Anda di halaman 1dari 40

zzANALISIS DAN PERBANDINGAN PERENCANAAN BALOK

TINGGI DENGAN METODE STRUT AND TIE DAN METODE


SOFTEN STRUT AND TIE DAN METODE KONVENSIONAL

Oleh :

Adi Santoso
325130092

Tugas Akhir ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan


dalam mendapatkan gelar Sarjana Teknik

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
JAKARTA
2017
KATA PENGANTAR
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Balok tinggi merupakan salah satu komponen dalam struktur bangunan. Balok
tinggi merupakan suatu elemen struktur yang mengalamai beban seperti pada balok
biasa, tetapi mempunyai angka perbandingan tinggi dengan lebar yang besar, dan
angka perbandingan bentang geser dengan tinggi efekif balok tidak melebihi 2 sampai
dengan 2,5. Karena geometri tersebut maka balok tinggi tidak berperilaku sebagai
satu dimensi melainkan dua dimensi dan juga mengalami tegangan dua dimensi.
Sehingga, bidang yang datar sebelum melentur tidak harus tetap datar setelah
melentur. Distribusi regangannya juga tidak lagi linier dan deformasi aksial yang
seringkali diabaikan pada perancangan balok biasa menjadi sesuatu yang penting
dibandingkan dengan deformasi lentur murni. Contoh dari balok tinggi adalah
dinding pondasi (foundation wall), pile cap, dan dinding geser (shear wall).

Perilaku balok tinggi sangat berbeda dengan balok lentur konvensional, dimana
keruntuhan lebih dominan terjadi akibat tegangan geser sehingga perencanaan
tulangan geser sebagai perkuatan internal menjadi penting. Tulangan geser tidak
hanya dapat meningkatkan kapasitas geser balok, tetapi juga merubah sifat daktilitas
balok dimana tulangan geser berfungsi untuk mereduksi resiko terjadi keruntuhan
getas. Selain sengkang yang menahan gaya geser maka pada penulisan ini
divariasikan penggunaan tulangan geser longitudinal yang diharapkan dapat
menyumbangkan tahanan terhadap kapasitas geser balok tinggi.

Dalam prakteknya, banyak orang selalu berusaha mencari suatu metode


perhitungan yang bisa mendapatkan pendekatan yang paling tepat dengan keadaan
aslinya sehingga penulangan yang diberikan juga akan semakin efisien dan efektif
sesuai dengan kebutuhannya. Salah satu metode yang paling dikenal untuk analisis
balok tinggi adalah metode Strut and Tie.

Strut-and-Tie Model merupakan hasil pengembangan dari metode Truss


Analogi yang pertama kali diperkenalkan oleh Mrch (Stuttgart) dan Ritter (Zurrich)
pada tahun 1920. Selanjutnya atas inisiatif Schlaich dan Schafer (Stuttgart), Truss
Analogi dikembangkan ke dalam suatu bentuk / model yang lebih umum dan
konsisten, dan kemudian dikenal sebagai Strut-and-Tie Model (Model Penunjang dan
Pengikat). Untuk pertama kalinya Schlaich dan Schafer secara sistematik
mengembangkan langkah perancangan struktur beton bertulang dengan Strut-and-Tie
Model, yaitu dengan membagi struktur dalam dua daerah yakni, daerah D dan B.
Dimana, daerah yang tidak lagi datar dan tegak lurus garis netral sebelum dan
sesudah ada tambahan lentur yang dirincikan oleh regangan nonlinear, disebut daerah
D (Distrubed atau Discontinuity) dan daerah dimana berlaku hukum Bernoulli disebut
daerah B (Bending atau Bernoulli). Kedua daerah tersebut menggambarkan alur gaya
(Load Path) sebagai transfer gaya yang terjadi pada struktur beton bertulang pada
kondisi retak dari sumber pembebanannya sampai tumpuan.

1.2. Identifikasi Masalah

1.3. Batasan Masalah

Dalam penyususan skripsi ini, terbatas pada pembahasan :

1. Perhitungan terbatas mengenai struktur balok tinggi perletakan sederhana dan


balok tinggi yang dinyatakan dengan continous beam dengan data-data yang
logis.

2. Perhitungan dilakukan dengan metode Strut and Tie.

3. Struktur yang ditinjau adalah balok tinggi dengan variasi perletakan.


4. Tulangan yang dianalisa adalah tulangan lentur dan tulangan geser.

5. Strut and Tie Model direncanakan sesuai dengan aliran beban atau penyebaran
tegangan.

6. Beban yang bekerja adalah beban vertikal statis ekivalen yang bekerja pada
balok dengan perletakan sederhana (sendi-roll).

7. Perbandingan perhitungan yang dilakukan yaitu metode Strut and Tie dengan
metode konvensional.

1.4. Rumusan Masalah

Adapun permasalahan dari penulisan ini adalah :

1. Bagaimana cara penerapan metode Strut and Tie dalam penulangan balok tinggi
?

2. Apakah penggunaan metode Strut and Tie memberikan penulangan yang lebih
sedikit dibanding metode konvensional ?

1.5. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah :

1. Melakukan perhitungan dan desain balok tinggi dengan perletakan sederhana


dan balok tinggi yang dinyatakan sebagai continuous beam menggunakan
metode strut and tie.
2. Mempelajari dasar-dasar teori , prosedur dan perhitungan metode strut and tie
dan pengaplikasiannya dalam perhitungan elemen struktur yaitu balok tinggi.

3. Membandingkan hasil perhitungan yang didapat menggunakan metode strut


and tie dengan metode konvensional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Beton Bertulang


Beton bertulang boleh jadi adalah bahan konstruksi yang paling penting. Beton
bertulang digunakan dalam berbagai bentuk hampir semua struktur, besar maupun
kecil-bangunan, jembatan, perkerasan jalan, bendungan, dinding penahan tanah,
terowongan, jembatan yang melintasi lembah (viaduct), drainase serta fasilitas irigasi,
tangki dan sebagainya.

Kelebihan beton sebagai bahan struktur antara lain yaitu:


1. Beton memiliki kuat tekan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
kebanyakan bahan lain.
2. Beton bertulang mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap api dan air, bahkan
merupakan bahan struktur terbaik untuk bangunan yang banyak bersentuhan dengan
air. Pada peristiwa kebakaran dengan intensitas rata-rata, batang-batang struktur
dengan ketebalan penutup beton yang memadai sebagai pelindung tulangan hanya
mengalami kerusakan pada permukaannya saja tanpa mengalami keruntuhan.
3. Struktur beton bertulang sangat kokoh.
4. Beton bertulang tidak memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi.
5. Dibandingkan dengan bahan lain, beton memiliki usia layan yang sangat panjang.
6. Beton biasanya merupakan satu-satunya bahan yang ekonomis untuk pondasi
tapak, dinding basement, tiang tumpuan jembatan dan bangunan bangunan semacam
itu.
7. Salah satu ciri khas beton adalah kemampuannya untuk dicetak menjadi bentuk
yang sangat beragam, mulai dari pelat, balok, dan kolom yang sederhana sampai atap
kubah dan cangkang besar.
8. Di sebagian besar daerah, beton terbuat dari bahan-bahan lokal yang murah (pasir,
kerikil dan air) dan relatif hanya membutuhkan sedikit semen dan tulangan baja, yang
mungkin saja harus didatangkan dari daerah lain.
9. Keahlian buruh yang dibutuhkan untuk membangun konstruksi beton bertulang
lebih rendah dibandingkan dengan bahan lain seperti baja struktur.

