Anda di halaman 1dari 53

Formulasi dan Karakterisasi Sediaan Krim Etosom Asam

Azelat Sebagai Anti Jerawat dan Uji Aktivitas Terhadap


Bakteri Propionibacterium acnes

PROPOSAL TESIS

ELSA FITRIA APRIANI


1506777133

Pembimbing 1 :
Dr. Iskandarsyah, M.S., Apt
Pembimbing 2 :
Dr. dr. Yeva Rosana, M.S., Sp.MK (K)
LATAR BELAKANG
Jerawat merupakan salah satu
penyakit kulit yang banyak terjadi
pada remaja dan dewasa (Klaus,
Richard & Dick, 2005).

Walaupun tidak termasuk penyakit


serius yang dapat menyebabkan
kematian, jerawat jika tidak ditangani
dapat menimbulkan depresi dan krisis
kepercayaan diri penderitanya

Jerawat merupakan gangguan pada


kulit yang ditandai dengan adanya
peradangan yang disertai
penyumbatan pada saluran kelenjar
minyak dalam kulit yang terdapat
pada jaringan pilosebaseus di lapisan
dermis kulit (Ray, Trivedi & Sharma,
2013; Wasitaatmaja, 2002).
Sumber : Song et al., 2014
Sebum akan
diuraikan oleh Kolonisasi
Jerawat Kelebihan
Mikroorganisme Mikroorganisme
Sebum
menjadi asam meningkat
lemak bebas

Mikroorganis Propionibacterium
me acnes

Staphylococcus
epidermidis
Pathak, Kumar dan Kasama (2013),
populasi bakteri S. epidermidis dan P.
acnes pada pasien yang berjerawat lebih
tinggi sebesar ~ 70 % dan ~ 82 %
masing-masing dibandingkan dengan
individu normal. Fitz-Gibbon et al (2014) bakteri terbanyak yang terdapat di jaringan sebasea
baik pada pasien berjerawat maupun individu normal adalah bakteri P. acnes
dengan persentase sebesar ~ 87 %.
Propionibacterium acnes

Bakteri gram positif yang memiliki P. acnes dapat tumbuh dengan baik
struktur peptidoglikan yang tebal pada kondisi kulit yang kelebihan
dan bersifat anaerob sebum

P. acnes dapat membentuk asam lemak


P. acnes menggunakan gliserol bebas dari sebum yang menyebabkan sel-
sel neutrofil memberikan respons untuk
dalam sebum sebagai sumber mengeluarkan enzim yang dapat merusak
nutrisi dinding folikel rambut sehingga dapat
menyebabkan terjadinya peradangan
Asam azelat terbukti menurunkan populasi
ASAM AZELAT Propionibacterium acnes (P. acnes) dan Staphylococcus
epidermidis (S. epidermidis) pada permukaan kulit dan
folikel pilosebaseus (Nguyen & Bui, 1995; Bojar, Cunliffe
& Holland, 1994).

Asam azelat
memiliki efek
antibakteri, Asam azelat bertindak sebagai antibakteri terhadap P.
antiinflamasi dan acnes dengan cara menghambat enzim thioredoxin
dapat menghambat reduktase yang berdampak pada penghambatan
keratinisasi pada sintesis DNA bakteri (Schallreuter & Wood, 1990;
kulit (Fitton & Goa, Breathnach, 1995).
1991)
Enzim Thioredoxin
Reduktase

Enzim thioredoxin reduktase berperan sebagai


pemberi elektron kepada enzim ribonukleotida
reduktase sehingga enzim ribonukleotida
reduktase ini dapat menjalankan fungsinya
dalam hal regulasi sintesis DNA (Mustacich &
Powis, 2000; Schallreuter & Wood, 1990)

Sumber : Mustacich & Powis, 2000


Sintesis DNA Bakteri P. acnes

Sumber : Kayser, Bienz, Eckert & Zinkernagel, 2004


Perkembangan Penelitian
Asam Azelat

• Esponito, Menegatti dan Cortesi melakukan penelitian asam azelat yang diformulasikan dalam liposom
dan etosom
• Dari penelitian yang dilakukan oleh Esponito, Menegatti dan Cortesi (2004), penggunaan vesikel bilayer
2004 etosom dapat meningkatkan penetrasi obat asam azelat dibandingkan dengan liposom

• Burchacka et al. memformulasi asam azelat dalam liposom untuk meningkatkan bioavailibilitasnya dan melihat
aktivitas antibakteri dan antifungi dari liposom asam azelat terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas
aeruginosa serta fungi Candida albicans dan Aspergillus brasilliensis
• Liposom asam azelat 10% dapat meningkatkan bioavailibilitas asam azelat dibandingkan dengan asam azelat yang
tersedia di pasaran (Skinoren 20%) yang dilihat dari jumlah kumulatif pelepasan obat di kulit dimana liposom asam
azelat 10% dapat melepaskan obat hingga 187.5 ± 11.3 g/cm2 sedangkan Skinoren 20% melepaskan obat sebesar
2016 52.3 ± 6.25 g/cm2
• Liposom asam azelat efektif menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa
serta fungi Candida albicans dan Aspergillus brasilliensis
Rancangan Penelitian

Formulasi dan karakterisasi asam azelat


Kemudian etosom asam azelat akan
dirancang dalam bentuk etosom yang
diformulasikan dalam sediaan krim untuk
diharapkan dapat meningkatkan
mengatasi jerawat
bioavailibitas asam azelat

Krim etosom asam azelat akan dilihat


aktivitas anti jerawat terhadap bakteri P.
acnes dibandingkan dengan sediaan krim Krim etosom asam azelat juga akan dilihat
asam azelat yang beredar di pasaran yang kestabilan
tidak diformulasikan dalam vesikel lipid
bilayer
RUMUSAN MASALAH

Persentase kejadian jerawat baik


Asam azelat diketahui mampu Asam azelat harus berpenetrasi
pada wanita maupun pria yang
menghambat pertumbuhan bakteri lebih dalam hingga ke bagian
disebabkan oleh bakteri P. acnes
P. acnes dengan menghambat jaringan sebasea yang terdapat di
cukup besar yaitu sekitar 82 %
sintesis DNA bakteri yang terjadi di dermis kulit untuk dapat
dibandingkan dengan individu
membran sitoplasma bakteri. membunuh bakteri P. acnes.
normal.

