Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN

*Pandangan Filsafat Pancasila tentang Manusia,

Masyarakat, Pendidikan, dan Nilai*

Dosen Pengampu:
ANIFAH, S.Sos., M.Pd.

DISUSUN
OLEH:
KELOMPOK 4
1. DWI JESISCCA SILALAHI (3183131027)
2. AYU NOVIANA SIMATUPANG (3183331010)
3. SITI NURHALIMAH (3183131034)
4. SUCI VIVI NADEA (3181131011)

FAKULTAS ILMU SOSIAL


PRODI PENDIDIKAN GEOGRAFI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
TP. 2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan, karena hanya
dengan rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah
“Pandangan Filsafat Pancasila tentang Manusia, Masyarakat, Pendidikan,
dan Nilai”. Tidak lupa kami mengucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-
teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak


kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan teman-teman.

Medan, Oktober 2018

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................................2
1.3 Tujuan ................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat Pancasila..............................................................................3
2.2 Pandangan Filsafat Pancasila tentang Manusia..................................................3
2.3 Pandangan Filsafat Pancasila tentang Masyarakat .............................................5
2.4 Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Pendidikan ............................................6
2.5 Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Nilai ......................................................7
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN ..................................................................................................9
3.2 SARAN ............................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila merupakan dasar/ideologi dari pembentukan negara indonesia
sebagaimana yang dikemukakan oleh Bung Karno didalamnya lahirnya Pancasila.
Fungsi dari ideologi yaitu serangkaian nilai-nilai yang dijadikan pegangan oleh
setiap warga negara untuk mengikat seluruh anggotanya dalam suatu organisasi
negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai ideologi mempunyai otoritas untuk
mengatur dan mengarahkan setiap kegiatan yang dilakukan baik secara pribadi
maupun kelompok untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan, yakni aman,
nyaman, damai, sejahtera, dan bahagia.
Filsafat Pancasila adalah hasil berpikir/pemikiran yang sedalam-dalamnya
dari bangsa Indonesia, yang oleh bangsa Indonesia dianggap, dipercaya dan
diyakini sebagai suatu kenyataan, norma-norma, nilai-nilai yang paling benar,
paling adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
Kalau dibedakan antara filsafat yang religius dan non religius, maka filsafat
Pancasila tergolong filsafat yang religius. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila
dalam hal kebijaksanaan dan kebenaran mengenai adanya kebenaran mutlak yang
berasal dari Tuhan Yang Maha Esa (kebenaran religius) dan sekalipun mengakui
keterbatasan kemampuan manusia, termasuk kemampuan berpikirnya. Dan kalau
dibedakan filsafat dalam arti teoristis dan filsafat dalam arti praktis, filsafat
Pancasila digolongkan dalam arti praktis. Ini berarti bahwa filsafat Pancasila
dalam mengadakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, tidak hanya bertujuan
mencari kebenaran dan kebijaksanaan, tidak sekedar memenuhi hasrat ingin tahu
dari manusia yang tidak habis-habisnya, tetapi juga dan terutama hasil pemikiran
yang berwujud filsafat Pancasila tersebut dipergunakan sebagai pedoman hidup
sehari-hari (pandangan hidup, filsafat hidup, way of life, weltanschaung dan
sebagainya); sehingga dapat tercapai kebahagiaan lahir dan bathin, baik dunia
maupun akhirat.
Suatu masyarakat atau bangsa menjadikan filsafat sebagai suatu
pandangan hidup yaitu merupakan asas dan pedoman yang melandasi semua
aspek hidup dan kehidupan bangsa tersebut, tanpa terkecuali aspek pendidikan.
Filsafat yang dikembangkan harus berdasarkan filsafat yang dianut oleh suatu
bangsa, sedangkan pendidikan merupakan suatu cara atau mekanisme dalam
menanamkan dan mewariskan nilai-nilai filsafat tersebut.
Pendidikan sebagai suatu lembaga yang berfungsi menanamkan dan
mewariskan sistem norma tingkah laku perbuatan yang didasarkan kepada dasar-
dasar filsafat yang dijunjung oleh lembaga pendidikan dan pendidik dalam suatu
masyarakat. Untuk menjamin supaya pendidikan dan prosesnya efektif, maka
dibutuhkan landasan-llandasan filosofis dan landasan ilmiah sebagai asas normatif
dan pedoman pelaksanaanya. Filsafat pendidikan nasional Indonesia adalah suatu
sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan
yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa "Pancasila"
yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha
merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan filsafat Pancasila tentang manusia?
2. Bagaimana pandangan filsafat Pancasila tentang masyarakat?
3. Bagaimana pandangan filsafat Pancasila tentang pendidikan dan nilai?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui pandangan filsafat Pancasila tentang manusia
2. Mengetahui pandangan filsafat Pancasila tentang masyarakat
3. Mengetahui pandangan filsafat Pancasila tentang pendidikan dan nilai