Kelemahan beton bertulang sebagai bahan struktur:


1. Beton mempunyai kuat tarik yang sangat rendah, sehingga memerlukan
penggunaan tulangan tarik.
2. Beton bertulang memerlukan bekisting untuk menahan beton tetap di tempatnya
sampai beton tersebut mengeras tetapi harga bekisting sangat mahal bila
dibandingkan dari total biaya proyek.
3. Rendahnya kekuatan persatuan berat dari beton mengakibatkan beton-bertulang
menjadi berat yang nantinya akan berpengaruh apabila digunakan pada struktur yang
memiliki bentang yang panjang.
4. Rendahnya kekuatan per satuan volume mengakibatkan beton akan berukuran
relatif besar.
5. Sifat-sifat beton yang bervariasi karena bervariasinya proporsi-campuran dan
pengadukannya. Selain itu, penuangan dan perawatan beton tidak bias
ditangani seteliti seperti yang dilakukan pada proses produksi material lain seperti
baja struktur dan kayu lapis.

Salah satu bentuk struktur yang merupakan beton bertulang yaitu balok tinggi.
Pada balok tinggi, tulangan baja merupakan unsur yang penting bagi kekokohan
strukturnya. Balok tinggi adalah suatu elemen struktur yang mengalami beban seperti
pada balok biasa, tetapi mempunyai angka perbandingan tinggi/lebar yang besar, dan
angka perbandingan bentang geser/tinggi tidak melebihi 2 sampai 2,5 dimana bentang
geser adalah bentang bersih balok untuk beban terdistribusi merata. Lantai beton yang
mengalami beban horizontal, dinding yang mengalami beban vertikal, balok
berbentang pendek yang mengalami beban sangat berat, dan kebanyakan dinding
geser merupakan contoh-contoh jenis elemen struktur ini.
Karena geometri inilah maka balok tinggi ini lebih berprilaku dua dimensi
bukan satu dimensi, dan mengalami keadaan tegangan dua dimensi. Sebagai
akibatnya, bidang datar sebelum melentur tidak harus tetap datar setelah melentur.
Distribusi regangannya tidak lagi linier, dan deformasi geser yang diabaikan pada
balok biasa menjadi sesuatu yang cukup berarti dibandingkan dengan deformasi
lentur murni. Sebagai akibatnya, blok tegangan menjadi nonlinier meskipun masih
pada taraf elastis. pada keadaan limit dengan beban batas, distribusi tegangan tekan
pada beton tidak akan lagi mengikuti bentuk parabola seperti yang digunakan pada
balok biasa.

a. Kompatibilitas antara beton dan baja


Beton dan tulangan baja bekerja sama dengan baik dalam struktur beton bertulang.
Kelebihan masing masing material tampaknya saling menutupi kelemahan masing-
masing. Sebagai contoh, kelemahan utama beton adalah kekuatan tarik yang rendah
tetapi kuat tarik adalah salah satu kelebihan utama baja. Tulangan baja memiliki kuat
tarik hampir 100 kali lebih besar daripada kuat tarik beton biasa.

b. Kuat tekan.
Kuat tekan beton adalah kemampuan beton untuk menahan gaya tekan per
satuan luasnya dimana nilainya bervariasi sesuai perencanaan awal yang ditentukan,
mutu material yang dipilih, proses pengerjaan strukturnya dan juga perawatan di
lapangan ditambah lagi dengan pengaruh oleh lingkungan sekitar. Kuat tekan beton
bisa didapatkan dengan melakukan pengujian di laboratorium, namun yang harus
diperhatikan adalah kondisi di lapangan tidaklah sama dengan kondisi di ruang
perawatan, sehingga kekuatan beton pada saat pengujian tidak dapat dicapai di
lapangan terkecuali proporsi-bahan, pencampuran, vibrasi dan kelembapannya
hampir sempurna. Akibatnya adalah tidak akan diperoleh kekuatan yang sama
dilapangan walaupun menggunakan proporsi campuran yang sama. Oleh karena itu,
Subbab 5.3 dari peraturan ACI menyebutkan bahwa kuat tekan beton yang digunakan
sebagai dasar untuk memilih proporsi campuran beton harus melampaui spesifikasi
kuat beton pada umur 28-hari.

c. Kuat tarik
Kuat tarik beton bervariasi antara 8% sampai 15% dari kuat tekannya. Alasan utama
dari kuat tarik yang kecil ini adalah kenyataan bahwa beton dipenuhi oleh retak-retak
halus. Retak-retak ini tidak berpengaruh besar bila beton menerima beban tekan
karena beban tekan menyebabkan retak menutup sehingga memungkinkan terjadinya
penyaluran tekanan. Jelas ini tidak terjadi bila balok menerima beban tarik.
Meskipun biasanya diabaikan dalam perhitungan desain, kuat tarik tetap merupakan
sifat penting yang mempengaruhi ukuran beton dan seberapa besar retak terjadi.
Selain itu, kuat tarik dari batang beton diketahui selalu akan mengurangi jumlah
lendutan. Kuat tarik beton tidak berbanding lurus dengan kuat tekan ultimatnya fc.
Meskipun demikian, kuat tarik ini diperkirakan berbanding lurus terhadap akar
kuadrat dari fc. Kuat tarik ini cukup sulit untuk diukur dengan beban-beban tarik
aksial langsung akibat sulitnya memegang spesimen uji untuk menghindari
konsentrasi tegangan dan akibat kesulitan dalam meluruskan beban-beban tersebut.

2.2. Metode Strutand-Tie Model

Komponen struktur beton bertulang yang mengalami retak, pada dasarnya gaya
yang bekerja akan dipikul oleh tegangan tekan dari beton utuh dan tegangan tarik dari
baja tulangan. Penggambaran medan tegangan utama ( trayektori tegangan utama )
pada elemen struktur beton dapat dilakukan berdasarkan analisis elastis. Trayektori
tegangan utama tersebut mempunyai tendensi untuk menjadi lurus setelah terjadi
retakan yang cukup banyak sehingga dapat diidealisasikan sebagai strut. Berdasarkan
perilaku inilah kemudian strut-and-tie model dikembangkan sehingga suatu daerah
terganggu ( D-Region ) dapat diidealisasikan terdiri atas: strut dari beton, tie dari baja
tulangan dan nodal zone ( daerah nodal ) yang merupakan pertemuan dari strut-and-
tie. Seperti halnya pada rangka batang, ada tiga elemen pokok dalam pembentukan
keseimbangan dalam model strut-and-tie, yaitu batang tekan ( penunjang atau strut ),
batang tarik ( pengikat atau tie ) daan titik simpul ( joints atau node ). Nodal pada
STM sering juga disebut hydrostatic element. Gambaran dari ketiga tipe elemen
pembentuk STM dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Elemen-elemen dalam Strut-and-Tie Model


Sumber : The Strut and Tie Models of Concrete Structures oleh Dr. C. C. Fu, Ph. D, P.