Oleh karena itu perlu dilakukan Namun produk asam azelat sebagai
penelitian pengembangan sediaan topikal antijerawat yang beredar di
asam azelat dalam suatu vesikel lipid pasaran saat ini dalam bentuk
bilayer dalam bentuk etosom untuk sediaan topikal yaitu gel dan krim
meningkatkan penetrasinya agar dapat hanya terabsorpsi sebesar 4 %
memberikan aktivitas antibakteri yang sehingga aktivitas antibakterinya
optimal. belum optimal.
TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Umum


Melakukan formulasi dan karakterisasi sediaan krim etosom asam azelat sebagai antijerawat serta uji aktivitas
terhadap bakteri Propionibacterium acnes.

Tujuan Khusus


Mendapatkan formulasi dan karakterisasi etosom yang mengandung asam azelat.

Mendapatkan formulasi sediaan krim etosom yang mengadung asam azelat dan mengetahui stabilitas fisika dan kimianya.

Mengetahui aktivitas antijerawat sediaan krim etosom yang mengandung asam azelat terhadap bakteri Propionibacterium acnes.

Membandingkan aktivitas antijerawat sediaan krim etosom yang mengandung asam azelat dengan sediaan krim asam azelat yang beredar di pasaran yang tidak diformulasikan dalam vesikel lipid bilayer.
HIPOTESIS

Sediaan krim etosom yang


Sediaan krim etosom y ang mengandung asam azelat
dapat memberikan ak tiv itas antijerawat terhadap
mengandung asam azelat
bak teriP. acnes yang lebih baik dibandingk an deng an
dapat menunjukkan stabilitas
sediaan k rim asam azelat yang beredar di pasaran
y ang tidak dif ormulasikan dalam v esikel lipid bilay er
fisika dan kimia yang baik.
MANFAAT PENELITIAN

Mendapatkan sediaan krim etosom yang


Mendapatkan formulasi etosom yang
mengandung asam azelat dengan stabilitas
mengandung asam azelat.
fisika dan kimia yang baik.

Mendapatkan sediaan krim etosom asam


METODE PENELITIAN
LOKASI DAN WAKTU

Penelitian akan dilaksanakan di Laboratorium Penelitian


Farmasetika dan Laboratorium Farmasi Fisika di Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia serta Laboratorium
Mikrobiologi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Penelitian ini akan berlangsung dari bulan November 2016
sampai Mei 2017.
BAHAN

Bahan Kimia
Asam azelat (Sigma, Amerika Serikat), Phospolipon 80 H (80% Fosfatidilkolin kedelai terhidrogenasi), etanol 96 % (Merck,
Jerman), propilen glikol (Dow Chemical Co), kalium dihidrogen fosfat (Merck, Jerman), dinatrium hidrogen fosfat (Merck,
Jerman asam klorida (Brataco, Indonesia), metilen biru, kloroform (Brataco, Indonesia), amonium klorida, amoniak, asam
fosfotungstat, asam stearat, setil alkohol, isopropil miristat, trietanolamin, gliseril monostearat, gliserin, asam benzoat,
butilhidroksitoluen, metanol (Merck, Jerman), aqua bidestilata bebas pirogen, aqua demineralisata (Brataco, Indonesia) dan
diklorometana (Merck, Jerman).

Bahan untuk Uji Aktivitas Anti Jerawat


Biakan bakteri Propionibacterium acnes (Mikrobiologi, FKUI), larutan lisol, media Brucella Agar, media Brain
Heart Infusion, DMSO 100 %, larutan karbol kristal ungu, cairan lugol, air fukhsin, larutan Mc Farland 0.5 dan
NaCl fisiologis 0.9%.
ALAT

Timbangan analitik (Accu-Lab), rotary vacum evaporator (Hanshin, China), hotplate (IKA, Jerman),
homogenizer (Omni-Multimix Inc, Malaysia), ultrasonikasi, pH meter tipe-510 (Eutech Instrument,
Singapura), oven (Memmert, Jerman), viskometer Brookfield (Brookfield, USA), pengaduk magnetik (Boeco
MSH-300, Jerman), TEM (TEM JOELJEM 1400, Amerika), SEM (Inspect F50), particle size analyzer (Malven
Zetasizer), pipet mikro (Socorex), jangka sorong (Venier Caliper, Cina), spektrofotometer UV-Vis (Shimadzu,
Jepang), Vorteks (Maxi Mix II), alat sentrifugasi (Spectrafuge 16 M), lemari pendingin suhu 4-8 0C
(Biomedical Labtech Deep Freezer), labu alas bulat, desikator, corong pisah, penangas, mikroskop, gelas
beker, erlenmeyer, kertas cakram, tabung reaksi, spindel No. 6, cawan petri, ose, bunsen, nephelometer,
pipet eppendorf, mat pipet, filter bakteri, labu ukur (Pyrex), vortex, inkubator, autoklaf model HL-36
(Hirayama Manufacturing Corporation) dan Laminair air flow cabinet (Streamline Laboratory Product).
ALUR KERJA

