Kabupaten Semarang
BAB I PENDAHULUAN
skala kota (sewerage system) dan skala komunal (communal system) juga masih
sangat sdikit dan belum mampu mengimbangi laju pertumbuhan penduduk.
Anggaran untuk penyediaan layanan sanitasi yang layak masih sangat
minim, kurang lebih hanya 1% APBD/APBN. Sementara itu, sumber pendanaan
dari pihak swasta, baik dalam bentuk Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
ataupun Corporate Social Responsibility (CSR) masih belum dimanfaatkan secara
signifikan. Regulasi yang mendukung penyediaan sanitasi yang layak belum
lengkap dan terbarukan, ditambah dengan belum adanya kebijakan
komprehensif lintas sektoral yang menangani masalah sanitasi mengakibatkan
kurang optimalnya pemanfaatan sumber daya yang ada untuk pembangunan
layanan sanitasi.
Kesadaran masyarakat akan pentingnya sanitasi juga masih minim.
Sanitasi dianggap bukan permasalahan yang mendesak. Terbukti dari Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) masyarakat masih rendah. Keadaan dan perilaku
tidak sehat tercermin dari masih tingginya kasus diare yang mencapai 411 per
1.000 penduduk (Survei Morbiditas Diare Kemkes, 2010). Mencuci tangan
dengan sabun masih jarang dilakukan, sekitar 47% rumah tangga masih
melakukan buang air besar di tempat terbuka, dan meskipun hampir semua
rumah tangga merebus air untuk minum, namun 48 persen dari air tersebut
masih mengandung bakteri E Coli.
Kesenjangan capaian sanitasi yang layak juga terjadi antara perdesaan
dan perkotaan. Proporsi rumah tangga yang memiliki akses berkelanjutan
terhadap sanitasi untuk wilayah perkotaan mencapai 69,51 % (2009) dengan
target 76,82% pada tahun 2015. Sedangkan untuk wilayah perdesaan mencapai
33,96 % (2009) dengan target 55,55 % pada tahun 2015. Untuk mengejar
ketertinggalan dalam penyediaan layanan sanitasi, maka pemerintah melakukan
terobosan melalui program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman
(PPSP) 2010-2014 yang menekankan bahwa sanitasi adalah urusan bersama
seluruh pihak baik Pemerintah, swasta, lembaga donor, dan masyarakat.
Sasaran Program PPSP antara lain adalah stop Buang Air Besar
Sembarangan (BABS) di wilayah perkotaan dan perdesaan pada akhir 2014;
peningkatan pengelolaan persampahan melalui implementasi 3R (Reduce, Reuse,
Recycle) dan penerapan pengelolaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
berwawasan lingkungan; dan pengurangan genangan di 100 kawasan strategis
perkotaan seluas 22.500 Ha. Dengan demikian, PPSP merupakan upaya
meningkatkan kapasitas dan kualitas sanitasi di daerah dengan ruang lingkup
penanganan permasalahan limbah domestic, sampah, dan drainase.
Keikutsertaan kabupaten Semarang dalam program PPSP didasari
oleh Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 648-607/Kep/Bangda/2012
Tanggal 12 September 2012 Tentang Penetapan Kabupaten atau Kota Sebagai
Peserta Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman Tahun 2013.
Penetapan tersebut telah melalui proses penjaringa dan pernyataan minat
Bupati Semarang untuk mengikuti program PPSP melalui surat tertanggal 26
Maret 2012 nomor 605.3/01019 serta surat pernyataan komitmen Ketua TAPD
untuk memenuhi persyaratan sebagai Kabupaten Peserta PPSP Tahun 2013
dengan mengalokasikan dana APBD pada SKPD terkait untuk biaya opersional
Pokja dan biaya pendukungnya.
Keikutsertaan Kabupaten Semarang dalam program PPSP tersebut
dilatarbelakangi kondisi sanitasi di Kabupaten Semarang yang memang masih
membutuhkan penanganan serius. Proporsi penduduk yang memiliki akses
sanitasi dasar yang layak sebesar 79,97% (2010) dengan target 89,99% pada
tahun 2015 (RAD AMPL). Pencapaian tahun 2010 terlihat telah melampaui target
MDG’s yang ditetapkan secara nasional. Namun demikian, fasilitas infrastuktur
sanitasi yang ada masih di bawah standar. Penduduk di kawasan permukiman
yang berdekatan dengan sungai masih melakukan praktik BABS terselubung.