Dimensi yang proporsional dari elemen strut, tie, dan nodal zone didapat
berdasarkan kondisi batas tegangan yang sudah jelas. Kondisi ini benar-benar
berdasarkan atas lower bound pada analisa plastis karena pada kenyataannya
semuanya diasumsikan bedasarkan atas distribusi tegangan yang pasti dan aliran
gaya, yang pada akhirnya akan menyebabkan keseimbangan dan kondisi tegangan
yang maksimum.
Menggunakan Strut and Tie Model dalam menghitung tulangan geser balok
merupakan salah satu langkah yang dilakukan untuk merencanakan struktur
konstruksi beton bertulang. Selain cara-cara konvensional yang selama ini diketahui
luas oleh para engineer maupun mahasiswa sipil di Indonesia pada umumnya terdapat
cara lain yang mungkin masih belum terlalu memasyarakat sampai saat ini yaitu Strut
and Tie.

Pada analisis struktur, biasanya digunakan hypotese Bernoulli yaitu


penampang dianggap rata dan tegak lurus dengan garis netral sebelum dan sesudah
lentur. Dalam kenyataannya, pada daerah kerja terpusat, tumpuan dan dimana
terdapat konsentrasi tegangan yang besar asumsi kondisi penampang tetap datar pada
saat deformasi ini, umumnya tidak berlaku. Penampang struktur terbagi-bagi atas 2
tipe daerah yaitu daerah D dan B. Daerah yang tidak datar disebut daerah D
(Disturbed atau Discontinuity), yaitu pada daerah D dapat ditentukan dengan Saint
Venant Principle yang menyatakan bahwa gaya-gaya yang bekerja pada bidang dan
dalam keseimbangan akan mempengaruhi daerah sekitarnya sejauh h dengan
tegangan f akan mengecil menjadi nol menjauhi pusat gaya-gaya tersebut. Asas Saint
Venant dari penyebaran tegangan yang terlokasikan menyatakan bahwa pengaruh
gaya atau tegangan yang bekerja pada suatu luasan yang kecil boleh diperlakukan
sebagai suatu system yang secara statis pada jarak selebar atau setebal benda yang
dibebani hingga menyebabkan distribusi tegangan dapat mengikuti hukum yang
sederhana yaitu f = N/A. Daerah dimana berlaku hukum Bernoulli, disebut daerah B
(Bending atau Bernoulli). Pada daerah B ini tegangan dapat dicari dengan
menggunakan momen lentur. Perencanaannya dapat menggunakan model rangka
batang atau juga Modified Compression Field (MFC).
2.2.1. Penentuan daerah D dan B Strut and Tie Model

Slaich (1982-1983) telah membangun suatu dasar filosofi perancangan yang


konsisten pada struktur yang berada di daerah B dan D yaitu perancangan dengan
Strut and Tie Model. Dengan demikian keseluruhan struktur dapat dirancang
berdasarkan Strut and Tie Model. Tetapi dalam praktek Strut and Tie lebih banyak
diterapkan pada daerah D, sedangkan pada daerah B lebih dikhususkan pada
perancangan terhadap pengaruh geser dan torsi. Penerapan Strut and Tie Model dalam
perancangan struktur beton diawali dengan penentuan daerah D dan B.

Konsep daerah (zona) struktur


Setiap bagian dari struktur adalah berbeda. Itu tergantung pada pembebanan
dan sifat fisik dari struktur tersebut. Seperti yang telah dibahas, struktur beton
bertulang akibat lentur dan geser biasnya mengalami perilaku yang kompleks
sebelum gagal. Perilaku yang diamati diambil sebagai anggapan dalam perumusan
analisa penunjang dan pengikat. Dalam memilih pendekatan perencanaan sedemikian
untuk structur beton, itu perlu untuk mengelompokkan bagian dari structur baik
sebagai daerah-B, dimana teori balok digunakan, meliputi analisa regangan linier, dan
bagian lain dinamakan daerah diskontiniu, atau daerah D. Kedua daerah ini dibedakan
satu dengan yang lainnya mengikuti sifat sebagai berikut:
1. Daerah B (B berarti Balok atau Bernoulli), dimana berdasarkan hipotesa Bernoulli
distribusi regangan berupa garis lurus dari lentur terjadi di sini. Suatu regangan
dalam dapat dengan mudah diturunkan dari gaya-gaya penampang (lentur dan
torsi, momen, geser dan gaya aksial). Daerah B direncanakan sebagai basis dari
model kerangka.

2. Daerah D (D berarti diskontiniu) daerah yang berdekatan akan berubah pada


daerah pembebanan pada beban terpusat dan pada reaksi tumpuan; atau akan
berubah pada suatu perubahan geometri seperti lubang atau perubahan penampang
dan daerah diskontiniu lainnya. Pada daerah ini distribusi regangan secara
signifikan menjadi nonlinier.

Gambar 2.2 Penentuan daerah B dan D pada balok


Sumber : Design and Detailing of Structural Concrete Using Strut-and-Tie Model oleh Jorg Schlaich,
dan Kurt Schafer

Gambar 2.3 Trayektori tegangan pada daerah B dan D pada balok


Sumber : Design and Detailing of Structural Concrete Using Strut-and-Tie Model oleh Jorg Schlaich,
dan Kurt Schafer

Prosedur penentuan daerah D dan B lebih dapat dijelaskan sebagai berikut :


a) Ganti struktur riil dengan struktur fiktif yang dibebani sedemikian rupa hingga
hukum Bernoulli berlaku dan keseimbangan dari semua gaya-gaya terpenuhi.

b) Tentukan suatu sistem keseimbangan pada suatu system keseimbangan pada suatu
sistem struktur bila yang disuperposisikan dengan keseimbangan akan memenuhi
syarat-syarat batas.
c) Terapkan azas Saint Venant pada sistem struktur sejarak d = h dari titik
keseimbangan gaya-gaya.

d) Pada daerah B tegangan sudah tidak dipengaruhi lagi oleh unsur diskontinuitas,
dari penjelasan diatas bahwa penentuan daerah B dan D dipengaruhi oleh
geometri dan jenis dari lokasi beban yang bekerja.

2.2.2.Asumsi Perancangan Strut and Tie Model


Dasar teori dari strut and tie model adalah teori plastis. Model ini akan
memberikan lower bound solution. Teori lower bound plasticity menyatakan bahwa
struktur tidak akan berada diambang keruntuhan bila terjadi keseimbangan antara
beban dan distribusi tegangan dimana pada setiap titik pada struktur tersebut
mengalami tegangan lelehnya. Dengan demikian perencana perlu meninjau beberapa
model alternatif dan paling sedikit ada dari load-path yang memadai dan memastikan
bahwa tidak ada bagian dari load path yang mengalami tegangan yang berlebihan
(overstressed). Dengan kata lain model dengan load-path yang dipilih memberikan
kapasitas struktur yang terendah (model dengan load-path yang lain akan
memberikan kapasitas struktur yang lebih besar dibandingkan dengan model load-
path yang dipilih sebelumnya), dengan demikian penggunaan metode ini dianggap
konservatif. Pemilihan bentuk arah load-path atau pola distribusi tegangan tidak
boleh berbeda jauh antara sebelum dan sesudah beton mengalami peretakan sehingga
keruntuhan lebih awal (premature) dapat dihindari. Struktur yang ditinjau
diidealisasikan sebagai suatu sistem rangka batang plastis (plastic truss analogy)
yang berada dalam keseimbangan.