Optimasi formulasi Pembuatan etosom- Karakterisasi etosom-


etosom-asam azelat asam azelat asam azelat

Penetapan formula
Evaluasi sediaan krim etosom asam azelat
terpilih

Uji antibakteri terhadap Pembuatan krim


Propionibacterium acnes etosom asam azelat

Uji Stabilitas
Rancangan Formula Etosom-
Asam Azelat

 Nama Bahan Konsentrasi (%)


EF1 EF2 EF3
Asam Azelat 3 3 3
Phospholipon 80 H 2 2 2
Etanol 30 35 40
Propilen glikol 10 10 10
Dapar Fosfat pH 7.4 Ad 100 Ad 100 Ad 100
Phospholipon 80H dilarutkan Evaporasi pada suhu 50oC kemudian naik bertahap hingga 65oC
dalam diklorometana : metanol Labu alas Bulat dengan kecepatan awal 50 rpm dan ditingkatkan 25 rpm tiap 30
(2:1) min hingga mencapai 150 rpm

Diamkan selama 24 jam di


Dialirkan gas N2 dalam LAB Lapis tipis
lemari pendingin

Ditambahkan 10 mL propilen
Asam azelat dilarutkan dalam Sonikasi selama 15
glikol dan dapar fosfat pH 7.4 Labu alas bulat
etanol menit
hingga volume 100 mL

Larutan diputar dengan rotary evaporator tanpa Glass beads


kondisi vakum pada suhu 37oC dengan kecepatan
Suspensi etosom asam azelat
awal 50 rpm lalu ditingkatkan 25 rpm tiap 5
menit hingga mencapai 250 rpm

Masing-masing siklus berlangsung selama Simpan dalam lemari


Sonikasi sebanyak 3 siklus
10 menit dengan interval waktu 10 menit pendingin
KARAKTERISASI ETOSOM ASAM AZELAT

Distribusi
Ukuran Partikel
dan Indeks
Polidispersitas
Uji Efisiensi
Potensial Zeta
Penjerapan

Morfologi
Vesikel Etosom
UJI EFISIENSI PENJERAPAN


Senyawa baku asam azelat ditimbang seksama 10 mg lalu dimasukkan ke dalam labu
ukur 100 mL, ditambahkan 0.1 N HCl hingga batas garis labu dan diperoleh larutan
asam azelat dengan konsentrasi 0.1 mg/mL (100 ppm). Dibuat pengenceran larutan
Larutan baku 100 ppm dengan memipet 25 mL larutan yang dimasukkan ke dalam labu ukur 100
mL dan ditambahkan aquadest hingga batas garis labu sehingga dihasilkan larutan
dengan konsentrasi 25 g/mL (25 ppm).


Dari larutan asam azelat 25 ppm dibuat beberapa variasi konsentrasi dengan memipet larutan sebesar 1.0; 2.0; 3.0;
4.0; 5.0; dan 6.0 mL. Masing-masing dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL sehingga dihasilkan variasi konsentrasi
larutan yaitu 2.5; 5.0; 7.5; 10.0; 12.5; dan 15.0 ppm. Larutan tersebut selanjutnya direaksikan dengan larutan metilen
Kurva kalibrasi asam biru dan larutan dapar amonium klorida pH 9.8 dengan cara larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL,
kemudian ditambahkan 1 mL larutan dapar amonium klorida pH 9.8, 0.5 mL larutan metilen biru, dan tambahkan

azelat aquadest hingga batas garis labu. Kemudian campuran tersebut dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan
10 mL kloroforom. Dilakukan pengocokan larutan selama kurang lebih 2 menit dan diambil lapisan kloroform. Lapisan
kloroform yang diambil kemudian diukur serapannya dengan sprektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 655
nm dan dibuat kurva kalibrasi, yaitu kurva hubungan antara area (y) dan konsentrasi (x).
UJI EFISIENSI PENJERAPAN

Penetapan kandungan asam azelat dalam etosom

Suspensi etosom diambil sebanyak 1 mL lalu dimasukkan dalam labu ukur 10 mL. Larutan tersebut selanjutnya
direaksikan dengan larutan metilen biru dan larutan dapar amonium klorida pH 9.8 dengan cara larutan
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian ditambahkan 1 mL larutan dapar amonium klorida pH 9.8, 0.5 mL
larutan metilen biru, dan tambahkan aquadest hingga batas garis labu. Kemudian campuran tersebut dimasukkan
ke dalam corong pisah dan ditambahkan 10 mL kloroforom. Dilakukan pengocokan larutan selama kurang lebih 2
menit dan diambil lapisan kloroform. Lapisan kloroform yang diambil kemudian diukur serapannya dengan
sprektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 655 nm.
UJI EFISIENSI PENJERAPAN

Uji Efisiensi Penjerapan (EE%) Etosom Asam Azelat Secara Langsung

Ukur konsentrasi
Dilarutkan dengan
Endapan
metanol spektroskopi UV-
Sentrifugasi dengan
Vis
2 mL etosom asam kecepatan 14000 rpm
azelat selama 30 menit pada
suhu 4oC
Supernatan
Distribusi ukuran
Morfologi vesikel
partikel dan indeks Potensial Zeta
polidispersitas etosom