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat Pancasila
Pancasila yang dibahas secara filosofis disini adalah Pancasila yang butir-
butirnya termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang tertulis
dalam alinia ke empat. Dijelaskan bahwa Negara Indonesia didasarkan atas
Pancasila. Pernyataan tersebut menegaskan hubungan yang erat antara eksistensi
negara Indonesia dengan Pancasila. Lahir, tumbuh dan berkembangnya negara
Indonesia ditumpukan pada Pancasila sebagai dasarnya. Secara filosofis ini dapat
diinterpretasikan sebagai pernyataan mengenai kedudukan Pancasila sebagai jati
diri bangsa.
Melihat dari beragamnya kebudayaan yang terdapat dalam bangsa
Indonesia maka proses kesinambungan dari kehidupan bangsa merupakan
tantangan yang besar. Demi perkembangan kebudayaan Indonesia selanjutnya
dituntut adanya rumusan yang jelas yang mampu berperan sebagai pemersatu
bangsa sehingga ciri khas bangsa Indonesia menjadi nyata.
Jadi, Pancasila mengarahkan seluruh kehidupan bersama bangsa,
pergaulannya dengan bangsa-bangsa lain dan seluruh perkembangan bangsa
Indonesia dari waktu kewaktu. Namun dengan diangkatnya Pancasila sebagai jati
diri bangsa Indonesia tidak berati bahwa Pancasila dengan nilai-nilai yang termuat
didalamnya sudah terumus dengan teliti dan jelas, juga tidak berarti pancasila
telah merupakan kenyataan didalam kehidupan bangsa Indonesia. Pancasila
adalah pernyataan tentang jati diri bangsa Indonesia.
Pancasila dikenal sebagai filosofi Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat
dalam filsafat Pancasila telah diubah dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa
filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila
senantiasa diperbarui sesuai dengan “permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga
Pancasila berbeda dari waktu ke waktu.

2.2 Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Manusia


Kodrat manusia merupakan keseluruhan sifat-sifat asli, kemampuan-
kemampuan atau bakat-bakat alami, kekuasaan, bekal disposisi yang melekat pada
kebaradaan/eksistensi manusia sebagai makhluk pribadi sekaligus makhluk sosial
ciptaan Tuhan YME. Harkat manusia adalah nilai manusia sebagai makhluk
Tuhan yang memiliki kemampuan-kemampuan yang disebut cipta, rasa dan karsa.
Derajat manusia adalah tingkat kedudukan atau martabat manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki bakat, kodrat, kebebasan hak, dan
kewajiban asasi.
A. Sifat dan Hakekat Manusia
1. Pengertian dan Sifat Hakekat Manusia
Ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipil membedakan manusia dari hewan
2. Pendidikan Bersifat Filosofis
Filosofis berarti berdasarkan pengetahuan dan penyelidian dengan akal budi
mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal dan hukum, termasuk termasuk
teori yang mendasari alam pikiran atau suatu kegiatan (berintikan logika, estetika,
metafisika, epistemology dan falsafah) Untuk mendapatkan landasan pendidikan

3
yang kukuh diperlukan adanya kajian yang bersifat mendasar, sistematis dan
Universal tentang ciri hakiki manusia
3. Pendidikan Bersifat Normatif
Normatif berarti bersifat norma atau mempunyai tujuan/aturan
Pendidikan mempunyai tugas untuk menumbuhkembangkan sifat hakikat manusia
sebagai sesuatu yang bernilai luhur, dan hal itu menjadi keharusan.