Keseimbangan rangka batang terpenuhi jika :


a) Beban luar dan reaksi-reaksi tumpuan serta semua titik simpul berada dalam
keseimbangan .
b) Semua gaya tarik dipikul oleh baja tulangan dengan atau tanpa tendon
prategang.
c) Titik simpul merupakan titik tangkap dari sumbu-sumbu batang dengan atau
tanpa garis-garis gaya luar termasuk reaksi perletakan. Semua garis-garis gaya
tersebut bertemu pada satu titik sehingga titik simpul tersebut tidak timbul
momen.
d) Kehilangan keseimbangan rangka batang terjadi bila beton akan mengalami
kehancuran atau sejumlah batang tarik mengalami pelelehan yang
mengakibatkan rangka batang berada dalam mekanisme labil.
e) Strut-and-Tie merupakan resultante dari berbagai medan tegangan.

Analisis Penyebaran Tegangan


Konsep tekan dan tarik didasarkan atas pendekatan plastisitas untuk aliran gaya
di zona angker dengan menggunakan sejumlah batang-batang lurus tarik dan tekan
yang bertemu di titik-titik diskret yang disebut nodal. Sehingga membentuk rangka
batang. Gaya tekan dipikul oleh batang tekan (strut) dan gaya tarik dipikul oleh
penulangan non prategang dari baja lunak yang berfungsi sebagai tulangan tarik
pengekang atau oleh baja prategang. Kuat leleh tulangan pengekang angker
digunakan untuk menentukan luas penulangan total yang dibutuhkan di dalam blok
angker sesudah retak signifikan terjadi, trayektori tegangan-tegangan tekan beton
cenderung memusat menjadi garis lurus yang dapat diidealisasikan menjadi batang
lurus yang mengalami tekan uniaksial. Batang tekan ini dapat dipandang sebagai
bagian dari unit rangka batang dimana tegangan tarik utama diidealisasikan sebagai
batang tarik di unit rangka batang dengan lokasi nodal yang ditentukan oleh arah
batang tekan. Suatu benda elastis yang dibebani sebelum retak akan menghasilkan
medan tekan (compression field) dan medan tarik (tension field). Garis trayektori
tegangan utama adalah garis tempat kedudukan titik-titik dari suatu tegangan utama
(principal stress) yang memiliki nilai (aljabar) yang sama terdiri dari garis trayektori
tekan dan trayektori tarik. Garis-garis trayektori menunjukkan arah dari tegangan
utama pada setiap titik yang ditinjau. Jadi trayektori tegangan merupakan suatu
kumpulan garis-garis kedudukan dari titik-titik yang mempunyai tegangan utama
yang mempunyai nilai tertentu. Telah diungkapkan di depan bahwa penggunaan Strut
and Tie model perlu didukung oleh pengertian medan tegangan utama yang kemudian
diterapkan pada perancangan model struktur berdasarkan teori plastisitas. Dari
ungkapan tersebut terlihat bahwa adanya hal yang kurang konsisten, yaitu dimana
awalnya berorientasi pada distribusi dan trayektori tegangan berdasarkan teori elastis
yang kemudian diterapkan pada perancangan model struktur berdasarkan teori plastis.
Selanjutnya diketahui bahwa struktur beton bukan merupakan bahan yang elastis
linear sempurna dan homogen karena struktur beton terdiri dari beton dan berbagai
baja tulangan. Pada keadaan retak terjadi redistribusi tegangan dimana tegangan
induk tarik pada beton bervariasi dari nol pada lokasi retak dan mencapai nilai
maksimum pada lokasi antar retakan, sehingga pada struktur beton akan mengalami
perubahan kekakuan struktur. Walaupun demikian hasil dari percobaan dan penelitian
menunjukkan bahwa perancangan model struktur beton bertulang berdasarkan teori
plastisitas yang berorientasikan trayektori tegangan utama masih cukup konservatif,
ini juga dikarenakan kuat tarik beton sangat rendah dibandingkan dengan kuat
tekannya. Untuk memperoleh distribusi dan trayektori tegangan yang akurat, Cook
dan Mitchell (1988) menyarankan penggunaan metode finite-element (elemen hingga)
non linear. Kotsovos dan Pavlovic (1995) cukup banyak membahas analisis finite-
element (elemen hingga) untuk perencanan struktur beton dalam keadaan batas (limit-
state design), tetapi dalam penggunaan praktis masih banyak berorientasi pada
distribusi dan trayektori tegangan utama karena dianggap lebih praktis dan cukup
konservatif disamping perangkat lunak komputer untuk struktur beton yang non
linear masih sangat terbatas untuk penggunaan praktis. Oleh karenanya, pembahasan
selanjutnya masih didasarkan pada distribusi dan trayektori tegangan yang
berorientasi pada struktur beton elastis dan diikuti dengan perancangan pada teori
plastisitas.
Beberapa karakteristik penting dari trayektori tegangan adalah :

a) Di tiap-tiap titik ada trayektori tekan dan trayektori tarik yang saling tegak lurus.
b) Dalam komponen struktur yang dibebani terdapat suatu kelompok trayektori tekan
dan kelompok trayektori tarik, dan kedua kelompok trayektori adalah orthogonal. Ini
disebabkan karena tegangan utama tekan dan tegangan utama tarik, di dalam suatu
titik yang arahnya saling tegak lurus sehingga kelompok trayektori tekan dan
kelompok trayektori tarik menyatakan suatu sistem yang orthogonal.
c) Trayektori tekan dan trayektori tarik berakhir pada sisi tepi dengan sudut 90.
d) Di dalam titik-titik di garis netral arah trayektori-trayektori adalah 45.
e) Lebih dekat jarak trayektori-trayektori, lebih besar nilai tegangan utamanya
f) Trayektori tegangan pada daerah B jauh lebih teratur (smooth) dibandingkan pada
daerah D.

(a) (b)

Gambar 2.4 Distribusi tegangan elastis pada balok tinggi; (a) trayektori tegangan
utama akibat beban merata; (b) trayektori tegangan utama akibat beban terpusat
Sumber : Design and Detailing of Structural Concrete Using Strut-and-Tie Model oleh Jorg Schlaich,
dan Kurt Schafer

2.2.3. Metode Perambahan Beban (Load-Path Method)

Trayektori tegangan utama adalah salah satu alat bantu dalam membentuk Strut
and Tie Model. Di samping pemanfaatan trayektori tegangan utama, Sclaich (1987)
memberikan alternatif lain, yaitu penggunaan perambahan beban (load-path method).
Metode ini dapat dijelaskan seperti pada gambar 2.6 dan 2.7, pada awalnya harus
ditentukan terlebih dahulu keseimbangan luar sehingga beban kerja dan reaksi-reaksi
pada D-region tersebut berada dalam keseimbangan. Kemudian diasumsikan
tegangan p berlangsung linear. Pada gambar 2.5, diagram p yang semuanya dalam
keadaan tekan dibagi dalam dua bagian sedemikian rupa, sehingga masing-masing
bagian mempunyai resultante sebesar A dan B (bekerja pada titik berat masing-
masing). Selanjutnya diasumsikan bahwa load-path rekanan A-A tidak berpotongan
dengan load-path rekanan B-B. Load-path dari masing-masing pasangan bermuara
dari titik berat masing-masing diagram tegangan dan berakhir pada titik berat
tumpuan masing-masing. Karena masing-masing pasangan melengkung dan
selanjutnya load-path A-A harus berkolerasi dengan load-path B-B, ini
dimungkinkan dengan menambah batang-batang horizontal berupa strut and tie
sehingga tercapai keseimbangan horizontal. Dengan mengidealisasikan load-path A-
A berupa polygon yang digabungkan dengan batang tarik dan batang tekan, maka
terbentuklah Strut and Tie Model.
Gambar 2.5 Aliran load path dengan dua beban reaksi
Sumber : Design and Detailing of Structural Concrete Using Strut-and-Tie Model oleh Jorg Schlaich,
dan Kurt Schafer