Menggunakan TEM ●
Menggunakan Zeta Sizer

Menggunakan PSA ●
Sampel yang diujikan pada TEM

Suspensi etosom yang telah

Sebanyak 10 mL sampel yang telah
dibuat pada suhu ruang dengan diencerkan dimasukkan secara
dipisahkan dari asam azelat menggunakan pewarnaan negatif
perlahan-lahan ke dalam kuvet
bebas diencerkan sebanyak 1 konvensional menggunakan 1 %
khusus. Sampel dalam kuvet harus
tetes dalam 10 mL etanol asam fosfotungstat (pH 6,0).
Setelah pengeringan spesimen
dipastikan bahwa tidak ada
kemudian diambil sebanyak 1 gelembung. Kemudian kuvet
mL dan dimasukkan ke dalam dilihat di bawah microskop pada
pembesaran 1000-20.000 kali lipat dimasukkan ke dalam alat dan
kuvet. diukur nilai zeta potensialnya.
pada tegangan percepatan 100 kV.
Penetapan Formula Etosom
Asam Azelat

Persen penjerapan obat Distribusi ukuran partikel <


yang tinggi 200 nm

Indeks polidispersitas < 0,8 Morfologi sferis


No Bahan Konsentrasi (%)
Formulasi Krim Etosom
Asam Azelat
1 Suspensi etosom yang Setara dengan
mengandung asam azelat 1.50 gram asam
azelat
2 Asam stearat 3.50
3 Setil alkohol 4.00
4 Isopropil miristat 5.00
5 Trietanolamin 0.35
6 Gliseril monostearat 2.10
7 Gliserin 3.00
8 Asam benzoat 0.25
9 BHT 0,05
10 Akuades 100
Trietanolamin dan gliserin
dilarutkan dalam aquadest
panas. Campuran tersebut
diaduk dan dijaga suhunya
berkisar antara 61oC – 65oC.
Lalu dicampur asam Fase minyak kemudian
benzoat dimasukkan ke dalam fase
air sedikit demi sedikit lalu Aduk dengan
diaduk dengan Asam azelat homogenizer selama
homogenizer pada suhu 15 menit
Asam stearat, setil alkohol, 61oC – 65oC dengan
isopropil miristat, gliseril kecepatan 3000 rpm
monostearat dan butil
hidroksi toluen dipanaskan
pada suhu berkisar antara
71oC – 75oC hingga Krim homogen
melebur.

Simpan dalam wadah


tidak tembus cahaya
EVALUASI SEDIAAN KRIM

Homogenitas
Viskositas
Organoleptis
Konsistesi
pH
dan
sediaan
sifat alir

Diameter
Kadar Asam
globulDaya
rata-Daya
sebarlekat
Azelat
rata
Organolep Homogeni
tis tas
pH

Menggunakan pH

Sediaan dioleskan di

Bau meter
atas kaca gelas lalu

Warna ●
Elektroda dicelupkan
diratakan dan diamati

Pemisahan fase pada larutan sediaan
dibawah mikroskop
(1%)
Viskositas Diameter
dan Sifat Alir
Konsistensi Globul Rata-rata

Alat viskosimeter Brookfield ●
Alat penetrometer

Sediaan dimasukkan ke dalam wadah berupa ●
Sediaan yang akan diperiksa dimasukkan
beaker glass 250 mL, spindel No. 6 diturunkan
ke dalam wadah khusus dan diletakkan

Pengukuran ini dilakukan
hingga batas spindel tercelup ke dalam sediaan,
kemudian motor dan spindel dinyalakan.angka pada meja penetrometer. Peralatan diukur dengan memfoto krim dengan
viskositas yang ditunjukkan oleh jarum merah hingga ujung kerucut menyentuh bayang menggunakan mikroskop optik
dicatat, kemudian dikalikan dengan faktor korelasi permukaan krim yang dapat diperjelas
pada tabel yang terdapat brosur alat. Nilai dengan menghidupkan lampu. Batang pada perbesaran 40 atau 1000
viskositas diperoleh dengan merubah rpm dari 2; pendorong dilepas dengan mendorong kali sehingga dapat diukur
2.5; 5.0; 10.0; 20.0 rpm. Selanjutnya dilakukan
tombol start. Angka penetrasi dibaca 5 ukuran globul emulsi dan
kebalikannya dari 20.0; 10.0; 5.0; 2,5; 2 rpm.

Sifat alir dapat diperoleh dengan membuat kurva detik setelah kerucut menembus sediaan.
antara shearing stress (F/A) terhadap rate of Dari pengukuran konsentrasi dengan distribusi ukurannya
shear (dv/dr). penetrometer akan diperoleh yield value.
Ditimbang 0.5 g krim, diletakkan ditengah alat berupa kaca bulat. Ditimbang dahulu

kaca yang satunya, kemudian kaca tersebut diletakkan di atas massa krim dan
dibiarkan selama 60 detik. Diukur diameter krim yang menyebar dengan mengambil
Uji Daya Sebar panjang rata-rata diameter dari beberapa sisi. Kemudian ditambahkan lagi 50g
beban tambahan dan didiamkan selama 60 detik dan dicatat diameter krim yang
menyebar seperti sebelumnya hingga tidak terjadi perubahan diameter yang berarti.
Replikasi dilakukan sebanyak 3 kali untuk tiap-tiap formula.

Dioleskan tipis sebanyak 0,25g krim di atas gelas objek yang telah

diketahui luasnya. Diletakkan gelas objek yang lain di atas krim


tersebut, kemudian ditekan dengan beban 1Kg selama 5 menit.
Uji Daya Lekat Kemudian dilepaskan beban seberat 80g dan dicatat waktunya
hingga kedua gelas objek ini terlepas. Replikasi dilakukan
sebanyak 3 kali untuk tiap-tiap formula.
Penetapan Kadar Asam Azelat dalam Krim

