Disusun Oleh :
Elsa Fitria Apriani 1506777133
Novia
A. PENDAHULUAN
Indonesia termasuk salah satu negara “megadiversity” yang kaya keankagaman
hayati. Di dunia terdapat kurang lebih 250.000 jenis tumbuhan tinggi, dan lebih dari 60 %
dari jumlah ini merupakan tumbuhan tropika. Diperkirakan sekitar 30.000 tumbuhan
ditemukan di dalam hutan hujan tropika, dan sekitar 1.260 spesies di antaranya diketahui
berkhasiat sebagai obat. Namun, baru sekitar 180 spesies yang telah digunakan untuk
berbagai keperluan industri obat dan jamu, dan baru beberapa spesies saja yang telah
dibudidayakan secara intensif (Syamsul et al., 1995).
Sejak dahulu kala, nenek moyang kita telah mengetahui sifat-sifat yang berguna
dari berbagai jenis tumbuhan untuk mengobati penyakit. Namun demikian, agar tumbuhan
tersebut dapat dikembangkan dan dilestarikan perlu dilakukan penelitian yang
berkelanjutan, sehingga dapat diketahui jenis senyawa bioaktifnya serta khasiatnya untuk
mengobati penyakit-penyakit tersebut.
Untuk mengetahui senyawa bioaktif yang berkhasit maka perlu dilakukan isolasi
terhadap tumbuhan tersebut. Perkembangan dalam penelitian bahan alam mengalami
kemajuan yang semakin cepat dengan ditemukannya teknik-teknik pemisahan secara
kromatografi dan penentuan struktur secara spektroskopi pada pertengahan abad ke-20.
Dengan menggunakan metode tersebut beberapa struktur senyawa bioaktif berhasil
ditemukan, misalnya penemuan xanthon dari tanaman Garcinia pedunculata. Hal ini
mendorong peneliti untuk mengeksplorasi senyawa bioaktif dari tumbuhan sebagai lead
compound penemuan obat baru.
Hasil metabolisme suatu organisme hidup (tumbuhan, hewan, mikroorganisme)
berupa metabolit primer dan sekunder. Senyawa metabolit primer umumnya sama untuk
setiap organisme, terdiri dari molekul-molekul besar seperti polisakarida, protein, asam
nukleat, dan lemak. Fungsi senyawa metabolit primer adalah sebagai sumber energi untuk
kelangsungan hidup organisme atau sebagai cadangan energi bagi organisme itu sendiri.
Metabolit sekunder berupa molekul-moleku kecil, bersifat spesifik, artinya tidak semua
organisme mengandung senyawa sejenis, mempunyai struktur yang bervariasi, setiap
senyawa memiliki fungsi atau peranan yang berbeda-beda (Cannel, 1998).
Pada umumnya senyawa metabolit sekunder berfungsi untuk mempertahankan diri
atau untuk mempertahankan eksistensinya di lingkungan tempatnya berada. Metabolit
2|Page
sekunder merupakan biomolekul yang dapat digunakan sebagai lead compounds dalam
penemuan dan pengembangan obat-obat baru.
3|Page
Adanya bercak tunggal menunjukkan bahwa sudah diperoleh senyawa dengan tingkat
kemurnian tinggi.
Setelah didapatkan fraksi aktif dengan bercak tunggal lalu perlu dilakukan
identifikasi senyawa organik bahan alam. Identifikasi senyawa organik bahan alam ini dapat
dilakukan menggunakan pereaksi warna dan diikuti dengan identifikasi struktur molekul
dengan spektroskopi. Untuk mengetahui apakah terdapat senyawa xanthon dalam sampel
maka dapat dilakukan uji pendahuluan polifenol. Uji pendahuluan untuk polifenol adalah
sebagai berikut Larutan ekstrak uji sebanyak 1 mL direaksikan dengan larutan besi (III)
klorida 10%, jika terjadi warna biru tua, biru kehitaman atau hitam kehijauan menunjukkan
adanya senyawa polifenol dan tanin (Robinson, 1991; Jones and Kinghorn, 2006). Elusidasi
struktur molekul senyawa organik merupakan tahapan penting dari penggunaan analisis
spektroskopi modern. Untuk menentukan struktur molekul senyawa hasil sintesis jauh lebih
mudah dibandingkan senyawa hasil isolasi. Untuk mempermudah analisis struktur senyawa
hasil isolasi biasanya diperlukan pengetahuan sebelumnya mengenai keragaman struktur
senyawa yang telah diperoleh dari tumbuhan yang memiliki kekerabatan yang dekat
misalnya tumbuhan dalam genus atau famili yang sama. Biasanya senyawa yang ditemukan
dari tumbuhan dalam satu genus atau gamili memiliki hubungan kekerabatan senyawa
metabolit sekundernya. Selanjutnya sebagai tambahan informasi untuk mempermudah
dalam analisis struktur senyawa hasil isolasi juga diperlukan data sifat fisik seperti
kelarutan, titik leleh maupun jenis pelarut yang digunakan dalam proses pemisahan.