Gambar 2.6 Strut-and-tie model dengan beban terpusat

Sumber : Design and Detailing of Structural Concrete Using Strut-and-Tie Model


oleh Jorg Schlaich, dan Kurt Schafer

2.3. Elemen Strut

Elemen strut dalam STM merupakan idealisasi dari medan tegangan tekan
beton dimana arah dari strut searah dengan tegangan tekan beton. Strut dapat
dimodelkan berbentuk prismatis, botol, dan kipas ( ACI 318-2002, Schlaich et al.,
1987 ) seperti pada Gambar 2.7.
Bentuk prisma Bentuk kipas Bentuk botol

Gambar 2.7 Idealisasi bentuk-bentuk strut

Strut yang berbentuk kipas ( fan shape ) mengabaikan kurvatur, dalam hal ini
tegangan transversal yang terjadi. Bila medan tegangan mengalami penggelembungan
di bagian tengah sehingga tegangan tarik transversal yang besar terjadi maka medan
tegangan ini dapat diidealisasikan sebagai strut berbentuk botol ( bottle shape ).
Tegangan tarik ini dapat mengawali terjadinya retak pada strut, untuk itu diperlukan
tulangan tarik untuk memikul tegangan yang terjadi tersebut. Bentuk strut prismatis
merupakan bentuk medan tegangan yang spesial dari kedua medan tegangan
sebelumnya. Pemodelan medan tegangan ini mengabaikan tegangan tarik transversal
dan kurvatur yang terjadi.

Kekuatan dari strut ditentukan oleh kuat hancur beton pada strut. Kuat hancur
beton ini tidak sama dengan kuat hancur beton hasil pengujian silinder. ACI 318-2002
memperhitungkan kekuatan hancur strut beton sebagai kekuatan efektif ( effective
strength ), yang dihitung berdasarkan persamaan:
fcu = 0.85 s f c

Dimana :

a. s = 1 untuk strut prismatis di daerah tekanan yang tidak mengalami retak atau untuk
strut yang mempunyai wilayah yang menyilang yang sama panjang tanpa kontrol retak
pada daerah penulangan.
b. s = 0.75 untuk strut yang berbentuk botol dan terdapat kontrol retak pada daerah
penulangan.
c. s = 0.60 untuk strut yang berbentuk botol dan tidak terdapat tanpa tulangan, dimana
adalah suatu faktor koreksi.
d. s = 0.40 untuk strut di dalam komponen tarik.
e. s = 0.60 untuk kasus-kasus yang lain.

Pada model strut-and-tie, gaya tekan dari strut kemudian dapat dihitung dengan
menggunakan kuat tekan nominal dari strut, yaitu:

Fns = fcu Ac

Dimana A c diambil berdasarkan persamaan:

Ac = bw Ws

2.4. Elemen Tie

Elemen terpenting kedua dari model strut-and-tie adalah komponen tarik (tie).
Gaya tarik dari ties, dapat mengakibatkan keruntuhan pada daerah penjangkaran
(nodal zone). Pengangkeran ties di daerah nodal merupakan hal sangat penting untuk
meyakinkan ties mencapai kekuatan lelehnya. Kekuatan nominal dari ties, dapat
digunakan dengan persamaan:

Fnt = Ast fy

Pada metode STM, baja tulangan sebagai elemen pemikul tarik dianggap
bekerja dalam sebuah grup sehingga komponen ties memiliki suatu lebar efektif (Wt

). Lebar Wt memiliki nilai terbatas dan dan tergantung dari pendistribusian tulangan

tarik balok. Pembatasan nilai Wt ini berdasarkan atas beban luar dan reaksi-reaksi

tumpuan serta semua titik simpul berada dalam kesetimbangan ( =0 ; =0 ;


=0 ). Pada perhitungan nilai Wt, faktor yang harus diperhatikan adalah kekuatan

dari tie itu sendiri ( Fnt = As fy ) dan kekuatan dari nodal zone akibat penjangkaran

tulangan ( Fnn = 0.85 n f c b Wt ). Agar komponen ties dapat mencapai leleh, maka

keseimbangan kedua gaya tersebut dapat dipakai dasar untuk menghitung lebar
efektif elemen tie.

F nt = Fnn

A s fy = 0.85 n f c b Wt

Wt = 0.85

2.5. Elemen Nodal

Suatu titik dimana gaya-gaya pada pada strut-and-tie model bertemu. Secara
konsep dalam rangka batang, titik ini diidealisasikan sebagai sendi. Beton yang
berada pada titik pertemuan dan sekelilingnya disebut nodal zone. Gaya-gaya yang
bekerja pada daerah nodal harus memenuhi kesetimbangan:

= 0 ; = 0 ; = 0

Kondisi = 0 menunjukkan bahwa garis aksi dari semua gaya yang bekerja harus
melalui titik umum ( common point ).

Gambar 2.9 Tipe-tipe nodal dalam metode STM

Nodal zone dapat dikelompokkan berdasarkan gaya-gaya dalam yang bertemu pada
daerah tersebut:

a) C-C-C : Bila tiga buah gaya tekan bertemu pada titik nodal.
b) C-C-T : Bila satu dari ketiga gaya yang bertemu adalah gaya tarik.
c) C-T-T : Bila salah satu dari ketiga gaya yang bertemu adalah gaya tekan.
d) T-T-T : Bila ketiga gaya yang bertemu adalah gaya tarik.

Kekuatan tekan pada daerah nodal dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Fcc = fcu An
Dimana : Untuk daerah tekan : A n = bw W c

Untuk daerah tarik : A n = bw Wt

Nilai tegangan efektif beton pada daerah nodal ditentukan seperti halnya pada elemen
strut yaitu :

Fcu = 0.85 n Wt

Ada beberapa nilai n yang telah diusulkan untuk menghitung tegangan-tegangan

yang terjadi pada daerah nodal. Menurut ACI 318-02 Appendix A, nilai n ditentukan

sebagai berikut :

a. n = 1.0 pada daerah nodal yang terjadi oleh tekanan struts dan daerah landasan (
CCC nodes ).

b. n = 0.8 pada daerah nodal dimana terdapat penjangkaran oleh tarikan tie hanya
pada satu arah ( CCT nodes ).

c. n = 0.6 pada daerah nodal dimana terdapat penjangkaran oleh tarikan tie dalam
banyak arah ( CCT atau TTT nodes ).

Gambar 2.10 Distribusi gaya pada daerah nodal zone


Sumber : Design and Detailing of Structural Concrete Using Strut-and-Tie Model oleh Jorg Schlaich,
dan Kurt Schafer

Persamaan dapat diturunkan berhubungan dengan lebar dari penunjang,


pengikat dan luas penumpu jika diasumsikan bahwa tegangan adalah sama pada
semua batang yang bertemu pada daerah nodal C-C-T
ws = wt cos + lb sin (2-15)

dimana
ws = lebar dari penunjang

wt = lebar efektif dari pengikat

lb = panjang dari pelat penumpu dan


= sudut antara sumbu dari penunjang dengan sumbu horizontal dari batang.

Hubungan ini berguna untuk mengatur ukuran dari daerah nodal dalam model
penunjang dan pengikat. Lebar penunjang dapat diatur dengan merubah wt atau lb,

satu kali. Pada saat itu perlu dilakukan juga memeriksa tegangan pada semua daerah
nodal.

2.6. Pembuatan Strut and Tie Model


Pada suatu struktur, umumnya hanya terdapat beberapa bentuk standar karena
itu dapat dibuat analisis yang mendetail untuk menentukan model standar yang dapat
diterapkan pada bentuk yang sama dengan ukuran yang berbeda. Standarisasi ini
dapat memudahkan pekerjaan seorang perencana dan menghindari variasi
penggunaan model oleh perencana yang berbeda. Pembuatan model Strut and Tie
pada dasarnya merupakan prosedur grafis yang bersifat iterative. Tidak ada prosedur
yang pasti dalam menentukan model Strut and Tie. Konsep dasar dalam pembuatan
model Strut and Tie adalah :
1. Model harus dalam keadaan seimbang.
2. Batang tarik harus tetap lurus.
3. Tulangan geser dapat dimodelkan satu-persatu atau ekivalennya.
4. Jarak antara batang atas dan batang bawah ditentukan oleh momen ultimate.
5. Kemiringan maksimum batang tekan adalah 25 - 65 dimana idealnya 45.

2.7. Batang Tekan dan Tarik pada Balok Langsing


Balok beton bertulang diasumsikan runtuh akibat geser dapat dimodelkan
sebagai suatu rangka batang yang sederhana dimana batang tekan diwakili oleh
batang atas (beton dengan atau tanpa tulangan tekan), batang tarik diwakili oleh
tulangan tarik, dan batang diagonal oleh strut tekan beton, serta sekumpulan tulangan
sengkang sejarak jd diwakili oleh batang tegak dari rangka batang tersebut. Pada
gambar tersebut batang tekan dinyatakan oleh garis putus-putus dan batang tarik
dinyatakan oleh garis utuh.

2.8. Batang Tekan dan Tarik pada Balok Tinggi


American Concrete Institute ACI-Code menjelaskan bahwa suatu balok
dinyatakan balok tinggi (deep beam) dalam perencanaan lentur bila rasio bentang
bersih balok dibandingkan dengan tinggi balok n / d 1.25 untuk balok atas dua
tumpuan dan n / d 2.5 untuk balok di atas beberapa tumpuan. Selanjutnya balok
juga dinyatakan sebagai balok tinggi dalam perencanaan geser bila n / d 5.0 dan
balok tersebut dibebani dari permukaan atas serta ditumpu pada sisi bawah balok.
Permasalahan muncul bila dihadapi suatu keadaan dimana suatu balok dengan n / d =
6 yang dibebani beban terpusat sejarak d dari salah satu tumpuan. Di sini terlihat pada
sisi bentang geser yang pendek sejarak d tadi dinyatakan sebagai balok tinggi dan
pada sisi lainnya dinyatakan sebagai balok biasa ( bukan sebagai deep beam ). Kedua
pernyataan tersebut cukup menimbulkan kebimbangan. Untuk menghindari
permasalahan tersebut, MacGregor (1988) mendefinisikan suatu balok dinyatakan
sebagai balok tinggi apabila sebagian besar beban yang dipikul dapat diteruskan atau
dihubungkan langsung ke tumpuan-tumpuannya melalui batang tekan (compression
strut). Sebagai alternatif, kadangkala balok tinggi dianalisis berdasarkan analisa
tegangan dengan menggunakan elastic continuum finite element method. Pada
struktur balok tinggi yang dikategorikan sebagai D-region, balok tinggi
diidealisasikan sebagai suatu rangkaian batang-batang tarik (tie), batang-batang tekan
(strut), beban-beban kerja dan tumpuan-tumpuan yang saling berhubungan melalui
titik-titik simpul (nodes) sehingga terbentuk suatu rangka batang.

2.9. Kekuatan geser beton


Jika Vu dibagi dengan luas balok efektif bwd, hasilnya adalah tegangan geser
rata-rata. Tegangan ini tidak sama dengan tegangan tarik diagonal tetapi hanya
sebagai indikator besarannya. Jika indikator ini melampaui nilai tertentu, tulangan
geser atau web dianggap perlu. Dalam peraturan ACI persamaan geser dasar
dinyatakan dalam gaya geser dan bukan tegangan geser. Dengan perkataan lain,
tegangan geser rata-rata yang dijelaskan harus dikalikan dengan luas balok efektif
untuk mendapatkan gaya geser.
Untuk pembahasan ini Vn dianggap sebagai kekuatan nominal atau kekuatan
geser teoritis batang. Kekuatan ini diberikan oleh beton dan tulangan geser.

Vn = Vc + Vs

Kekuatan geser batang, yang diizinkan Vn, sama dengan Vc ditambah Vs


yang harus sama dengan atau lebih besar dari gaya geser berfaktor, Vu :

Vu = Vc + Vs

Kekuatan geser yang diberikan oleh beton, Vc, dianggap sama dengan
kekuatan tegangan geser rata-rata (biasanya 2 ) dikalikan dengan luas penampang
efektif batang, bwd dengan bw adalah lebar balok persegi atau web dari balok T atau
I.
Vc = 2 bw d
atau dalam satuan SI dengan fc dalam MPa
Vc= ( bw d)/6

Pengujian balok telah menunjukkan beberapa fakta yang menarik tentang


terjadinya retak pada nilai-nilai tegangan geser rata-rata yang berlainan. Misalnya,
saat terjadi momen yang besar meskipun telah dipasang tulangan longitudinal yang
cukup, retak lentur yang luas akan terjadi. Akibatnya, luas penampang balok yang
tidak retak akan berkurang cukup banyak dan kekuatan geser nominal Vc dapat
mencapai nilai terendah sebesar 1,9 bwd. Disisi lain, dalam daerah momen
kecil, penampang tidak akan retak atau sedikit retak dan sebagian besar penampang
mampu menahan geser. Untuk kasus demikian, pengujian menunjukkan bahwa Vc
sebesar 3,5 bwd dapat ditahan sebelum terjadi keruntuhan. Berdasarkan
informasi ini peraturan ACI menyarankan bahwa secara konservatif Vc (gaya geser
yang dapat ditahan beton tanpa tulangan web) dapat mencapai 2bwd.

2.10. Kriteria Desain terhadap Geser untuk Balok Tinggi yang Dibebani di Atas.
Dapat disimpulkan bahwa balok tinggi (a/d < 2,5 dan ln/d < 5,0) mempunyai
tahanan geser nominal Vc yang lebih tinggi daripada balok biasa. Pada balok biasa,
penampang kritis untuk menghitung gaya geser rencana Vu diambil pada jarak d dari
muka perletakan, sedangkan pada balok tinggi, bidang gesernya sangat miring dan
dekat perletakan. Jika x adalah jarak antara bidang keruntuhan dari muka perletakan,
ln adalah bentang bersih untuk beban terdistribusi merata, dan a adalah lengan geser
atau bentang untuk beban terpusat, maka persamaan untuk jarak ini adalah:
Beban terdistribusi merata : x = 0,15 ln
Beban terpusat : x = 0,50 a
Dalam kedua hal, jarak x ini tidak boleh melebihi tinggi efektif d.
Gaya geser rencana Vu harus memenuhi kondisi:
8
untuk ln/d < 2,0 (2.10)
atau
2310+

untuk 2 ln/d 5
(2.11)

Jika tidak memenuhi keadaan ini, penampang harus diperbesar. Faktor reduksi
kekuatan = 0,85.

Gaya geser tahanan nominal Vc untuk beton sederhana dapat diambil sebagai:
=3,52,5
1,9

+2500

6 (2.12)
Dimana 1,0 < 3,5-2,5 (Mu/Vud) 2,5.

Faktor ini merupakan pengali dari persaman dasar Vc dari balok biasa untuk
memperhitungkan besarnya kapasitas tahanan balok tinggi. Peraturan ACI
mengizinkan kapasitas tahanan yang tinggi ini apabila retak-retak minor pada
keadaan Vu melebihi beban retak geser pertama masih dapat ditoleransi. Apabila
tidak demikian, dapat digunakan persamaan (2.8):
=2
Apabila gaya geser rencana Vu melebihi Vc, penulangan geser harus diberikan
sehingga memenuhi =+ dimana Vs adalah gaya yang dipikul oleh
penulangan geser:
=1+/12+11/12 (2.13)
dimana:
Av = luas total penulangan vertikal yang berjarak sv dalam arah horizontal di kedua
sisi balok.
Avh = luas total penulangan horizontal yang berjarak sh dalam arah vertikal di kedua
sisi balok
sv maksimum d/5 atau 18 in (ambil yang terkecil)
sh maksimum d/3 atau 18 in.
dan
Av minimum = 0,0015 bsv (2.14)
Avh minimum = 0,0025 bsh (2.15)

Penulangan geser yang diperlukan pada penampang kritis harus diberikan di


seluruh balok tinggi. Dalam hal balok tinggi menerus, sebagai akibat dari besarnya
kekakuan dan sangat kecilnya rotasi balok pada perletakan, faktor kesinambungan
pada perletakan interior pertama dapat diambil sebesar 1,0. Dengan demikian, untuk
tujuan praktisnya penulangan yang sama terhadap geser dapat dipakai untuk seluruh
bentang jika semua bentang sama dan mengalami pembebanan yang serupa.

2.11. Kriteria Desain terhadap lentur pada Balok tinggi.


a. Balok ditumpu sederhana
Peraturan ACI tidak menspesifikasikan prosedur desain, tetapi mensyaratkan
analisi nonlinier secara kasar untuk desain dan analisis lentur balok tinggi. Penyajian
sederhana bab ini berdasarkan rekomendasi Euro-International Concrete Committee
(CEB).
Gambar 2.5 memperlihatkan skema distribusi tegangan pada balok tinggi
homogen yang mempunyai angka perbandingan bentang/tinggi ln/h = 1,0. Dari
penyelidikan secara eksperimen dapat diketahui bahwa lengan momennya tidak
begitu banyak berubah meskipun sesudah terjadi retak awal. Karena momen tahanan
nominalnya adalah:
Mn = Asfy x lengan momen jd
maka luas penulangan As untuk lentur adalah:
=200 (2.17)
Lengan momen yang direkomendasikan oleh CEB adalah:
=0,2(+2) untuk 1 1/<2 (2.18)
dan
jd = 0,6l untuk l/h < 1 (2.19)
dimana l adalah bentang efektif yang diukur dari as ke as perletakan atau 1,15
bentang bersih ln, mana saja yang terkecil. Penulangan tarik harus ditempatkan pada
sisi bawah tinggi balok hingga tinggi segmennya adalah:
=0,250,05<0,20 (2.20)
Pada daerah ini harus ada tulangan diameter kecil dan berjarak dekat yang
dijangkarkan pada tumpuannya.

b. Balok menerus.

Gambar 2.8: Trajektori tegangan tekan dan tarik pada balok tinggi menerus.
Garis tidak putus menunjukkan trajektori tarik, garis putus-putus menunjukkan
trajektori tekan.
(Sumber : Beton Bertulang-Suatu Pendekatan Dasar oleh Edward G.Nawy ).
Gambar 2.9: Distribusi tulangan lentur horizontal pada balok tinggi menerus.
(Sumber : Beton Bertulang-Suatu Pendekatan Dasar oleh Edward G.Nawy ).

Balok tinggi yang menerus dapat diperlakukan dengan cara yang sama dengan
balok tinggi sederhana, tetapi harus ada penulangan tambahan yang memikul momen
negatif pada tumpuan. Gambar 2.8 memperlihatkan trajektori tegangan untuk
tegangan tarik utama dan tekan utama pada balok tinggi menerus. Dengan
membandingkan diagram ini dengan Gambar 2.6.(b) untuk kasus balok ditumpu
sederhana, terlihat bahwa bentuk kecuraman trajektori tegangan tarik di tengah
bentang serupa. Pada tumpuan menerus seluruh bagian penampangnya mengalami
tarik.
Pemusatan trajektori tegangan tarik pada daerah perletakan dari balok tinggi
menerus mengharuskan adanya penjangkaran yang baik tulangan geser horizontal.
Luas tulangan lentur total yang diperlukan adalah sama dengan persamaan (2.17):
=200 (2.17)
seperti persamaan untuk balok sederhana. Akan tetapi, disini lengan momen jd
berbeda yaitu besarnya.
=0,2(+1,5) untuk 1/2,5 (2.18)
=0,5 untuk / (2.19)
Distribusi penulangan lentur negatif AS pada balok menerus harus sedemikian rupa
sehingga luas baja AS1 harus ditempatkan pada 20% dari tinggi balok, dan luas
tulangan balance AS2 pada bagian 60% berikutnya dan tinggi balok seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 2.9. Masing-masing luas tulangan ini adalah:
1=0,6(1) (2.20)
2=1 (2.21)

Untuk kasus-kasus ini dimana perbandingan l/h berharga lebih kecil atau sama
dengan 1,0, gunakan luas nominal sebagai AS1 di sisi atas balok, dan gunakan luas
total AS pada bagian 60% berikutnya dari tinggi balok. Bagian sisanya, h3, yang
merupakan daerah tulangan positif berasal dari bentang balok, harus diteruskan ke
perletakan untuk menjamin penjangkaran dan kesinambungan.

2.11. Momen desain.


Hal penting dalam desain balok menerus adalah kita harus mengasumsikan
terlebih dahulu ukuran maupun material penampang sebelum memperoleh momen
desain. Momen maksimum yang dapat timbul pada suatu penampang struktur jarang,
atau bahkan tidak dapat, terjadi apabila struktur dibebani penuh, tetapi terjadi apabila
struktur dibebani sebagian. Akan tetapi, perlu diingat bahwa kondisi momen positif
maksimum maupun momen negatif maksimum terjadi pada saat beban penuh pada
bentang yang bersangkutan. Jadi, yang menjadi masalah adalah apakah beban-beban
pada bentang lainnya mempunyai konstribusi dalam memberikan nilai maksimum
atau sebaliknya. Karena itulah dalam desain, kita perlu meninjau semua kemungkinan
posisi beban yang mungkin terjadi pada struktur, untuk kemudian kita hitung momen
yang terjadi. Tentu saja ada kondisi pembebanan yang memberikan momen
maksimum dan tidak. Ukuran penampang struktur ditentukan berdasarkan momen
maksimum yang mungkin terjadi padanya akibat suatu kondisi pembebanan tertentu.
Untuk penampang lain, kondisi pembebanan yang memberikan momen maksimum
dapat saja berlainan. Sering terjadi, untuk kepraktisan desain, momen maksimum
pada satu penampang dipakai juga pada sebagai momen desain pada penampang lain
yang momen maksimumnya sebenarnya lebih kecil. Oleh karena itu, sering terjadi
pula, pada suatu kondisi pembebanan ada bagian struktur yang kelebihan ukuran
(oversized), sementara pada kondisi pembebanan lainnya tidak. Beton bertulang
merupakan salah satu contoh material yang cocok untuk digunakan pada balok
menerus. Kontinuitas dapat diperoleh dengan mengatur penulangan balok beton
bertulang itu.