Pembuatan Kurva Kalibrasi Asam


Azelat

Penetapan Kadar Asam Krim asam azelat kurang lebih 25 mg, kemudian diekstraksi dengan 25 mL metanol dan
Azelat dalam Krim disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 40 menit dan dihasilkan konsentrasi
larutan 1000 ppm. Setelah disentrifugasi, larutan supernatan dipisahkan untuk kemudian
dibuat seri konsentrasi hingga 10 ppm. Larutan dimasukkan ke dalam corong pisah
kemudian direaksikan dengan larutan metilen biru dan larutan dapar amonium klorida
pH 9.8 dengan cara larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian
ditambahkan 1 mL larutan dapar amonium klorida pH 9.8, 0.5 mL larutan metilen biru,
dan tambahkan aquadest hingga batas garis labu. Kemudian campuran tersebut
dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan 10 mL kloroforom. Dilakukan
pengocokan larutan selama kurang lebih 2 menit dan diambil lapisan kloroform. Lapisan
kloroform yang diambil kemudian diukur serapannya dengan sprektrofotometer UV-Vis
pada panjang gelombang 655 nm
UJI AKTIVITAS ANTI JERAWAT

Pembuatan
Sterilisasi alat Larutan Uji Pembuatan
dan persiapan Persiapan Krim Etosom Larutan
medium Bakteri Uji Asam Azelat Kontrol
pertumbuhan dan Krim Negatif
Asam Azelat

Pengujian
Pembuatan
Aktivitas
Larutan
terhadap
Kontrol
Propionibacte
Media
rium acnes
Sterilisasi alat dan persiapan
medium pertumbuhan

Sterilisasi Alat

Pembuatan Media Brucella Agar

Pembuatan Media Brain Heart Infusion Broth

Pembuatan Larutan 0.5 Mc Farland

Penapisan Bakteri Uji

Pewarnaan Gram
Sterilisasi Alat


Cawan petri, tabung reaksi, erlenmeyer dan alat-alat gelas lainnya yang akan digunakan disterilisasi di dalam oven
pada suhu 180oC selama 2 jam setelah sebelumnya dicuci bersih, dikeringkan dan dibungkus dengan kertas.

Pembuatan Media Brucella Agar


Media Brucella Agar dibuat dengan cara menimbang 43 gram Brucella Agar dan dilarutkan dalam 1 liter akuadestilata, diaduk sampai campuran tersebut homogen sambil dipanaskan
hingga mendidih. Media lalu ditambahkan 1 ampul vitamin K dan disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC, tekanan 1-2 atm selama 15 menit. Setelah itu, media didinginkan hingga suhu
diperkirakan 47oC. Kemudian ditambahkan darah domba sebanyak 5 % (v/v), segera setelah tercampur homogen dituang kedalam tabung atau petri dan didiamkan hingga memadat.

Pembuatan Media Brain Heart Infusion Broth (BHIB)


Media ini dibuat dengan cara menimbang serbuk BHI sebanyak 3 gram dilarutkan ke dalam 100 mL akuades steril dan dipanaskan hingga mendidih. Media ini selanjutnya
disterilkan dengan autoklaf selama 15 menit pada suhu 121 oC. Setelah steril media dari autoklaf didiamkan sampai suhu mencapai 45 oC dan diinkubasi selama 24 jam pada
suhu 35±2 oC.
Pembuatan Larutan 0.5 Mc Farland


Standar 0.5 Mc Farland dibuat dengan cara mencampur 9.95 mL asam sulfur 1% dengan 0.05 mL barium klorida 1%.
Kemudian tabung disegel untuk perbandingan suspensi bakteri dengan standar (1 x 10 8 CFU/mL).

Penapisan Bakteri Uji


Metode ini dilakukan dengan cara mengambil satu ose isolat bakteri Propionibacterium acnes, selanjutnya digoreskan pada cawan petri yang berisi media Brucella
Agar dengan metode penapisan Koch secara kuadran, kemudian diinkubasikan selama 48 jam pada suhu 35±2 oC. Setelah masa inkubasi, diamati koloni yang tumbuh.

Pewarnaan Gram


Preparat bakteri pada gelas objek yang telah disiapkan dituangi dengan larutan karbol kristal ungu 0.5 % dan dibiarkan selama 5 menit. Setelah 5 menit, preparat dicuci dengan akuades. Selanjutnya, cairan Lugol
dituangkan selama 45-60 detik ke dalam preparat kemudian dicuci dengan air. Preparat selanjutnya dicuci dengan alkohol dengan cara mencelupkan ke dalam bejana berisi alkohol 96% dan goyang-goyangkan selama
30 detik atau sampai zat warna bersih, lalu cuci preparat dengan air. Air fukhsin dituangkan ke dalam preparat dan dibiarkan selama 1-2 menit, kemudian dicuci dengan air dan dikeringkan. Amati dengan mikroskop.
PERSIAPAN BAKTERI UJI

Pembuatan Stok Bakteri Pembuatan Suspensi Bakteri


Propionibacterium acnes Propionibacterium acnes

Bakteri uji P. acnes diinokulasikan pada Bakteri yang tumbuh dalam media Brucella Agar
media Brucella Agar. Diambil 1 ose biakan disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 15
murni P. acnes dan diinokulasikan dengan menit. Endapan yang diperoleh kemudian ditambahkan
cara menggoreskan bakteri menggunakan 10 mL NaCl fisiologis 0.9% dan dihomogenkan. Prosedur
jarum ose pada permukaan agar, ini dilakukan sebanyak 3 kali. Selanjutnya endapan
kemudian diinkubasi selama 48 jam pada bakteri dibuat suspensi dengan cara dilarutkan dalam
suhu 35±2oC dalam inkubator pada larutan NaCl fisiologis 0.9% sehingga kekeruhan sesuai
kondisi anaerob. dengan 0.5 Mc Farland.
Pembuatan Larutan Uji Krim Etosom
Asam Azelat dan Krim Asam Azelat

Sebanyak 0,02 gram krim


etosom asam azelat dan krim
asam azelat dilarutkan dalam
10 mL DMSO 100% (Larutan
induk) 2000 g/mL

2000 g/mL 1000 g/mL 500 g/mL 250 g/mL 125 g/mL 62,5 g/mL
Pembuatan ●
Sebanyak 0.5 mL media BHIB dalam tabung reaksi ditambahkan
0,1 mL suspensi bakteri dan 0.4 mL media BHIB sehingga volume
Larutan Kontrol total tabung adalah 1 mL dan di vortex. Selanjutnya diinkubasi
dalam inkubator pada suhu 35±2oC selama 48 jam. Percobaan
Negatif dilakukan sebanyak 5 kali.