Metode spektroskopi yang biasanya digunakan untuk identifikasi struktur yang
biasanya digunakan antara laian spektroskopi ultaviolet (UV), inframerah (IR), NMR
(Nuclear Magnetic Resonance) dan spektroskopi massa. Spektroskopi UV digunakan untuk
identifikasi adanya gugus kromofor. Spektroskopi IR digunakan untuk identifikasi adanya
gugus fungsional seperti hidroksil, arimatik, karbonil dan lain-lain. Spektroskopi NMR (1H
dan 13C), 1H NMR digunakan untuk menentukan jumlah dan lingkungan proton sedangkan
13C NMR digunakan untuk menentukan jumlah atom karbon dalam senyawa. Spektroskopi
MS digunakan untuk menentukan fragmentasi dan massa atom relatif suatu senyawa.
4|Page
Derivat xanthone yang ditemukan memiliki efek farmakologi seperti antibakteri, antivirus,
antioksidan, antiinflamasi, antihipertensi, antitrombotik, antikanker, sitotoksik, koagulan,
dan sebagai monoamine oxidase (MAO) inhibitor (Wang et al., 2010). Karena struktur
kimia yang unik dan aktivitas farmakologi yang baik, peneliti cenderung untuk mengisolasi
atau mensintesis turunan xanthone sebagai calon obat baru.
5|Page
Tabel 1. Derivat Xanthone dari Tumbuhan dan Jamur dari Tahun 2006 - 2011
6|Page
7|Page
8|Page
9|Page
10 | P a g e
11 | P a g e
Gambar 2. Struktur senyawa derivat xanthone
12 | P a g e
Xanthone dan turunannya diisolasi dari tumbuhan terutama melalui ekstraksi dan
berbagai kromatografi kolom. Kromatografi utama dalam teknik pemisahan ekstrak yang
mengandung xanthone adalah sebagai berikut :
1. Kromatografi Kolom
Ekstrak metanol dan etanol dari tumbuhan kering diperoleh dari proses ekstraksi
tumbuhan dengan pelarut semi polar (misalnya etil asetat dan n-butanol). Selanjutnya
ekstrak tersebut dilakukan pemisahan dengan kromatografi kolom silika gel atau
poliamida dan dielusi secara bertahap dengan pelarut polar seperti air-metanol dan air-
etanol secara gradien. Fraksi yang didapat lalu di uji KLT dan dilihat spot yang
dihasilkan. Berdasarkan deteksi KLT, yang spot yang sama digabungkan dan
dipekatkkan. Kemudian dimurnikan dengan kromatografi kolom dengan poliamida,
silika gel, atau Sephadex LH-20 sampai diperoleh spot KLT dengan kemurnian tinggi.
2. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
KCKT digunakan untuk pemisahan dan analisis xanthone dan turunannya. Banyak
xanthone glycoside yang diisolasi dengan kolom cyanosilane bonded silica gel dengan
eluen metanol-air atau air-asetonitril secara gradien, sedangkan xanthone aglycone
diisolasi dengan kolom RP C18 menggunakan fase gerak asam fosfor dan asetonitrile.
Sebagai contoh, Ahmed et al (2003) mengisolasi turunan xanthone dari jamur laut
menggunakan KCKT.
3. High performance centrifugal partition chromatography (HPCPC)
Xanthone dapat diisolasi dengan kemurnian tinggi menggunakan HPCPC dengan
sistem pelarut yang terdiri dari petroleum eter, etil asetat, metanol dan air. Shan and
Zhang (2010) mengisolasi α-mangostin dan γ-mangostin dari perikarp manggis dalam
satu kali percobaan.