2.12. Persyaratan perencanaan geser untuk balok tinggi


Ada beberapa persyaratan khusus perencanaan geser diberikan dalam ACI
Bagian 11.8 untuk batang lentur tinggi dengan nilai ln/d kurang dari 5 yang dibebani
pada permukaan dan ditumpu pada permukaan lain sehingga dapat terjadi gaya tekan
antara beban dan tumpuan. Beberapa batang yang termasuk dalam kelompok ini
adalah balok bentang pendek dengan beban tinggi, dinding dengan beban vertikal,
dinding geser, dan mungkin pelat lantai dengan beban horizontal.
Dalam ACI bagian 10.7.1, diberikan defenisi lain dari batang tinggi. Disebutkan
didalamnya, untuk tinjauan lentur, batang dengan rasio tinggi keseluruhan bentang
bersih lebih besar dari 4/5 untuk tumpuan sederhana atau 2/5 untuk bentang menerus
dikatakan sebagai batang tinggi.
Sudut kemiringan berkembangnya retak dalam batang lentur tinggi (diukur dari
vertikal) biasanya lebih kecil dari 45. Oleh karena itu, jika diperlukan tulangan web
harus dipasang lebih rapat dibandingkan untuk balok tinggi normal. Lebih dari itu,
tulangan web yang diperlukan adalah dalam bentuk tulangan horizontal dan vertikal.
Retak yang hampir vertikal ini menunjukkan bahwa gaya tarik utama adalah
horizontal, sehingga tulangan horizontal adalah yang paling efektif dalam menahan
retak tersebut.
Peraturan ACI (11.8.5) menyatakan bahwa gaya geser yang digunakan untuk
merencanakan batang tinggi dihitung pada jarak 0,15 ln dari permukaan tumpuan
untuk balok yang mendapat beban merata dan pada jarak 0,5 tetapi tidak lebih
besar dari d untuk balok yang memikul beban terpusat. Huruf bukan menyatakan
tinggi balok tegangan tekan melainkan jarak antara beban terpusat dan permukaan
tumpuan yang disebut bentang geser. Gaya geser yang didapat dengan cara ini
digunakan untuk menghitung jarak tulangan geser, dan jarak tersebut digunakan
disepanjang bentang.
Persyaratan rinci dari Peraturan ACI Bagian 11.8 yang berhubungan dengan
perencanaan geser untuk balok tinggi dirangkum sebagai berikut:
1. Kekuatan geser Vn dari batang lentur tinggi tidak boleh lebih besar dari 8
bwd jika ln/d kurang dari 2; dan jika antara 2 dan 5, Vn tidak boleh lebih besar dari

Vn = 23(10+) bwd (Persamaan ACI 11-27)(2.22)


2. Kecuali dilakukan analisis yang lebih detail, kekuatan geser dari balok tinggi dapat
diambil sebagai

Vn = 2 bwd (Persamaaan ACI 11-28)(2.8)


Tetapi kekuatan geser dapat dihitung dengan rumus berikut yang lebih rumit dengan
memperhitungkan pengaruh tulangan tarik dan juga geser Mn/Vud pada penampang
kritis yaitu :
Vc = 3,52,5
1,9+ 2500bwd (Persamaan
ACI 11-29)
Dalam satuan SI Persamaan 11-27, 11-28, 11-29 secara berturut-turut adalah:
Vn = 118(10+) bwd
Vn = 16 bwd
Vc = 3,52,5
1,9+ 120bwd 7 (2.12)
Dalam rumus Vc diatas, suku pertama dalam tanda kurung tidak boleh lebih besar
dari 2,5 dan Vc tidak boleh lebih besar dari 6 bwd (dalam satuan SI 12
bwd)
3. Jika Vu lebih besar dari Vc, tulangan geser diperlukan dan harus dipilih dengan
prosedur biasa, kecuali bahwa Vs dihitung dengan rumus berikut:

VS =
1+
+211
(Persamaan ACI 11-30)(2.13)
Dalam rumus ini, Av adalah luas tulangan geser tegak lurus terhadap tulangan tarik
lentur dengan jarak s, dan Avh adalah luas tulangan geser sejajar terhadap tulangan
lentur dengan jarak s2. s2 menyatakan jarak tulangan geser atau tulangan torsi dalam
arah tegak lurus terhadap tulangan longitudinal atau jarak tulangan horizontal dalam
dinding.
4. Luas tulangan geser Av tidak boleh lebih kecil dari 0,0015 bws, dan s tidak boleh
lebih besar dari d/5 atau 18 in.(ACI 11.8.9)
5. Luas tulangan geser Avh tidak boleh lebih kecil dari 0,0025 bws2, dan s2 tidak
boleh lebih besar dari d/3 atau 18 in.(ACI 11.8.10).

2.13. Langkah Perhitungan Desain terhadap Geser pada Balok Tinggi.


Berikut ini adalah prosedur yang direkomendasikan untuk desain penulangan
geser pada balok tinggi berdasarkan persyaratan ACI. Disini juga dicantumkan
penulangan lentur untuk memikul tegangan akibat lentur:
1. Cek apakah balok tersebut dapat diklasifikasikan sebagai balok tinggi, yaitu a/d <
2,5 (untuk beban terpusat) atau ln/d < 5,0 (untuk beban terdistribusi merata)
2. Tentukan jarak penampang kritis s dari muka tumpuan : x = 0,5a untuk
beban terpusat dan x = 0,15 ln untuk beban terdistribusi. Hitung gaya geser rencana
Vu pada penampang kritis, dan cek apakah besarnya kurang dari batas minimum Vn
= Vu yang diizinkan dengan menggunakan persamaan, jika tidak demikian perbesar
ukuran penampang. 3. Hitung kapasitas tahanan geser Vc beton sederhana
dengan menggunakan persamaan. 4. Hitung Vs jika Vu > Vc dan tentukan sc dan sh
dengan menganggap dahulu ukuran tulangan geser pada arah vertikal maupun
horizontal. 5. Selidiki apakah ukuran dan
jarak maksimum dari langkah 4 memenuhi persamaan. Apabila tidak memenuhi,
perbaiki dan cek kembali dengan menggunakan persamaan. 6. Pilihlah
ukuran dan jarak yang layak dari penulangan geser dalam arah vertikal maupun
horizontal. 7.
Desainlah penulangan lentur yang memenuhi persamaan apabila balok menerus.
8. Buatlah sketsa gambar distribusi tulangan lentur maupun tulangan geser.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Diagram Prosedur Penelitian


3.2. Pemodelan Umum
1. Balok statis tentu

2. Balok Statis Tak Tentu


Dimana dalam perhitungan, diambil asumsi sebagai berikut
P = 2000 KN
L = 4000 mm
H = 2500 mm
B = 500 mm
Fc = 35 MPa
Fy = 400 MPa

Anda mungkin juga menyukai