diterima sambungan. Penyelidikan
dari Hertwig dan Petermann menyatakan bila jumlah baut dalam satu baris maksimum 5
buah baut, maka perencanaan sambungan dengan asumsi setiap baut dapat menerima
beban sama besar dapat diterima. Dari penyelidikan di laboratorium terhadap baut mutu
tinggi diperoleh grafik hubungan tegangan baut terhadap perpanjangan batang baut,
dapat dilihat pada Gambar 2.17 dibawah ini. Baut yang digunakan adalah baut A325.
Gambar 2.17 Hubungan antara tegangan tarik dengan perpanjangan batang baut
(Sumber: Andry Anta Kesuma, Tugas Akhir Analisis Kekakuan Sambungan Portal Baja, 2004)
Harga proof load (beban tarik awal) N0 dapat dihitung dengan persamaan:
N0 = 0.75 x σe x Ae
Dimana:
Adapun defenisi harga proof load pada baut mutu tinggi adalah tegangan yang
diberikan pada baut mutu tinggi pada waktu pemasangan baut. Untuk mendapatkan
perencanaan yang efektif, hendaklah dipakai baut dengan kekuatan tarik minimum
(tensile strength) 8000 kg/cm2 dan faktor geser minimum 0,35. bila baut mutu tinggi
pada pemasangan mengalami over strained, maka baut tersebut harus diganti dengan
Untuk baut mutu tinggi tipe geser kekuatan sebuah baut terhadap geser dihitung
dengan persamaan:
Kekuatan sebuah baut terhadap gaya aksial tarik dihitung dengan persamaan:
Dimana:
Keadaan Permukaan F
Bersih 0,35
Untuk baut mutu tinggi tipe tumpu, tegangan-tegangan yang diijinkan dalam
τ = 0,6.σ
τ = 0,7. σ
dasar bahan baut dan untuk persamaan tegangan tumpu menggunakan tegangan dasar
yang terkecil antara bahan baut dengan bahan batang yang akan disambung. Pada waktu
pemasangan baut, ring harus dipasang pada bagian bawah kepala baut dan bagian
bawah mur.
II.3.3.2 Las
peleburan bahan yang menghasilkan peleburan bahan dengan memanasinya hingga suhu
yang tepat dengan atau tanpa pemberian tekanan dan dengan atau tanpa pemakaian
bahan pengisi. Energi pembangkit panas dapat dibedakan menurut sumbernya: listrik,
kimiawi, optis, mekanis dan bahan semi konduktor. Panas digunakan untuk mencairkan
logam dasar dan bahan pengisi agar terjadi aliran bahan (terjadi peleburan). Selain itu
panas dipakai untuk menaikkan daktilitas (ductility) sehingga aliran plastis dapat terjadi
walaupun jika bahan tidak mencair. Lebih jauh lagi pemanasan membantu
Proses pengelasan yang paling umum terutama untuk mengelas baja struktural
memakai energi listrik sebagai sumber panas, yang paling banyak digunakan adalah
busur listrik (nyala). Busur nyala adalah pancaran arus listrik yang relatif besar antara
elektroda dan bahan dasar yang dialirkan melalui kolom gas ion hasil pemanasan,
kolom gas ini disebut plasma. Pada pengelasan busur nyala, peleburan terjadi akibat
Proses lain yang jarang dipakai untuk struktur baja menggunakan sumber energi
yang lain dan beberapa proses ini menggunakan tekanan tanpa memandang ada atau
tidak adanya pencairan bahan. Pelekatan (bonding) dapat juga terjadi akibat difusi.
Dalam proses difusi partikel seperti atom di sekitar pertemuan saling bercampur dan
Beberapa proses pengelasan dipakai khusus untuk logam dan ketebalan tertentu.
Pembahasan dalam bagian ini ditekankan pada proses yang digunakan dalam
pengelasan baja karbon dan baja paduan rendah untuk gedung dan jembatan. Pengelasan
busur nyala merupakan kategori proses yang terutama dibahas, untuk profil baja ringan
Kebanyakan baja konstruksi dalam spesifikasi ASTM dapat dilas tanpa prosedur
khusus atau perlakuan khusus. Kemampuan dilas (weldability) dari baja adalah ukuran
kemudahan menghasilkan sambungan struktural yang teguh tanpa retak. Beberapa baja
struktural lebih sesuai dilas daripada yang lain. Prosedur pengelasan sebaiknya
didasarkan pada kimiawi baja, bukan pada kandungan paduan maksimum yang
ditetapkan. Karena kebanyakan hasil pabrik berada dibawah dalam batas ini, sedang
baja yang berkekuatan lebih tinggi dapat melampaui analisa ideal yang ditunjukkan
Tabel 2.5 Analisa kimia ideal dari baja karbon untuk Kemampuan Dilas yang Baik.
Dalam pekerjaan konstruksi, ada empat tipe pengelasan yakni: Groove, fillet,
slot dan plug seperti terlihat dalam Gambar 2.18 dibawah ini. Masing-masing tipe las
keempat tipe tersebut mewakili persentase konstruksi las berikut ini: las groove (las
tumpul) 15%, fillet (las sudut) 80%, sisanya terbagi-bagi untuk slot, plug dan las-las
khusus lainnya.
Ujung-ujung harus
berbentuk setengah lingkaran
atau memiliki sudut-sudut yang dibundarkan
dengan jari-jari tidak kurang dari
ketebalan bagian pelat yang berisi slot
a. Las Groove
struktur yang dipasarkan pada bidang yang sama. Karena las groove biasanya
dihubungkannya, las tersebut harus memiliki kekuatan yang sama dengan batang-
batang yang digabungkan. Las groove demikian ini disebut sebagai las groove
yang digabungkan, las sedemikian disebut sebagai las groove dengan penetrasi
yang khusus dan diberi nama menurut persiapannya. Gambar 2.19 menunjukkan
beberapa tipe las groove dan menunjukkan persiapan groove yang dibutuhkan.
Pemilihan las groove yang tepat tergantung pada proses pengelasan yang digunakan,
biaya persiapan pinggiran dan biaya pembuatan las. Las groove dapat juga
b. Las Fillet
Las sudut (fillet weld) merupakan jenis las yang paling banyak digunakan, hal
ini dikarenakan las jenis ini adalah jenis las yang hemat, mudah dipabrikasi dan
fillet. Pada umumnya jenis las ini kurang membutuhkan presisi pada pengepasannya
membutuhkan pengepasan yang teliti dengan celah alur bukaan tertentu (bukaan
akar) di antara bagian-bagiannya. Las fillet secara khusus berguna bagi pengelasan
sambungan yang dipabrikasi dengan toleransi yang masih dapat diterima namun
mungkin tidak dipasang pas seperti yang dikehendaki. Lagi pula pinggiran bagian-
c.