Pembuatan ●
Media BHIB steril dituang ke dalam cawan petri, kemudian
diinkubasi pada suhu 35±2oC selama 48 jam. Setelah diinkubasi,
Larutan Kontrol diamati dan dibandingkan dengan perlakuan. Percobaan dilakukan
sebanyak 5 kali.
Media
Pengujian Aktivitas terhadap
Propionibacterium acnes

Penentuan Konsentrasi
Hambat Minimum (KHM) Time Kill
dan Konsentrasi Bunuh
Minimum (KBM) Assay
Penentuan KHM dan KBM

Untuk mengetahui nilai KBM, maka dilakukan penggoresan


0.5 mL larutan uji + 0.1 mL dari tabung larutan uji 1000 g/mL, 500 g/mL, 250 g/mL,
suspensi bakteri + 0.4 mL 125 g/mL dan 62,5 g/mL pada media padat Brucella Agar
media BHI kemudian diinkubasi pada suhu 35±2oC selama 48 jam dalam
kondisi anaerob. Konsentrasi paling rendah yang tidak
menunjukkan pertumbuhan koloni bakteri pada media adalah
nilai KBM

Inkubasi dalam Diamati kekeruhan


inkubator pada suhu dan dibandingkan
Vortex 35±2oC selama 48 dengan kontrol
jam pada kondisi negatif (DMSO) dan
anaerob kontrol media

Konsentrasi paling rendah yang


tidak menunjukkan kekeruhan
(jernih) adalah nilai KHM
Kontrol positif : media BHIB dan bakteri uji
Time Kill Assay tanpa larutan uji
Kontrol negatif : hanya berisi media BHIB

Krim Etosom Asam azelat dan Krim Asam Azelat di


Dilakukan sebanyak 3 kali
Pasaran yang tidak diformulasikan dalam lipid bilayer

0.5 mL larutan Uji Ditambahkan 0.1 mL Diinkubasi dalam inkubator


dengan konsentrasi 0.5 suspensi bakteri dan Vortex pada suhu 35±2oC pada
KHM, KHM dan 2 KHM 0.4 mL media BHIB kondisi anaerob

Sebanyak 100 L sampel yang telah Diencerkan sepuluh Sampel kemudian diambil sebanyak
diencerkan kemudian diinokulasikan kali lipat dalam 0.9 % 500 L pada titik waktu 0; 0.5; 2; 4; 8;
pada media Brucella agar NaCl fisiologis 24; 26; 28; 32 dan 48 jam

Diinkubasi pada suhu Viable count dihitung dalam satuan Efek bakterisidal terjadi jika penurunan
35±2oC selama 48 jam CFU/mL dan kurva bunuh diplotkan viable count ≥ 3 log10 dibandingkan
pada kondisi anaerob antara waktu terhadap log viable count dengan kontrol positif.
Uji Stabilitas Fisik Sediaan bau, warna, pH dan diameter globul

Uji Stabilitas pada Suhu Tinggi Uji Stabilitas pada Suhu Kamar
(Suhu 400 ± 20C/ 75±5% RH selama 8 minggu) (suhu 27± 20C / 75±5% RH selama 8 minggu)

Cycling test
Uji Stabilitas pada Suhu Rendah (Sediaan disimpan pada suhu 4oC selama 24 jam
(suhu 4±20C selama 8 minggu) lalu dikeluarkan dan ditempatkan pada suhu
400C selama 24 jam)
Uji Stabilitas Kimia Sediaan

Krim asam azelat diuji stabilitas kimianya dengan


melakukan penetapan kadar asam azelat dalam krim setiap
4 minggu selama 8 minggu. Sampel disimpan pada tiga
kondisi suhu yaitu suhu tinggi, suhu kamar dan suhu
rendah.
DAFTAR ACUAN