13 | P a g e
eluen aseton-petroleum eter dengan gradien konsentrasi 0-100 % dan menghasilkan 24
fraksi masing-masing sebanyak 1 liter yang selanjutnya digabungkan sehingga didapatkan
7 fraksi (GP 1 – GP 7) berdasarkan hasil kromatogram KLT. Fraksi GP 3 (1.25 g) dipisahkan
lebih lanjut menggunakan kromatografi kolom silika gel dengan eluen etil asetat-petroleum
eter konsentrasi 0 – 50 % sehingga didapatkan 4 fraksi (GP 3.1-4). Fraksi GP 3.2 (130 mg)
dipisahkan lebih lanjut menggunakan kromatografi kolom RP-18 dengan eluen metanol-air
(60-90%) lalu dilanjutkan dengan Gel Permeation Chromatography (GPC) untuk
menghasilkan Pedunxanthone A (1, 5.8 mg) dan Peduxanthone C (3, 4.5 mg). Fraksi GP 4
(4.8 g) dipisahkan dengan kromatografi kolom silika gel dengan eluen aseton-petroleum eter
(0-50%) sehingga didapatkan 5 fraksi yaitu GP4.1 – 5. Fraksi GP 4.3 (55.2 mg) dipurifikasi
dengan kromatografi kolom silika gel RP-18 dengan eluen metanol-air (75-95 %) dan GPC
Sephadex LH-20 dengan eluen kloroform-metanol 50% sehingga dihasilkan Peduxanthone
B (2, 3.9 mg). Untuk mengidentifikasi struktur molekul dari ketiga senyawa xanthone
tersebut dilakukan analisis menggunakan spektroskopi IR, MS, NMR dan UV. Berikut ini
adalah data hasil spektroskopi NMR dari ketiga senyawa (Tabel 2).
Tabel 2. Data H-NMR dan C-NMR dari 3 Senyawa Xanthone dalam CDCl 3
14 | P a g e
Struktur dari ketiga senyawa xanthone baru yang dihasilkan dari ekstrak petroleum eter
kulit Garcinia pedunculata tertera pada gambar 3.
D. DAFTAR ACUAN
Ahmed AL, Christine K, Gabriele MK, Anthony DW, 2003. Two new xanthone derivatives
from the algicolous marine fungus Wardomyces anomalus. J Nat Prod 66: 706-
708.
Chun-hui, Y., Li, M.A., Zhen-ping, W., Feng, H., and Jing, G., 2012, Advances in Isolation
and Synthesis of Xanthone Derivates, Chinese Herbal Medicines, 4 (2) : 87 – 102.
Inas, O.K., Abdel, K.M., and Cheng, L.G.E., 2014, Isolation, Characterization and some
Biological Activities of a Xanthone from Garcinia mangostana, Journal of Forest
Product & Industries, 3 (5) : 216-220.
Jones, W.P. dan Kinghorn, A.D., 2006, Extraction of plant secondary metabolites, In:
Sarker, S.D., Latif, Z. dan Gray, A.I., eds, Natural Products Isolation, 2nd Ed,
Humana Press, New Jersey.
Negi, J.S., Bisht, V.K., Singh, P., Rawat, M.S.M., and Joshi, G.P., 2013, Naturally Occuring
Xanthones: Chemistry and Biology, Journal of Applied Chemistry.
Robinson, T., 1995, Kandungan organik tumbuhan tingkat tinggi, Penerbit ITB, Bandung.
Shan YC, Zhang W, 2010. Preparative separation of major xanthones from mangosteen
pericarp using high-performance centrifugal partition chromatography. J Sep Sci
33: 1274-1278.
Syamsul A.A., E.H. Hakim, L.D. Juliawati, L. Makmur, S. Kusuma, Y.M. Syah, (1995),
Eksplorasi kimia tumbuhan hutan tropis Indonesia : beberapa data mikromolekuler
tumbuhan Lauraceae sebagai komplemen etnobotani, Prosiding Seminar
Etnobotani Tanggal 24-25 Januari 1995, Fakultas Biologi UGM, Yogyakarta, 8 -
12.
15 | P a g e
Vo, H.T., Nguyen, N.T.T., Maas, G., Werz, U.R., Pham, H.D., and Nguyen, L.H.D., 2012,
Xanthone from the bark of Garcinia pedunculata, Phytochemistry Letters, 5 : 766
– 799.
Wang LL, Liu HG, Zhang TJ, 2010. Advances in studies on xanthones. Chin Tradit Herb
Drugs 41(7): 1196-1206
16 | P a g e