B. Wujud Sifat Hakekat Manusia


1) Kemampuan Menyadari Diri
Kemampuan Mengeksplorasi potensi yang ada, dan mengembangkannya kearah
kesempurnaan dan menyadarinya sebagai kekuatan
2) Kemampuan Bereksistensi
Manusia bersifat aktif dan manusia dapat menjadi manejer terhadap
lingkungannya
3) Pemilikan Kata Hati
Kemampuan membuat keputusan tentang baik/benar dengan yang buruk/salah
bagi manusia. Cara meningkatkan : melatih akal/kecerdasan dan kepekaan emosi
4) Moral (etika)
Perbuatan yang dilakukan/nilai-nilai kemanusiaan. Bermoral sesuai dengan kata
hati yang baik bagi manusia, dan sebaliknya. Etiket hanya sekedar kemampuan
bersikap/mengenai sopan santun
5) Kemampuan Bertanggung Jawab
Suatu perbuatan harus sesuai dengan tuntutan kodrat manusia
6) Rasa Kebebasan (Kemerdekaan)
Kebebasan yang terikat(bertanggung jawab). Tugas pendidikan membuat pesreta
didik merasa merdeka dalam menjalankan tuntutan kodrat manusia.
7) Kesediaan Melaksanakan Kewajiban dan Menyadari Hak
Dapat ditempuh dengan pendidikan disiplin:
- Disiplin Rasional -> dilanggar -> rasa Salah
- Disiplin Afektif -> dilanggar -> rasa Gelisah
- Disiplin Sosial -> dilanggar -> rasa Malu
- Disiplin Agama -> dilanggar -> rasa Berdosa
8) Kemampuan Menghayati Kebahagiaan
Kesanggupan menghayati kebahagiaan berkaitan dengan 3 hal : Usaha, norma-
norma, dan Takdir.

C. Dimensi-Dimensi Hakekat Manusia


1. Keindividualan (pribadi yang berbeda dari yang lain)
2. Kesosialan (ketergantungan kebutuhan pada orang lain)
3. Kesusilaan (menyangkut etika dan etiket)
4. Keberagaman (keyakinan ada kekutan yang mengendalikan seluruh aspek
kehidupan di luar kemampuan makhlup hidup di dunia)
5. Intelektual(mengembangkan wawasan dan iptek, terampil mengkomunikasikan
pengetahuan dan memecahkan masalah)
6. Produktivitas (Kesanggupan memilih pekerjaan sesuai dengan kemampuan,
keserasian hidup bekeluarga, pandai menempatkan diri sebagai konsumen dan
produsen, serta kreatif dan berkarya)

4
Pancasila sebagai dasar dan nilai yang dijunjung tinggi oleh masyarakat,
bangsa, dan negara Indonesia memandang bahwa manusia adalah makhluk
tertinggi ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dan Maha Mulia yang dianugerahi
kemampuan atau potensi untuk tumbuh dan berkembang, baik sebagai individu
maupun sebagai anggota masyarakat atau sosial.
Kedudukan manusia dihadapan Tuhan adalah sama dan sama-sama
memiliki harkat dan martabat sebagai manusia mulia. Paulus Wahana (dalam
H.A.R. Tilaar. 2002 : 191) mengemukakan gambaran manusia pancasila sebagai
berikut :
1. Manusia adalah makhluk monopluralitas yang memungkinkan manusia itu
dapat melaksanakan sila-sila yang tercantum di dalam pancasila.
2. Manusia adalah makhluk ciptaan tuhan yang tertinggi yang dikaruniakan
memiliki kesadaran dan kebebasan dalam menentukan pilihannya.
3. Dengan kebebasannya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan dapat
menentukan sikapnya dalam hubungannya dengan pencipta Nya.
4. Sila pertama menunjukkan bahwa manusia perlu menyadari akan
kedudukannya sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dan oleh sebab itu harus
mampu menentukan sikapnya terhadap hubungannya dengan pencipta Nya.
5. Manusia adalah otonom dan memiliki harkat dan martabat yang luhur.
6. Sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab menuntut akan
kesadaran keluhuran harkat dan martabatnya yaitu dengan menghargai akan
martabat sesama manusia.
7. Sila persatuan Indonesia berarti manusia adalah makhluk sosial yang berada
di dalam dunia Indonesia bersama-sama dengan manusia Indonesia lainnya.
8. Manusia haruslah dapat hidup bersama, menghargai satu dengan yang lain
dan tetap membina rasa persatuan dan kesatuan bangsa yang kokoh.
9. Manusia adalah makhluk yang dinamis yang melakukan kegiatannya
bersama-sama dengan manusia Indonesia yang lain.
10. Sila keempat atau sila demokrasi dituntut manusia Indonesia yang saling
menghargai, memiliki kebutuhan bersama di dalam menjalankan dan
mengembangkan kehidupannya.
11. Dalam sila kelima manusia Indonesia dituntut saling memiliki kewajiban
menghargai orang lain dalam memanfaatkan sarana yang diperlukan bagi
peningkatan taraf kehidupan yang lebih baik.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa manusia Pancasila adalah
manusia yang bebas dan bertanggung jawab terhadap perkembangan dirinya
sebagai individu dan perkembangan masyarakat (sosial) Indonesia. Manusia
ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa dianugerahi kemampuan atau potensi untuk
bertumbuh dan berkembang sepanjang hayat.

2.3 Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Masyarakat


Nilai yang terkandung dalam Pancasila, Nilai-nilai itulah sebagai ciri
kepribadian masyarakat-bangsa dan negara Indonesia. Rakyat Indonesia adalah
keseluruhan jumlah semua orang, warga dalam lingkungan negara Indonesia.
Hakekat rakyat Indonesia adalah pilar negara dan yang berdaulat. Segala sesuatu
yang merupakan hak dalam hubungan hidup kemanusiaan yang mencakup
hubungan antara negara dengan warga negara, hubungan negara dengan negara,
dan hubungan antar sesama warga negara yang dinamakan adil (Surajiyo, 2008).

5
Untuk menghindarkan masalah etno-nasionalisme yang dapat berakibat
disintegrasi bangsa, Hamdi Huruk (dalam H.A.R. Tilaar. 2002: 76)
mengemukakan program sebagai berikut :
1. Didalam menyikapi dorongan etno-nasionalisme yang negatif maka
dihindarkan cara-cara pemecahan koersif (militeristk), tetapi dengan
menggunakan metode persuasive dan dialogis, serta mengikut sertakan
masyarakat setempat.
2. Perlu diakui identitas etnis dalam arti kultural bukan dalam arti politik.
3. Menyadarkan kelompok-kelompok yang berkeinginan kepada
separatisme, bahwa berpisah dengan negara dan bangsa Indonesia akan
merugikan.
4. Menghindari berbagai pelanggaran HAM dan menghormati HAM.

Oleh karena itu, budaya etnis masing-masing suku harus diberi


kesempatan yang seluas-luasnya untuk diperkembangkan sebagai modal dasar
mengembangkan demokrasi atau sikap demokratis, saling menghargai, dan
menghormati bagi setiap warga negara. Itulah yang menjadi nilai-nilai dasar
Pancasila terhadap masyarakat Indonesia.

2.4 Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Pendidikan


Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Sebagai usaha sadar dan terencana, pendidikan tentunya harus mempunyai
dasar dan tujuan yang jelas, sehingga dengan demikian baik isi pendidikan
maupun cara-cara pembelajarannya dipilih, diturunkan dan dilaksanakan dengan
mengacu kepada dasar dan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Selain itu,
pendidikan bukanlah proses pembentukan peserta didik untuk menjadi orang
tertentu sesuai kehendak sepihak dari pendidik. Karena manusia (peserta didik)
hakikatnya adalah pribadi yang memiliki potensi dan memiliki keinginan untuk
menjadi dirinya sendiri, maka upaya pendidikan harus dipandang sebagai upaya
bantuan dan memfasilitasi peserta didik dalam rangka mengembangkan potensi
dirinya. Upaya pendidikan adalah pemberdayaan peserta didik. Hal ini hendaknya
tidak dipandang sebagai upaya dan tujuan yang bersifat individualistic semata,
sebab sebagaimana telah dikemukakan bahwa kehidupan manusia itu multi
dimensi dan merupakan kesatuan yang integral.
Selain hal di atas, dimensi hitorisitas, dinamika, perkembangan
kebudayaan dan tugas hidup yang diemban manusia mengimplikasikan bahwa
pendidikan harus diselenggarakan sepanjang hayat. Pendidikan hendaknya
diselenggarakan sejak dini, pada setiap tahapan perkembangan hingga akhir hayat.
Sebab itu, pendidikan hendaknya diselenggarakan baik pada jalur pendidikan
informal, formal, maupun nonformal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya.
Tujuan Pendidikan berdasarkan Pandangan Pancasila tentang hakikat
realitas, manusia, pengetahuan dan hakikat nilai mengimplikasikan bahwa

6
pendidikan seyogyanya bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertangung jawab. Hal ini sebagaimana ditegaskan
dalam Pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem Pendidikan Nasional.
Tujuan pendidikan tersebut hendaknya kita sadari betul, sehingga pendidikan
yang kita selenggarakan bukan hanya untuk mengembangkan salah satu potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu saja, bukan hanya untuk
terampil bekerja saja, dsb., melainkan demi berkembangnya seluruh potensi
peserta didik dalam konteks keseluruhan dimensi kehidupannya secara integral.
Kurikulum Pendidikan. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang
pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
memperhatikan:
1. Peningkatan iman dan takwa;
2. Peningkatan akhlak mulia;
3. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
4. Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
5. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
6. Tuntutan dunia kerja;
7. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
8. Agama;
9. Dinamika perkembangan global; dan
10. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Ketentuan mengenai
pengembangan
kurikulum sebagaimana dimaksud di atas diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah (Pasal 36 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional).
Metode Pendidikan. Berbagai metode pendidikan yang ada merupakan
alternative untuk diaplikasikan. Sebab, tidak ada satu metode mengajar pun yang
terbaik dibanding metode lainnya dalam segala konteks pendidikan. Pemilihan
dan aplikasi metode pendidikan hendaknya dilakukan dengan mempertimbangkan
tujuan pendidikan yang hendak dicapai, hakikat manusia atau peserta didik,
karakteristik isi/materi pendidikan, dan fasilitas alat bantu pendidikan yang
tersedia. Penggunaan metode pendidikan diharapkan mengacu kepada pada
prinsip cara belajar siswa aktif (CBSA) dan sebaiknya bersifat multi metode.
Peranan Pendidik dan Peserta Didik. ada berbagai peranan pendidik dan
peserta didik yang haruis dilaksanakannya, namun pada dasarnya berbagai
peranan tersebut tersurat dan tersirat dalam semboyan: “ing ngarso sung tulodo”
artinya pendidik harus memberikan atau menjadi teladan bagi peserta didiknya;
“ing madya mangun karso”, artinya pendidik harus mampu membangun karsa
pada diri peserta didiknya; dan” tut wuri handayani” artinya bahwa sepanjang
tidak berbahaya pendidik harus memberi kebebasan atau kesempatan kepada
peserta didik untuk belajar mandiri.

7
2.5 Pandangan Filsafat Pancasila Tentang Nilai
Pembangunan nasional adalah upaya bangsa untuk mencapai tujuan
nasional sebagaimana yang sudah dinyatakan dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945. Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, dan sumber
nilai bagi bangsa Indonesia. Menurut Kaelan, 2000, (dalam Surajiyo, 2008, 161)
menjelaskan bahwa Pancasila merupakan satu kesatuan dari sila-silanya harus
merupakan sumber nilai, kerangka berpikir serta asas moralitas bagi
pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu, sila-sila dalam
Pancasila menunjukkan sistem etika dalam pembangunan iptek, seperti berikut
ini;
a. Sila KeTuhanan Yang Maha Esa
Sila ini menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagai pusatnya,
melainkan sebagai bagian yang sistematik dari alam yang diolahnya.
Pengolahan bukan berarti mengeksploitasi alam sesuai dengan kebutuhan, akan
tetapi harus diimbangi dengan pelestarian alam.
b. Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradap
Sila ini menekankan bahwa pembangunan dan pelaksanaan pendidik harus
menjaga kesimbangan antar daerah, keberadaan masyarakat dan warga negara,
letak dan jarak atau geografis sehingga dapat tercapai berdiri sama tinggi duduk
sama rendah dan bahu membahu membangun bangsa ini.
c. Sila Persatuan Indonesia
Sila ini memberikan kesadaran bagi bangsa indonesia bahwa rasa
nasionalisme merupakan modal dasar bagi persatuan dan kesatuan bangsa. Nilai
kesatuan dan persatuan mengikat bangsa Indonesia dalam membangun seperti
semboyan bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Rasa sektarian dan kedaerahan
jangan sampai merusak kesatuan dan persatuan bangsa, hal ini akan akan
dibungkus kuat dan rapi dengan rasa nasionalisme.
d. Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
Mendasarai bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk
mengembangkan dirinya sesuain dengan potensinya, masing-masing warga negara
menghormati kebebasan berkarya demi kemajuan dan perkembangan bangsa yang
berdasarkan Pancasila. Terbuka juga mengandung makna bahwa terbuka untuk
mengkritik dan dikritik tentang sesuatu yang ditemukan atau dilakukan.
e. Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila ini mengandung bahwa manusia Indonesia harus menjaga
kesimbangan keadilan dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia
dengan Tuhan, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat bangsa
dan negara serta manusia dengan alam lingkungannya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Pancasila adalah sumber nilai bagi
pembangunan bangsa Indonesia. Pancasila menjadi kerangka kognitif dalam
identifikasi diri sebagai bangsa, sebagai landasan, arah dan etos, serta sebagai
moral pembangunan nasional.