• Akiladevi, D., & Basak, S. (2010). Ethosomes a Noninvasive Approach for Transdermal Drug Delivery. International Journal of Current
Pharmaceutical Research, 2 (4), 1–5.
• Anief, M. (2008). Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press.
• Anonim. (2015). FINACEA® (azelaic acid) Foam, 15% for topical use. Switzerland : Bayer HealthCare Pharmaceuticals Inc.
• Anwar, E. (2012). Eksipien dalam Sediaan Farmasi (Karakterisasi dan Aplikasi). Jakarta: Dian Rakyat.
• Ashara, K.C., Paun, J.S., Soniwala, M.M., Chavada, J.R., & Mori, N.M. (2014). Microemulsion based emulgel: a novel topical drug delivery
system. Asian Pacific Journal of Tropical Disease.
• Barry, B. W. (2002). Drug delivery routes in skin : a novel approach. Advances Drug Delivery Review, 31–40.
• Bloom, W., & Fawcett, D.W. (1994). A Textbook of Histology. London : Chapman & Hill Inc.
• Bojar, R.A., Cunliffe, W.J., & Holland, K.T. (1994). Disruption of Transmembran pH Gradient - A Possible Mechanism for the Antibacterial
Action of Azelaic Acid in Propionibacterium acnes and Staphylococcus epidermidis. Journal of Antimicrobial Chemotheraphy, 34, 321-330.
• Brander, G.C., Pugh, D.M., Baywater, R.J., & Jenkins, W.L. (1991). Veterinary Applied Pharmacology and Therapeutics (pp. 416-450). (Ed. Ke-
5). London: The English Book Society and Bailliere Tindal.
• Brasch, J., & Christophers, E. (1993). Azelaic Acid has Antimycotic Properties In Vitro. Journal of Dermatology, 186 (1), 55-58.
• Breatnach, A.S. (1989). Azelaic acid--Biological activities and therapeutic applications. Drugs Today, 25, 463-472.
• Breatnach, A.S. (1995). Pharmacological Properties of Azelaic Acid. Clinical Drug Investigation, 10 (2), 27-33.
• Brook, I., & Frazier, E.H. (1991). Infections caused by Propionibacterium species. Clin Infect Dis, 13 (5), 819–822.
• Burchacka, E., Potaczek, P., Paduszynski, P., Karlowicz-Bodalska, K., Han, T., & Han, S. (2016). New effective azelaic acid liposomal gel formulation of
enhanced pharmaceutical bioavailibility. Biomedicine && Pharmacotherapy, 83, 771-775.
• Chandel, A., Patil, V., Goyal, R., Dhamija, H., & Parashar, B. (2012). Ethosomes: A Novel Approach towards Transdermal Drug Delivery. International
Journal of Pharmaceutical and Chemical Science, 1 (2), 563-569.
• Cove, J.H., Holland, K.T., & Cunliffe, W.J. (1983). Effects of oxygen concentration on biomass production, maximum specific growth rate and extracellular
enzyme production by three species of cutaneous propionibacteria grown in continuous culture. J Gen Microbiol, 129, 3327–3334.
• Csukas, Z., Banizs, B., & Rozgonyi, F. (2004). Studies on the cytotoxic effects of Propionibacterium acnes strains isolated from cornea. Microb Pathog,
36, 171–174.
• Dave, V., & Pareek, A.S.P. (2012). Ethosome: A Novel Approach of Transdermal Drug Delivery System. International Journal of Advanced Research in
Pharmaceutical & Bio Sciences, 1 (4), 439–452.
• Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
• Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV, Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
• Dhamecha, D.L., Rathi, A.A., Saifee, M., Lahoti, S.R. & Dehghan, M.H.G. (2009) Drug Vehicle Based Approaches of Penetration Enhancement.
International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Science, 1 (1).
• Djajadisastra, J. (2004). Cosmetic Stability. Disampaikan pada “Seminar Setengah Hari HIKI” Rabu, 20 November 2004, Hotel Menara Peninsuki, SLIPI,
Jakarta.
• Elsayed, M. M., Abdallah, O. Y., Naggar, V. F., & Khalafallah, N. M. (2007). Lipid vesicles for skin delivery of drugs: Reviewing three decades of research.
International Journal of Pharmaceutics, 332, 1–16.
• Esponito, E., Menegatti, E., & Cortesi, R. (2004). Ethosomes and Liposomes as Topical Vehicles for Azelaic Acid, Journal of Cosmetology and Science, 55.
• Fan, Q., Mitchnick, M., & Loxley, A. (2007). The Issues & Challenges Involved in In Vitro Release Testing for Semi Solid Formulations. Drug Delivery
Technology, 7 (9), 62-66.
• Fitton, A., & Goa, K.L. (1991). A Review of its Phramacological Properties and Therapeutics Efficacy in Acne and Hyperpigmentary Skin Disorders. Drug
Evaluation, 41 (5), 780-798.
• Food and Drug Administration. (1997). Guidance for Industry: Guidance for Industry Nonsterile Semisolid Dosage Forms (p19-24).
• Funke, G., Von Graevenitz, A., Clarridge, J.E., & Bernard, K.A. (1997). Clinical microbiology of coryneform bacteria. Clin Microbiol Rev, 10, 125–159.
• Guy, R. H., & Hadgraft, J. (2003). Transdermal Drug Delivery. (Ed ke-2). New York: Marcel Dekker Inc.
• Harahap, M. (2000). Ilmu penyakit kulit : Acne vulgaris. Jakarta : Hipokrates.
• Harry, R.G., Wilkinson, J.B. & Moore, R.J. (1982). Harry's Cosmeticology (p314-333). (Ed ke-7). New York: Chemical Publishing Company
• Heather, A.E., & Benson, A.C.W. (2012). Transdermal and Topical Drug Delivery. Transdermal and Topical Drug Delivery: Principles and
Practice. USA : John Wiley & Sons Inc.
• Hoeffler, U. (1977). Enzymatic and hemolytic properties of Propionibacterium acnes and related bacteria. J Clin Microbiol, 6, 555–558.
• Holland, K.T., Ingham, E. & Cunliffe, W.J. (1981). A review, the microbiology of acne. J Appl Bacteriol, 51, 195–215.
• Ingham, E., Gowland, G., Ward, R.M., Holland, K.T., & Cunliffe, W.J. (1987). Antibodies to P. acnes and P. acnes exocellular enzymes in the