Las slot dan plug dapat digunakan secara eksklusif hanya dalam sambungan
seperti gambar 2.22 atau dalam kombinasi dengan las fillet seperti Gambar 2.21.
kegunaan utama las plug dan slot adalah untuk mentransmisikan geser pada
sambungan impit bila ukuran sambungan tersebut tidak cukup untuk las fillet atau
las pinggir lainnya. Las slot dan plug berguna untuk mencegah agar bagian-bagian
Gambar 2.22 Las Slot dan Las Plug Dalam Kombinasi Dengan Las Fillet
(Sumber: Charles G. Salmon, 1986:38)
dari banyak ketrampilan individu yang dimulai dengan desain sebenarnya dari las
tersebut dan diakhiri dengan operasi pengelasan. Panjang las netto tidak boleh kurang
dari 40 mm atau 8a sampai 10a dan tidak boleh lebih dari 40a (a = tebal las). Dapat
ditulis dengan 40 mm (8-10a) ≤ Ln ≤ 40a. panjang netto las dapat dihitung dengan
Kepundan Las
Kepala Las
Untuk tebal las sudut tidak boleh kurang dari ½ t 2 , dimana t adalah tebal
terkecil pelat yang dilas. Apabila gaya P yang ditahan oleh las membentuk sudut α
dengan bidang retak las (seperti Gambar 2.24), tegangan miring yang diijinkan adalah:
σ α = c.σ
1
c=
sin α + 3.cos 2 α
2
P
Pr
Py
α
Bidang Las Retak s
Gambar 2.24. Gaya P yang membentuk sudut α terhadap bidang retak las
σα = P/A
dan tidak boleh lebih besar daripada tegangan miring yang diizinkan, dimana:
σ 1 = σ 2 + 3.τ 2 atau σ1 = σα /c
Tegangan idiil yang terjadi tidak boleh melebihi tegangan dasar yang ada.
α C α C
0 0.58 50 0.74
5 0.58 55 0.78
10 0.58 60 0.82
15 0.59 65 0.86
20 0.60 70 0.90
25 0.61 75 0.94
30 0.63 80 0.97
35 0.65 85 0.99
40 0.68 90 1
45 0.71
Untuk beberapa macam sambungan las, gaya P yang dapat dipikul oleh sambungan las
Gambar 2.25 Gaya P ijin yang dapat dipikul beberapa jenis sambungan las
lain atau ke flens kolom jika tumpuan balok dianggap sederhana. Desain sambungan
seperti ini dibakukan dan tabel “Frame Beam Connections” diberikan dalam manual
AISC. Sebuah ulasan menarik tentang desain LRFD untuk sambungan ini diberikan
oleh Thomton.
Bentuk tipikal sambungan rangka dengan baut dan las ditunjukkan pada Gambar
2.26. diharapkan pada sambungan semacam ini bahwa sudut dibuat sefleksibel
mungkin. Sambungan ke kolom (dua baris lima penyambung pada Gambar 2.26a)
biasanya dibuat di lapangan, sedangkan sambungan ke badan balok (satu baris lima
Gambar 2.26b sedangkan yang dilakukan di lapangan ditandai dengan bulatan hitam.
Dalam praktek fabrikasi saat ini, sambungan yang dilakukan di bengkel biasanya
dengan las, sedangkan sambungan lapangan mungkin dengan las ataupun dengan baut.
Sambungan rangka pelat tunggal merupakan sambungan modifikasi di mana suatu pelat
tunggal (sebagai pengganti sepasang profil siku) dibuat terhadap pelat badan balok dan
kemudian dilas tegak lurus terhadap badan balok atau flens kolom atau ke pelat badan di
Las B Las B
dipelajari oleh Astaneh dan Nader dengan flens bentuk-T disambungkan ke kolom
Jika pelat siku-siku sering disebut sebagai clips angles, digunakan untuk
menyambung balok ke kolom tersedia suatu jarak bebas sekitar ½ inchi sehingga jika
balok terlalu panjang dalam toleransi yang dapat diterima maka pelat siku-siku tersebut
dapat diatur pemasangannya tanpa memotong bagian balok. Jika balok-balok saling
berpotongan dan akan disambungkan dengan balok lain supaya kedua flens balok
mempunyai elevasi yang sama, Gambar 2.26e maka balok yang akan dirangka harus
mempunyai flanges cope atau sebagian flens dibuang. Kehilangan dari penampang ini
adalah terutama kehilangan flens yang bagaimanapun hanya menahan geser yang kecil
kekuatan geser. Birkemoe dan Gilmor membuktikan bahwa suatu pelat badan yang
flensnya dipotong yang mengalami tegangan tumpu tinggi pada sambungan ujung balok
dengan baut berkekuatan tinggi dapat gagal karena robekan/tearing mode (dikenal
sebagai block shear) sepanjang garis yang melalui lobang seperti diperlihatkan dalam
Gambar 2.27. studi lainnya tentang block shear pada situasi macam ini telah dilakukan
Block shear dapat bersifat kritis pada sambungan balok rangka jika relative
hanya terdapat beberapa baut yang digunakan dan baut tersebut tidak memanjang merta
geseran blok jika flens atas dibuang dan pada keadaan semacam ini dimana kegagalan
dapat terjadi karena geser di sepanjang bidang yang melalui penyambungan yang
bekerja dalam kombinasi dengan tegangan tarik sepanjang bidang tegak lurus. ASD-J4
Selain geser blok penghilangan flens balok dapat mempengaruhi tekuk local
pelat badan seperti dilaporkan oleh Cheng dan Yura dan tekuk lateral torsional
sebagaimana dilaporkan oleh Gupta, Cheng Yura dan jhonson dan Cheng dan Yura.
Gambar 2.27 Kegagalan akibat sobekan diujung pada sambungan balok rangka
(Sumber: Charles G. Salmon, 1986:38)
Tebal siku-siku atau pelat perangka biasanya ditentukan oleh kekuatan geser
balok. Selain itu siku-siku harus cukup tebal sehingga tegangan tumpu tidak
Pada perencanaan portal kaku menurut metode tegangan kerja atau perencanaan
plastis, pemindahan tegangan yang aman di pertemuan balok dan kolom sangat penting.
bidang portal, pertemuannya sering disebut sambungan sudut (knee joint). Sambungan
1. sudut lurus dengan atau tanpa pengaku diagonal lainnya (Gambar 2.28a dan
2.28b)
pusat ke pusat sudut yang berdekatan dan momen inersia batang dianggap bervariasi
sesuai dengan momen inersia penampang lintang yang diambil tegak lurus garis yang
menghubungkan pusat ke pusat sudut. Momen dan gaya geser kemudian ditentukan
dengan analisis portal statis tak tentu (yang melibatkan momen inersia variable jika
sudut diperlebar).
Pada perencanaan plastis dengan sudut lurus tanpa konsol atau pelebaran
(haunches), sendi plastis akan terbentuk pada batang dan sambungan sudut
direncanakan untuk mencegah kegagalan pada daerah sudut. Bila sudut diperlebar sendi
Sudut portal kaku telah banyak diselidiki dan konsep perencanaannya telah
diringkas dalam ASCE manual No. 41 yang merupakan dasar pembahasan berikut ini.
Juga dalam melakukan ketiga fungsi yang berkaitan dengan kekuatan ini, deformasi
pada sudut harus konsisten dengan analisis yang dipakai untuk menentukan momen dan
gaya geser.
terbentuk atau dekat sudut, sambungan sudut harus memiliki kapasitas rotasi yang
memadai. Sudut lurus memiliki kapasitas rotasi terbesar tetapi juga paling fleksibel
(yakni deformasi elastisnya pada kondisi beban kerja paling besar). Sudut lengkung
merupakan yang terkaku tetapi memiliki kapasitas rotasi terkecil. Karena sudut dengan
pelebaran lurus memberikan kekakuan yang cukup besar dan kapasitas rotasi yang
Pada perencanaan portal kaku dengan sudut lurus dua penampang profil giling
(rolled section) bertemu saling tegak lurus seperti yang diperlihatkan pada gambar
2.28a. Analisis portal baik elastis maupun plastis akan menghasilkan besarnya momen
dan gaya geser yang bekerja pada perbatasan daerah sambungan sudut lurus. Gaya yang
Pada sambungan kolom ke balok menerus adalah menjadi tujuan desain untuk
membuat transfer momen secara penuh dan sedikit atau tidak ada rotasi relative dari
batang-batang yang disambungkan tersebut (yakni LRFD tipe FR atau ASD tipe 1-
sambungan rigid-frame). Karena flens suatu balok membawa sebagian besar momen
lentur melalui gaya flens tekan dan tarik yang bekerja terhadap lengan momen yang
kira-kira sama dengan kedalaman balok, maka transfer gaya-gaya aksial utama inilah
yang harus dicakup oleh provisi tersebut. Karena gaya geser terutama ditahan oleh gaya
Pelat-pelat
Ganjal
a) Tidak ada pengaku kolom. Las Groove Fillet b) Pelat Horizontal Pengaku
Langsung
Sering kali selain dari pada sambungan fleksibel juga sambungan digunakan
untuk memindahkan momen yang besar disamping geseran. Dan persoalan ini kita
temui pada konstruksi menerus seperti portal dan bangunan bertingkat. Didalam setiap
persoalan sambungan harus direncanakan untuk dapat menahan momen dan gaya geser.
1. T-Connection
M h
Reaksi R harus dipikul oleh baut yang ada pada baja siku penyambung yang
dipasang pada pelat badan balok. Momen M harus dipikul oleh baut yang ada pada baja
III - 1
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
III - 2
Baut yang menghubungkan flens balok pada baja T memikul gaya geser
horizontal sebesar :
M
P= dimana h = tinggi balok
h
Baut yang menghubungkan baja T pada kolom sebelah atas harus memikul gaya aksial
tarik sebesar P. sebelah bawah flens baja T langsung menekan pada kolom
2. Bracket Connection
Pada Tugas Akhir ini yang dianalisa portal bertingkat dengan elemen dua
dimensional dan gaya dalam yang bekerja pada portal tersebut hanya momen lentur M
1. Memakai baut dan las sebagai alat penyambung dan pelat dasar sebagai pelat
2. Tipe sambungan top-and seat-angle with double web angle seperti terlihat pada
gambar 3.3b
Sambungan antara balok dan kolom yang direncanakan tersebut dapat dilihat pada
L 55.55.10
L 35.35.7
Baut Ø 16 Baut Ø 16
t = 8.61
t = 22
a b
Gambar 3.3 Sambungan Penahan Momen
1. baut hitam
2. baut bubut
baut yang dipaskan dalam lobangnya kelonggaran < 0.1 mm, digunakan untuk
jembatan, konstruksi berat dan beban bertukar. Untuk selanjutnya dalam tugas
akhir ini digunakan baut bubut. Sebelum memutuskan sambungan apa yang akan
tersebut. Dalam hal ini menentukan kekuatan sambungan baut maka kita harus
Pada hampir semua hubungan struktural baut harus dapat mencegah terjadinya
gerakan material yang disambung dalam arah tegak lurus terhadap panjang baut seperti
P
P
Pada kasus seperti ini, baut mengalami geser. Pada hubungan tumpang tindih
(lap joint) seperti ini baut mempunyai kecendrungan untuk mengalami geser
disepanjang bidang kontak tunggal antara kedua plat yang disambung. Karena baut
menahan kecendrungan pelat-pelat saling mengelincir pada bidang kontak itu dan
karena baut mengalami geser pada satu bidang saja,maka baut terebut mengalami geser
tunggal.
Pada hubungan lurus (butt joints) seperti terlihat pada gambar 3.5 ada dua
bidang kontak sehingga baut memberikan tahanannya disepanjang dua bidang dan
Bidang Geser
P
P
P
Kapasitas pikul beban atau kekuatan desain sebuah baut yang mengalami geser
tunggal maupun rangkap sama dengan hasil kali antara jumlah bidang geser dengan
Atau
Dimana:
Ab = Luas brutto baut (cm2) = ¼ .π. d2; dimana d = diameter baut (cm2)
Dalam tugas akhir ini mutu baut yang direncanakan mutu baja U52, dimana σ b = 2400
Kekuatan batas desak berkaitan dengan deformasi disekitar lobang baut, seperti
terlihat pada gambar 3.6d. kegagalan sobekan geser seperti dalam gambar 3.6b erat
Kekuatan Pds merupakan gaya yang bekerja terhadap sisi lobang yang akan
memecah atau merobek pelat. Semakin besar jarak ujung L diukur dari pusat lobang
Gambar 3.6 Bentuk-bentuk kegagalan yang mungkin terjadi pada sambungan baut
Meskipun baut dalam suatu hubungan telah memadai dalam meneruskan beban
yang bekerja dengan mengalami geser, hubungan-hubungan itu masih dapat gagal
kecuali apabila material yang disambung dapat meneruskan beban ke baut yang baik.
Kapasitas merupakan fungsi dari kekuatan tumpu (atau kekuatan hancur) material yang
disambung seperti terlihat pada gambar 3.7. Distribusi sesungguhnya mengenai tekanan
tumpu pada material di sekeliling lobang tidak diketahui sehingga luas kontak yang
diambil adalah diameter nominal dikalikan dengan tebal material yang disambung. Ini
diambil dengan anggapan bahwa tekanan merata terjadi pada luas segi empat.
Permukaan landasan (tumpu) Permukaan landasan (tumpu)
P P/2
P P
P/2
Kekuatan desak satu baut terhadap profil dapat dinyatakan sebagai berikut:
Dimana:
Dimana:
s1 = Jarak dari sumbu baut yang paling luar ke tepi bagian yang disambung.
d = Diameter baut
Dalam tugas akhir ini mutu profil yang direncanakan menggunakan mutu baja U37
Dari buku PPBBI 1983, ditetapkan bahwa banyaknya baut yang dipasang pada satu
baris yang sejajar arah gaya tidak boleh lebih dari 5 buah. Hal ini dikarenakan apabila
jumlah baut dalam satu baris lebih dari 5 buah maka dikhawatirkan bahwa baut paling
pinggir akan mengalami tegangan yang mungkin melampaui tegangan izin bahkan
mungkin meleleh.
Hal ini terjadi karena tegangan yang timbul pada susunan baut akibat gaya tarik atau
gaya tekan tidak merata. Baut paling pinggir akan mengalami tegangan paling besar dan
baut tengah akan mengalami tegangan paling kecil. Dengan alasan tersebut maka perlu
diadakan pembatasan jumlah baut dalam satu baris mengingat kondisi tegangan yang
terjadi pada setiap baut masih dianggap relevan terhadap tegangan izin. Dengan
demikian jumlah baut dalam satu baris dibatasi dengan jumlah maksimum 5 buah.
Selain itu juga ditetapkan bahwa jarak antar sumbu baut paling luar ketepi atau keujung
bagian yang disambung (s1) tidak boleh kurang dari 1,5d dan tidak boleh lebih besar
dari 3.d atau 6.d serta jarak dari sumbu ke sumbu dari 2 baut yang berurutan (s) tidak
boleh kurang dari 2,5d dan tidak boleh lebih besar dari 7d atau 14t seperti terlihat pada
gambar 3.8
s1
u
u
u
s1
s1 s s s s1
Dimana:
2,5d ≤ s ≤ 7d atau 16 t
2,5d ≤ u ≤ 7d atau 16 t
1,5d ≤ s1 ≤ 3d atau 6 t
bertambah atau beban bekerja sepanjang garis yang tidak melalui titik berat sambungan.
konsol yang meneruskan beban dari sebuah gelagar ke kolom (gambar 3.9)
Perhatikan susunan baut yang terlihat pada gambar 3.10a dibawah ini, dimana
Maka gaya tersebut akan dipindahkan pada titik berat kumpulan baut G
1. Gaya Aksial P
Dimana:
9 n = jumlah baut
Akibat momen sambungan cenderung berputar mengelilingi G searah jarum jam, ini
perpindahan ini akan membentuk sudut 90o dengan garis penghubung antara pusat baut
dengan titik berat. Tegangan yang timbul dianggap sebanding dengan perpindahan,
karena kita menggunakan diameter baut yang seragam. Maka beban baut akibat M
K
K ≈ r; dimana K = K0 x r, sehingga K0 =
r
Jika r = 1; maka K0 = K
K0 adalah beban yang dipikul oleh sebuah baut yang berjarak satu satuan dari titik berat
G.
M = ∑ K0 x r2 = K0 x ∑ r2
M
K0 =
Σr 2
Jadi:
M×r
K = K0 x r =
Σr 2
M×r
K=
Σ(x 2 × .y 2 )
Kx = K x sin θ, maka:
Kx M×r M × r × sin θ
K= = ⇒ Kx = sehingga
sin θ Σ(x × .y )
2 2
Σ(x 2 × y 2 )
M× y
Kx =
Σ(x 2 × .y 2 )
Ky = K x cos θ, maka:
Ky M×r M × r × cos θ
K= = ⇒ Kx = sehingga
cos θ Σ(x × .y )
2 2
Σ(x 2 × y 2 )
M×x
Ky =
Σ(x 2 × .y 2 )
Gaya K bekerja tegak lurus terhadap r. untuk menjumlahkan Ky dan K dapat dilakukan
F X = K. Sin θ
K = k.F.I
Y = K. Cos θ
Z X = K. Cos θ Y = I. Sin θ X
X dan Y adalah jarak horizontal dan vertikal baut terhadap sumbu x dan y yang melalui
P
titik berat G dan θ adalah sudut yang dibentuk garis kerja gaya terhadap horizontal.
n
P
Komponen P arah vertikal = x sin θ
n
P
Komponen P arah horizontal = x cos θ
n
M×r ⎛ x ⎞ M×x
Komponen K arah vertical = K x cos θ2 = ×⎜ ⎟ =
r2 ⎝r⎠ r2
M×r
Analog dengan komponen K arah vertikal, komponen K arah horizontal = . Kalau
r2
R = (H 2 + V 2 )
⎛V⎞
α = arc tan⎜ ⎟
⎝H⎠
⎧⎪⎛ P 2
M×y⎞ ⎛P M × x ⎞ ⎫⎪
2
R = ⎨⎜ × cos θ + ⎟ + ⎜ × sinθ + ⎟ ⎬
⎪⎩⎝ n Σr 2 ⎠ ⎝ n Σr 2 ⎠ ⎪⎭
⎛P M×x ⎞
⎜ × sin θ + ⎟
α = arc tan⎜ n Σr 2 ⎟
⎜P M×y ⎟
⎜ × cosθ + ⎟
⎝n Σr 2 ⎠
Untuk keperluan dalam hal mendimensi pada suatu konstruksi sambungan, maka
haruslah diketahui:
Dimana:
9 Gaya dalam yang digunakan adalah gaya yang terkecil dari antara kuat geser
baut atau kuat desak baut. Biasanya yang menentukan adalah kuat geser baut.
Pada sambungan antara kolom dengan balok seperti pada gambar 3.11 baut yang
mengikat baja siku akan menerima tegangan tarik dan tekan. Oleh karenanya baut yang
berada diatas garis netral akan tertarik dan baut yang berada dibawah garis netral akan
tertekan.
Untuk menghitung tegangan yang terjadi pada kumpulan baut dapat digambarkan oleh
suatu luasan bidang pengganti atau luasan rata-rata (luasan tertarik) yang berupa sebuah
m σ bt
a = Ab × ×
s σ pr
Dimana:
σ bt = tegangan ijin baut (kg/cm2); dalam tugas akhir ini = 2400 kg/cm2
σ pr = tegangan ijin profil (kg/cm2); dalam tugas akhir ini = 1600 kg/cm2
a
c = (h-x)
N.A
c1 = x
be
Lebar bagian baja siku penghubung yang tertekan adalah sama dengan kaki baja siku
⎛h−x⎞ x
a(h − x)⎜ ⎟ = b.x.
⎝ 2 ⎠ 2
(b - a).x2+ 2 . a . h . x – a . h2 = 0
Dari persamaan diatas diperoleh harga x, yaitu letak garis netral. Tegangan maksimum
akibat momen yang terjadi pada baut (baut paling atas), adalah sama dengan tegangan
Ix
Momen tahanan: w x =
(h − x )
Tegangan tarik maksimum yang terjadi (untuk dua baris baut) adalah:
M M (h − x ) σ bt
σ= = ×
Wx Ix σ pr
Tegangan geser: Disamping tegangan tarik geser di atas, maka baut tersebut juga
mendapat gaya geser. Apabila sebaris baut adalah n, maka tiap baut mendapat gaya
sebesar P/n; sehingga tegangan geser rata-rata yang terjadi pada tiap baut adalah:
P/n P/n
τ= =
A b 1/4.π .d 2
Tegangan kombinasi : Karena momen dan gaya geser bekerja pada saat yang sama,
maka tiap baut akan mendapat kombinasi tegangan aksial dan tegangan geser. Maka
σ1 = σ 2 + 1.56.τ 2 ≤ σ bt
Dimana:
cara untuk menghitung tegangan aksial pada baut akibat momen tersebut dinamakan
Dalam hal ini baja siku akan mengalami perubahan bentuk, dimana ada dua teori yang
a. Baut akan memanjang akibat tegangan tarik yang terjadi padanya telah
melampaui titik ulur (yiels stress) sehingga menyebabkan kaki baja siku
Gambar 3.12 Kejadian simple flexture yang terjadi pada saat baut mengalami tarikan
Akibat Pbt baja siku akan mendapat momen M = Pbt (g – t) dan baut akan
sehingga baut tersebut tidak akan memanjang dan kaki baja siku itu akan
double flexture, sebelah atas baut baja siku mengalami tekanan sedangkan
bagian bawah baut baja siku akan medapat tarikan. Pembagian tekanan
q
T
(g-t)/2
(g-t)/2
Pbt
3 P (g - t )
c. 2/3. q = Pb t. ½ (g – t), sehingga: c = . bt
4 q
Tetapi yang sebenarnya terjadi pada baja siku itu adalah keadaan antara a dan b,
1. M = 0,6.Pbt.(g – t)
2. T = Pbt + 0,8.c
⎛
= Pbt ⎜⎜1 + 0,6
(g - t ) ⎞⎟
⎝ q ⎟⎠
Dimana:
M 0,6.Pbt (g − t) 3,6.Pbt (g − t)
a. Tegangan akibat momen: σ M = = =
Wx 1/6.s.t 2 s.t 2
T
b. Tegangan geser : τ T =
t.s
2 2
σ1 = σ M + 3τ T ≤ σ profi = 1600 kg/cm 2
2
⎛ 3,6.Pbt .(g − t ) ⎞ ⎛ T ⎞
σ1 = ⎜ 2
⎟ + 3⎜ ⎟ p σprofil = 1600 kg/cm 2
⎝ s.t ⎠ ⎝ t.s ⎠
Penyambungan bahan baja selain menggunakan baut juga dapat digunakan las.
Sambungan las adalah suatu proses penyambungan bahan yang menghasilkan peleburan
bahan dengan memanasinya hingga suhu yang tepat dengan atau tanpa pemberian
pengelasan struktural hal ini biasanya diikuti dengan penambahan logam pengisi dan
elektroda. Sebagai tambahan perlu ditetapkan bahwa sifat-sifat las harus sedekat
mungkin dengan logam dasarnya. Dengan demikian variasi elektroda diperlukan untuk
disesuaikan dengan persyaratan baja. Las struktural biasanya dilakukan dengan proses
busur logam terlindung (shield metal-arc process) atau dengan cara proses busur
tercelup (submerged arc process). Las busur (arc welding) merupakan istilah umum
bagi banyak proses yang menggunakan energi listrik dalam bentuk busur listrik untuk
Karena las harus mentransfer seluruh beban dari suatu batang kebatang lainnya,
las pun harus didimensi sesuai dengan dan dibentuk dari material elektroda yang tepat.
Untuk keperluan desain las fillet diasumsikan mentransfer beban melalui tegangan geser
pada area aktif, apapun orientasi fillet pada sambungan strukturalnya. Las groove
elektroda yang digunakan pada las harus memiliki sifat-sifat material dasar. Bila sifat-
sifat agak berbeda logam las disebut sebagai logam las “pasangan”.
Kekuatan las fillet didasarkan atas asumsi bahwa kegagalan las sedemikian
dikarenakan oleh karena geser terhadap luas efektif, baik bila geser itu sejajar atau tegak
lurus terhadap sumbu alur las fillet yang bersangkutan. Dalam kenyataannya kekuatan
tersebut lebih besar bagi transfer geser yang tegak lurus terhadap sumbu las kira-kira
sepertiga lebih kuat daripada apabila dibebani dalam arah sejajar, meskipun demikian
untuk mudahnya situasi tersebut diperlakukan sama. Dengan demikian kekuatan las
fillet mungkin ditentukan oleh kekuatan elektoda las atau kekuatan geser material dasar.
Distribusi tegangan pada sambungan las itu kompleks dan tidak seragam.
Gambar 3.14 menunjukkan distribusi tegangan tipikal pada beban layanan untuk las
filet longitudinal pada sebuah lap joint (sambungan lewatan). Variasi aktual tegangan
geser pada las dari titik A ke titik B tergantung pada panjangnya las maupun rasio lebar
pelat-pelat yang disambungkan. Gambar 3.15 menunjukkan variasi geser tipikal untuk
las fillet yang mendapat pembebanan transfersal terhadap sumbu las. Distribusi
T lebih kompleks.
Gambar 3.14 Distribusi tegangan tipikal pada lap joint (sambungan lewatan) dengan
las fillet longitudinal
Gambar 3.15 Distribusi tegangan tipikal pada suatu sambungan impit yang transversal
terhadap las fillet
kekuatan lebih besar terhadap tarik dan tekan daripada terhadap geser, maka tegangan
las sudut yang menentukan adalah tegangan geser efektif (teoritis) yang bekerja pada
luas throat (luas leher las). Luas ini menunjukkan kekuatan las sudut didefenisikan
sebagai jarak dari akar joint ke muka teoritis las seperti terlihat dalam gambar 3.16
Dimensi leher fillet adalah jarak nominal terpendek dari akar (titik siku) ke
muka las, seperti gambar 3.16 dengan mengasumsikan bahwa las fillet memiliki
panjang kaki nominal yang sama (membentuk segitiga siku-siku sama kaki) dengan
leher efektifnya tc adalah 0,707 a (sin 450 x a). bila las fillet tersebut didesain sebagai
tak simetrik (hal yang jarang terjadi) dengan kaki-kaki yang tidak sama seperti gambar
3.16b, harga tc harus dihitung dari bentuk diagramatik las yang bersangkutan.
Kekuatan semua las sudut didasarkan atas harga yang dihitung untuk beban-
beban yang bekerja dalam arah sejajar dengan sumbu las. Las sudut yang dibebani
dalam arah tegak lurus mempunyai kekuatan lebih besar karena fakta bahwa bidang
runtuhnya terjadi pada saat yang bukan 450, jadi luas tahanannya lebih besar daripada
luas leher yang tegak lurus terhadap muka teoritis las. Selain itu las sudut transfersal
mengalami tegangan lebih merata dibandingkan dengan las sudut yang dibebani sejajar.
Maka dengan demikian kekuatan las sudut didapat dengan mengalikan tegangan
Fr = τP . a
Karena tidak ada harga tegangan geser putus secara pasti maka untuk mudahnya
dianggap bahwa tegangan geser putus diambil sebesar 0,6 kali tegangan tarik – tekan,
Fp = 0,6 .σp . A
Luas tahanan efektif las (A) diperoleh dari hasil perkalian antara tebal leher efektif (tc)
Pada buku Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (PPBBI), membuat aturan
a. Panjang netto las adalah: Ln = Lbrutto – 3a; dimana a = tebal las efektif
b. Panjang netto las tidak boleh kurang dari 40 mm atau 8 s/d 10 kali tebal teras
batang las.
c. Panjang netto las tidak boleh lebih dari tebal las, sebaiknya dibuat las yang
d. Untuk las terputus pada batang tekan jarak antara bagian-bagian las itu tidak
boleh melebihi 24t atau 30 cm, sedangkan pada batang tarik jarak itu tidak
boleh melebihi 24t atau 30 cm dimana adalah tebal terkecil dari elemen
yang dilas.
permukaan bidang kontak dibagian yang tidak ada lasnya atau pada elemen
f. Tebal las sudut tidak boleh lebih dari ½ .t. 2 , dimana t adalah tebal
Bila tidak tersedia komputer atau tabel – tabel AISC, analisis vektor elastik
tradisional lebih mudah dilakukan ketimbang metode kekuatan. Metode vektor elastik
1. setiap segmen las bila ukurannya sama akan menahan beban yang dikenakan
secara konsentris dengan gaya yang sama. Konsep itu digunakan untuk las
las.
3. beban pada suatu segmen las akibat momen puntir diasumsikan sebanding
4. arah gaya pada suatu segmen las akibat puntiran diasumsikan sebagai tegak
resultan.
Pada bagian sebelumnya sambungan baut yang dibebani eksentris dapat dianalisa dan
didesain. Analisis dan desain sambungan las yang dibebani eksentris dapat dilakukan
dengan cara yang sama. Gambar 3.17 berikut memperlihatkan beban P yang dibebani
eksentris terletak pada pelat hubungan berikut. Beban P ini dapat diuraikan menjadi
kombinasi momen dan beban konsentris. Beban P ini bekerja melalui pusat berat
konfigurasi las dan momen torsioanal (M = P.e) mempunyai titik putar dipusat berat
tersebut. Dengan demikian gaya-gaya yang bekerja pada las akan terdiri atas dua
komponen. PV akibat beban aksial eksentris dan PM akibat momen torsional seperti
terlihat pada gambar 3.18. efek aksial menyebabkan beban P/I per inchi las, dimana I
adalah panjang total las. Beban ini bekerja pada arah sejajar dengan beban P dan akan
PM akan bervariasi terhadap jarak r dari pusat berat konfigurasi las ke elemen las yang
sedang ditinjau dan akan bekerja pada arah tegak lurus terhadap garis yang
menghubungkan pusat berat dengan elemen las tersebut. Dengan demikian hubungan ini
harus di desain atau dianalisis agar kedua komponen yang bekerja pada sembarang titik
M.r
τ=
J
Dimana:
r = jarak dari pusat berat konfigurasi las ke sembarang titik bagian las yang sedang
diitinjau (cm)
Untuk keperluan desain setiap elemen las dapat dianggap berupa garis yang
berimpit dengan akar las sudut. Dengan demikian las itu dapat dipandang hanya
mempunyai lokasi dan panjang. Ini berarti bahwa tegangan satuan yang dihitung pada
rumus tegangan torsional menjadi gaya persatuan panjang (kg/cm), bukan gaya
persatuan luas (Kg/cm2). Gaya persatuan panjang ini kita beri notasi PM. Perlu diingat
pula bahwa agar asumsi-asumsi serta satuan konsisten momen inersia polar mempunyai
satuan cm3 bukan cm4. Ini berdasarkan fakta bahwa las hanya mempunyai panjang jadi
menghilangkan satu dimensi dari Ix dan Iy. Rumus-rumus momen inersia diberikan
dalam gambar 2.25 untuk suatu panjang las. Untuk jenis masalah ini akan lebih mudah
J = I x + Iy
Gaya resultan R yang bekerja akibat momen torsi M dan akibat beban langsung
R= (PY + PMX )2 + P 2 MY
Dimana harga PMx dan PMy didapat dengan menguraikan PM menjadi dua komponen,
yaitu komponen terhadap sumbu X (PMx) dan komponen terhadap sumbu Y (PMy)
APLIKASI
dengan elemen dua dimensional. Adapun konstruksi tersebut adalah portal baja
2. Lantai 1 ke lantai 2 = 4 m
dan mempunyai dua kolom dengan masing-masing kolom berjarak 8 m. adapun portal
Design (ASD) dimana portal baja direncanakan memakai mutu baja U37 dengan profil
= 1600 kg/cm2, Mutu Las σ Las = 1600 kg/cm2, Baut penyambung (baut bubut) dan
Paku Keling φ 16 direncanakan memakai mutu baja U52 dengan σ baut dan σ paku =
2400 kg/cm2, Beban yang bekerja pada konstruksi portal baja tersebut adalah :
1. q1 = dead load (beban mati sudah termasuk berat sendiri) yang bekerja = 1,2 tm.
2. q2 = dead load (beban mati sudah termasuk berat sendiri) yang bekerja = 0,5 tm.
⎛ 25 ⎞
= ⎜1,2 + ⎟, dan l = 8 m
⎝ 50 + l ⎠
⎛ 25 ⎞
= ⎜1,2 + ⎟ = 1.6310
⎝ 50 + 8 ⎠
IV - 1
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
IV - 2
P = 1,6310 t
q2=0,5 t/m
C D
P = 1,6310 t
q1= 1,2 t/m
B E
A F
q1 = dead load (beban mati pada lantai 1, sudah termasuk berat sendiri) yang
q2 = 0,5 t/m
⎛ 25 ⎞
= ⎜1,2 + ⎟, dan l = 8 m
⎝ 50 + l ⎠
⎛ 25 ⎞
= ⎜1,2 + ⎟ = 1.6310
⎝ 50 + 8 ⎠
1. Momen Primer
q.l 2 p.l
MBE = − −
12 8
1,2 × 8 2 1,6310 × 8
=− −
12 8
= −8,0310 tm
MEB = +8,0310 tm
q.l 2 p.l
MCD = − −
12 8
0,5 × 8 2 1,6310 × 8
=− −
12 8
= −4,2977 tm
MEB = +4,2977 tm
EI
2. KAB = KBA =
l
EI
=
5
= 0,20 EI
EI
3. KBC = KCB = KDE = KED =
l
EI
=
4
= 0,20 EI
EI
4. KBE = KEB =KCD = KDC =
l
EI
=
8
= 0,125 EI
0,20EI
DFAB = DFEF = = 0,3478
(0,20 + 0,25 + 0,125)EI
0,25EI
DFBC = DFED = = 0,4348
(0,25 + 0,20 + 0,125)EI
0,125EI
DFBE = DFEB = = 0,2174
(0,125 + 0,25 + 0,20)EI
0,25EI
DFCB = DFDE = = 0,6667
(0,25 + 0,125)EI
0,125EI
DFCD = DFDC = = 0,3333
(0,125 + 0,25)EI
P = 1,6310 t
q2=0,5 t/m
C D
P = 1,6310 t
q1= 1,2 t/m
B E
A F
P = 1,6310 t
q2 = 0,5 tm
C 3,7734 tm 3,7734 tm D
C D
3,7734 tm 3,7734 tm
4,3960 tm 4,3960 tm
P = 1,6310 t
q1 = 1,2 tm
7,1946 tm 7,1946 tm
E
B
2,7985 tm 2,7985 tm
1,3993 tm 1,3993 tm
A F
Balok CD
RC = RD =
(0,5 × 8) + 1,6310 = 2,8155 t
2
= 5,4886 tm
Balok BE
RB = RE =
(1,2 × 8) + 1,6310 = 5,6155 t
2
= 10,4674 tm
¾ Balok
MBE = -7,1946 tm
BE MEB = +7,1946 tm
M Lapangan = 10,4674 tm
MCD = -3,7734 tm
CD MDC = +3,7734 tm
M Lapangan = 5,4886 tm
¾ Kolom
AB MBA = 2,7985 tm
MAB = 1,3993 tm
BC MBC = 4,3960 tm
MCB = 3,7734 tm
DE MDE = -3,7734 tm
MED = -4,3960 tm
EF MEF = -2,7985 tm
MFE = -1,3993 tm
Data Profil :
B = 200 mm 200
h = 600 mm 11
t1 = 11 mm
t2 = 17 mm
17
600
¾ Untuk Kolom : IWF 600 x 200 x 11 x 17
B = 200 mm
h = 600 mm
t1 = 11 mm
t2 = 17 mm
Pada Balok BE
Penyelesaian
Mutu Baja Struktural : BJ37 (Fu 370 Mpa dan Fy = 240 Mpa)
1. Perencanaan Baut A
R nv ⎡ Fnv .A b ⎤
=⎢ ⎥.2
Ω ⎣ Ω ⎦
R nv ⎡ (330).(1/4.π .16 2 ⎤
=⎢ ⎥.2
Ω ⎣ 2,00 ⎦
R nv
= 66377,14 N
Ω
P/1,4 (104.674/1,4)
Jumlah baut a yang dibutuhkan, n = = = 1,1264 baut
R nv /Ω 66377,14
Diambil n = 6 baut
104674
Pc = = 17445,67 N
6
M.y M.x
Dengan Pmx = dan Pmy =
Σ (x + y )
2 2
Σ (x 2 + y 2 )
Baut Pex (N) Pmx (N) Σ Px (N) Pcy (N) Pmy (N) Σ Py P (N)
Dengan
P= (Σ Px )2 + (Σ Py )2
Σ Px = Pcx + Pmx
dan
Σ Py = Pcy + Pmy
Untuk menentukan Kuat desain baut terhadap tumpu, gunakan diameter lubang = 18
mm
Untuk jarak lubang terdekatt dengan tepi, digunakan jarak tepi Le = 25 mm, sehingga:
18
Le = Le - = 25 - 9 = 16 mm
2
R n 1,2.(L c .t.Fu )
=
Ω Ω
R n 1,2.(16).(t).(370)
= = 3552.t
Ω 2,00
Rn
2 profil siku = 2 × 3552.t = 7104.t
Ω
Rn
≥P geser maksimum
Ω
7104.t ≥ 49339,74
t ≥ 6,9453 mm
Diambil tebal profil siku, t = 7 mm. Jadi tebal profil siku yang digunakan adalah 7 mm
R n 1,2.(L c .t.Fu )
=
Ω Ω
R n 1,2.(16).(14).(370)
=
Ω 2,00
Rn
= 49728 N > 49339,74 N.........(OK!)
