Anda di halaman 1dari 64

BAB

PENDAHULUAN

A.Latarbelakang

, karena pada konstruksi beton struktur secara keseluruhan adalah bersifat monolit (menyatu secara kaku). Lain halnya dengan konstruksi yang terbuat dari baja maupun kayu, sambungan merupakan sesuatu hal yang perlu mendapat
perhatian serius yang matang karena pada konstruksi baja dan kayu, elemen-elemen struktur yang disambung tidak dapat bersifat monolit seperti konstruksi beton. Pada suatu konstruksi bangunan, tidak terlepas dari elemen-elemen seperti
balok, kolom pelat maupun kolom balok, baik itu yang terbuat dari baja, kayu, maupun beton, pada tempat-tempat tertentu harus disambung. Hal ini dikarenakan keterbatasan ketersediaan material di pasaran dan juga berhubungan dengan
kemudahan
pemasangan
di
lapangan.
Khusus
untuk
konstruksi
yang
terbuat
dari
bahan
beton,
boleh
jadi
sambungan
bukan
merupakan
sesuatu
hal
yang
perlu
dipermasalahkan

Pada umumnya sambungan berfungsi untuk memindahkan gaya-gaya yang bekerja pada elemen-elemen struktur yang disambung. Sambungan dibuat karena keterbatasan bahan yang tersedia di pasaran dan juga untuk kemudahan
pemasangan di lapangan serta kemudahan dalam hal pengangkutan. Misalkan saja akan dibuat suatu struktur rangka gading-gading kap terbuat dari baja profil siku, maka tidak mungkin melaksanakannya secara langsung di lapangan karena
tidak akan
ekonomis,
tetapi
akan
lebih
hemat
jika
terlebih
dahulu
merakitnya
di pabrikasi (bengkel/workshop), baru selanjutnya tinggal menyambungkannya pada kolom-kolom lapangan.

Alat-alat sambung yang biasa digunakan pada konstruksi baja adalah :

1. Sambungan dengan paku keling (rivet)

2. Sambungan dengan baut (bolt)

3. Sambungan dengan las (welding).

Jika dibandingkan ketiga alat sambung ini, maka las merupakan alat sambung yang
menghasilkan kekakuan yang paling besar, sedangkan paku keling menghasilkan
sambungan yang lebih kaku jika dibandingkan dengan baut, tetapi kurang kaku jika
dibandingkan dengan las. Tetapi pada dewasa ini sambungan dengan menggunakan
paku keling sudah jarang digunakan karena kesulitan dalam pemasangannya. Pada tugas
akhir ini perencanaan sambungan akan memakai sambungan baut.

B. Permasalahan

Sambungan menerus balok dan kolom ditunjukan untuk memindahkan semua moment
dan memperkecil atau meniadakan rotasi batang pada sambungan (yaitu jenis : AISC
sambungan portal kaku).

Kolom dapat berhubungan secara kaku dengan balok-balok pada kedua sayapnya,
tingkat kekakuan dari sambungan pada kosntruksi tersebut mempunyai peranan penting
pada analisa struktur untuk menghitung gaya-gaya dalam dan deformasi, terutama
untuk struktur tak tentu. Contoh berikut ini akan memperlihatkan permasalahan yang
ditimbulkan oleh kondisi yang berbeda-beda dari ujung-ujung (sambungan ) dari suatu
batang. Apabila titik ujung A dan B adalah sendi dan

beban mati terpusat berada di tengah tengah bentang yaitu C maka momen di A atau B
adalah nol. Momen di C yakni M c = PL. tetapi bila titik A dan B kaku sempurna maka
besar moment akan berubah menjadi :

MA = MB = -1/8 PL dan Mc=1/8 PL = Mc


(Pers.1.1)

Bila titik A dan B bersifat diantara sendi dan kaku (semi rigid),maka momen-moment
tersebut akan berubah besarnya sesuai dengan tingkat kekakuan dari sambungan.

Dimana :

0 MB MB dan Mc Mc Mc
(Pers 1.2)
Hal yang sama terjadi pada lenturan ,yakni bahwa :
(Pers 1.3)

Kalau pada waktu perencanaan titik hubungan A dan B diasumsikan sendi,

akan tetapi pada waktu pelaksanaan terjadi hubungan kaku atau semi kaku maka di
tengah bentang terdapat momen yang lebih kecil dari perhitungan semula

MB adalah nol. Sebaliknya bila pada


waktu pelaksanaan terjadi hubungan yang
semi kaku maka ditengah bentang terjadi moment Mc yang lebih besar dari Mc yang
dihitung pada awalnya (jadi ada bahaya), sedangkan di titik A dan B momen menjadi
berkurang.
Dalam menentukan tingkat kekakuan sambungan cara perhitungan secara analisis dalam
menentukan derajat kekakuan K dari sambungan adalah dengan menentukan jumlah
dan susunan dari baut penyambung dan menentukan dari plat dasar sebagai plat
penyambung adalah menentukan tipe las dan tebal las. Sedangkan bila berdasarkan
perhitungan secara analitis, derajat kekakuan K dari sambungan dapat ditentukan
melalui prosedur literasi metode kekakuan.

factor-faktor yang memperngaruhi besarnya derjat kekakuan K dari sambungan adalah:


1. Ukuran baut, jumlah baut dan jarak baut

2. Tebal plat penyambung

3. Kekakuan dan panjang dari batang tersambung, baik itu balok maupun kolom

4. Gaya dalam

5. Deformasi akibat tegangan tarik aksial pada baut dan plat tersambung

6. Lenturan pada baut sendiri

7. Adanya kelonggaran antara baut dengan plat-plat tersambung dengan kata lain
ukuran lubang baut lebih besar dari diameter baut.
8. Adanya tahanan gesek antara plat-plat tersambung yang ditimbulkan oleh
pengunci baut yang sangat kuat.

Kekakuan pada suatu sambungan antara balok dan kolom memperngaruhi besar beban
yang dapat bekerja pada struktur tersebut. Bagaimana bila sambungan antara balok dan
kolom mengalami pembebanan sampai batas elastisnya.

Oleh karena itu sangat perlu untuk menganalisa M sambungan pada perencanaan
sambungan balok-kolom pada suatu konstruksi baja dan bagaimana pengaruhnya
terhadap M kapasitas elastic (balok). Karena balok mengalami M kapasitas elastic, maka
balok hanya akan mengalami lendutan (dengan catatan tidak ada sambungan balokbalok pada span balok dari kolom) sebab balok bersifat monolit, sedangkan
sambungan balok-kolom tidak. apakah M sambungan dapat memikul M kapasitas elastic.
berdasarkan hal inilah, maka dalam tugas akhir ini dalam perencanaan kekuatan
sambungan balok-kolom pada suatu konstruksi portal baja sangat perlu memperhatikan
hubungan di bawah ini :

M sambungan M kapasitas elastis.


(Pers.1.4)

C. Maksud dan Tujuan

Penulisan tugas akhir ini adalah untuk membahas mengenai analisis sambungan portal
baja kebangunan dasar dimana dalam penambahan tinggi bangunan yang menggunakan
struktur baja ini tidak rigid sempurna.

Adapun tujuannya adalah untuk :

1. Menganalisis kekuatan sambungan portal baja ke bangunan dasar dimana


perletakan di anggap tidak
rigid sempurna
2. Menganalisis kekuatan sambungan dan respon kepada seluruh bangunan

3. Analisis dilakukan dalam batas elastic dimana hubungan tegangan regangan


adalah linear.
4. Material yang digunakan adalah baja yang bersifat linear-elastis, isotropic
homogeny.
5. Pembahasan hanya meliputi hubungan sambungan antara kedua struktur dan desain
struktur baja (struktur tambahan)
6. Sambungan yang di analisis pada tugas akhir ini adalah tipe sambungan baut

7. Baut yang dianalisis adalah baut biasa, yaitu baut bubut yang terbuat dari besi
beton.

D. Pembatasan Masalah

Agar masalah yang dibahas dalam tulisan ini mengarah kepada tujuan yang relevan
dengan judulnya dan juga keterbatasan literature serta untuk mempermudah
perhitungan tetapi hasilnya masih mendekati kebenaran, maka perlu diadakan
pembatasan masalah sebagai berikut:

1. Kontruksi yang akan di analisis adalah portal dengan elemen dimensional dalam
bentuk portal bidang
2. Analisis hanya dilakukan terhadap struktur baja (struktur tambahan) dan respon
terhadap keseluruhan
bangunan
3. Analisis dilakukan dalam batas elastic menurut hokum hooke, dimana hubungan
tegangan regangan adalah linear
4. Material yang digunakan adalah baja yang bersifat linear-elastis, isotropic homogen.

struktur bangunan penambah (struktur baja)


6. Sambungan yang dianalisis pada tugas akhir ini adalah sambungan antara beton
dan baja
7. Analisa tidak dilakuakan terhadap pengaruh ketidakseragaman tegangan yang
ditanggung oleh komponen-komponen sambungan (yaitu ada komponen yang lebih
awal mengalami leleh)
8. Dimensi balok pada struktur beton 30/60 dan dimensi kolom 60/60 pada struktur
beton
9. Dimensi balok dan kolom struktur baja menggunakan profil IWF

10. Analisa tidak dilakukan terhadap tekuk flens dan web kolom ataupun balok yang
terjadi disekitar sambungan.

E. Metodologi

Dalam penulisan tugas akhir ini, metoda yang digunakan adalah studi literatur,
adapun sumbernya adalah buku-buku jurnal, buku-buku yang berhubungan dengan
analisa yang akan dibahas.

Analisis tugas akhir ini dilakukan dalam batas elastic dengan menggunakan
analisa perhitungan LRFD (load and resistance factor design).dan dibantu dengan
menggunakan program computer SAP 2

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

II.1. Pengenalan Desain Struktur Baja

A.
Desain Konstruksi

Desain Konstruksi dapat didefenisikan sebagai perpaduan antara seni (artistik /


keindahan) dan ilmu pengetahuan (science) untuk menghasilkan suatu struktur
yang aman dan ekonomis serta memenuhi fungsi tertentu dan persyaratan estetika.
Untuk mencapai tujuan ini, seorang perencana / desainer harus mempunyai
pengetahuan yang baik tentang :
1.

2.

3.

4.

Sifat sifat fisis material.