normal population at various ages and in patients with acne vulgaris. Br J Dermatol, 116, 805–812.
• Irianto, K. (2006). Mikrobiologi: Menguak Dunia Mikroorganisme, (Ed ke-2). Bandung: CV. Yrama Widya.
• Kabongo Muamba, M.L. (1982). Exoenzymes of Propionibacterium acnes. Can J Microbiol, 28, 758–761.
• Khan, B.A., Akhtar, N., Khan, H.M.S., Waseem, K., Mahmood, T., Rasul, A., Iqbal, M., & Khan, H. (2011). Basics of Pharmaceutical
Emulsions : A review. African Journal of Pharmacy and Pharmacology, 5 (25), 2715-2725
• Kim, J., & Uyama, H. (2005). Tyrosinase Inhibitors from Natural and Synthetic Sources : Structure, Inhibition Mechanism and Perspective
for the Future. Cell. Mol. Life Sci., 62, 1707-1723.
• Kishore, M., Jayaprakash, M., & Reddy, T.V. (2010). Spectrophotometric Determination of Azelaic Acid in Pharmaceutical Formulations.
Journal of Pharmacy Research, 3 (12), 3090-3092.
• Klaus, W., Richard, A., & Dick, S. (2005). Fitz Patrick’s color atlas and sinopsis of clininal dermatology. New York: Medical Publishing
Division.
• Kusantati, H., Prihatin, P.T., & Wiana, W. (2008). Tata Kecantikan Kulit. Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
• Langley & Lenny, L. (1958). Dynamic Anatomy and Physiology. USA: McGraw-Hill.
• Leeson, C.R., Leeson, T.S., & Paparo, A.A. (1985). Textbook of Histology. Philadelphia : W.B. Saunders Company.
• Leyden, J.J. (2001). Current issues in antimicrobial therapy for the treatment of acne. Eur Ac Dermatol Venereol JEADV, 15, 51-56.
• Li, X., & Justi, B.R. (2006). Design of Controlled Release Drug Delivery System. USA : McGraw-Hill
• Martin, A., Swarbick, J., & Cammarata, A. (1993) Farmasi Fisik edisi ketiga (Joshita, Penerjemah). Jakarta : UI Press.
• Mather, et al. (1999). Topical Vehicles Containing Solubilized and Stabilized Azelaic Acid. USA : US Patent 5,925,627.
• Mescher, A.L. (2010). Juncqueira’s Basic Histology : Text & Atlas. (Ed ke-12). USA : McGraw-Hill.
• Mitsui, T. (1998) New Cosmetic Science (p385-588). (Ed ke-2). Amsterdam: Elsevier Science B.V.
• Mustacich, D., & Powis, G. (2000). Thioredoxin reductase. Biochem. J., 246, 1-8.
• Nguyen, Q.H., & Bui, T.P. (1995). Azelaic acid: Pharmacokinetic and pharmacodynamic properties and its therapeutic role in hyperpigmentary
disorders and acne. Int. J. Dermato, 4, 75-84.
• Plewig, G., Fulton, J.E., & Kligman, A.M. (1971). Cellular dynamics of comedo formation in acne vulgaris. Arch Dermatol Forsch, 242, 12-29
• Radji, M. (2010). Buku Ajar Mikrobiologi : Panduan Mahasiswa Farmasi dan Kedokteran. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
• Radji, M. (2016). Mekanisme Aksi Molekuler Antibiotik dan Kemoterapi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
• Ray C., Trivedi P., & Sharma V. (2013). Review Article: Acne and Its Treatment Lines. Int J Res in Pharm Bios. 3 (1), 1-16.
• Schallreuter, K.U., & Wood, J.W. (1990). A possible mechanism of action for azelaic acid in the human epidermis. Archives of Dermatoological
Research, 282 (3), 168-171.
• Siregar, R.S. (2005). Atlas berwarna saripati penyakit kulit (p178-182). (Ed ke-2). Jakarta: EGC.
• Shah, V., Raval, S., Peer, S., & Upadhyay, U.M. (2010). A Comparative Evaluation of Different Membranes for Their Diffusion Efficiency : An In Vitro
Study. International Journal of Pharmaceutical Science, 1 (2), 41-49.
• Shipton, E.A. (2011). New Delivery System for Local Anaesthetics Part 2. Anesthesiology Research and Practice, 1-6.
• Steve, S., Oberemok, M.D., Alan, R., & Shalita, M.D. (2002). Acne Vulgaris : Pathogenesis and Diagnosis. New York : Department of Dermatology
State University of New York.
• Tjay, T.H., & Rahardja, K. (2008). Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek Sampingnya. Jakarta : Gramedia.
• Touitou, E., Dayan, N., Bergelson, L., Godin, B., & Eliaz, M. (2000). Ethosomes – Novel vesicular carriers for enhanced delivery: Characterization
and skin penetration properties. Journal of Controlled Release, 65, 403–418.
• Touitou, E., & Godin, B. (2000). Enhanced Delivery Into and Across The Skin by Ethosomal Carries. Drug Development Research, 50: 406-
415.
• Vowels, B.R., Yang, S., & Leyden, J.J. (1995). Induction of proinflammatory cytokines by a soluble factor of P acnes: implications for chronic
inflammatory acne. Infect Immun, 63, 3158-3165.
• Walters, K.A., & Jonathan, H. (1993). Pharmaceutical Skin Penetration Enhancement. New York: Marcel Dekker Inc.
• Wasitaatmadja, S.M. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta : UI Press.
• Wasitaatmadja, S.M. (2002). Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofema, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. (Ed ke-3). Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
• West, D. P., West, L. E., Musumeci, M. L., & Micali, G. (2005). Acne Vulgaris. In DiPiro, J. T., Talbert, R. L., Yee, G. C., Matzke, G. R., Well, B.
G., Posey, L. M. Pharmacoterapy : a Pathophysiologic Approach. New York: McGraw-Hill.
• Widodo, H. (2013). Ilmu Meracik Obat Untuk Apoteker. Yogyakarta: D-Medika.
• Witt, K., & Bucks, D. (2003). Studying In Vitro Skin Penetration and Drug Release to Optimize Dermatological Formulations In
Pharmaceutical Technology. USA: Advanstars Communication Inc.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai