Anda di halaman 1dari 17

4.

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);
5. Undang–Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444);
PERATURAN BUPATI MAGETAN
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
NOMOR TAHUN 2017
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
TENTANG
7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69,
KAWASAN PUSAT KOTA MAGETAN Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851);
8. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);
BUPATI MAGETAN, 9. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11,
Menimbang : a. bahwa perkembangan penyelenggaraan penataan bangunan dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966);
lingkungan dewasa ini semakin kompleks baik dari segi intensitas, 10. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
teknologi, kebutuhan prasarana dan sarana, maupun lingkungannya; Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
b. bahwa kawasan pusat kota Magetan merupakan wilayah yang Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
diprioritaskan penanganannya berdasarkan RDTR Kota Magetan; 5025);

c. bahwa sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum 11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Nomor 06/PRT/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
dan Lingkungan, Dokumen RTBL ditetapkan dengan Peraturan Bupati; Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059);
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b, dan huruf c, maka perlu menetapkan Peraturan Bupati 12. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya
tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Pusat Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 130,
Magetan; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168);

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah- 13. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan
Daerah Kabupaten di Lingkungan Provinsi Jawa Timur, sebagaimana Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188);
Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan 14. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2730); (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Undang Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia
2043). Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5679);
3. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, 15. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran
Republik Indonesia Nomor 3934); Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota 27. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai (Lembaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 119, Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 74, Tambahan
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4242); Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5230);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan 28. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Kawasan Lindung;
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385);
29. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
18. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum
Pelaksana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun
Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83, 2006 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4532); 2005 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk
Kepentingan Umum;
19. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan 30. Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 5 Tahun 2015 tentang
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); Bangunan Gedung;
20. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian 31. Peraturan Daerah Kabupaten Magetan Nomor 15 Tahun 2011 tentang
Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Magetan Tahun 2011-2031;
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik
32. RDTR Rencana Detail Tata Ruang Kota Magetan Th. 2012 – 2032.
Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4737);
21. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan MEMUTUSKAN:
Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG RENCANA TATA BANGUNAN DAN
4858); LINGKUNGAN KAWASAN PUSAT KOTA MAGETAN.
22. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah
BAB I
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859); KETENTUAN UMUM

23. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009 tentang Pedoman


Pengelolaan Kawasan Perkotaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Bagian Kesatu
Tahun 2009 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Pengertian
Indonesia Nomor 5004);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pasal 1
Pendayagunaan Tanah Terlantar (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik
Dalam Peraturan daerah ini yang dimaksud dengan:
Indonesia Nomor 5098);
1. Pemerintah Daerah, selanjutnya disebut Pemerintah Kabupaten Magetan adalah Bupati
25. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan dan perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah.
Penataan Ruang (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2010
2. Daerah adalah Kabupaten Magetan.
Nomor 21 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3. Bupati adalah Bupati Magetan.
5103);
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat dengan DPRD, adalah Dewan
26. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Magetan
Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembar Negara
5. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budi daya.

2
6. Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan kontruksi yang menyatu dengan 20. Koefesien Lantai Bangunan selanjutnya disingkat KLB adalah bilangan pokok atas
tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam perbandingan antara total luas lantai bangunan dengan luas kavling/pekarangan.
tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, 21. Ketinggian Bangunan adalah jarak yang diukur dari permukaan lantai dasar bangunan
baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiataan usaha, sampai dengan titik puncak dari bangunan.
kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
22. Wajah Bangunan adalah tampilan muka bangunan yang di design berdasarkan
7. Kavling atau pekarangan adalah suatu perpetakan tanah, yang menurut pertimbangan pertimbangan fungsi bangunan, estetika bangunan (corak arsitektur), pencirian fungsi
pemerintah daerah dapat dipergunakan untuk tempat mendirikan bangunan. serta penyesuaian dengan kondisi alam guna (keselamatan dan kenyamanan dari
8. Lingkungan adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk matahari dan angin) serta keserasian dengan lingkungan sekitarnya.
hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan 23. Ruang terbuka untuk umum adalah ruang terbuka yang dapat dimanfaatkan oleh
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. setiap orang tanpa ada batasan, baik yang dipergunakan untuk kegiatan sosial,
9. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara ekonomi, rekreasi maupun yang dipergunakan lintasan pergerakan.
sebagai suatu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup
dan melakukan kegiatannya serta memelihara kelangsungan hidupnya.
Bagian Kedua
10. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang yang mencakup
kawasan lindung dan kawasan budidaya, baik direncanakan maupun tidak yang
Maksud, Tujuan, dan Lingkup
menujukkan hirarki dan keterkaitan pemanfaatan ruang.
11. Penataan Ruang adalah proses perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian Pasal 2
pemanfaatan ruang.
12. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. (1) RTBL Kawasan Pusat Kota Magetan merupakan panduan rancang bangun
13. Rencana Tata Ruang Wilayah yang selanjutnya disingkat RTRW rencana pengembangan lingkungan/kawasan Pusat Kota Magetan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang,
wilayah yang disiapkan secara teknis dan non-teknis oleh Pemerintah Daerah penataan bangunan dan lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program
Kabupaten Magetan yang merupakan perumusan kebijaksanaan pemanfaatan muka bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi,
bumi wilayah Kabupaten Magetan termasuk ruang di atasnya, yang menjadi pedoman ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan
pengarahan dan pengendalian dalam pelaksanaan pembangunan wilayah Kabupaten pengembangan lingkungan/kawasan di Kawasan Pusat Kota Magetan
Magetan . (2) Tujuan RTBL Kawasan Pusat Kota Magetan adalah sebagai acuan dalam mewujudkan
14. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah pemanfaatan tata bangunan dan lingkungan yang layak huni, berjati diri, produktif, dan
ruang kota secara terinci, yang disusun untuk menyiapkan perwujudan ruang dalam berkelanjutan di Kawasan Pusat Kota Magetan, serta sebagai acuan Pemerintah Daerah
rangka pelaksanaan program-program pembangunan kota. dalam penerbitan IMB.
15. Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan adalah hasil perencanaan yang berisi suatu (3) Lingkup RTBL Kawasan Pusat Kota Magetan meliputi pengaturan, pelaksanaan, dan
pedoman tekhnis (disain tiga dimensi) dan program tata bangunan dan lingkungan, pengendalian pelaksanaan pengembangan kawasan/lingkungan Kawasan Pusat Kota
serta berisi pedoman-pedoman untuk mengendalikan perwujudan bangunannya. Magetan.
16. Garis Sempadan adalah garis pada halaman pekarangan perumahan yang ditarik
sejajar dengan as jalan, tepi sungai, atau as pagar dan merupakan batas antara bagian BAB II
kavling/ pekarangan yang boleh dibangun dan yang tidak boleh dibangun bangunan. MATERI POKOK RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL)
17. Garis Sempadan Bangunan selanjutnya disingkat GSB merupakan jarak bebas
minimum dari bidang terluar satu massa bangunan terhadap batas lahan yang
Bagian Kesatu
dikuasai, batas tepi sungai/pantai, antar massa bangunan lainnya, rencana saluran,
jaringan tegangan tinggi listrik, dan sebagiannya Sistematika RTBL
18. Koefesien Dasar Bangunan selanjutnya disingkat KDB adalah bilangan pokok atas
perbandingan antara luas lantai dasar bangunan dengan luas kavling/pekarangan. Pasal 3
19. Koefesien Dasar Hijau selanjutnya disingkat KDH adalah bilangan pokok atas
perbandingan antara luas penghijauan dengan luas kavling/pekarangan. (1) Peraturan Bupati tentang RTBL Kawasan Pusat Kota Magetan disusun dengan
sistematika sebagai berikut:
BAB I : KETENTUAN UMUM

3
BAB II : MATERI POKOK RENCANA TATA BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (RTBL) a. Mewujudkan Pembangunan kawasan yang selaras dengan pengembangan
BAB III : PROGRAM BANGUNAN DAN LINGKUNGAN perkotaan yang cepat tumbuh;
BAB IV : RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN b. Mewujudkan Kawasan sebagai pusat pelayanan kegiatan masyarakat;
BAB V : RENCANA INVESTASI c. Mewujudkan kawasan sebagai Pusat Pertumbuhan aktifitas perekonomian
perdagangan jasa; dan
BAB VI : KETENTUAN PENGENDALIAN RENCANA
d. Mewujudkan Pembangunan kawasan yang ramah lingkungan dan sesuai dengan
BAB VII : PENGELOLAAN KAWASAN
karakter lokal.
BAB VIII : PENUTUP
(2) Peraturan Bupati tentang RTBL Kawasan Pusat Kota Magetan dilengkapi dengan
Bagian Kedua
lampiran, buku album peta, ilustrasi, gambar 3 (tiga) dimensi, dan lain-lain yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan Bupati ini. Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan Lingkungan

Bagian Kedua Pasal 6


Batasan Lokasi Kawasan
(1) Konsep Perancangan Struktur Tata Bangunan dan lingkungan meliputi:
Pasal 4 a. Pengaturan bentuk/ massa bangunan, tata bangunan (KDB, KLB/ Ketinggian
Bangunan, KDH, dan Garis Sempadan Bangunan);
(1) Lokasi perencanaan RTBL Kawasan Pusat Kota Magetan terdiri dari Kelurahan b. Pengaturan tata bangunan bertujuan membentuk visual bangunan atau fasade
Tambran, Kelurahan Kebonagung, Kelurahan Selosari, Kelurahan Candirejo, Kelurahan bangunan yang harmonis, yaitu: pengaturan nilai KDB, KLB/ Ketinggian Bangunan,
Kepolorejo, Kelurahan Sukowinangun yang berada di Kecamatan Magetan Kabupaten KDH, dan Garis Sempadan Bangunan disesuaikan dengan arahan RDTR Perkotaan
Magetan dengan luas adalah 60,24 (enam puluh koma dua puluh empat) hektar dengan Magetan serta karakteristik perkembangan kawasan;
batas kawasan perencanaan sebagai berikut: c. Penataan lingkungan luar meliputi penataan koridor jalan serta elemen ruang
a. Utara : Jalan Mayejen Sungkono terbuka hijau, seperti penataan pedestrian, street furniture, jalur hijau jalan, taman,
b. Barat : Jalan Raya Sarangan sirkulasi/ pergerakan, penataan parkir, serta yang terkiat dengan penataan
c. Selatan : Alun-alun Magetan
lingkungan luar lainnya; dan
d. Timur : Jalan Raya Maospati
(2) Peta cakupan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam d. Penataan ruang luar bertujuan membentuk lingkungan yang nyaman, asri, sesuai
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Bupati ini. dengan fungsi utama kawasan, serta menunjang perkembangan kawasan.
(2) Tema konsep perancangan struktur tata bangunan untuk kawasan Pusat Kota Magetan
BAB III sesuai dengan arahan kebijakan yaitu penataan kawasan dan peningkatan vitalitas
kawasan.
PROGRAM BANGUNAN DAN LINGKUNGAN
(3) Konsep Kawasan Pusat Kota Magetan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
konsep penataan koridor/kawasan, konsep tata ruang hijau, konsep pedestrian dan
Bagian Kesatu konsep pengembangan ekonomi kawasan.
Visi Pembangunan Kawasan (4) Struktur kawasan Pusat Kota Magetan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yaitu
konsep pengaturan Pusat Kota Magetan dengan fokus penanganan peningkatan
Pasal 5 vitalitas kawasan terutama pada kawasan sentra industri dan sekitarnya, kawasan
Pasar Baru dan sekitarnya dan kawasan Pasar Sayur dan sekitarnya.
(1) Visi pembangunan Kawasan Pusat Kota Magetan adalah mewujudkan koridor kota
Magetan sebagai kawasan perdagangan jasa yang terintegrasi, ramah lingkungan dan Bagian Ketiga
ramah pengunjung sesuai dengan karakter lokal. Konsep Komponen Perancangan Kawasan
(2) Untuk mewujudkan visi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka misi
pembangunan kawasan meliputi: Pasal 7

4
(1) Konsep komponen perancangan kawasan pusat Kota Magetan yaitu penanganan dan d. Segmen 4, dengan fungsi permukiman, pengembagan sarana pelayanan umum
penataan kawasan pusat Kota Magetan untuk bisa terbebas dari permasalahan yang (perkantoran, pendidikan, kesehatan, peribadatan), perdagangan jasa (sentra
ada di dalam kawasan. kerajinan industri kulit) dan Ruang Terbuka Hijau.
(2) Konsep komponen penanganan kawasan pusat Kota Magetan sebagaimana dimaksud (3) Peta pembagian segmen kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum
pada ayat (1) meliputi: dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Bupati
e. Rencana penggunaan lahan disesuaikan dengan kecenderungan perkembangan ini.
serta kebijakan tata ruang yang tercantum pada RDTR;
f. Kawasan perdagangan dan jasa diarahkan di sisi kawasan jalan Ahmad Yani, jalan BAB IV
Mayjen Sungkono, jalan Yos Sudarso, jalan Mungisidi, jalan Sawo (sentra industri RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN
kerajinan kulit) dan jalan.Dipoenogoro), sedangkan perkantoran, permukiman,
fasilitas pelayanan umum dan RTH diarahkan di sekitar ruas jalan Tripandita dan Bagian Kesatu
jalan Yosonegoro.
Struktur Peruntukan Lahan
g. Keberadaan aglomerasi sarana pelayanan umum dengan skala pelayanan lokal tetap
dipertahankan;
Pasal 9
h. Pengembangan RTH dan pusat kegiatan baru pada lapangan Candi untuk
menambah daya tarik kawasan;
(1) Struktur rencana peruntukan lahan pada segmen 1 meliputi:
i. Pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berupa taman aktif, diarahkan
a. Penataan koridor Jl. Yosonegoro dan Jl. Raya Magetan Maospati;
berdekatan dengan lokasi perdagangan jasa dan stadion/GOR;
b. Pengembangan Gapura berciri kawasan Pusat Kota Magetan Kabupaten Magetan
j. Permukiman yang berada di sekitar ruas jalan Sawo dapat dikembangkan menjadi
sebagai kawasan perkotaan skala lokal maupun regional; dan
kegiatan perdagangan dan jasa dengan komoditi hasil sentra kerajinan kulit;
c. Pengembangan RTH (Taman Publik, Sarana Olah raga/stadion, Taman Hutan Kota).
k. Pembangunan ruas jalan alternatif dekat Pasar Sayur sebagai penunjang kawasan
Perdagangan jasa Jl. Mayjen Sungkono; (2) Struktur rencana peruntukan lahan pada segmen 2 meliputi:
l. Penataan bangunan dan lingkungan sesuai fungsi kawasan; dan a. Fungsi kawasan sebagai kawasan perdagangan jasa Jl. Ahmad Yani dan Jl. Yos
Sudarso;
m. Penataan koridor jalan utama yang dilengkapi dengan prasarana pendukung,
seperti pedestrian, saluran, serta street furniture. b. Pengembangan RTH (Taman Publik);
c. Penataan koridor Jl. Yos Sudarso; dan
Bagian Keempat d. Penataan sistem parkir kendaraan bagi pengunjung Pasar Baru / Taman publik /
pertokoan di sekitar kawasan.
Blok-blok Pengembangan Kawasan/ Pembagian Segmen
(3) Struktur rencana peruntukan lahan pada segmen 3 meliputi:
Pasal 8 a. Pusat kawasan sebagai kawasan pengembangan Pasar Sayur; dan
b. Penataan Koridor Jalan Mayjen Sungkono (kawasan Perjaskom) – Jl. TriPandita
(1) Pembagian segmen didasarkan pada karakteristik kawasan, meliputi, penggunaan (kawasan Perkantoran dan Pelayanan Umum).
lahan, kecenderungan perkembangan kawasan, serta arsitektur bangunan. (4) Struktur rencana peruntukan lahan pada segmen 4 meliputi:
(2) Pembagian segmen terdiri atas: a. Penataan koridor Jalan Dipoenogoro, Jl. Sawo, dan Jl. Mungisidi sebagai Jalur
a. Segmen 1, dengan fungsi perdagangan dan jasa, pariwisata, dan sarana pelayanan perdagangan Jasa;
umum dan olah raga, dan Ruang Terbuka Hijau; b. Pengembangan Pedestrian linkage;
b. Segmen 2, dengan fungsi perdagangan dan jasa, pedestrian, sarana pelayanan c. Pengembangan Gerbang Kawasan Sentra Industri Kerajinan Kulit; dan
umum, dan RTH; d. Pengembangan Street Market (sentra industri kerajinan kulit) dan street festival
c. Segmen 3, dengan fungsi permukiman, pengembagan sarana pelayanan umum (Lapangan Candirejo).
(perkantoran, pendidikan, kesehatan, peribadatan), pengembangan jalur alternatif,
perdagangan jasa dan Ruang Terbuka Hijau; dan

5
Bagian Kedua Pasal 12
Rencana Perpetakan
Pasal 10 (1) Ketinggian di Kawasan Pusat Kota Magetan tidak boleh melebihi ketinggian dari gedung
DPRD pada segmen 1, pasar baru pada segmen 2, dan pasar sayur pada segmen 3.
Rencana perpetakan lahan pada kawasan perencanaan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (2) Ketinggian maksimal di Kawasan Pusat Kota Magetan diatur sebagai berikut:
perepetakan tanah berupa sistem blok yang terdiri dari gabungan beberapa persil, dan a. Perumahan paling tinggi 1-3 lantai dengan total ketinggian 15 meter;
sistem kapling/persil.
b. Perdagangan jasa paling tinggi 3 lantai dengan total ketinggian 20 meter;
c. Perkantoran paling tinggi 3 lantai dengan total ketinggian 30 meter; dan
Bagian Ketiga
d. Bangunan monumental ketinggian tidak melebihi ketinggian Masjid Agung
Rencana Tapak Magetan.

Pasal 11
Pasal 13

Rencana tapak pada wilayah perencanaan, secara umum tidak banyak mengalami
Koefisien Lantai Bangunan (KLB) di Kawasan perencanaan merupakan perkalian antara
perubahan, yaitu sebagai kawasan pusat kota. Namun untuk menunjang peranannya
luas koefisien dasar bangunan (KDB) dengan jumlah lantai.
sebagai kawasan pusat kota maka perlu diciptakan suatu karakter khas pada masing-
masing blok perencanaan. Hal yang dapat dilakukan adalah:
a. jaringan jalan (jalan kendaraan atau jalan untuk pedestrian) di beberapa bagian blok, Pasal 14
yang dapat membuka wilayah perencanaan dengan wilayah lain di sekitarnya;
b. Membentuk jaringan pedestrian way yang menghubungkan semua unit perencanaan (1) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) pada Kawasan Permukiman adalah 60-90 %.
sehingga tercipta pedestrian freedom; (2) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) pada Kawasan Fasilitas Umum 60 %.
c. Penataan kawasan stadion, kawasan sekitar Pasar baru, kawasan sekitar pasar sayur (3) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) pada Kawasan Komersil (Perdagangan dan Jasa)
dan kawasan sentra industri dan sekitarnya untuk lebih mencerminkan kawasan pusat adalah 80-90 %.
kota yang terintegrasi dan ramah lingkungan; (4) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) pada Kawasan RTH adalah 0-30 %.
d. Mengupayakan penambahan urban green space dengan mengembangan taman/ruang
terbuka baru; Bagian Kelima
e. Menetapkan jarak bangungan terhadap jalan sedemikian rupa sehingga tercipta Tata Bangunan
building alignment yang serasi;
f. Mengembangkan aktivitas ekonomi kawasan berupa pengembangan street market dan
Pasal 15
street festival;
g. Untuk penataan kawasan, perlu penyamaan gerbang kawasan, street furniture dan
Garis sempadan bangunan dan jarak bangunan pada kawasan perencanaan dibebaskan
pelestarian bangunan yang bernuansa ciri khas lokal;
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
h. Mengarahkan ketinggian bangunan, sehingga akan menghasilkan roof-line yang
a. Pohon/vegetasi yang dikonservasi, jarak pohon ± 1-2 (satu hingga dua) meter dari
berirama dan menghasilkan koridor jalan sebagai ruang closure dengan gedung DPRD
bangunan;
pada segmen 1, pasar baru pada segmen 2, dan pasar sayur pada segmen 3 sebagai
b. Estetika kawasan
titik tertinggi; dan
c. Kenyamanan pejalan kaki; dan
i. Memberikan link antar bangunan berupa pedestrian shelter/ koridor bagi pejalan kaki,
sehingga wilayah perencanaan bisa disebut sebagai kawasan yang pedestrian friendly. d. Aksesbilitas dan sirkulasi di masing-masing zonasi.

Bagian Keempat Pasal 16


Intensitas Pemanfaatan Lahan
Elevasi/peil lantai dasar dengan ketinggian minimal 15 cm dari pedestrian jalan ditentukan
bagi seluruh bangunan di Pusat Kota Magetan.

6
(2) Selubung bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dapat memberikan
Pasal 17 kesan khusus terhadap kawasan dengan mempertimbangkan ornamen-ornamen yang
dipakai sesuai dengan lingkungan setempat.
Orientasi bangunan di sepanjang koridor ini ditetapkan ke arah muka, atau tegak lurus
menghadap ke jalan. Bangunan yang terletak di atas kapling yang miring terhadap jalan Pasal 21
tetap dianjurkan agar membangun sisi muka yang sejajar jalan. Untuk bangunan berada di
sisi persimpangan jalan atau bangunan sudut di anjurkan untuk menghadap ke dua arah (1) Garis langit merupakan garis titik tertinggi bangunan terbentuk oleh perbedaan
jalan. Secara detail rencana orientasi bangunan adalah: ketinggian masing-masing bangunan pada tiap-tiap segmen yang direncanakan.
a. Bagian belakang bangunan yang berbatasan dengan permukiman, orientasinya juga (2) Perbedaan ketinggian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
harus diarahkan ke permukiman. Artinya, pada bagian tersebut harus dibuat
a. terciptanya suasana ruang yang menarik dan tidak monoton; dan
rancangan dengan akses dan bukaan menghadap ke arah permukiman. Tidak
b. terbentuknya garis langit yang tepat agar terjadi kesan ruangan yang dinamis.
diperkenankan membuat tembok pasif atau pagar yang membelakangi permukiman
tersebut.
Pasal 22
b. Bangunan yang dikelilingi oleh jalan, maka orientasinya diarahkan ke masing-masing
jalan yang mengelilinginya.
(1) Rencana arsitektur bangunan dirancang untuk mengembangkan langgam arsitektur
c. Bangunan-bangunan yang diarahkan sebagai identity di pertemuan jalan, orientasi
ciri khas Kabupaten Magetan.
bangunan dan atap bangunannya agar dipertimbangkan terhadap kesatuan komposisi
bangunan dan ruang luar di sekitar pertemuan jalan tersebut. (2) Setiap bangunan yang menampilkan kesan ciri khas Kabupaten Magetan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan kemajuan teknologi serta konsep green
d. Arah pandangan suatu orientasi, sedapat mungkin mengarah pada tempat-tempat yang
building.
penting atau ramai dikunjungi masyarakat. Jadi, tidak hanya jalan-jalan utama yang
terletak di depan bangunan saja yang bisa dijadikan arah orientasi, tetapi lokasi lain (3) Penerapan arsitektur bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan
yang memiliki potensi untuk dijadikan sebagai media orientasi juga dapat digunakan. dengan cara:
a. street furnitures dan bangunan-bangunan komersial berupa detail-detail yang
bersifat aksentuasi; dan
Pasal 18
b. bergaya minimalis, memiliki kemurnian geometri massa (silinder, balok), sederhana,
bersih, ringan namun tetap ramah lingkungan.
Bentuk dasar bangunan dipertimbangkan dari berbagai segi yaitu:
a. segi kebutuhan ruangnya sendiri;
Pasal 23
b. ekspresi budaya dan nilai-nilai arsitektur setempat yang menciptakan citra kawasan
sebagai salah satu pusat pemerintahan, perdagangan jasa dengan segala aktivitas
(1) Peraturan bangunan berkaitan dengan konsep penggunaan bahan bangunan eksterior
pendukungnya; dan
untuk kawasan perencanaan dibuat dengan mempertimbangkan karakterlanggam
c. rancangan bangunan di dalam kawasan perencanaan menjadi salah satu faktor penting arsitektur lokal meliputi:
yang perlu diperhatikan.
a. pengembangan ornamen, facade dan sebagainya yang bercirikan corak lokal; dan
b. bahan bangunan diupayakan menggunakan bahan dari material yang kuat dan
Pasal 19 tidak rentan terhadap bencana alam, bersih, ringan namun masih tetap ramah
lingkungan.
Bentuk dan posisi massa bangunan harus mempertimbangkan rencana tata letak massa
(2) Bahan bangunan yang dipergunakan harus memenuhi syarat-syarat teknik sesuai
bangunan yang ditetapkan dalam blok empat persegi panjang.
dengan fungsi yang dipersyaratkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang
spesifikasi bahan bangunan.
Pasal 20
Pasal 24
(1) Selubung bangunan harus mencirikan kualitas rancangan arsitektur tropis-basah, yang
dirancangkan dalam kualitas bukaan penghawaan dan cahaya, bentukatap serta Signage atau tanda untuk kawasan perencanaan direncanakan untuk:
material finishing yang tahan terhadap panas matahari dan udara lembab.

7
a. papan nama bangunan, tulisan terbaca jelas dari jarak minimal 10 (sepuluh) meter di a) setiap bangunan harus memiliki pencahayaan alami dan/atau buatan
siang maupun malam hari, tidak diperkenankan menutupi lebih dari ¼ (satu per sesuai dengan fungsinya;
empat) tampak bangunan, menjadi komposisi desain bangunan; b) penerangan alami dapat diberikan pada siang hari untuk rumah dan
b. papan penanda lalu lintas jalan dan lingkungan, tulisan terbaca jelas pada jarak gedung;
maksimal 20 m oleh pengendara, diletakkan di sisi kiri badan jalan, searah sirkulasi c) untuk penerangan malam hari digunakan penerangan buatan;
kendaraan, maksimal 4 (empat) meter sebelum perempatan atau ujung jalan, simbol
d) perencanaan sistem pencahayaan diarahkan dengan menggunakan lampu
rambu pengarah sesuai standart lalu lintas jalan;
hemat energi dengan menggunakan kebutuhan dan mempertimbangkan
c. papan nama kawasan, terletak di tempat strategis pada tiap zona kawasan serta upaya konservasi energi pada bangunan gedung.
bangunan, berhuruf besar agar terbaca;
b. Persyaratan Kenyamanan
d. papan informasi dan peta kawasan, serta papan pengarah jalan, terletak di tempat
1. Sirkulasi Udara
strategis dan tulisan terbaca jelas pada jarak minimal 2 (dua) meter.
a) setiap bangunan diharuskan untuk memberikan pengaturan udara untuk
menjaga suhu udara dan kelembaban ruang;
Pasal 25 b) sistem sirkulasi udara ini bisa diarahkan untuk dilakukan di dinding dan
atap bangunan.
(1) Dalam hal terjadi penurunan kualitas bangunan/ lingkungan, dilakukan upaya
2. Pandangan
penanganan terhadap bangunan dan lingkungan melalui proses penertiban bangunan.
a) perletakan dan penataan elemen-elemen alam dan buatan pada bagian
(2) Penertiban bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui upaya
bangunan maupun ruang luar diatur untuk tujuan melindungi hak
pemugaran terhadap kavling bangunan yang mempunyai permasalahan bangunan
pribadi;
akibat tidak memenuhi ketentuan pengembangan bangunan yang ada.
b) perletakan bukaan pada bagian-bagian persimpangan jalan agar pengguna
jalan saling dapat melihat sebelum tiba pada persimpangan.
Pasal 26
3. Kebisingan
a) elemen-elemen alami berupa deretan tanaman dengan daun lebat, atau
(1) Pengembangan bangunan di kawasan perencanaan direncanakan untuk pengembangan
elemen buatan berupa pagar dapat mengurangi kebisingan yang diterima
bangunan yang memenuhi persyaratan bangunan sehingga memberikan kenyamanan
oleh penghuni di dalam bangunan;
dan keamanan bagi penghuninya.
b) perletakan elemen-elemen alam dan buatan untuk mengurangi/meredam
(2) Persyaratan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang harus dipenuhi yaitu:
kebisingan yang datang dari luar bangunan dan luar lingkungan.
a. Persyaratan Kesehatan
4. Getaran
1. Ventilasi
a) penggunaan material dan sistem konstruksi bangunan untuk meredam
a) setiap bangunan rumah tinggal harus memiliki ventilasi;
getaran yang datang dari bangunan lain dan dari luar lingkungan;
b) ventilasi alami harus terdiri dari bukaan permanen, jendela, pintu, atau
b) bangunan-bangunan baru berlantai dua ke atas konstruksinya harus
sarana lainnya yang dapat dibuka sesuai dengan standar teknis yang
memperhitungkan bahaya getaran terhadap kerusakan konstruksi dan
berlaku;
elemen bangunan.
c) luas ventilasi alami diperhitungkan minimal seluas 5 (lima) persen dari
luas lantai ruangan yang diventilasi;
Bagian Keenam
d) sistem ventilasi buatan harus diberikan jika ventilasi alami yang ada tidak
Rencana Sistem Sirkulasi dan Sistem Penghubung
memenuhi persyaratan. Penempatan fan pada ventilasi buatan harus
memungkinkan pelepasan udara secara maksimal dan masuknya udara
segar, atau sebaliknya; Pasal 27
e) penggunaan ventilasi buatan harus memperhitungkan besarnya
pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi ruang dalam (1) Sirkulasi pada kawasan perencanaan harus membedakan dengan tegas sirkulasi untuk
bangunan gedung sesuai pedoman dan standar teknis yang berlaku. kendaraan dan sirkulasi pejalan kaki. Di samping itu, sirkulasi tersebut tetap dalam
2. Pencahayaan satu sistem yang integratif antara sirkulasi internal dan eksternal bangunan, antara
pemakai (pelaku kegiatan) dan sarana transportasinya. Pertemuan antara keduanya

8
(pemakai dan alat transportasi) ada pada tempat parkir dan halte sedang perpotongan Mayjen Sungkono – Jl. TriPandita Pertimbangan pembangunan ruas jalan tembus
antar keduanya akan direncanakan fasilitas zebra cross. antara lain (jalur alternative dekat Pasar Sayur).
(2) Sirkulasi lalu lintas di kawasan perencanaan masih tetap dipertahankan a. Diperlukan untuk mendukung pengembangan kawasan kegiatan perdagangan dan
(3) Untuk sirkulasi jalur kendaraan pribadi tidak berubah dan lebih fleksibel untuk jasa;
mencapai tujuan dengan tetap memperhatikan rambu-rambu lalu-lintas dan b. Dapat memacu perkembangan kawasan (termasuk rencana penataan RTH dan jalur
kelengkapan kendaraan. transportasi umum);
(4) Untuk sirkulasi (arus) angkutan umum untuk kawasan perencanaan tidak mengalami c. Mempermudah sirkulasi dan mengurangai beban ruas jalan utama (Jl. Mayjen
perubahan. Sungkono);
(5) Sirkulasi bagi pejalan pejalan kaki berada pada dua sisi jalan yang berupa jaringan d. Kendaraan yang menuju kawasan perdagangan jasa (pasar) daiarahkan untuk
pedestrian ways. Untuk memberi kenyamanan dan keamanan bagi pelaku kegiatan, melalui jalan tembus, khsusnya kendaraan sedang; dan
maka jalur-jalur sirkulasi dilengkapi dengan elemen-elemen petunjuk jalan (rambu- e. Jalan tembus terkoneksi dengan rencana pengembangan ruas jalan alternatif di
rambu lalu-lintas), elemen-elemen pengarah, elemen perabot ruang luar serta peneduh sekitar kawasan Pusat Kota Magetan.
pada fasilitas sirkulasi pejalan kaki.
(2) Pergerakan atau sirkulasi kendaraan pada ruas jalan tembus adalah sebagai berikut.
(6) Pergerakan Jl. Raya Magetan Maospati – Jl. Yosonegoro:
a. Pergerakan Ke arah utara
a. Pergerakan ke arah utara (Jln. Yos Sudarso- Mayjen Sungkono-TriPandita)
1. Kendaraan dari Jl. Tri Pandita dapat lurus ke selatan dapat belok ke timur Jl.
kendaraan berasal dari timur masuk jalan Jl. Ahmad Yani menuju ke Jl.
Raya Magetan Maospati; dan
Dipoenogoro dan sekitarnya;
2. Ke arah barat kendaraan dapat lurus ke serta belok ke arah barat melalui ruas
b. Pergerakan ke arah selatan; kendaraan berasal dari utara Jl. Mayjen Sungkono
jalan baru yang terkoneksi dengan Jl. Mayjen Sungkono pada sisi Selatan.
menuju arah selatan Jl. Ahmad yani yang merupakan kawasan perdagangan jasa
b. Pergerakan Ke arah selatan
atau disekitar Pusat Alun –Alun Kota Magetan; dan
1. kendaraan dari Jl. Ahmad Yani dapat lurus ke selatan dapat belok ke menuju
c. Jenis kendaraan yang melintas pada Jl Raya Magetan Maospati terdiri atas
Alun alun Kota
kendaraan kecil hingga besar, seperti: kendaraan penumpang (sepeda, sepeda
motor, mobil), kendaraan barang (pick up, truk ukuran sedang). 2. kendaraan selanjutnya lurus ke arah selatan yang terkoneksi dengan kawasan
perdagangan jasa dan pelayanan umum/fasilitas umum.
(7) Pergerakan Jalan Utama Ahmad Yani:
(3) Guna mendukung sirkulasi pada ruas jalan tembus diperlukan penyediaan lampu lalu
a. Pergerakan ke arah timur menuju Ke Terminal Maospati –Madiun atau Ngawi;
lintas, lampu peringatan, lampu penerangan, serta penunjuk arah.
b. Ke arah barat menuju ruas Jl. Dipoenogoro – Jl. Mungisidi – Arah ke wisata Telaga
a. penyediaan Lampu Lalu lintas di sekitar pertigaan dekat kawasan perdagangan
Sarangan; dan
jasa; dan
c. Jenis kendaraan penumpang yang melintas didominasi oleh kendaraan kecil,
b. penyediaan lampu peringatan (flash light) di sekitar pertigaan pada kawasan
seperti sepeda, sepeda motor, dan mobil. Selain itu, kendaraan barang yang
pendidikan, pemerintahan, kesehatan dan Pasar (perdagangan jasa).
melintas terdiri atas ukuran kecil – sedang, pickup dan truk berukuran sedang.
(4) Penerapan ketentuan perencanaan jalan lebih diutamakan pada penetapan lebar
(8) Pergerakan Jalan Utama Mungisidi - Dipoenogoro – Mayjen Sungkono:
minimal badan jalan pada masing-masing ruas jalan sesuai dengan hierarki jalan
a. Pergerakan ke arah utara menuju Jl. Mayjen Sungkono;
masing-masing.
b. Ke arah timur menuju ruas Jl. Tripandita – Jl. Raya Magetan Maospati; dan
a. Penataan koridor ruas Jl. Raya Magetan Maospati dan Jl. Yosonegoro meliputi:
c. Jenis kendaraan penumpang yang melintas didominasi oleh kendaraan kecil,
1. Jalur lalu lintas 10 m (termasuk badan jalan yang diperkeras aspal);
seperti sepeda, sepeda motor, dan mobil. Selain itu, kendaraan barang yang
2. Pengembangan jalur pedestrian pada sebagian bahu jalan dengan ketentuan:
melintas terdiri atas ukuran kecil – sedang, pickup dan truk berukuran sedang.
a) Di bawah jalur pedestrian terdapat jalur, air bersih, telekomunikasi;
Pasal 28 b) Seluruh bahu jalan tidak diarahkan sebagai jalur lalu lintas, mengingat
keberadaan jaringan utilitas;
c) Pengembahan jalur pedestrian dengan bukaan khusus lebih memudahkan
(1) Pengembangan akses baru berupa jalan tembus/alternatif yang menguhubungkan
perawatan jaringan utilitas; dan
kawasan perdagangan jasa dengan ruas jalan utama Kawasan Pusat Kota Magetan Jl.
d) PJU di sekitar jalur pedestrian.

9
3. Saluran tetap dipertahankan terbuka, dilakukan perkerasan/ plengseng. (2) Jalur pedestrian di kawasan perencanaan direncanakan dapat dilalui oleh penyandang
b. Penataan koridor ruas Jalan Utama Ahmad Yani meliputi: cacat sehingga penggunaan tangga diganti atau dilengkapi dengan ramp dengan
kemiringan ramp tidak diperbolehkan melebihi 7° (tujuh derajad).
1. Lebar jalur lalu lintas tetap dipertahankan + 10 m, telah memadai untuk
pergerakan/ sirkulasi; dan (3) Jalur sirkulasi pedestrian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi
dengan zebra cross dan halte.
2. Sebagian bahu jalan dapat dikembangkan menjadi jalur pedestrian dengan
ketentuan: (4) Penataan parkir diarahkan dengan sistem off street/ diluar badan jalan. Lahan parkir
berada pada areal dalam kavling peruntukan lahan.
a) Di bawah jalur pedestrian terdapat saluran drainase
(5) Arahan penataan parkir yang dapat diterapkan meliputi:
b) Pengembangan jalur pedestrian dilakukan sesuai kebutuhan, dapat
dilakukan pengembangan pada salah satu sisi terlebih dahulu a. Penyediaan lahan parkir pada kavling perdagangan dan jasa, melaui penambahan
GSB muka bangunan dan penambahan KLB;
c) PJU di sekitar jalur pedestrian
b. Pengembangan pelataran parkir melalui pemanfaatan kavling bangunan di sekitar
c. Penataan koridor ruas Jalan Utama Yos Sudarso meliputi:
kawasan perdagangan dan jasa. Terdapat kavling khusus yang dimanfaatkan
1. Kondisi jalur lalu lintas + 6 m, bahu jalan + 1,5 - 2 m; dan
sebagai tempat/ areal parkir;
2. Bahu jalan dapat dikembangkan menjadi jalur pedestrian dengan ketentuan:
c. Dalam perkembangannya, kavling perdagangan dan jasa, dan sarana pelayanan
a) Penyediaan pagar pengaman, PJU di sekitar jalur pedestrian; umum diarahkan untuk menyediakan lahan parkir, baik dalam bentuk pelataran
b) Di bawah jalur pedestrian terdapat saluran drainase; ataupun gedung parkir; dan
c) Pengembangan jalur pedestrian dilakukan sesuai kebutuhan, dapat d. Permasalahan parkir saat terkait dengan kawasan RTH, dan perdagangan jasa,
dilakukan pengembangan pada salah satu sisi terlebih dahulu; dan dapat ditangani dengan penyediaan lahan parkir khusus pada lokasi
d) PJU di sekitar jalur pedestrian. pengembangan RTH publik.
d. Penataan koridor ruas Jalan Mayjen Sungkono meliputi: (6) Penyediaan lahan parkir pada kavling perdagangan dan jasa, melaui penambahan GSB
muka bangunan dan penambahan KLB
1. Lebar badan jalan 11 m; pedestrian 1.8 -2 m;
(7) Pengembangan pelataran parkir melalui pemanfaatan kavling bangunan di sekitar
2. Rumija + 12 m;
kawasan perdagangan dan jasa. Terdapat kavling khusus yang dimanfaatkan sebagai
3. Pada sisi jalan terdapat saluran drainase; dan
tempat/ areal parkir / Parkir basement (Khusus Pasar Baru).
4. PJU di sekitar jalur pedestrian.
(8) Dalam perkembangannya, kavling perdagangan dan jasa, dan sarana pelayanan umum
e. Penataan koridor ruas Jalan TriPandita meliputi: diarahkan untuk menyediakan lahan parkir, baik dalam bentuk pelataran ataupun
1. Lebar badan jalan 8 m; pedestrian 1-2 m; gedung parkir
2. Rumija + 9 m; (9) Permasalahan parkir saat terkait dengan Pasar, dapat ditangani dengan penyediaan
3. Pada sisi jalan terdapat saluran drainase; dan lahan parkir khusus pada lokasi pengembangan lahan kosong/Parkir Basement.
4. PJU di sekitar jalur pedestrian.
Bagian Ketujuh
Sistem Prasarana dan Utilitas Lingkungan
Pasal 29

(1) Jalur pejalan kaki berada disepanjang koridor perencanaan, dengan ketentuan: Pasal 30
a. jalur pejalan kaki harus diteduhi oleh deretan pohon peneduh
(1) Pada tahap awal, penataan jaringan listrik kabel udara di sepanjang tepi jalan maupun
b. material untuk pedestrian tidak licin, dapat menyerap air, mudah perawatan, kuat
yang menyeberangi jalan menggunakan jenis kabel NYY dengan syarat mempunyai
dengan motif dan pola yang sesuai dengan nuansa lokal;
tinggi minimum 5 meter di atas permukaan jalan.
c. jaringan pedestrian juga didukung dengan fasilitas-fasilitas perabot jalan yang
(2) Jalan-jalan lingkungan perumahan di wilayah periphery, di wilayah-wilayah jalan di
mendukung kegiatan pedestrian seperti kursi, tempat sampah dan lampu
dalam lingkungan tetap menggunakan listrik udara, yang ditata sejajar dengan koridor
penerangan yang cukup;
jalan.

10
(3) Dalam jangka panjang penataan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jalan) menggunakan gerobak dengan kapasitas 1 (satu) meter kubik dan
direncanakan dapat menggunakan sumber energi alternatif, dengan Jaringan distribusi dikumpulkan dalam bak sampah/transito container, yang diletakan dengan radius 400-
menggunakan kabel listrik di bawah tanah atau box utility. 500 (emapt ratus hingga lima ratus) meter. Sistem organisasi dan manajemen pada
(4) Untuk mempermudah pemeliharaan kabel tanah digunakan shaft khusus agar tidak tahap ini dikelola oleh masyarakat dan pemerintah.
sering melakukan penggalian dan pengurukan yang mengganggu lalu lintas dan (2) Dari container, sampah kemudian diangkut ke Tempat Pembuangan Sementara (TPS)
keadaan lingkungan dengan kedalaman 1 (satu) meter mengikuti jaringan jalan yang atau transfer depo dengan kapasitas 6 (enam) meter kubik. Sistem organisasi dan
ada dengan menggunakan pipa PVC berdiameter minimal 8” (delapan) dengan manhole manajemen pada tahap ini dikelola oleh masyarakat dan pemerintah.
tiap jarak 25 (dua puluh lima) meter. (3) Dari TPS sampah kemudian dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sistem
organisasi dan manajemen pada tahap ini dikelola oleh pemerintah.
Pasal 31
Pasal 34
(1) Layanan air minum diberikan oleh PDAM atau Badan pengelola air minum
kawasan/swasta.
(1) Rencana pembuatan saluran-saluran drainase harus memenuhi syarat sebagai berikut:
(2) Sumber air alternative untuk mengatasi permasalahan kekurangan air minum,
a. dalam tiap-tiap rumah atau bangunan harus disediakan saluran-saluran
dilakukan melalui:
pembuangan air hujan;
d. pembangunan kolam retensi pada beberapa lokasi yang direncanakan untuk
b. saluran-saluran tersebut diatas harus cukup besar dan cukup mempunyai
pelayanan skala lokal; dan
kemiringan untuk dapat mengalirkan air hujan dengan baik;
e. pengembangan melalui SPAM Regional untuk pelayanan skala kota/kawasan.
c. air hujan yang jatuh diatas atap harus segera dapat disalurkan di atas permukaan
(3) Penataan jaringan pipa air minum di kawasan perencanaan diarahkan terpisah dengan tanah dengan pipa-pipa atau dengan bahan lain dengan jarak antara sebesar-
jaringan pipa utilitas pendukung lainnya. besarnya 25 (dua puluh lima) meter;
(4) Untuk rencana jangka panjang pengembangan jaringan perpipaan air minum d. curahan air hujan yang langsung dari atas atap atau pipa talang bangunan tidak
menggunakan konsep rumah tumbuh. boleh jatuh keluar pekarangan dan harus dialirkan ke bak peresapan pada kapling
(5) Guna menjaga dan meminimalkan gangguan pengembangan jaringan pipa mengikuti bangunan bersangkutan, dan selebihnya ke saluran umum kota;
ruas jalan agar mudah dalam pemeriksaan dan pemeliharaan, dengan menggunakan e. pemasangan dan perletakan pipa-pipa dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak
pipa primer berdiameter 150-300 (seratus lima puluh hingga tiga ratus) milimeter, pipa akan mengurangi kekuatan dan tekanan bangunan;
sekunder berdiameter 100-150 (seratus hingga seratus lima puluh) milimeter, dan pipa
f. bagian-bagian pipa harus dicegah dari kemungkinan tersumbat kotoran.
tersier berdiameter 75-100 (tujuh puluh lima hingga seratus) milimeter, yang ditanam
(2) Sistem jaringan drainase di kawasan perencanaan direncanakan menggunakan pola
dengan kedalaman 1 (satu) meter dan lebar 1,5 (satu koma lima) meter.
aliran gravitasi, dengan rincian sebagai berikut.
a. sebagai penampung utama aliran air di kawasan perencanaan adalah sungai;
Pasal 32
b. pada kawasan perencanaan direncanakan menggunakan saluran sekunder yang
berada di kanan-kiri koridor utama dengan menggunakan saluran tertutup dengan
(1) Pelayanan telekomunikasi disesuaikan dengan ketersediaan satuan sambungan telepon
tinggi jagaan 0,5 (nol koma lima) meter dan lebar sebesar 0,5 - 1,00 (nol koma lima
PT. Telkom dan provider selular yang tersedia.
hingga satu) meter dan dilengkapi dengan bak kontrol atau bukaan yang sewaktu-
(2) Jaringan kabel telepon idealnya menggunakan jaringan kabel bawah tanah (box utility).
waktu dapat dibuka dengan jarak setiap 25-50 (dua puluh lima hingga lima puluh)
(3) Jaringan kabel telepon bawah tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meter;
direncanakan mengikuti rute sisi jalan guna mencapai pelanggan yang ditempatkan
c. saluran drainase tersier direncanakan di jalan permukiman, jalan loop dan jalan
secara terpadu bersamaan dengan kabel listrik di dalam pipa PVC berdiameter 8”
lingkungan dengan menggunakan saluran tertutup dengan tinggi jagaan sebesar
(delapan) dengan manhole setiap 25 (dua puluh lima) meter.
0,3 (nol koma tiga) meter dan lebar sebesar 0,3-0,6 (nol koma tiga hingga nol koma
enam) meter.
Pasal 33

(1) Sampah dikumpulkan dari bin/tempat sampah dengan kapasitas 0,12 (nol koma dua
belas) meter kubik yang berasal dari sumbernya (rumah tangga, pasar, fasiltias umum

11
Pasal 35 (5) Lingkungan Perumahan, Perdagangan, Industri harus tersedia hydrant fire
extinguisher, atau sumber air berupa sumur maupun reservoir air dan sarana
(1) Air limbah di kawasan perencanaan diklasifikasikan atas air limbah domestik dan air prasarana umum untuk mempermudah instansi pemadam kebakaran dalam
limbah non domestik. pemadaman kebakaran.
(2) Air limbah domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari sewerage dan (6) setiap rumah dan bangunan gedung dapat dijangkau oleh pancaran air unit pemadam
sewage. kebakaran dari jalan di lingkungannya.
(3) Sewerage sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan air buangan yang berasal (7) Sistem pemadam kebakaran terdiri dari 2 sistem, yaitu:
dari dapur dan kamar mandi. a. sistem pemadam api ringan, sebagai sarana pemadam awal yang disediakan PAR
(4) Sewage sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan air buangan yang berasal dari dry chemicalyang terpasang di dinding;
kotoran manusia (tinja). b. sistem hydrant, pipa tegak terletak dijalan antara 60 (enam puluh) meter sampai
(5) Air limbah rumah tangga terbagi menjadi 2 yaitu: 100 (seratus) meter
a. air limbah aman yang dapat dibuang langsung ke saluran drainase (grey water) (8) Setiap zona pelayanan akan dilayani oleh sistem terpisah dengan 1 (satu) Central Fire
seperti air bekas cucian, air bekas mandi; dan Station.
b. air limbah yang harus melalui proses terlebih dahulu (black water) seperti air dari (9) Tiap area pelayanan disediakan Header Hydrant Pump yang disalurkan menuju
wc. Hydrant Pillar, Outdoor Hydrant Box (OHB), Siamese Connection.
(6) Sistem pengelolaan untuk grey water direncanakan disalurkan ke bidang resapan (10) Pipa suplai air harus mempunyai tekanan minimal 10 (sepuluh) kg/cm2, dan untuk
ataupun saluran drainase lingkungan. daerah perkantoran tekanan yang diperlukan berkisar minimum 5,3 (lima koma tiga)
kg/cm2
(7) Sistem pengelolaan untuk black water di kawasan perencanaan direncanakan
menggunakan sistem septictank individual atau komunal, yang dikelola oleh individu (11) Header Hydrant Pump sebagaimana dimaksud pada ayat (10) berkapasitas 1.500
dan masyarakat setempat serta pemerintah. (seribu lima ratus) gpm.
(8) Untuk jangka panjang direncanakan pembuatan IPAL komunal untuk kawasan
pendidikan dan IPAL terpusat atau komunal untuk kawasan permukiman dan kawasan Bagian Kedelapan
sentra industri dikelola oleh masyarakat dan pemerintah. Ruang Terbuka dan Tata Hijau

Pasal 36 Pasal 37

(1) Setiap bangunan gedung kecuali rumah tinggal harus dilindungi terhadap bahaya (1) Ruang terbuka umum pada kawasan perencanaan meliputi:
kebakaran dengan sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif terhadap bahaya
a. tata hijau kawasan sempadan sungai;
kebakaran dengan dilengkapi fire extinguisher.
b. tata hijau/jalur hijau tepi jalan; dan
(2) Pengamanan terhadap bahaya kebakaran dengan sistem proteksi pasif meliputi:
c. taman/rekreasi kota.
a. kemampuan stabilitas struktur dan elemennya;
(2) Ruang terbuka umum, pada kawasan perencanaan merupakan ruang sempadan antara
b. konstruksi tahan api;
bangunan sampai dengan batas pagar atau halaman mempunyai akses terbatas bagi
c. kompartemenisasi dan pemisahan; umum.
d. proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan (3) Ruang terbuka privat merupakan ruang terbuka hijau yang dimiliki dan dikelola oleh
menjalarnya api dan asap kebakaran. orang, seperti kebun, halaman rumah/gedung miliki perseorangan, atau koorporasi
(3) Sistem proteksi aktif merupakan proteksi terhadap harta milik terhadap bahaya yang ditanami tumbuhan.
kebakaran berbasis pada penyediaan peralatan yang dapat bekerja baik secara otomatis (4) Ruang terbuka privat yang berada di kawasan permukiman direncanakan untuk di
maupun secara manual, yang digunakan oleh penghuni atau petugas pemadam dalam gunakan sebagai lahan parkir kendaraan pribadi atau sebagai halaman yang ditanami
melaksanakan operasi pemadaman. pohon peneduh sebagai pembentuk iklim mikro depan bangunan dan peneduh area
(4) Untuk melakukan proteksi terhadap meluasnya kebakaran dan memudahkan operasi parkir kendaraan.
pemadaman, di dalam lingkungan bangunan gedung harus tersedia jalan lingkungan (5) Pola tata vegetasi dan penciptaan iklim mikro merupakan unsur penting dalam
dengan perkerasan agar dapat dilalui oleh kendaraan pemadam kebakaran. penciptaan ruang terbuka pada iklim tropis.

12
(6) Konsep ruang terbuka pada kawasan menganjurkan penanaman pohon peneduh d. pencahayaan buatan di ruang terbuka hijau harus memperhatikan karakter
dengan kanopi, terutama pada ruang terbuka umum yaitu pada jalur hijau sisi lingkungan, fungsi, dan arsitektur bangunan, estetika amenity dan komponen
pedestrian selebar 3 (tiga) meter dengan jarak penanaman setiap 8 (delapan) meter. promosi;
(7) Selain sebagai peneduh, pola tata hijau dilakukan sebagai pengarah, terutama pada e. pembentukan jalur pedestrian dengan permukaan jalur yang nyaman untuk
median pembatas jalan. berjalan bagi pejalan kaki maupun penyandang cacat.
(8) Vegetasi pengarah yang dapat ditanam antara lain palem-paleman maupun cemara. (2) Penataan street furniture di kawasan perencanaan, meliputi:
a. Halte/Shelter Angkutan Kota
Bagian Kesembilan peletakan halte pada kawasan perencanaan diarahkan pada titik keramaian dan
Tata Informasi dan Wajah Jalan dekat dengan zona penyebrangan. Peletakan halte harus dibuat senyaman mungkin
dan tidak menggangu sirkulasi pejalan kaki. Pada bangunan halte harus dilengkapi
dengan nama halte dan diperkenankan untuk memasang reklame. Bentuk halte
Pasal 38 harus bercirikan dan mencitrakan nuansa khas lokal Kabupaten Magetan. Untuk
memperjelas identitas shelter agar mudah dikenali, terutama pada tempat-tempat
(1) Area peletakan informasi yang harus bebas dari segala tata informasi yaitu: pemberhentian angkutan kota yang berupa rambu-rambu saja, antara lain dengan
a. papan penanda terbaca dari jarak minmal 100 (seratus) meter; memisahkan secara jelas dengan trotoar, membuat kemunduran pagar, ditanami
dengan tanaman peneduh yang khas;
b. papan penanda/tulisan keterangan jalan pedestrian terbaca dari jarak minimal 5
(lima) meter, sedangkan jalan kendaraan minimal terbaca 10 (sepuluh) meter. b. Tempat sampah
(2) Rambu pertandaan jalan maupun rambu untuk jalur penyelamatan bencana alam peletakan tempat sampah umum ditetapkan pada tiap jarak 10-20 (sepuluh hingga
diarahkan pada kawasan yang mudah terlihat, kuat, dan terpelihara. dua puluh) meter. Peletakan tempat sampah umum tidak boleh menggangu
sirkulasi pejalan kaki. Bentuk tempat sampah umum harus bercirikan dan
(3) Penataan reklame pada kawasan perencanaan diarahkan untuk:
mencitrakan nuansa khas lokal, selain itu harus ada pemisah antara sampah
a. kepentingan penempatan harus mengupayakan keseimbangan, keterkaitan dan
organik dan anorganik. Penataan tempat sampah di kawasan perencananaan
keterpaduan dengan semua jenis elemen pembentuk wajah jalan atau perabot jalan
diarahkan sebagai berikut:
lain dalam hal fungsi, estetis dan sosial.
1. perlu penyeragaman bentuk dan besaran tempat sampah yang berada dalam
b. penempatan reklame dilakukan hanya pada titik-titik tertentu, tidak mengganggu
satu koridor jalan;
dan menutupi keberadaan bangunan;
2. setiap pembangunan baru, perluasan suatu bangunan yang diperuntukkan
c. titik pemasangan papan reklame diarahkan di luar kawasan yang ditetapkan
sebagai tempat kediaman harus dilengkapi dengan tempat atau kotak
sebagai RTH;
pembuangan sampah yang ditempatkan sedemikian rupa sehingga kesehatan
d. penempatan reklame harus menciptaan karakter lingkungan kawasan; dan umum masyarakat sekitarnya terjamin;
e. penempatan reklame harus menciptaan karakter lingkungan kawasan, pada 3. lingkungan pertokoan kotak-kotak sampah yang tertutup disediakan
kawasan perencanaan materi reklame komersial disesuaikan dengan visi sedemikian rupa sehingga petugas-petugas yang menangani kebersihan dapat
pengembangan Kawasan Pusat Kota Magetan. dengan mudah melakukan tugasnya;
4. penyediaan tempat sampah agar mempertimbangkan segi estetika;
Pasal 39 5. dipisahkan antara tempat sampah kering dan sampah basah;
6. rancangan penempatannya pada batas antara jalur pejalan kaki dengan jalur
(1) Untuk kawasan perencanaan wajah jalan dibentuk dengan: kendaraan (mudah dijangkau dari dua sisi), dengan tiap jarak 50 (lima puluh)
a. peletakan vegetasi peneduh pada jalur pedestrian dan dalam kavling privat; meter.
b. peletakan ruang hijau pada pedestrian berdasar pada jarak 8 (delapan) meter/1 c. Bangku jalan
(satu) pohon; peletakan bangku jalan ditetapkan pada tiap jarak 8 (delapan) meter bersampingan
c. peletakan pencahayaan buatan harus mempunyai jarak setiap titik lampu dengan tempat sampah umum. Peletakan bangku jalan tidak boleh menggangu
sekurang-kurangnya 8 (delapan) meter, sesuai kebutuhan jenis ruang terbuka hijau sirkulasi pejalan kaki. Bentuk bangku jalan harus bercirikan dan mencitrakan
dan sempadan jalan; nuansa khas lokal.
d. Papan informasi

13
peletakan papan informasi ditempatkan berdekatan dengan halte. Peletakan papan 7. sumber tenaga lampu penerangan jalan agar dipisahkan dengan kapling
informasi tidak boleh menggangu sirkulasi pejalan kaki. sekitarnya, sehingga pada saat terjadi pemadaman listrik lokal, lampu
e. Pos jaga polisi penerangan jalan masih tetap menyala.
Sarana ini dibutuhkan untuk memantau dan mengamankan arus lalu-lintas.
Peletakan pos jaga polisi ditempatkan pada tiap simpul jalan. Peletakan pos jaga Bagian Kesepuluh
polisi tidak boleh menggangu sirkulasi pejalan kaki. Bangunan pos polisi diarahkan Batas Halaman dan Pagar
menggunakan arsitektur lokal.
f. ATM (Anjungan Tunai Mandiri) Pasal 40
peletakan ATM (Anjungan Tunai Mandiri) ditempatkan pada titik-titik strategis dan
tempat-tempat yang menjadi konsentrasi massa, seperti pusat perdagangan dan (1) Halaman Depan Bangunan diatur sebagai berikut:
jasa. Peletakan ATM tidak boleh menggangu sirkulasi pejalan kaki. Bentuk ATM
a. penanaman pohon tidak menggangu estetika fasade bangunan dan lingkungannya
harus bercirikan dan mencitrakan nuansa khas lokal.
secara keseluruhan;
g. Pot bunga
b. penataan taman pada halaman depan bangunan haruslah menambah nilai estetika
Peletakan pot bunga ditempatkan pada setiap jarak 8 (delapan) meter. Peletakan pot dari bangunan dan lingkungannya secara keseluruhan;
bunga tidak boleh menggangu sirkulasi pejalan kaki. Bentuk pot bunga harus
c. perkerasan pada halaman depan bangunan harus dari bahan yang dapat berfungsi
bercirikan dan mencitrakan nuansa khas lokal.
sebagai penyerap air;
h. Lampu penerangan jalan dan pedestrian
d. apabila dipergunakan sebagai tempat parkir kendaraan, harus direncanakan
Peletakan lampu jalan ditempatkan di median jalan dan pada jalur pedestrian dengan seksama kapasitas lahan, sirkulasi dalam lahan sehingga tidak
ditempatkan secara terpadu dengan lampu penerangan pedestrian di trotoar, mengganggu nilai estetika bangunan dan lingkungan secara keseluruhan serta
dengan jarak setiap 10-20 (sepuluh hingga dua puluh) meter. Bentuk penerangan penempatan pintu masuk keluar kendaraan sehingga tidak menimbulkan tekanan
jalan dan pedestrian harus bercirikan dan mencitrakan nuansa khas lokal. Elemen pada arus lalu-lintas;
ini di samping berfungsi sebagai penerangan di malam hari, juga dapat berfungsi
e. halaman samping dan belakang bangunan;
sebagai elemen estetika dan pengarah pada rancangan ruang luar. Hal ini berkaitan
f. dapat dipilih jenis pepohonan yang bersifat buffer kebisingan dan menyerap
dengan rancangan tiang lampu, lampunya sendiri dan perletakannya. Lampu
polutan.
penerangan umum di sepanjang koridor dan taman kota perlu disediakan
tersendiri, dan hendaknya tidak mengandalkan pada penerangan kapling (2) Pagar diatur sebagai berikut:
(perumahan, perdagangan dan jasa) atau penerangan yang berasal dari lampu a. ketinggian maksimum pagar 1,5 m;
reklame. Arahan penataan lampu jalan dan lampu pedestrian sebagai berikut: b. pagar harus transparan dengan motif bebas;
1. lampu penerangan untuk sepanjang jalan diletakkan pada pinggir jalan. c. pada bagian bawah pagar diperbolehkan masif dengan ketinggian maksimal 50 cm;
Lampu penerangan jalan di sepanjang koridor agar diseragamkan tinggi, model
d. dianjurkan untuk menanam tanaman sepanjang pagar dengan ketinggian yang
maupun penempatannya;
tidak lebih dari 60-80 (enam puluh hingga delapan puluh) centimeter;
2. lampu penerangan di sepanjang pedestrian;
e. dilarang menggunakan kawat berduri sebagai pemisah di sepanjang jalan umum
3. lampu taman, untuk memperkuat karakter kawasan pada malam hari, dan untuk halaman muka;
lampu sorot untuk memperkuat elemen-elemen yang ditonjolkan pada malam
f. ketinggian dinding pembatas samping bangunan sampai GSB maksimum 1,5 m
hari;
untuk menciptakan keleluasan pandangan;
4. pada deretan lampu yang ditempatkan berselang seling dengan pepohonan,
g. warna pagar dianjurkan tidak mencolok, sehingga berkesan teduh dan asri, serta
perlu menghindari pemilihan pohon yang bermahkota lebar, agar
tidak menimbulkan kesan membatasi bangunan.
kerimbunannya tidak menghalangi sinar lampu;
5. sejauh mungkin, dipersimpangan jalan utama perlu dipasang jenis lampu
Bagian Kesebelas
spesifik sebagai pembentuk identitas lingkungan sekitarnya;
Mitigasi Bencana
6. lampu penerangan umum agar tidak digunakan untuk menempatkan reklame
tempel, spanduk, selebaran atau lainnya yang sifatnya merusak keindahan
lampu; Pasal 41

14
Skenario rencana investasi yang akan dilakukan kawasan perencanaan mencangkup 3
(1) Peringatan Dini dan Kesadaran Warga (Early Warning System and Community tahapan;
Awarness), meliputi : a. Tahap I: pembentukan citra kawasan dan blok-blok dalam kawasan dengan
a. Sistem Peringatan Dini di kawasan perencanaan, direncanakan menggunakan pendefinisian fungsi ruang yang jelas, pencirian dengan aksesori local pada bangunan
sistem yang terintegrasi untuk kawasan yang lebih luas (Kota Magetan); dan dan kelengkapan pedestrian path, dan ruang sirkulasi manusia dan kendaraan yang
b. Peningkatan Kesadaran warga dibentuk melalui jalur pendidikan formal maupun mendukung fungsi ruang, serta sosialisasi kepada pengguna ruang;
informal (penyuluhan masyarakat,dll) serta pelatihan. b. Tahap II: pembangunan sarana dan prasarana untuk meningkatkan pelayanan
(2) Rencana Jalur dan Arah Penyelamatan (Evacuation/Escape Routes), terdiri dari : terhadap kebutuhan pengguna ruang dalam kawasan, terutama fasilitas vital yang
belum terdapat di kawasan perencanaan seperti jaringan air bersih, pengelolaan
a. Jalur Evakuasi/Penyelamatan, menggunakan jaringan jalan yang ada; dan
persampahan, TPS dan lampu penerangan.
b. Arah Evakuasi/Penyelamatan, menuju Area Penyelamatan/Escape Area yang
c. Tahap III: peningkatan kualitas lingkungan kawasan untuk mendukung fungsi ruang
terdiri dari bangunan penyelamatan untuk menampung korban bencana alam yang
dengan pemliharaan, peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana dasar
dapat diterapkan pada kawasan perencanaan berupa/berbentuk ruang
lingkungan perkotaan sesuai dengan fungsi ruangnya.
terbuka/taman kota (Escape Area), maupun gedung penyelamatan (Escape Building)
seperti fasilitas peribadatan, gedung pertemuan dan gedung-gedung lainnya.
Pasal 44
(3) Rencana Area Bangunan Penyelamatan yang direncanakan berupa/berbentuk ruang
terbuka/taman kota maupun gedung penyelamatan seperti fasilitas peribadatan,
gedung pertemuan dan gedung-gedung lainnya, namun desain bangunan tersebut Untuk operasional dan pemeliharaan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan
harus memiliki kekuatan struktural yang handal sebagai gedung super kuat (very Pusat Kota Magetan Kabupaten Magetan, Pemerintah Kabupaten Magetan dapat melakukan
strong buildings) yang tahan bencana alam. kerja sama sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Dalam hal adanya kerusakan bangunan gedung akibat bencana seperti kebakaran,
banjir dan/atau bencana lainnya atau adanya laporan masyarakat terhadap bangunan BAB VI
gedung yang diindikasikan membahayakan keselamatan masyarakat dan lingkungan KETENTUAN PENGENDALIAN RENCANA
sekitarnya, maka Penerbitan Sertifikat Laik Fungi (SLF) bangunan gedung harus segera
Bagian Kesatu
dilaksanakan.
Ketentuan Pengendalian

BAB V
Pasal 45
RENCANA INVESTASI

(1) Adapun Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui beberapa tahapan


Pasal 42 kegiatan diantaranya; penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif
dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.
(1) Kegiatan pelaksanaan Rencana Tata Bangunan dan lingkungan Kawasan Pusat Kota (2) Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan
Magetan Kabupaten Magetan dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Magetan, pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap
Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan masyarakat Kabupaten Magetan. blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.
(2) Kegiatan pembangunan Sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), harus mengacu (3) Izin dalam pemanfaatan ruang sebagaimana yang diatur dalam undang-undang
kepada panduan Tata Bangunan dan Lingkungan yang ditetapkan oleh Pemerintah penataan ruang diatur oleh pemerintah Kabupaten Nabire berdasarkan kewenangan
Kabupaten Magetan. dan ketentuan yang berlaku. Disamping itu dalam hal perizinan pemerintah dapat
(3) Kegiatan pembangunan oleh masyarakat sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1), membatalkan izin apabila melanggar ketentuan yang berlaku.
dilaksanakan melalui pembangunan fisik bangunan di dalam lahan yang dikuasainya, (4) Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian
termasuk pembangunan ruang terbuka hijau, ruang terbuka, dan sirkulasi pejalan kaki terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh pemerintah
dengan tetap mengacu pada syarat dan ketentuan berlaku. daerah Kabupaten Magetan sesuai dengan kewenangannya.
(5) Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan
Pasal 43 ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai dengan rencana tata
ruang.

15
(6) Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan oleh pemerintah daerah Kabupaten (2) Setiap penyelenggaraan pembangunan gedung atau pengembangan sub kawasan yang
Magetan sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pemanfaatan ruang yang tidak berada pada kawasan RTBL yang memenuhi kriteria penyusunan AMDAL harus
sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan izin maupun yang tidak dilakukan penyusunan AMDAL/UKL/UPL sesuai peraturan perundang-undangan yang
memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana penjara, dan/atau sanksi berlaku.
pidana denda.
(7) Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan terhadap Bagian Ketiga
pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang dilakukan Partisipasi Masyarakat
oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk insentif tersebut, antara
lain, dapat berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan sarana
Pasal 47
(infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan, dan pemberian
penghargaan.
(1) Partisipasi Masyarakat dalam pemanfaatan rencana adalah:
(8) Disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi
a. Pemanfaatan ruang daratan dan ruang udara berdasrkan peraturan perundang-
pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata undangan, agama, adat, atau kebiasaan berlaku;
ruang, yang antara lain dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi, pembatasan,
b. Bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan
penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasi dan penalti. pemanfaatan ruang kawasan;
(9) Pemberian insentif dan disinsentif dalam pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan c. Penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana;
supaya pemanfaatan ruang yang dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang yang d. Konsolidasi pemanfaatan tanah, air, udara, dan sumber daya alam lain untuk
sudah di tetapkan. tercapainya pemanfaatan kawasan yang berkualitas; pemanfaatan ruang sesuai
(10) Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap dengan rencana;
pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: e. Perubahan atau konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana;
a. keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan f. Pemberian usulan dalam penentuan lokasi dan bantuan teknik dalam pemanfaatan
ruang; dan
urun saham;
g. Kegiatan menjaga, memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan
b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur; kawasan.
c. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau (2) Partisipasi masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan rencana adalah:
d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah. a. Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang kawasan, termaksud pemberian
(11) Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan; dan
mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa: b. Bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban dalam kegiatan
pemanfaatan ruang kawasan dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang
a. pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang kawasan.
dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang;
dan/atau
fBAB VII
b. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.
PENGELOLAAN KAWASAN
(12) Insentif dan disinsentif dalam penataan bangunan dan lingkugan diberikan dengan
tetap menghormati hak masyarakat. Pasal 48

Bagian Kedua
(1) Pengelolaan kawasan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah.
Kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(2) Dalam melaksanakan pengelolaan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pengelola mempunyai wewenang sebagai berikut:
Pasal 46
a. membawahi sub-sub pengelola masing-masing zona yang diberikan kepada pihak
ketiga, baik swasta maupun lembaga lain;
(1) Setiap penyelenggaraan pembangunan gedung atau pengembangan sub kawasan yang
b. mengatur dan mengawasi supaya kegiatan pengembangan kawasan yang
berada pada kawasan RTBL yang memenuhi kriteria penyusunan AMDAL harus
dilaksanakan sub pengelola tetap sesuai pada guidelines yang sudah disahkan; dan
mengikuti ketentuan dalam peraturan ini.

16
c. melakukan review perencanaan pada jangka waktu tertentu supaya kegiatan
pengembangan kawasan tetap sesuai dengan perkembangan kondisi terkini.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 49

Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini


dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Magetan.

Ditetapkan di Magetan
pada tanggal 2017

BUPATI MAGETAN,

SUMANTRI NOTO ADINAGORO

17

Anda mungkin juga menyukai