Ω
Periksa juga:
R n 2,4.d.t.Fu )
=
Ω Ω
R n 2,4.(16).(14).(370)
=
Ω 2,00
Rn
= 99456 N > 49339,74 N.........(OK!)
Ω
Lc = 54 - φlubang = 54 – 18 = 36 mm
R n 1,2.(L c .t.Fu )
=
Ω Ω
R n 1,2.(36).(14).(370)
=
Ω 2,00
Rn
= 111888 N > 49339,74 N.........(OK!)
Ω
Periksa juga:
R n 2,4.d.t.Fu )
=
Ω Ω
R n 2,4.(16).(14).(370)
=
Ω 2,00
Rn
= 99456 N > 49339,74 N.........(OK!)
Ω
2. Perencanaan Baut B
R nv ⎡ Fnv .A b ⎤
=⎢ ⎥.
Ω ⎣ Ω ⎦
R nv ⎡ (330).(1/4.π .16 2 ⎤
=⎢ ⎥
Ω ⎣ 2,00 ⎦
R nv
= 33188,6 N
Ω
Pu /1,4 104674/1,4
Jumlah Baut, n = = = 2,2528 baut
R nv /Ω 33188,6
104674
Pe = = 13084,25 N Pex = 0 dan Pey = 13084,25 N
8
Panjang profil siku untuk baut b dianggap sama untuk baut a yaitu =
25 + 54 + 54 + 54 + 54 + 54 + 25 = 320 mm
y 2L 35x35x7
25
135 x
320.
5 135
25
39.5 21 21 39.5
M.y M.x
Dengan Pmx = dan Pmy =
Σ (x + y )
2 2
Σ (x 2 + y 2 )
Baut Pex (N) Pmx (N) Σ Px (N) Pcy (N) Pmy (N) Σ Py P (N)
1 0 26413,26 26413,26 13084,25 4108,73 17192,98 31516,01
2 0 0,00 0,00 13084,25 4108,73 17192,98 17192,98
3 0 26413,26 26413,26 13084,25 4108,73 17192,98 31516,01
4 0 0,00 0,00 13084,25 4108,73 17192,98 17192,98
5 0 0,00 0,00 13084,25 4108,73 17192,98 17192,98
6 0 -26413,26 -26413,26 13084,25 4108,73 17192,98 31516,01
7 0 0,00 0,00 13084,25 4108,73 17192,98 17192,98
8 0 -26413,26 -26413,26 13084,25 4108,73 17192,98 31516,01
Dengan
P= (Σ Px )2 + (Σ Py )2
Σ Px = Pcx + Pmx
dan
Σ Py = Pcy + Pmy
Untuk menentukan Kuat desain baut terhadap tumpu, gunakan diameter lubang = 18
mm
Untuk jarak lubang terdekat dengan tepi, digunakan jarak tepi Le = 25 mm, sehingga:
18
Le = Le - = 25 - 9 = 16 mm
2
R n 1,2.(L c .t.Fu )
=
Ω Ω
R n 1,2.(16).(t).(370)
= = 3552.t
Ω 2,00
Rn
≥P geser maksimum
Ω
3552.t ≥ 31516,01
t ≥ 8,8728 mm
Diambil tebal profil siku, t = 10 mm. Jadi tebal profil siku yang digunakan adalah 10
R n 1,2.(L c .t.Fu )
=
Ω Ω
R n 1,2.(16).(10).(370)
=
Ω 2,00
Rn
= 35520 N > 31516,01 N.........(OK!)
Ω
Periksa juga:
R n 2,4.d.t.Fu )
=
Ω Ω
R n 2,4.(16).(10).(370)
=
Ω 2,00
Rn
= 71040 N > 31516,01 N.........(OK!)
Ω
Penyelesaian
Mutu baja struktural BJ37 (Fu = 370 Mpa dan Fy = 240 Mpa)
Pu 104674
PDL = = = 74767,1429 N
1,4 1,4
1. Perencanaan Las A
Dalam soal ini, direncanakan dimensi las slot = 10 x 30 mm. Menurut AISC 2005, jarak
minimum antara las slot = 2L = 2 x 30 = 60 mm, direncanakan jarak anntara las slot =
PDL
x 12,712 200
fx”
55
30
y 60
fy”
60
60
55
fr fy’
20 10 20
e
Tentukan titk berat konfigurasi keseluruhan struktur dengan menghitung statis momen
Σ (A.x) = Σ (A).( x )
2500.t e + 30000
(x) =
390.t e + 1200
Direncanakan te = 6 mm
2500.(6) + 30000
x =
390.(6) + 1200
x = 12,712 mm
Ip= Ix + Iy
1
= . te.(290)3 + 2.(50).(te).(145)2 + 2.(30).(10).(145-115)2 + 2.(30).(10).(145-55)2 +
12
1
2. .( te).(50)3 + 2.(50).( te).(25- x )2 + 290.( te).( x )2 + 4.(30).(10).(50- x -25)2
12
(6).(12,712)2
PDL
55
20 10 20
e
Dalam hal ini, karena menggunakan siku ganda, maka beban PDL yang dipikul 1 buah
74767,1429
sik adalah: PDL = = 37383,5714 N . Tegangan yang terjadi pada komponen
2
las adalah:
PDL 37383,5714
fy’ = = = 10560330,90 N 2
A 3540 × 10 −6 m
= 42441383,60 N/m2
Rlas = A.fr
= 150242,198 N
Rn 1
= .Fw.Aw ≥ Rlas
Ω Ω
Rn 1
= .(372 × 10 6 ).(3540 × 10 -6 ) ≥ 150242,198
Ω 2
= 658440 N ≥ R las = 150242,198 N...... (OK)
te 6
w= = = 8,487 mm, ambil w = 9 mm
0,707 0707
= 7810 mm2
= 7810 x 10-6 m2
Rn 1
= .Fbm .A bm ≥ Rlas
Ω Ω
Rn 1
= .(144 × 10 6 ).(7810 × 10 -6 ) ≥ 150242,198
Ω 1,67
= 673437,1257 N ≥ R las = 150242,198 N...... (OK)
⎛1 ⎞
Ukuran maksimum las = 11- ⎜ × 25,4 ⎟ = 9,413 mm > w = 9 mm......(OK)
⎝ 16 ⎠
2. Perencanaan Las B
Dalam merencanakan las pada kolom, bagian yang ditinjau adalah setengah bagian.
y
PDL
30 10 30 200
fx”
55
30
60 y
fy”
60
x
60
55
fy’ fr
12,712 x e
Tentukan titik berat konfigurasi keseluruhan dengan menghitung statis momen terhadap
Σ (A.x) = Σ (A).( x )
4900.t e + 42000
(x) =
390.t e + 1200
Direncanakan te = 6 mm
4900.(6) + 42000
x = = 18,889 mm
430.(6) + 1200
Ip= Ix + Iy
1
= . te.(290)3 + 2.(70).(te).(145)2 + 2.(30).(10).(145-115)2 + 2.(30).(10).(145-55)2 +
12
1
2. .( te).(70)3 + 2.(70).( te).(35- x )2 + 290.( te).( x )2 + 4.(30).(10).(35- x )2
12
90.(6).(18,889)2
y
PDL
30 10 30 200
55
18,889 x e
Dalam hal ini, karena menggunakan siku ganda maka beban PDL yang dipikul untuk 1
siku adalah:
74767,4129
PDL = = 37383,5715 N
2
PDL 37383,5715
fy’ = = = 9889833,717 N 2
A 3780 × 10 −6 m
= 35802782,61 N/m2
Rlas = A.fr
= 3780 x 10-6.(35802782,61)
= 135334,5185 N
Rn 1
= .Fw.Aw ≥ Rlas
Ω Ω
Rn 1
= .(372 × 10 6 ).(3780 × 10 -6 ) ≥ 135334,5183
Ω 2
= 703080 N ≥ R las = 135334,5183 N...... (OK)
te 6
w= = = 8,487 mm, ambil w = 9 mm
0,707 0707
= 8250 mm2
= 8250 x 10-6 m2
Rn 1
= .Fbm .A bm ≥ Rlas
Ω Ω
Rn 1
= .(144 × 10 6 ).(7810 × 10 -6 ) ≥ 150242,198
Ω 1,67
= 711377,2455 N ≥ R las = 135334,5183 N...... (OK)
⎛1 ⎞
Ukuran maksimum las = 11- ⎜ × 25,4 ⎟ = 9,413 mm > w = 9 mm......(OK)
⎝ 16 ⎠
Mutu Baja Struktural: BJ37 (Fu 370 Mpa dan Fy = 240 Mpa)
d = d + 1 mm
= (16 + 1) mm = 17 mm
s = 54 mm
= 5,4 cm
R nv ⎡ Fnv .A b ⎤
=⎢ ⎥.
Ω ⎣ Ω ⎦
R nv ⎡ (330).(1/4.π .16 2 ⎤
=⎢ ⎥
Ω ⎣ 2,00 ⎦
R nv
= 33188,6 N
Ω
Pu /1,4 104674/1,4
Jumlah Baut, n = = = 2,2528 baut
R nv /Ω 33188,6
Luasan Pengganti
m. 1 .π .d 2 σbt
a= 4 ×
s ωpr
2. 1 .π (1,7 ) 2400
2
a= 4 ×
5,4 1600
a = 1,2610 cm
Mencari nilai x
1
2.a.(h − x ) = 1 .D.x 2
2
2
(
a h − 2hx + x = 25,4x 2
2 2
)
1,2610 (64,6062 – 2 . 64,606 . x + x2) = 25,4 . x2
− b ± b 2 − 4ac
X1,2 =
2a
2.24,139
− 162,9363 ± 731,269
X 1,2 =
48,278
=52,8339 cm
Momen Inersia
= 1/3.1,2610.(64,606-11,7721)3 + 1/3.2.25,4.(11,7721)3
= 89616,5838 cm4
Momen Tahanan
Ix
Wx atas =
(h − x )
89616,5838
=
52,8339
= 1696,1947 cm 3
= 1696,1947.1600
= 27,1391.105 kg.cm
Paku :
27,1391.10 5 2400
1). σa = × = 2400 kg/cm 2
1696,1947 1600
59,556
2). σ1 = × 2400 = 2212,401 kg/cm 2
64,606
54,156
3). σ2 = × 2400 = 2011,801 kg/cm 2
64,606
48,156
4). σ3 = × 2400 = 1811,200 kg/cm 2
64,606
42,756
5). σ4 = × 2400 = 1588,311 kg/cm 2
64,606
37,356
6). σ5 = × 2400 = 1387,710 kg/cm 2
64,606
31,956
7). σ6 = × 2400 = 1187,109 kg/cm 2
64,606
25,406
8). σ7 = × 2400 = 943,788 kg/cm 2
64,606
18,406
9). σ8 = × 2400 = 683,751 kg/cm 2
64,606
= 19,19119915.105 kgcm
= 19, 1912 tm
Pelat dasar (tp = 22 mm) dengan Paku Keling (φ=17 mm) yang mendapat tarikan
Penempatan Paku
q = 70 mm = 7 cm
q = 57 mm = 5,7 cm
Ppk ⎛ tp ⎞
Mpelat = 0,6. .⎜ q − ⎟
2 ⎝ 2⎠
8034,7349 ⎛ 2,2 ⎞
= 0,6. .⎜ 7 − ⎟
2 ⎝ 2 ⎠
= 14221,4808 kg.cm
⎡ ⎛ tp ⎞ ⎤
⎢ ⎜q − ⎟⎥
Ppk Ppk 2 ⎠⎥
T = + 0,8.c = ⎢1 + 0,3. ⎝
2 2 ⎢ q ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
⎡ ⎛ 2,2 ⎞ ⎤
⎢ ⎜7 − ⎟⎥
8034,7349 ⎝ 2 ⎠⎥
= ⎢1 + 0,3.
2 ⎢ 5,7 ⎥
⎢ ⎥
⎣ ⎦
= 5264,8656 kg
M pelat T
σpr = +
1/6.s.(tp )
2
s.tp
14221,4808 5264,8656
= +
1/6.14.(2,2 )
2
14.2,2
= 1430,2183 kg/cm2
Syarat :
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pada Bab IV, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Dari hasil analisis pada tipe sambungan yang dilakukan, dapat diperoleh data
sebagai berikut :
a. Baut :
b. Las :
c. Paku Keling :
V-1
Dian Sukma Arifwan : Analisis Sambungan Portal Baja Antara Balok Dan Kolom Dengan Menggunakan Sambungan Las Dan Baut
(Studi Literatur), 2007.
USU Repository © 2009
V- 2
2. Dari ketiga jenis sambungan diatas, dapat disimpulkan bahwa sambungan Las
jauh lebih kuat dari jenis sambungan yang lain jika besar gaya yang bekerja
sama besar.
3. Sambungan yang paling efisien adalah jenis Sambungan Baut, dimana dalam
oleh jumlah, susunan dan ukuran dari baut/paku penyambung, dimensi dari pelat
penyambung, momen yang terjadi pada sambungan (akibat dari beban yang
B. Saran
konstruksi bangunan baja tentunya tidak hanya dari gaya dalam, momen lentur
saja (M) yang diperhitungkan, akan tetapi gaya lintang D, gaya normal N dan
sambungan gaya-gaya dalam yang bekerja seperti lintang D, normal N dan torsi
3. Pada jenis sambungan las, agar diperhatikan berapa tebal las efektif agar
konstruksi tersebut aman dan efisiensi dari tebal las dapat konomis. Sehingga