8
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pancasila sebagai filsafat Negara maka patut menjadi jiwa bangsa
Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada segala bidang.Pancasila harus
dipahami dengan menggunakan penalaran rasional akal budi manusia. Pancasila
juga harus dipahami dengan pendekatan kritis, yakni tidak mudah percaya dengan
klaim-klaim luhur ataupun praktek-praktek naif yang mengatas namakan Pancasila.
Tafsiran atas nilai-nilai Pancasila pun harus runut dan taat asas, sesuai dengan
maksud dan tujuan adanya Pancasila itu sendiri. Seperti segala sesuatu di bawah
langit, Pancasila, dan tafsiran atasnya, pun juga harus kontekstual, yakni sesuai
dengan perkembangan jaman. Maka, nilai fleksibilitas, dalam tegangan dengan
keteguhan prinsip-prinsip dasar harus digunakan semesta berpartisipasi
“mewujudkannya”. Semua anggota semesta ikut berpartisipasi dalam mewujudkan
realitas. Sebab itu, peran manusia baik sebagai individu maupun kelompok adalah
merajut realitas yang diinginkannya yang dapat diterima oleh lingkungannya.
Dalam hal ini hakikat pendidikan seyogyanya diletakkan pada upaya-upaya untuk
menggali dan mengembangkan potensi para pelajar agar mereka tidak saja mampu
memahami perubahan tetapi mampu berperan sebagai agen perubahan atau perajut
realitas.
Perubahan merupakan suatu keharusan atau kenyataan yang tidak dapat
kita tolak, sehingga pelajar-pelajar harus kita didik untuk menguasainya dan
bukan sebaliknya, mereka menjadi dikuasai oleh perubahan.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003
dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, masyarakat, bangsa, dan negara.
Selanjutnya dalam UU sidiknas Tahun 2003 BAB II Pasal 3 dijelaskan
tujuan pendidikan sebagai berikut : Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi serta bertanggung
jawab.
Pendidikan berlangsung dikeluarga, dirumah, disekolah, dan dimasyarakat.
Pendidikan harus berlangsung dengan keteladanan dan komunikasi. Orang tua
adalah pendidik dikeluarga (dirumah); Guru dan tenaga kependidikan lainnya
adalah pendidik disekolah; Tokoh atau pemuka masyarakat, alim ulama, pejabat
dsb. adalah teladan bagi peserta didik. Karena itu, masing-masing individu atau
manusia dewasa adalah pendidik dan contoh bagi individu lainnya terutama bagi
peserta didik yang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan.

9
3.2 SARAN
Dalam makalah ini kami berkeinginan memberikan saran kepada
pembaca.Dalam pembuatan makalah ini, kami kelompok 4 sebagai penulis dan
penyusun menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan baik
dari segi luar maupun isinya.Kami menyarankan kepada pembaca agar ikut peduli
dalam mengetahui sejauh mana pembaca mengetahui, memahami materi tentang
Filsafat Pancasila terhadap masyarakat, pendidikan dan nilai.Semoga makalah ini
pembacadapat menambah ilmu pengetahuan.

10
DAFTAR PUSTAKA
Purba, Edward dan Yusnadi. 2015. Filsafat Pendidikan. Cet.3. Medan: UNIMED
Press
Koentjaraningrat. 1980. Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia.
http://gusfumi.wordpress.com/2010/10/20/pancasila-sebagai-landasan-filosofi-
sistem-pendidikan-pendidikan-nasional/
http://www.asmakmalaikat.com/go/artikel/filsafat/index.htm

11

Anda mungkin juga menyukai