Sifat sifat mekanis material.
Analisa Struktur.
Hubungan antara fungsi rancangan dan fungsi struktur


B.
Prosedur Desain

Prosedur perencanaan / desain terdiri dari 6 langkah utama, yaitu :

1.Pemilihan tipe dan rancangan struktur.

2.Penentuan besarnya beban beban yang bekerja pada struktur.

3.Menentukan gaya gaya dalam dan momen yang terjadi pada struktur.

4.Pemilihan komponen komponen struktur beserta sambungannya yang memenuhi


kriteria kekuatan,
kekakuan dan ekonomis.

5.Pemeriksaan ketahanan struktur akibat beban kerja.

6.Perbaikan akhir.


C.1. Kekuatan Tinggi ( High Strength )

Baja struktural umumnya mempunyai daya tarikan (tensile strength) antara 400 s/d 900
Mpa. Hal ini sangat berguna untuk dipakai pada struktur struktur yang memiliki
bentang panjang dan struktur pada tanah lunak.

C.2 Keseragaman ( Uniformity )

Sifat sifat baja tidak berubah karena waktu. Hampir seluruh bagian baja
memiliki sifat sifat yang sama sehingga menjamin kekuatannya.

C.3 Elastisit as ( Elasticity )

Baja mendekati perilaku seperti asumsi yang direncanakan oleh perencana, karena
mengikuti hukum Hooke, walaupun telah mencapai tegangan yang cukup tinggi.
Modulus elastisitasnya sama untuk tarik dan tekan.

C.4 Daktalitas ( Ductility )

Daktalitas adalah kemampuan struktur atau komponennya untuk melakukan deformasi


inelastik bolak balik berulang diluar batas titik leleh pertama, sambil mempertahankan
sejumlah besar kemampuan daya dukung bebannya. Manfaat daktalitas ini bagi kinerja
struktural adalah pada saat baja mengalami pembebanan yang melebihi kekuatannya,
baja tidak langsung hancur tetapi akan meregang sampai batas daktalitas. Demikian
juga pada beban siklik, daktalitas yang tinggi menyebabkan baja dapat menyerap energi
yang besar.

C.5 Kuat Patah / Rekah ( Fracture Toughness )

Baja dalah material yang sangat ulet sehingga dapat memikul beban yang
berulang ulang. Komponen struktur baja yang dibebani sampai mengalami deformasi

mengalami fraktur. Keuletan ini dibutuhkan jika terjadi konsentrasi tegangan walaupun
tegangan yang masih dibawah batas yang diizinkan. Pada bahan yang tidak memiliki
keuletan yang tinggi keruntuhan dapat terjadi pada tegangan yang rendah dan akan
bersifat getas ( keruntuhan secara langsung ).
D.
Kelemahan Baja Sebagai Material Konstruksi

D.1 Biaya Perawatan ( Maintenance Cost )

Baja bisa berkarat karena berhubungan dengan air dan udara. Oleh sebab itu, baja harus
dicat secara berkala.

D.2 Biaya Penahan Api ( Fire Proofing Cost )

Kekuatan baja dapat berkurang drastis pada temperatur tinggi.

D.3 Kelelahan ( Fatigue )

Kelelahan pada baja tidak selalu dimulai dengan yielding ( leleh ) atau deformasi yang
sangat besar, tetapi dapat juga disebabkan beban siklik ataupun pembebanan berulang
ulang dalam jangka waktu yang lama. Kejadian ini sering terjadi dengan adanya
konsentrasi tegangan karena adanya lubang.

D.4 Rekah Kerapuhan

Struktur baja ada kalanya tiba tiba runtuh tanpa menunjukkan tanda tanda deformasi
yang membesar. Kegagalan ini sangat berbahaya dan harus dihindari. Berbeda dengan
kelelahan, rekah kerapuhan disebabkan oleh beban statik.

E.
Sifat Sifat Mekanis Baja Struktural

Menurut SNI 03 1729 2002, sifat mekanis baja struktural yang digunakan dalam

E.1 Tegangan Putus ( Ultimate Stress )

Tegangan Putus untuk perencanaan (Fu) tidak boleh diambil melebihi nilai yang
ditetapkan oleh tabel 1.1

E.2 Tegangan Leleh ( Yielding Stress )

Tegangan Leleh untuk perencanaan (Fy) tidak boleh diambil melebihi nilai yang
ditetapkan oleh tabel 1.1

E.3 Sifat Sifat Mekanis Lainnya

Sifat sifat mekanis lain baja struktural untuk maksud perencanaan ditetapkan sebagai
berikut :
Modulus Elastisitas : E = 200.000 Mpa

Modulus Geser
: G = 80.000 Mpa

Poisson Ratio
: = 0.3

Koefisien Pemuaian
: = 12 x 10 ^ -6 / C

F.
Jenis Jenis Baja Struktural yang Um um Digunakan

Fungsi struktur merupakan faktor utama dalam menentukan konfigurasi struktur. Berdasarkan konfigurasi struktur dan beban rencana, setiap elemen atau komponen dipilih untuk menyanggah dan menyalurkan beban pada keseluruhan struktur dengan baik. Adapun jenis jenis baja struktural yang umum digunakan adalah profil baja giling ( rolled steel shape ) dan profil baja yang dibentuk dalam keadaan dingin ( cold formed steel shapes ).

II.2. Perencanaan Struktur Beton Bertulang

Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu-batu pecah atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perewatan beton berlangsung.

Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibandingkan dengan kuat tariknya dan beton merupakan bahan yang bersifat getas. Umumnya beton diperkuat dengan batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerja sama dan membantu dalam menahan gaya tarik. Sehingga pada beton bertulang, tulangan baja bertugas memperkuat dan menahan gaya tarik sedangkan beton diperhitungkan untuk menahan gaya tekan.

Beton dan baja tulangan dapat bekerja sama dengan didasarkan pada keadaan-keadaan:

a. Lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton


yang membungkusnya.
b.

Beton bersifat kedap sehingga mampu melindungi dan mencegah terjadinya karat baja.

c. Angka muai beton dan baja hampir sama.

Dalam perencanaan struktur beton bertulang hal yang harus diperhatikan adalah perilaku komponen struktur beton bertulang pada waktu menahan berbagai beban diantaranya adalah gaya aksial, gaya geser, puntiran ataupun gaya gabungan dari gaya- gaya tersebut. Secara umum dapat dipahami bahwa perilaku tersebut tergantung pada hubungan tegangan-regangan yang terjadi pada beton dan juga jenis tegangan yang ditahan. Karena sifat beton yang hanya mempunyai nilai kuat tarik rendah, maka pada
umumnya hanya diperhitungkan kuat desak yang bekerja pada daerah tekan pada penampangnya, dan hubungan tegangan-regangan yang timbul karena pengaruh gaya tekan tersebut digunakan sebagai bahan pertimbangan. Adapun struktur pendukung untuk rumah dan gedung adalah sebagai berikut :

A. Plat

Plat lantai menerima beban yang bekerja tegak lurus terhadap permukaan plat. Berdasarkan kemampuannya untuk menyalurkan gaya akibat beban, pelat lantai dibedakan menjadi : plat satu arah, yaitu plat yang didukung pada kedua tepi sisi yang berhadapan sehingga lenturan timbul pada arah tegak lurus terhadap arah dukungan tepi, dan plat dua arah, yaitu plat yang didukung pada keempat sisinya yang dibatasi oleh dua balok induk pada sisi pendeknya dan dua balok anak pada sisi panjangnya.

Plat lantai yang dirancang adalah plat lantai dua arah yang didukung pada sisinya. Untuk memudahkan perancangan akan digunakan tabel dari grafik dan hitungan beton bertulang berdasarkan SNI-03-2847-2002.

B. Balok

Bentangan plat tidak dapat panjang karena ada ketebalan tertentu (termasuk berat sendiri), karena akan menghasilkan strkutr yang tidak hemat dan praktis. Oleh karena itu banyak dikembangkan jenis sistem struktur plat yang bertujan untuk mendapatkan bentang sepanjang mungkin. Salah satunya adalah sistem balok anak dan balok induk serta kolom sebagai penopang struktur keseluruhan.

Analisis dan perencanaan balok yang dicetak menjadi satu kesatuan monolit dengan pelat lantai atau atap didasrkan pada anggapan bahwa antra plat dengan balok terjadi interakasi saat menahan momen lentur positif yang bekerja pada balok. Interaksi antara plat dan balok yang menjadi satu kesatuan pada penampangnya membentk huruf T tipilal sehingga itulah dinamakan sebagai balok T. plat akan berlaku sebagai lapis sayap (flens). Flens juga harus direncanakan dan diperhitungkan tersendiri terhadap balok pendukungnya.

C. Kolom

Pada pasal 10.8 SNI-03-2847-2002 memberikan defenisi kolom adalah komponen strkutur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vertical dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil. Sebagai bagian dari suatu kerangka bangunan dengan fungsi dan peran seperti itu, kolom menempati posisi penting didalam sistem struktur bangunan. Kegagalan kolom akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan dengannya,atau bahkan merupakan batas runtuh total keseluruhan bangunan.

Pada umumnya keruntuhan atau kegagalan atau keruntuhan kolom sebagai komponen tekan tidak diawali dengan tanda peringatan yang jelas, bersifat
mendadak. Oleh karena itu, dalam merencanakan struktur kolom harus memperhitungkan secara cermat dengan memberikan cadangan kekuatan lebih tinggi daripada untuk komponen struktur lainnya. Dalam prakteknya kolom tidak hanya bertugas menahan beban aksial vertikal, definisi kolom diperluas mencakup untuk menahan kombinasi beban aksial dan momen lentur,dengan kata lain kolom juga diperhitungkan untuk menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas tertentu.

D. Momen

Berdasarkan kondisi dilapangan serta beban yang menyebabkan terjadinya, momen dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Momen Lentur

Beban yang bekerja pada struktur, baik yang berupa beban gravitasi, beban hidup, beban angin, beban berat sendiri dari struktur tersebut maupun beban-beban yang lain, menyebabkan terjadinya lentur dan deformasi pada elemen struktur. Lentur pada balok merupakan akibat dari regangan yang timbul karena adanya beban. Apabila bebannya bertambah maka akan terjadi regangan tambahan yang menyebabkan timbulnya retak lentur disepanjang bentang balok. Momen merupakan beban yang berbanding lurus dengan jarak. Akibat adanya momen, balok mengalami lenturan pada balok yang mengakibatkan retak
pada balok. Mengingat sifat beton hanya tahan terhadap gaya tekan saja, maka diperlukan adanya tulangan baja untuk dapat menahan tegangan tarik yang terjadi.


b. Momen Torsi (puntir)

Gaya torsi terjadi pada saat suatu komponen memikul beban gaya sedemikian sehingga terpuntir terhadap sumbu memanjangnya. Momen puntir ini sering menyebabkan tegangan geser yang cukup besar. Gaya torsi cendrung terjadi pada batang yang berpenampang bukan bulat. Gaya torsi yang timbul mengakibatkan retak tarik diagonal seperti yang diakibatkan oleh gaya geser lentur.

Selain terjadi pada elemen struktur beton bertulangnya seperti pada balok, momen putir juga terjadi pada bangunan itu sendiri. Pada balok, untuk mengurangi resiko akibat momen torsi, diperlukan tulangan baja yang dipasang melintang dengan arah retakan, umumnya dipasang pada arah memanjang balok. Pada bangunan, untuk menghindari terjadinya torsi, salah satunya adalah menjaga agar titik berat bangunan berhimpit dengan titik massa bangunan tersebut dan sebaiknya
menghindari bentuk struktur bangunan seperti gambar dibawah ini

E. Gaya Lintang
Gaya lintang merupakan gaya yang tegak lurus sumbu bagian konstruksi yang ditinjau. Gaya lintang yang terjadi mengakibatkan terjadinya geser. Akibat

mampu menahanya, maka diperlukan tulangan tambahan untuk dapat menahan gaya
yang tejadi.

Tegangan geser dan lentur akan timbul disepanjang komponen struktur tempat
bekerjanya gaya geser dan momen lentur. Terjadinya lentur ditahan oleh tulangan
longitudinal, sedangkan untuk gaya geser, ditahan oleh tulangan tambahan berupa
sengkang. Adapun mekanisme perlawanan geser sebagai berikut:
a) Adanya perlawanan geser beton sebelum terjadi retak. b) Adanya gaya ikatan antar
agregat
c) Timbulya aksi pasak tulangan longitudinal sebagai perlawanan ter- hadap gaya
transversal yang harus ditahan.

d) Terjadinya perlengkungan pada balok yang relatif tinggi.

e) Adanya perlawanan penulangan geser yang berupa sengkang vertikal ataupun miring
(untuk balok bertulangan geser).

F. Gaya Normal

Gaya normal merupakan gaya yang sejajar sumbu bagian konstruksi yang ditinjau. Pada
stuktur bangunan, yang mengalami gaya normal atau aksial paling besar adalah kolom.
Pada kolom gaya aksial sangat dominan sehingga keruntuhan sangat sulit dihindari.
Apabila beban ditambah, maka retak akan terjadi diseluruh badan kolom tersebut dan
apabila bebannya terus bertambah, maka akan terjadi keruntuhan dan tekuk (buckling)
yang ditandai dengan lepas atau hancurnya selimut beton kemudian diikuti dengan
lelehnya tulangan baja. Untuk mencegah terjadinya keruntuhan dan buckling,
kolom diusahakan tidak terlalu panjang/tinggi dan penulangan kolom harus sangat
diperhatikan, baik tulangan memanjang, maupun sengkangnya.

G. Lendutan

Komponen struktur beton bertulang yang mengalami lentur harus direncanakan agar mempunyai kekakuan yang cukup untuk membatasi lendutan atau deformasi apapun yang dapat memperlemah kekuatan ataupun mengurangi kemampuan layan struktur pada beban kerja.
Besar lendutan yang terjadi dapat diatasi dengan meningkatkan inersia tampang tersebut. Untuk konstruksi dua arah, semua lendutan yang dihitung dengan menggunakan formula standar atau cara lain tidak boleh melebihi nilai lendutan izin maksimum yang ditetapkan
dalam SNI 03-2847-2002. Rumus-rumus standar untuk untuk perhitungan lendutan diberikan dalam buku-buku mekanika teknik. Rumus lendutan untuk tengah- tengah bentang sebuah balok tertumpu bebas dengan panjang l dan EI konstan, serta letak beban terpusat
ditengah bentang adalah

Tabel II.2. Lendutan izin maksimum

II.3. Konsep Perencanaan Terhadap Gaya Gempa

A. Sejarah Penggunaan Gaya Horizontal Akibat adanya Gempa

Ketika gempa bumi terjadi tanah akan bergetar dan bangunan akan bergoyang goyang. Setelah mengalami sejarah yang panjang, goyangan massa bangunan kemudian dianalogikan sebagai akibat dari adanya beban horizontal dinamik yang bekerja pada massa bangunan yang bersangkutan. Hal ini seperti yang disajikan pada Gambar 2.1. Prinsip ini sudah diketahui sejak awal abad ke-20 tepatnya setelah gempa San Fransisco USA (1906) dan gempa Messina-Regio Italia (1908).

Pada saat itu efek beban dinamik pada struktur bangunan belum sepenuhnya dikuasai, terutama secara analitik. Suatu komisi yang terdiri para ahli yang bertugas mempelajari perilaku bangunan gedung tahan gempa yang pada akhirnya menghasilkan dua rekomendasi yang berbeda yaitu bangunan diisolasi terhadap tanah dengan dukungan roll sementara rekomendasi yang lain bangunan disatukan secara rigid dengan fondasi,yang pada akhirnya rekomendasi kedua inilah yang diambil sebagai keputusan akhir. Efek beban dinamik terhadap bangunan kemudian disederhanakan yaitu menjadi beban ekivalen statik yang bekerja pada massa bangunan yang bersangkutan. Kemudian pada tahun 1909
disetujui bahwa suatu bangunan harus didisain dengan beban horisontal paling tidak dari berat total bangunan Setelah terjadi pengembangan.

B.

Analisis Beban Statik Ekivalen

Perkembangan beban yang berkaitan dengan gempa bumi terus mengalami banyak perubahan, setelah itu pula banyak gempa besar terjadi misalnya gempa El Centro 1994, gempa Taft 1952, gempa
Perlu 1940, gempa Chile 1943, yang mendorong untuk memperbaiki konsep beban horisontal akibat gempa. Beban ekivalen statik ini mempunyai karakter yang berbeda dengan beban statik.

Intensitas beban statik misalnya beban gravitasi, beban angin maupun beban salju ditentukan berdasarkan nilai ratarata maksimum.

Karakter-karakter tersebut berbeda pada beban ekivalen statik. Beban ekivalen statik adalah suatu representasi dari beban gempa setelah disederhanakan dan dimodifikasi, yang mana gaya inersia yang bekerja pada suatu massa akibat gempa disederhanakan menjadi ekivalen beban statik. Jadi beban ekivalen statik adalah beban yang equivalent dengan beban gempa yang membebani bangunan dalam batas-batas tertentu sehingga tidak terjadi overstress pada bangunan yang bersangkutan. Sedangkan untuk tujuan pembebanan yang lebih teliti guna memperoleh jaminan yang lebih besar, maka harus dipakai konsep beban yang lain, misalnya dengan cara dinamik analisis. Bergetarnya bangunan akibat gempa
kemudian disederhanakan seolah-olah terdapat gaya horisontal yang bekerja pada massa bangunan.

Apabila bangunan mempunyai banyak massa maka terdapat banyak gaya horisontal yang masing-masing bekerja pada massa-massa tersebut. Sesuai dengan prinsip keseimbangan maka dapat dianalogikan seperti adanya gaya horisontal yang bekerja pada dasar bangunan yang kemudian disebut Gaya Geser Dasar, V. Gaya geser dasar ini secara keseluruhan membentuk keseimbangan dengan gaya horisontal yang bekerja pada tiap-tiap massa bangunan tersebut.Beban geser nominal, V yang bekerja pada bangunan menurut SNI 03-1726-2003 dapat dihitung dengan :

Dimana : V = Beban geser nominal static ekivalen

C1 = nilai factor respon spectrum

I = Faktor keutamaan bangunan

Wt = Berat total bangunan

R = Faktor reduksi gempa

Dinamik karakteristik bangunan adalah massa, kekakuan dan redaman. Dalam konsep ekivalen statik hanya massa yang diperhitungkan, dan inilah yang menjadi perbedaan utama antara konsep statik dan konsep dinamik. Apabila terdapat simpangan horisontal akibat gempa sebagaimana tampak pada Gambar II.3.a, maka simpangan horisontal y tersebut seolah-olah adalah akibat dari adanya gaya horisontal H. Konsep adanya gaya horizontal H akibat gempa kemudian menjadi lebih jelas pada stick model seperti pada Gambar II.3.c. Pada gambar tersebut terdapat keseimbangan antara gaya geser dasar V dengan gaya horisontal H yang bekerja pada massa.

Di setiap tempat lokal maupun global biasanya mempunyai kondisi geologi, topografi dan
kondisi tanah yang berbeda. Pada tempat-tempat tersebut juga mempunyai frekuensi
kejadian, mekanisme kejadian, ukuran gempa dan kemungkinan daya rusak gempa yang
berbeda-beda. Hal-hal tersebut adalah faktor pertama yang mempengaruhi koefisien
gempa dasar C. Apabila terjadi gempa, maka daerah tersebut akan mempunyai respon
dan juga resiko gempa yang berbeda pula.

Faktor yang kedua adalah berhubungan dengan kondisi tanah setempat (tanah lokal).
Pengalaman dari beberapa kejadian gempa bumi menunjukkan bahwa kondisi tanah
lokalyang ditunjukkan oleh jenis, properti dan tebal lapisan tanah berpengaruh terhadap
respon tanah dan kerusakan bangunan. Jenis tanah menurut SNI 03-1726-2002 adalah
tanah keras dan tanah lunak, yang kedua- duanya mempunyai definisi yang jelas.
Untuk semua daerah gempa, kedua jenis tanah tersebut akan berpengaruh terhadap nilai
koefisien gempa dasar C. Faktor ketiga yang mempengaruhi koefisien gempa dasar C
adalah periode getar T struktur. Dengan demikian untuk memperoleh koefisien gempa
dasar C umumnya terdapat tiga pertanyaan yang harus dijawab yaitu dimana bangunan
akan dibangun, jenis tanah dimana bangunan akan didirikan, dan periode getar struktur.
Agar perencanaan struktur beton dapat dilakukan dengan cara yang sederhana (analisis
statis ekivalent) tanpa melakukan analisis yang rumit (analisis dynamis) dan perilaku
struktur diharapkan sangat baik bila dilanda gempa, maka tata letak struktur sangat
penting untuk diatur. Tentunya tidak ada suatu bentuk struktur yang sangat ideal
memenuhi semua syarat-syarat yang diijinkan tetapi beberapa pedoman dasar dibawah
ini dapat dipakai sebagai acuan dalam merencanakan tata letak struktur.

1. Bangunan ha rus mempunyai bentuk yang s ederhana

2. Bentuk ya ng simetris

3. Tidak terlalu langsing ba ik pa da denahnya ma upun poto nga nnya

4. Distribusi kekua ta n sepa nja ng tinggi ba nguna n sera ga m da n menerus

5. Keka kuan yang cukup

6. Terbentuknya sendi pla stis harus terjadi pada elemen-elemen horiso ntal lebih
da hulu diba ndingka n dengan elemen vertika l.

C. W ilaya h Ge mpa Indone sia

Indonesia merupakan zo na pa ta ha n lempeng bumi, dima na lempeng tersebut sering terja di pata ha n, lipa tan, yang menga kibatka n terjadinya getara n sehingga menjadikan Indo nesia da erah yang ra wa n gempa. Namun tidak s emua da era h Indo nesia memiliki kekua tan geta ran gempa yang s ama . Oleh karena itu, di Indonesia dibagi menja di ena m wilaya h gempa , mula i da ri wilaya h yang gempa pa ling rendah hingga wila yah gempa ya ng paling t inggi. Pembagian gempa menurut SNI 03-1726-2003 adala h sebagai berikut:

D. Kondisi Tanah

Indonesia terletak pada daerah patahan aktif, akibat terjadnya patahan pada lempeng bumi Indonesia menjadi kawasan yang rawan gempa. Tiap-tiap wilayah gempa mempunyai spektrum respons sendiri-sendiri sebagaimana yang tampak pada Grafik II.2 Pada grafik II.2 tersebut terdapat 6 spektrum respon masing-masing untuk tiap wilayah gempa. Tampak bahwa absis spektrum menunjukkan periode getar struktur T dalam detik sedangkan ordinatnya merupakan nilai koefisien gempa dasar C (tidak berdimensi). Pada setiap gambar tersebut juga tampak spektrum respon untuk tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak.

Berdasarkan SNI 03-1726-2003 jenis tanah ditetapkan sebagai Tanah Keras, Tanah Sedang dan Tanah Lunak, apabila untuk lapisan setebal maksimum 30 m paling atas dipenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam Tabel dibawah ini.

Tabel II.3 Jenis-jenis tanah

Dimana untuk menentukan

Dengan : ti = tebal lapisan tanah ke-i

Ni = nilai hasil test penetrasi standart ke-i

Nilai N didapat dari tes penetrasi standar. Berbeda dengan Amerika Serikat yang menggunakan SPT (Standart Penetration Test) untuk mendapatkan nilai perlawanan tanah, di Indonesia percobaan SPT jarang digunakan, umumnya yang digunakan adalah alat Sondir (Dutch Penetrometer Test), karena lebih sesui dengan kondisi tanah di Indonesia dan juga hasilnya lebih dapat dipercaya. Untuk itu, diperlukan adanya suatu konversi dari nilai hasil sondir ke N-SPT. Menurut prof. weasley dalam bukunya yang berjudul mekanika tanah, dinyatakan bahwa nilai N-SPT = qc/4, dimana qc = perlawanan penetrasi konus (nilai sondir).

Berdasarkan SKBI-1.3.53.1987 menyebutkan bahwa untuk pemakaian pedoman ini suatu struktur gedung harus dianggap berdiri di atas tanah bawah yang lunak, apabila struktur gedung tersebut terletak di atas endapan-endapan tanah dengan kedalaman- kedalaman yang melampaui nilai-nilai yang disebut dibawah ini :
a. Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser pada kadar air tetap rata-rata tidak lebih dari 0,5 kg/cm2 : 6 m

b. Untuk setiap tempat dimana lapisan yang menutupinya terdiri dari tanah kohesif dengan kekuatan geser pada kadar air tetap ratarata tidak lebih dari 1 kg/cm2 atau terdiri dari tanah butiran yang sangat padat : 9 m

c. Untuk tanah kohesif dengan kekuatan geser pada kadar air tetap rata-rata tidak lebih dari 2 kg/cm2 : 12 m

d. Untuk tanah butiran terikat yang sangat padat : 20 m

Kedalaman harus diukur dari tingkat dimana tanah mulai memberikan penjepitan lateral yang efektif kepada struktur gedung. Tanah baw ah yang lebih dangkal dari pembatasan-pembatasan di atas harus dianggap sebagai tanah keras. Analisis beban statik ekivalen juga dipengaruhi atas beberapa faktor, yaitu sebagai berikut :

1). Faktor Keutamaan Bangunan (I)

Setiap bangunan umumnya didirikan dengan maksud pemakaian tertentu. Pada tiap-tiap jenis pemakaian, suatu bangunan harus mempunyai kemampuan minimum untuk melindungi pemakainya. Mengingat hal tersebut, maka pengamanan bangunan dengan cara mengurangi resiko terhadap kerusakan bangunan merupakan sesuatu yang penting. Pengamanan bangunan tersebut diakomodasikan dengan menggunakan faktor keutamaan bangunan I. factor keutamaan bangunan I unutk berbagai jenis bangunan menurut SNI 03-1726-2003 adalah sebagai berikut:

Tab el II.4. Faktor keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan

2). Faktor Reduksi Gempa (R)


Faktor reduksi gempa adalah untuk menjadikan beban gempa tersebut menjadi beban gempa nominal sesuai dengan faktor daktalitas yang dipilih untuk struktur bangunan tersebut. Adapun persamaan faktor reduksi gempa sebagai berikut:

2,2 R = .f1 Rm Dalam persamaan diatas, R = 2,2 adalah faktor reduksi gempa untuk bangunan gedung yang berprilaku elastik, sedangkan adalah faktor reduksi gempa maksimum yang terdapat dalam tabel II.4 Nilai f1 1,6 Dimana adalah faktor tahanan lebih beban dan bahan yang terkandung dalam struktur bangunan gedung. Dan merupakan nilai faktor
daktalitas struktur bangunan gedung. Dalam perencanaan struktur bangunan gedung dapat dipilih menurut kebutuhan, tetapi tidak boleh diambil melebihi nilai factor daktalitas maksimum m yang dapat di- kerahkan oleh masing-masing sistem atau subsistem struktur bangunan gedung seperti yang dijelaskan dalam tabel II.5

Tabel II.5. Faktor daktalitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum dan
faktor tahanan lebih total beberapa system dan subsistem bangunan gedung


E.

Analisis Dinamik

Untuk gedung yang tidak beraturan dan bertingkat banyak,

digunakan perencanaan analisis dinamik, Banyak metode yang digunakan dalam perencanaan struktur gedung dalam analisis dinamik, diantarnya adalah :

1. Analisis Ragam Spektrum respons


Pada metode analisis ini kita menggunakan spectrum respons gempa rencana sebagai dasar untuk menetukan responsnya. dalam hal ini, analisis respons spektrum hanya dipakai unutk menentukan gaya geser tingkat nominal dinamik akibat pengaruh gempa rencana. Gaya-gaya internal dalam unsur struktur gedung didapat dari analisis 3 dimensi biasa berdasarkan beban-beban gempa statik ekuivalen.

2. Analisis Respons Dinamik Riwayat Waktu


Dalam analisis ini, faktor I adalah untuk memperhitungkan kategori gedung yang ada, sedangkan faktor R adalah untuk menjadikan pembebanan gempa tersebut menjadi pembebanan gempa nominal. Yang lebih ditekankan pada percepatan tanah yang disimulasikan sebagai gerakan gempa.

BAB III
RANG KA SEMIKAKU ( SEMIRIGID FRAME )
III.1.

Pendahuluan

Sambungan semirigid adalah sambungan yang memiliki kekakuan yang cukup mempertahankan sudut-sudut yang disambung. Namun harus dianggap memiliki kapasitas yang cukup untuk memberikan kekangan yang dapat diukur terhadap perubahan sudut-sudut tersebut. Tegangan momen dari sambungan semi kaku terletak antara sambungan kaku dan sambungan sederhana. Hal ini berarti tegangan momen dari sambungan semi kaku bukan nol seperti pada sambungan sederhana ataupun kontinuitas penuh sebagaimana pada sambungan kaku. Sambungan ini di desain untuk menghasilkan derajat interaksi yang dapat diprediksi antara bagian-bagian sambungan.

Sambungan balok-kolom dianggap tertancap secara sempurna atau rigid penuh pada sebagian besar desain rangka baja. Penyederhanaan ini menyebabkan estimasi yang tidak tepat dari kondisi rangka. Bahkan, sambungan adalah antara dua anggapan yang ekstrim dan memiliki kekakuan rotasi. Tes lengkap dibutuhkan untuk menjelaskan kondisi sebenarnya dari sambungan ini. Sambungan balok-kolom yang membutuhkan baut atau las berputar pada sudut karena momen bengkok yang terjadi. Deformasi sambungan ini mempunyai efek negative terhadap stabilitas rangka, karena meningkatkan geseran rangka dan menyebabkan penurunan dari kekakuan efektif dari bagian- bagian yang tersambung dengan sambungan. Peningkatan pada geseran rangka akan melipatgandakan efek orde kedua (P-) pada
bagian balok-kolom dan dengan demikian akan mempengaruhi stabilitas keseluruhan dari rangka. Jadi, fitur non-linear dari sambungan balok-kolom mempunyai fungsi yang penting pada desain baja structural. Sebagai akibat dari pekerjaan eksperimental yang dilakukan oleh beberapa peneliti, berbagai model sambungan

semi-rigid dan hubungan moment-rotation-nya

telah

dicetuskan. Yang utama dari hal ini adalah model linear, polynomial, cubic B spline, kekuatan, dan eksponential.
Spesifikasi AISC-ASD menjabarkan 3 jenis konstruksi baja : rangka rigid, rangka sederhana (unrestrained) dan rangka semi-rigid (partially restrained). Spesifikasi ini membutuhkan sambungan dari tipe konstruksi partially restrained memiliki fleksibilitas yang berada di antara rigiditas tipe 1 dan fleksibilitas tipe 2, dan tipe konstruksi ini dapat memebuhi kebutuhan deformasi non-elastik (non-linear) dari bagian-bagian bagian baja structural. Pada sisi lain, Eurocode 3 mencetuskan 3 tipe sambungan : rigid, semi-rigid dan tertancap normal atau fleksibel.

III.2.Sambungan

Rangka batang merupakan salah satu jenis struktur yang banyak digunakan pada bangunan, antara lain untuk kuda-kuda atap rumah, jembatan dan lain-lain. Kayu, bambu, baja dan beton merupakan material yang sering dipakai sebagai bahan untuk membuat konstruksi rangka batang. Material-material ini mempunyai keuntungan dan kerugiannya sendiri-sendiri.Kayu dan bambu relatif murah harganya dan mudah pemasangannya, tetapi mudah diserang rayap sehingga perlu penanganan dan perawatan khusus. Baja mampu digunakan untuk rangka batang dengan bentang yang panjang, tetapi harganya relatif mahal dan mudah berkarat, sehingga diperlukan perawatan berupa pengecatan secara berkala.Beton
relatif murah harganya dan tidak memerlukan perawatan, tetapi diperlukan biaya cetakan dan pencoran serta tidak dapat langsung dibebani, karena harus menunggumur beton. Guna mengatasi kekurangan ini digunakan beton pracetak, yaitu beton yang dibuat dipabrik atau di ground floor proyek yang kemudian diangkat untuk dipasang pada tempatnya. Pengangkatan keseluruhan struktur rangka batang dari beton memerlukan alat berat yang relatif mahal ongkos sewanya, oleh karena itu perlu dibagi

menjadi beberapa komponen sehingga lebih ringan dan tidak memerlukan alat berat, tetapi alat bantu yang lebih ringan, sehingga biaya ereksi menjadi lebih murah. Komponen-komponen ini perlu saling dihubungan satu dengan yang lain pada sambungan-sambungan guna membentuk rangka batang.

Kekuatan dari keseluruhan rangka batang sangat bergantung pada kekuatan sam- bungannya. Kegagalan suatu struktur diharapkan tidak terjadi pada sambungannya,Sambungan-sambungan pada konstruksi baja hampir tidak mungkin dihindari akibat terbatasnya panjang dan bentuk dari profilprofil baja yang diproduksi. Sambungan bisa saja terjadi pada satu elemen balok, kolom atau batang-batang pembentuk struktur, dan lebih sering adalah pada pertemuan antar batang dengan batang atau antara balok dengan kolom. Sifat dari sambungan ini sangat tergantung pada jenis dan konstruksi sambungan, bervariasi mulai dari yang berkelakuan sebagai sendi sampai dengan yang kaku sempurna. Kekakuan
dari sambungan sambungan pada konstruksi mempunyai peranan penting pada analisa struktur didalam menghitung gaya-gaya dalam dan deformasi, terutama untuk struktur yang statis tak tentu. Sebagai contoh ditinjau satu blok diatas dua perletakan, yang dibebani gaya terpusat P di tengah-tengah bentangan. Apabila kedua perletakan adalah sendi, maka momen di kedua ujung balok adalah nol, momen di tengah bentangan sebesar PL. Tetapi apabila kedua ujung adalah jepit yang kaku sempurna, besarnya momen-momen tersebut akan berubah. Momen jepit menjadi -1/8 PL dan momen di tengah bentangan berkurang menjadi 1/8 PL, atau hanya setengah dari momen pada keadaan statis tertentu.
Apabila kedua ujung bersifat sendi dan kaku sempurna, atau disebut semi kaku, maka momen-momen tersebut akan berubah besarnya sesuai dengan tingkat kekakuan dari sambungan. Apabila pada saat perencanaan kekakuan dari sambungan tidak

diketahui secara tepat, jadi hanya diasumsikan saja, maka bisa terjadi perbedaan antara
gaya ataupun deformasi yang timbul setelah bangunan berfungsi dengan yang dihitung
semula.Oleh karena itu diperlukan suatu analisa untuk menentukan kekakuan dari
sambungan, yang juga merupakan bagian dari analisa struktur secara menyeluruh.
Analisa seperti dimaksud di atas mempunyai kesulitan yang cukup besar, karena adanya
pengaruh timbal balik diantara kekakuan dari sambungan dengan beban yang bekerja.
Kekakuan sambungan dipengaruhi oleh momen yang bekerja pada sambungan, dengan
perkataan lain oleh beban luar, tetapi sebaliknya besar momen yang terjadi di
sambungan merupakan fungsi dari kekakuan sambungan.

Oleh karena itu didalam perhitungan-perhitungan (distribusi) momen pada konstruksi


baja sering diberikan penyederhanaan-penyederhanaan sebagai berikut:
1. Pada konstruksi portal, dimana balok disambung pada kolom dengan cara
sambungan paku keling atau baut, maka dengan pembebanan terbagi rata q, momen
maksimum ditengah-tengah bentang dapat diambil 1/16 ql2, berarti 1,5 kali momen
ditempat yang sama bila kedua ujung balok dianggap jepit sempurna, akan tetapi 0,5 kali
momen yang terjadi bila kedua ujung dianggap sebagai sendi. Momen pada sambungan
(ujung balok) dapat diambil sebesar 1/16 ql2, jadi 0,75 kali momen jepitan dalam
keadaan jepit sempurna.
2. Untuk konstruksi rangka maka titik-titik buhul dapat dianggap sebagai sendi,
sehingga batang-batang mendapat gaya normal saja. Sebenarnya penyederhanaan-

sebagai sendi, maka batang-batang hanya menderita gaya normal. Akan tetapi pada kenyataannya titik buhul adalah semi kaku atau mungkin kaku sempurnna, sehingga selain gaya normal pada ujung batang bekerja momen.

Untuk menghilangkan kesalah-pengertian, perlu terlebih dahulu dijelaskan tentang istilah kekakuan. Pada struktur batang, istilah kekakuan digunakan untuk faktor

EI dari batang, atau dalam bahasa Inggris disebut Stiffness. Suatu struktur sambungan dapat bersifat sendi (ekstreem bawah) dan kaku atau rigid pada ekstreem atas.

Keuntungan utama yang diperoleh pada penggunaan pracetak adalah penghematan dalam acuan dan penopangnya. Manfaat yang diperoleh bergantung pada jumlah pengulangan pekerjaan, dimana sebagai patokan penggunaan 50 kali atau lebih cetakan unit beton pracetak akan memberikan nilai ekonomis. Struktur beton bertulang yang dicor ditempat cenderung bersifat monolit dan menerus.Sebaliknya,struktur pracetak terdiri dari sejumlah komponen yang dibuat di pabrik, kemudian disambung di lokasi bangunan sampai akhirnya membentuk struktur utuh.

Pada

struktur pracetak, hubungan

perubahan temperatur.

yang menghasilkan kontinuitas dengan memakai bantuan perangkat keras khusus, batang tulangan dan beton untuk menyalurkan semua tegangan tarik, tekan dan geser disebut sambungan keras. Hampir semua sambungan pracetak menggunakan plat penahan untuk memastikan terjadinya tekanan reaksi yang seragam dan sesuai dengan pehitungan. Apabila plat penahan terbuat dari baja dan plat dari kedua batang yang hendak disambung dihubungkan dengan baik memakai sambungan las atau sambungan lainnya, maka akan diperoleh sambungan keras yang dapat menyalurkan gaya vertikal dan gaya horizontal.Struktur pracetak akan mengalami perubahan dimensi akibat rangkak, susut

dan kehilangan prategang, disamping akibat terjadinya

terjadinya tambahan gaya pada batang-batang dan sambungan- sambungannya. Tetapi


pengalaman memperlihatkan kurangnya stabilitas terhadap gaya lateral seperti angin dan
gempa.

Oleh karena itu pembuatan struktur pracetak cenderung menggunakan sambungan keras, yaitu
memakai las atau baut, yang menghasilkan kontinuitas tinggi. Sambungan
yang hanya berdasarkan gaya friksi yang ditimbulkan oleh beban gravitasi tidak dapat
digunakan. Perencanaan komponen struktur beton pracetak dan sambungannya harus
mempertimbangkan semua kondisi pembebanan dan kekangan deformasi mulai dari saat
fabrikasi awal hingga selesainya pelaksanaan struktur, termasuk pembongkaran cetakan,
penyimpangan, pengangkutan dan pemasangan. Apabila elemen pracetak membentuk
diafragma atap dan lantai, maka sambungan antara diafragma dengan komponen- komponen
struktur yang ditopang secara lateral oleh diafragma tersebut harus mempunyai
kekuatan tarik nominal yang mampu menahan sedikitnya 4,5 kN/m. Kolom pracetak harus
mempunyai kekuatan nominal tarik minimum sebesar satu setengah kali luas efektif tereduksi
(1,5 Ag). Panel dinding pracetak harus mempunyai sedikitnya dua tulangan pengikat per panel,
dengan kuat tarik nominal tidak kurang dari 45 kN per tulangan pengikat. Apabila gaya-gaya
rencana tidak menimbulkan tarik di dasar struktur, maka tulangan pengikat yang diperlukan
boleh diangkur ke dalam fondasi pelat lantai beton bertulang menulis bahwa panjang lekatan
setidaknya tiga puluh kali diameter tulangan.

Kait digunakan kalau panjang penyaluran yang diperlukan terlalu panjang. Panjang

sebaiknya digunakan tiga puluh kali diameter tulangan ACI Committe 355 (1997, h.R-4 dan 5) mengusulkan beberapa macam pengangkuran pada beton, yang dapat dilihat pada gambar 1. Beban yang mungkin bekerja pada angkur adalah gaya tarik, gaya geser, kombinasi gaya tarik dan geser, serta momen lentur.
Jenis-jenis sambungan
Sambungan dikategorikan berdasarkan resistensinya terhadap rotasi yang disebabkan oleh beban yang diberikan. Dengan kat lain, sambungan dibagi menjadi 3

kelompok utama : sambungan kaku/ rigid connection,sambungan semi kaku / semi rigid connection dan sambungan sendi / simple connection.

a. Sambungan kaku / rigid connection


Adalah sambungan yang dianggap memiliki kekakuan yang cukup untuk mempertahankan sudut-sudut diantara komponen-komponen struktur yang akan disambung. Tidak akan terdapat rotasi sama sekali pada sambungan secara teoritis saat beban diberikan. Situasi ini terjadi saat sambungan kontinuitas penuh digunakan pada bagian sambungan. Sudut antara bagian- bagian dipertahankan saat beban diberikan. Pada desain, pengaruh apapun pada distribusi momen dan deformasi struktur dapat diabaikan..oleh karena itu LFRD-A2.2 sambungan ini diberi nama sambungan tipe FR (fully restrain) dan di dalam ASD-A.22 dikenal juga sebagai tipe 1.

b. Sambungan semi kaku / semi rigid connection


Adalah sambungan yang memiliki kekakuan yang cukup mempertahankan sudut- sudut yang disambung. Namun harus dianggap memiliki kapasitas yang cukup untuk memberikan kekangan yang dapat diukur terhadap perubahan sudut-sudut tersebut. Tegangan momen dari sambungan semi kaku terletak antara sambungan kaku dan

s ambungan sederha na . Ha l ini bera rti tega nga n mo men dari sa mbunga n s emi ka ku bukan nol s eperti pada sa mbungan sederha na at aupun kontinuita s penuh seba gaima na pa da sa mbunga n kaku. Sa mbungan ini di desa in unt uk menghas ilka n dera jat interaksi yang da pa t diprediks i a nta ra ba gian-ba gia n s ambungan.

c. Sa mbunga n s ederha na / s imple co nnection

Adala h sa mbungan ya ng pa da kedua ujung ko mponen struktur diangga p beba s mo men. Sa mbunga n sendi ha rus dapat berubah bentuk a gar memberikan rota si ya ng diperluka n pa da sa mbunga n sendi ha rus da pa t berubah bentuk a ga r memberika n ro tas i ya ng
diperluka n pa da sa mbunga n.sambunga n tida k boleh mengakiba tka n mo men lentur terhada p ko mponen s trukt ur ya ng disa mbung. Dia sums ika n bahwa s a mbunga n sederha na ha nya mampu mena ha n gaya geser dan no rmal sa ja . Tidak terda pat t ega nga n momen s ama seka li pa da sa mbungan sederha na da n s ambungan ters ebut beba s berput ar sa a t beba n diberika n.

Dia ntara 3 jenis sa mbunga n terda pa t sifa t semi kaku ata u s emi rigid. Tidak a da ukura n

(bilanga n)

ya ng

pa sti dipaka i untuk

menent uka n

tingka t

keka kua n

da ri sa mbunga n dima ksud.a da pun Keuntunga n menggunaka n sa mbunga n semi ka ku ini a tau semi rigid ada lah seba gai berikut:

a . Diba ndingka n denga n ko nstruksi mengguna ka n sa mbunga n s ederhana , s ambungan

semi ka ku s ecara berma kna mengura ngi berat ba ja tota l ya ng digunaka n. Ha l ini ka rena s ambungan semi kaku da pat mena han seba gia n mo men, denga n demikia n mengurangi mo men ya ng harus dibawa o leh ba lo k, sehingga ba lo k denga n ukuran lebih kecil da pat diguna kan.

b.

Sa mbunga n kaku memiliki deta il s ambungan ya ng lebih rumit dibanding denga n s ambungan semi kaku. Denga n demikia n, s ambungan semi kaku akan menyederha naka n det ail, menghema t waktu dan juga menghema t pengerja an sa at penyediaa n ba han da n pendirian ba nguna n.

c. Da ri bebera pa penelitian pa da bebera pa Negara (Amerika utara, Perancis , Belgia, dll), biaya membangun s truktur ra ngka denga n mengguna kan sa mbunga n s emi ka ku dapa t dikurangi sekitar 5 25 % diba nding mengguna ka n s ambunga n ka ku.

Kekuata n dala m sebuah sa mbunga n s a nga tlah pent ing untuk diperha tika n,a gar sa mbunga n yang di desa in bisa sesuai denga n a pa ya ng kita ingin kan. Untuk itu Ada beberapa s yara t ya ng ha r Sa mbunga n-s ambunga n harus direncanakan sesuai dengan beba n-beban kerja pada ba tang-ba ta ng ya ng dis ambung

1.

Sa mbunga n ha rus kua t, a ma n dan hema t.

2. Sambungan ha rus muda h terlihat dan pema sa nga nnya dibuat sebaik mungkin, s ehingga terlihat ba gus .
3. Sambungan ha rus muda h dilaksa na ka n, ba ik pa da s aa t pembua tan di pa brik maupun di lapa ngan.
4. Pa da prinsipnya sa mbunga n direnca na ka n ha nya mema kai sa tu ma ca m a la t penya mbung.
5. Pa da s ambungan-sa mbungan yang menghubungka n bata ng-ba ta ng uta ma , jumla h minimum baut mutu tinggi a dalah dua bua h.
6. Letak pusa t titik bera t pa da sekelo mpo k baut mutu tinggi ya ng memikul ga ya a xial ha rus dius aha kan berhimpit dengan ga ris berat dari pro fil yang disa mbung. Apa bila titik bera t tersebut tidak berimpit dengan ga ris bera t profil maka perenca na a n s ambungan seba iknya memperhitungka n juga a danya eks entrisitas .

7.

Ketentua n ini tida k berlaku untuk profil siku a ta u dobel siku yang tida k menga la mi tegangan yang bola k ba lik (beruba h ta nda).

8.

Apa bila bekerja tiga a tau lebih ga ya axia l ya ng sebida ng pa da s ambunga n ya ng sa ma, ma ka ga ris kerja ga ya-ga ya a xia l ha rus bertemu pa da sa tu titik.

9. Apa bila profil siku ata u ka nal disa mbung hanya pa da sa tu s is i denga n alat penya mbung maka pa da perencanaa n s ambungan seba iknya diperhitungka n juga terhadap momen akiba t eks entrisitas .
10. Tebal pla t pa da sa mbunga n ya ng mema kai pa ku keling ata u baut tida k bo leh lebih bes ar da ri 5 kali diameter paku keling ata u baut. Apabila pa nja ng lekat baut ata u paku keling lebih dari 5 ka li dia meter baut a tau paku keling ma ka jumla h baut ata u pa ku keling yang diperlukan ha rus dita mbah denga n ketentuan s etia p kelebihan teba l 6 mm ditamba h 4%. Dima na penamba ha n paku keling a tau ba ut paling sedikit sa tu bua h. Unt uk panja ng lekat ya ng mempunyai kelebiha n tebal lebih kecil da ri 6 mm, maka jumlah baut ata u paku keling tida k berta mba h.
11. Dia meter lubang ba ut sa ma denga n dia met er ba ut ditamba h 1 mm. Untuk ba ut mutu t inggi diameter luba ng ba ut s a ma denga n diameter ba tang baut dita mba h 2 mm.
12. Ba nyaknya baut yang dipa sa ng pa da sa tu baris yang seja jar a rah ga ya tidak bo leh

lebih da ri 5 buah.

Sedangkan Syara t-sya rat s ambungan menurut P PBBI 1983 :

1.

Tegangan-tegangan ba ja

Tega ngan-tega ngan leleh da n tega ngan-tegangan da sa r da ri berma ca m- macam ba ja ba nguna n terca ntum da la m ta bel 3.1. Apa bila titik lelehnya tidak jela s , ma ka tegangan leleh tersebut didefinisika n sebaga i tega nga n ya ng menyeba bkan regangan teta p s ebesar 0,2%

2.

Untuk dasar perhitungan tegangan-tegangan diiz inkan pada sua tu kondisi pe mbebanan te rtentu, dipakai tega ngan dasa r yang besarnya da pat dihitung dari persamaan :

3.

Besarnya tegangan-te ganga n dan tegangan dasar untuk mutu ba ja tertentu ditunjukkan da lam tabel 3.1

4.

Ha rga-harga yang tercantum pada tabel 3. 1 dia tas ada lah untuk elem en- elem en ya ng tebalnya ku rang dari 40 m m. U ntuk elem en-eleme n yang tebalnya leb ih dari 40 mm , tetapi kurang da ri 100 mm , harga-harg a pada tabel 3. 1 harus diku rangi 10%

5.

Tegangan Norm al yang diizinkan untuk pem beb anan teta p, be sa rnya sam a den gan teganga n dasar.

6.

Tegangan geser y ang diizinkan u ntuk pem bebana n tetap, besarnya sam a dengan 0,58 kali tegangan dasar.

III.3 .

Pri nsip Pri ns ip Umum

Elem en structural dan sam bu ngan di buat m odelnya dengan mem pertim bangkan b eberapa idealism. Sam bungan dari elemen rangka yang ideal dianggap te rdiri dari sam bungan y ang rigid secara ideal. Nam un, anggapan lain adalah bahwa bagian-bagian structural dari sistem truss mem iliki sambu ngan yang tertancap dengan ideal pada sam bungannya. Sebenarn ya, sam bungan stru ctural h arus dinam ai sesuai dengan kurva mom ent-rotation-nya. Kurva in i um umn ya d iturunkan dari m ema su kkan kurva yang

s es u ai ke da lam data eks p erim e ntal. B erb aga i m o de l tip e M-r

telah d ikem b ang ka n. S e perti te rliha t p ada kurva M- r d i g am b ar III.2 , m o m e n (M) terga ntun g p ada fu ngs i d ari ro ta s i re la tive a nta ra ba gian-ba gian s tructu ral yang ters a m bun g ke s am b un gan yan g s am a. An alis a elem en terb atas u m um nya d ila ku kan d en gan m en ga ngga p s am b ung an s em i-rigid s eb ag ai s am b un gan r ig id a tau s am bu ng an te rta nca p un tuk pe rh itu ng an ya ng leb ih m ud ah.

Grafik.III.2. Hu b un g an M - r

S e m u a tipe s am bun ga n m en un ju kkan perilaku h ubu n gan M - r yan g be rada di a nta ra r ig id (s um b u vertikal) dan s e ndi (s um b u ho rizo nta l).

a ) Un tuk nilai m om e n yan g s a m a, s a m bu ng an yang leb ih fleks ibel m em iliki s u du t ro ta s i r

ya ng lebih be s a r. S eba likn ya un tu k nila i r

b ) Mom e n m a ks im um yang m am pu dis a lu rkan s ua tu s am bun ga n (ka p as itas m o m en ultim a te ) m enu run p ad a s a m bu nga yan g le bih fl eks ib el.
c) Hu bun gan M - r s ena ntia s a non -linea r untu k s etiap jen is p e m beb ana n .

te rtentu, s am b uga n ya ng lebi fleks ib el m e nya lu rkan m om en ya ng leb ih kecil.

Ketidak linearan ini disebabkan oleh berbagai factor, yang terpenting di antaranya adalah

a) Ketidakseragaman material

Sambungan tersebut terdiri atas berbagai macam dan susunan baut, siku, dan plat. Hal

ini memungkinkan terjadiny a slip dan pergerakan relative pada tingkat pembebanan yang berbeda.

b) Tercapainya kondisi leleh dari sebagian komponen sambungan.

Karena tidak seragamny a tegangan yang ditanggung oleh komponen- komponen sambungan, maka ada komponen yang lebih awal mengalami leleh, ini merupakan factor utama penyebab ke non-linearan prilaku suatu sambungan.

c) Konsentrasi tegangan dan regangan yang disebakan oleh lobang baut, pengencangan

d) Tehnik tekuk flens atau web kolom ataupun balok yang terjadi di sekitar sambungan.

e) Perubahan geometri akibat beban yang bekerja.

dan

bidang

kontak

elemen

yang

diterapkan

pada sambungan.

Sambungan dalam struktur baja biasa dikategorikan sambungan penahan momen (moment resisting) atau fully rigid dan sambungan sendi (pinned) pada kenyataannya ini tidaklah mudah mengkategorikan dan mengimplementasikannya pada analisa struktur
dan desain maupun dalam pelaksanaan.Desain struktur baja dengan peninjauan kekakuan sambungan menjadikannya tidak dapat digunakannya nomogram panjang kolom efektif dan faktor tekuk, perlu meninjau nonlinearitas geometri dan material. Dalam
penerapan

kekakuan

sambungan

tersebut

juga

tidak

mudah

dikarenakan

kekakuan

tersebut

merupakan

hubungan

momen

dengan

rotasi

joint

yang

terjadi

Desain struktur baja dengan peninjauan kekakuan sambungan


menjadikannya tidak dapat digunakannya nomogram panjang kolom efektif
dan faktor tekuk, perlu meninjau nonlinearitas geometri dan material. Dalam
penerapan kekakuan sambungan tersebut juga tidak mudah dikarenakan
kekakuan tersebut merupakan hubungan momen dengan rotasi joint yang
terjadi

BAB IV
ANALISA DAN PEMODELAN STRUKTU R

IV.1. Krite ria De sa in da n Ana lis is

Untuk melakuka n a nalis is ma upun mendisa in da ri sutau s truktur perlu diteta pkan kriteria yang dapa t diguna ka n sebaga i das ar untuk menentuka n pendimensian/pemo delan struktur t ersebut. Kriteria kriteria tersebut adalah sebagai berikut :

A.

Kem ampuan Layanan (Service ability)

Struktur harus ma mpu memikul beba n ra nca ng seca ra aman, ta npa kelebiha n tegangan pa da material da n mempunya i bata s defo rmas i ya ng ma sih dala m da era h yang diizinka n. Kema mpua n s ua tu st ruktur untuk memikul beban tanpa mengala mi kelebiha n tega nga n dipero leh dengan mengguna kan fa kto r kea ma na n da la m mendes ain elemen s truktu. Dengan memilih ukura n s erta bentuk da ri struktur da n tent u sa ja ma teria lnya, taraf tega nga n pa da st ruktur da pat ditent uka n pada ta ra f ya ng ma sih dapa t diterima s ecara a man, s ehingga kelebihan tegangan pa da ma terial tida k terja di. Pada da sarnya kriteria kekuata n merupa ka n hal ya ng s a ngat penting.

Aspek lain mengenai kemampuan layanan suatu struktur adalah mengenai deformasi yang diakibatkan oleh beban, deformasi yang ditimbulkan haruslah masih dalam batas yang telah ditetapkan. Deformasi yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya kelebihan tegangan pada suatu bagian struktur. Defl eksi atau deformasi yang besar dapat diasosiasikan dengan struktur yang tidak aman, apabila deformasi yang didesain besar, maka deformasi tersebut haruslah didontrol dengan memvariasikan kekakuan struktur.

B.

Efisiensi

Kriteria ini mencakup juga tujuan untuk mendisain struktur yang relatif lebih ekonomis. Ukuran yang sering digunakan adalah banyaknya material yang diperlukan untuk memikul beban yang diberikan pada ruang dalam kondisi dan kendala yang ditentukan. Respons struktur di setiap bentangnya tentu saja berbeda beda, untuk itu perencanaan dapat saja dibuat dengan mengambil momen maksimum yang terjadi, atau merencanakan dimensi sesuai dengan diagram momen yang terbentuk.

C.

Konstruksi

Tinjauan konstruksi sering juga mempengaruhi pilihan struktural. Sangat mungkin terjadi bahwa perakitan elemen elemen struktural akan efesien bila materialnya mudah dirakit. Faktor umum yang mempengaruhi kemudahan pelaksanaan pada suatu struktur adalah tingkat kerumitan struktur tersebut, yang dinyatakan dalam banyaknya bagian bagian elemen yang terlibat dan derajat relatif usaha yang diperlukan dalam merakit bagian bagian elemen tersebut sehingga menjadi suatu struktur secara utuh.

IV.2.

Hubungan antar Panjang Bentang dan Jenis Struktural

Panjang bentang selalu merupakan salah satu faktor penentu dalam memilih respons struktur untuk suatu situasi tertentu. Ada sistem struktural yang yang cocok untuk selang bentang tertentu dan tidak cocok untuk lainnya.Untuk memberikan gambaran bagaimana setiap sistem (dan materialnya) dapat mempunyai bentang maksimum, Gambar IV.1.mengilustrasikan interval bentang yang umum untuk setiap sistem struktur dan materialnya.

Kegunaan bentang struktural akan jelas apabila kita mengingat bahwa momen desain untuk suatu beban terdistribusikan merata sebanding dengan panjang bentang. Mengali panjang bengan dua misalnya, akan memperbesar momen menjadi empat kalinya. Tentu saja ukuran elemen struktural yang ada sangat bergantung pada momen desain yang ada.
Pendekatan untuk suatu pilihan sistem struktural juga bergantung pada faktor ini. Karena alasan itulah diperlukan sistem struktural yang dapat memberikan pilihan yang efisien untuk mengimbangi momen eksternal yang ada. Untuk suatu momen yang diberikan, besar gaya atau tegangan internal yang timbul di daerah tarik maupun tekan bergantung langsung pada
momen yang timbul. Semakin tinggi struktur tersebut semakin besar lengan momennya, dan semakin kecil tegangan atau gaya tarik maupun
tekan yang timbul.

bentang adalah hal kritis. Untuk bentang kecil, semua pilihan struktur
pada Gambar IV.2.1 memungkinkan untuk digunakan. Akan tetapi apabila
bentangnya semakin besar, momen desainnya akan membesar, beberapa
bentang tersebut akan menjadi kurang layak. Elemen struktur bertinggi
konstan, seperti balok misalnya, pada umumnya berukuran relatif dangkal
sehingga penambahan panjang bentang akan diikuti dengan bertambahnya
besar tegangan dan gaya tarik serta tekan yang membentuk kopel. Karena
tinggi elemen struktur itu terbatas, maka penambahan ukuran bentang tidak
selalu dapat diimbangi dengan menambah lengan momen maupun dengan
cara lain (misalnya dengan cara memperlebar flens). Dengan demikian
elemen struktur tersebut tidak cocok dengan bentang yang sangat besar.
Kontrol defleksi juga mungkin merupakan tinjauan yang menentukan. Tentu
saja, apabila tinggi struktural selalu diperbesar mengikuti momen desain yang
diakibatkan oleh bentang yang semakin besar, gaya internalnya dapat dibuat
tetap konstan. Hal inilah yang terjadi dalam pembentukan rangka batang,
kabel, maupun pelengkung dan portal. Struktur tersebut relatif tinggi sehingga
memberikan lengan momen internal yang sangat besar. Dengan demikian
gaya gaya yang membentuk kopel tahanan dapat relatif kecil, dan
strukturnya akan masih dapat memberikan momen tahanan sangat besar.

IV.3. Pemodelan Elemen Struktur Pembebanan Pada Struktur

B eban yang bekerja pada struktur ini terdiri dari be ban mati, be ban hidup dan beban gempa.

A. Beban Mati

B eban mati ia lah be ra t da ri se mua bagian dari sua tu gedung yang be rsifa t tetap termas uk segala unsur tambahan, pe nyele saian-penyelesaian, mes in-mesin serta peralatan tetap yang merupakan ba gia n ya ng ta k terpisahkan dari gedung itu.

B eban mati pada struktur terdiri dari berat sendiri struktur (de ad loa d), area loa ds, dan supe r impo sed de ad loads. Pada pemodelan ini beban ma ti (be rat sendiri) a ka n dikalkula sikan seca ra otomatis o leh program SAP 2000
Area Loads untuk pelat lantai 2-5 ada la h :

penutup lantai (keramik + spesi) =24 kg/m2

mec hanical dan electric al = 25 kg/m2

49 kg/m2

S uper Impose s De ad Loa ds adalah :

dinding ba ta (1/2 bata)


=
250 kg/m2

Area Loads untuk pelat a ta p adalah :


me chanica l dan electrical
=
25 kg/m2

S elanjutnya mekanisme transfer beba n a ka n disalurkan berturut-turut pada ba lok, ke mudia n ko lom dan yang terakhir pa da pondas i.

B. Be ba n Hidup

Beban hidup a dala h semua beba n ya ng terja di akibat penghunia n a tau pengguna an s ua tu gedung, da n ke da lamnya t erma suk beba n-beban pa da la nta i yang bera sa l dari ba ra ng - bara ng ya ng dapa t berpindah, mes in-mes in serta pera la ta n ya ng tida k merupaka n ba gia n ya ng ta k terpisa hkan da ri gedung da n dapa t diga nti sela ma ma sa hidup dari gedung itu, s ehingga mengakibatka n perubaha n dalam pembebanan lant ai da n a tap ters ebut.

Sesua i SKBI 1.3.5.3.1987, besa rnya beban hidup yang direnca na ka n untuk pelat lanta i ba ngunan a dala h 250 kg/m2. Sedangkan beba n hidup untuk a tap ata u ba gian ata p yang dapa t dica pa i o rang, harus dia mbil minimum s ebesa r 100 kg/m2 bida ng da ta r.

C. Be ba n Ge mpa

Beban gempa a da lah semua beban sta tik ekiva len yang bekerja pada gedung ata u ba gian gedung ya ng menirukan penga ruh da ri geraka n ta nah akibat gempa itu.Da lam ha l penga ruh gempa pada s truktur gedung ditentukan berdasa rka n s ua tu a na lis a dinamik, maka yang diartikan dengan beba n gempa disini ada la h ga ya-gaya didala m s truktur tersebut ya ng terjadi o leh gerakan tanah akiba t gempa itu.

sesuai dengan SNI 03 1726 2002. Pada struktur ini digunakan analisis respon
spectrum wilayah 4 dengan tanah sedang. Bangunan berada di wilayah gempa 4 dengan
memiliki percepatan di batuan dasar sebesar 0.3g. Bangunan terdapat pada tanah
sedang.

Model bangunan yang akan ditinjau dalam tugas akhir ini adalah gedung perkantoran
dengan sistem struktur balok dan kolom. Gedung dasar memiliki 5 lantai dengan tinggi
lantai tipikal 4 m untuk lantai dasar dan 3,5 m untuk lantai 2 sampai lantai
5 dan jumlah bentang dalam arah x dan arah y adalah sama yaitu 3 bentang. Jarak antar
bentang dalam arah x adalah 5 m dan dalam arah y adalah 5 m. Material yang
digunakan adalah beton dengan fc = 25 MPa, baja tulangan fy = 400 MPa. Pelat atap
memiliki tebal
100 mm, dan plat lantai 120 mm.Dimensi dan ukuran penampang adalah sebagai
berikut:

a) Kolom lt 1 : 55x55 dan 50x50


b) kolom lt 2
c) kolom lt 3

: 50x50 dan 45x45


: 45x45 dan 40x40

d) kolom lt 4-5 : IWF 400x200x8x13x16


e) Balok lt 1-3 : 40x60

D. Kombina si Beba n
Beban da n ko mbina si beba n a ka n ditentuka n o leh peraturan a plika si ba ngunan. Beba n-beban dan kombina si beba n a ka n menga cu kepada SNI-1726-2002. U ntuk tujuan desa in, beban no mina l aka n dipaka i seba ga i beba n ya ng ditentuka n o leh pera turan ba nguna n ya ng dapat dipa kai, bukan beba n terfa kto r. Berikut kombina si pembebana n ya ng digunakan pa da struktur a dala h ses ua i denga n SNI 03 -2847-2002 pa sa l 11.2 yaitu :
1. 1.4DL
2. 1.2DL + 1.6LL1
3. 1.2DL + 1.6LL2
4. 1.2DL + 1.6LL1 + 1.6LL2
5. 0.9DL + 1.0E
6. 1.2DL + 1.0LL1 + 1.0E
7. 1.2DL + 1.0LL2 + 1.0E
8. 1.2DL + 1.0LL1 + 1.0LL2 + 1.0E
Ke te ran gan :
a . DL = De ad Lo ad (be ban m ati)
b . LL 1 = L ive Loa d1 (be ba n hidu p pa da lan ta i)
c . LL 2 = L ive Load 2 (beb an hid up p ad a ata p)
d . E = Ea rthqu ake (b eba n g em p a)

Pembebanan yang dilakukan pada strutur terlebih dahulu akan dianalisa sehingga diperoleh besaran beban yang sebenarnya pada setiap bagian dari struktur tersebut. Input data yang diberikan ke dalam program analisa struktur adalah beban yang telah dianalisa dan berat sendiri struktur pada model diprogram analaisa struktur diabaikan, karena berat struktur yang dimodelkan dianalisa pada tipe pembebanan D ( dead loads) Gambar kasus bangunan yang mana terdiri dari bangunan penambah (struktur baja) dan bangunan dasar (struktur beton), tampak depan struktur bangunan, Denah struktur bangunan, dan kerangka struktur bangunan pada program Sap 2000, Model struktur bangunan berturut-turut dapat dilihat pada gambar

Gambar IV.1 Gambar Struktur Baja

Gambar IV.2 Gambar Model Bangunan

E. Pemodelan Balok dan Kolom


Balok dan kolom yang digunakan sesuai dengan model struktur dari bangunan
diatas, untuk analisa balok dan kolom maka di gunakan program SAP 2000. Berikut ini prosedur perhitungan desain balok dan kolom dengan menggunakan program SAP 2000 V.10.

a.

Dari menu Define CONC Modify/Show Material, parameter untuk mutu beton dan tulangan dimasukkan.

b. Selanjutnya defenisikan parameter penampang melalui menu perintah Define Frame Sections Add Rectangular. Pada kotak dialog Rectangular Sections,
tetapkan type desain (balok atau kolom) serta tebal penutup beton dengan mengklik tombol Reinforcement sehingga ditampilkan kotak dialog Reinforcement Data. Untuk memasukkan nilai reduksi inersia dilakukan dengan cara mengklik tombol Set Modifiers sesuai dengan SNI - 03 - 2847 2002 dimana untuk balok 0.35 dan kolom 0.7.
c.

Susun data pembebanan

Perhitungan berat sendiri dilakukan dengan mengaktifkan melalui menu perintah Define Load Case. Selanjutnya ubah parameter Self Weight Multipler = 1

- Beban merata dimasukkan dalam elemen balok melalui Assign Frame/Cable/Tendon

Loads

- Beba n gempa dima sukka n pada setia p la ntai mela lui As sign Fra me /Cab l

Relea se dengan keka kua n yang diinginkan

- Ta hap a khir pembeba nan ada lah mendefenisika n ko mbinas i pembeba na n

ya ng

aka n

dipaka i

da lam

perencanaa n

penampa ng mela lui menu De fine Combinations Add Ne w Comb.

- Ada bebera pa penyederhana an da la m pemo delan dianta ranya a dala h faktor keka nga n ( fixity facto r) yg diajukan o leh Ro msta d, et a l, 1970 da la m persa ma an sederha na

Sc = n/(1-n)*4EI/L

(Pe rs .4.1)

dima na n a dalah fakt or keka ngan ya ng besa r nila inya a da la h 0(nol)

untuk sa mbungan tipe s endi da n 1(sa tu) untuk s ambungan tipe jepit / nilai

keka kua n t ak terhingga.Untuk tinja ua n a wa l penga ruh kekakua n sa mbungan dapa t ditinja u

keka kua n s ambungan ters ebut bernilai 20% (ba ta sa n pinned), 50%,75% ata u 90%(ba ta sa n fixed) s ebena rnya nilai ini tega ntung juga jenis s ambungan da n ko nfigura si ba ut da n s tiffener. Ditinja u porta 2D dgn da ta

benta ng, L= 5,0m

Tinggi, H = 3.5m

Inersia B alo k WF400, Ib = 22964 cm4

Mod. Elastis itas, Es = 2.010^6 kg/c m2

B esaran nilai kekakuan ujung sa mbungan Sc:

nea r pinned

n=0.2

Sc = 76546666.67 kgf.cm/rad

nea r fixed

n=0.9

Sc = 2755680000.00 kgf.cm/rad

d. Run program

e. Untuk me lihat gaya-gaya da lam yang terja di sepe rti Momen, Lintang, dan No rmal dilakukan denga n cara me ngklik Display - Show Forces/frames - Frames/Cables.
f. Desain penampang, Strength Reduction Factor yng digunakan ha rus disesuaikan melalui Option Preferences Concrete Frame Design, parameter yang terlihat pada menu preference s masih me ngacu pada peraturan la ma. Untuk yang ba ru, yaitu S NI - 03 - 2847 2002, maka faktor reduksi kekuatan ada lah:

o Bending/Tension = 0.8

o Compression (T) = 0.65

o Compression (S) =0.7

o Shear = 0.75
g.

Selanjutnya proses desain dimulai melalui menu Design Concrete Frame

Design Start Design/Check of Structure. Sebagai hasilnya, pada layar akan


ditampilkan luas tulangan.

IV.5. Pembahasan
Pembahasan yang pertama kali dilakukan adalah membandingkan momen (M), gaya lintang, dan gaya normal.perbandingan pertama dilakukan terhadap frame kolom dan frame balok sambungan dan perbandingan kedua ditinjau
frme balok dan frame kolom bangunan dasar,yang mendapatkan efek dari penambahan tinggi bangunan.

BAB V
KESIMPULAN
V.1.

Kesimpulan

Setelah menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini, ada beberapa kesimpulan yang dapat diperoleh, antara lain sebagai berikut :
1.

Pada dasarnya moment sangat berpengaruh pada sambungan semirigid terutama pada titik tempat terjadinya penyambungan yaitu pada kolom bangunan dasar (struktur beton) dan bangunan penambah (struktur baja).

2.

Berdasarkan analisis yang dilakukan dan dari hasil perhitungan SAP 2000, Gaya lintang tidak berpengaruh dalam sambungan ini. Hal ini terbukti tidak ada perubahan gaya setelah dilakukan perubahan persentase kekakuan yang dilakukan yaitu perbandingan dari 20%, 40%, 60%, 80%.

3.

Dari analisa yang dilakukan hasil perhitungan SAP 2000 pada sambunga ini,gaya normal tidaklah berpengaruh akibat adanya perubahan persentase yang dilakukan yaitu perubahan dari 20%, 40%, 60%, 80%. Hal ini terbukti tidak ada perubahan gaya setelah dilakukan perubahan persentase yang dilakukan

4.

Berdasarkan analisis yang dilakukan dan dari hasil perhitungan SAP 2000, gaya gaya dalam (momen, gaya lintang, normal ) yang bekerja pada bangunan dasar (struktur beton) tidak berpengaruh akibat perubahan persentase yang dilakukan akibat adanya penambahan tinggi bangunan yaitu struktur baja, dengan kata lain perubahan persentase kekakuan yang dilakukan tidak berpengaruh terhadap desain bangunan dasar.

Anda mungkin juga menyukai