Dinamakan demikian karena pembuangan black water dari toilet di rumah yang
telah memenuhi standar kesehatan pada akhirnya bermuara di sungai, tidak ke
tangki septic. Sebagian besar tangki septic juga tidak pernah dikuras. Demikian
halnya dengan air limbah rumah tangga yang lainnya, saluran air limbah masih
bermuara pada badan sungai dan sebagian bermuara pada saluran irigasi tanpa
pengolahan. Kondisi tersebut dikarenakan Kabupaten Semarang belum memiliki
infrastruktur penampungan, pengolahan dan pembuangan air limbah baik
berupa IPAL, maupun IPLT, sehingga berpotensi mencemari tanah dan air tanah.
Pengelolaan sampah di Kabupaten Semarang juga masih
membutuhkan penanganan lebih. Sampah yang berhasil ditangani baru
mencapai 79,26% (LKPJ 2012). Sementara rasio Tempat Pembuangan Sampah
(TPS) baru 0,215% per satuan penduduk. Sebagian besar TPS juga masih
konvensional, belum mempunyai fasilitas pemilahan sampah. Sedangkan TPA
yang dimiliki yaitu TPA Blondo masih perlu ditingkatkan dari controlled landfill
menjadi sanitary landfill. Sosialisasi dan percontohan pengelolaan sampah
melalui 3 R (Reduce, Reuse,Recycle) masih harus digalakkan. Masih terbatasnya
sarana dan prasarana persampahan mengakibatkan pencemaran air dan udara.
Kondisi drainase Kabupaten Semarang juga masih memprihatinkan.
Panjang jalan yang memiliki trotoar dan drainase dengan lebar lebih dari 1,5
meter hanya 23%. Dan hanya 61% saja dari drainase terbut yang berfungsi baik
(LKPJ 2012). Drainase yang buruk mengakibatkan tingginya kerusakan jalan. Pada
tahun 2012 juga terjadi banjir sebanyak 6 kali (LKPJ 2012). Banjir terjadi di
dataran sekitar Rawa Pening dan daerah aliran Sungai Tuntang. Juga di beberapa
wilayah kota yang rutin setiap musim hujan mengalami genangan lebih dari
enam jam pada saat turun hujan normal.
Dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi sanitasi Kabupaten
Semarang tersebut, maka pemerintah Kabupaten Semarang mempunyai
komitmen untuk ikut melaksanakan program PPSP. Dan pada tanggal 14 Agustus
2012 dengan Keputusan nomor 050/0496/2012 menetapkan pembentukan Tim
Koordinasi dan Kelompok Kerja Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman
(Pokja PPSP) Kabupaten Semarang yang beranggotakan delapan dinas instansi
terkait sektor sanitasi. Sebagai tindak lanjut, maka pada tahun 2013 Tim
Koordinasi dan Pokja PPSP Kabupaten Semarang menyusun Buku Putih Sanitasi
(BPS) dan Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK). BPS tersebut hakekatnya adalah
jarak atau tanah yang menggunakan perpipaan untuk mengalirkan air limbah
dari rumah-rumah secara bersamaan dan kemudian dialirkan ke Intalasi
Pengolahan Air Limbah (IPAL).
1.2.1.2. Sampah
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 definisi sampah
adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk
padat. Sampah atau sisa kegiatan tersebut dapat berasal dari daerah perumahan,
daerah komersial, fasilitas umum dan fasilitas social.
Adapun pengelolaan sampah menurut Buku Materi Bidang Sampah
(Diseminasi dan Sosialisasi Keteknikan Bidang PLP, 2012) adalah semua kegiatan
yang bersangkut paut dengan pengendalian timbulnya sampah, pengumpulan,
transfer dan transportasi, pengolahan dan pemrosesan akhir/pembuangan
sampah, dengan mempertimbangkan faktor kesehatan lingkungan, ekonomi,
teknologi, konservasi, estetika, dan faktor-faktor lingkungan lainnya yang erat
kaitannya dengan respons masyarakat. Sedangkan menurut UU Nomor 18 Tahun
2008 pengelolaan sampah didedefinisikan sebagai kegiatan yang sistematis,
menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan
penanganan sampah.
Kegiatan pengurangan sampah melalui program 3R meliputi:
1. Pembatasan timbunan sampah (Reduce);
2. Pemanfaatan kembali sampah (Reuse);
3. Pendauran ulang sampah (Recycle).
Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi:
1. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai
dengan jenis, jumlah, dan atau sifat sampah;
2. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari
sumber sampah ke Tempat Penampungan Sementara (TPS) atau Tempat
Pengolahan Sampah 3 R skala kawasan (TPS 3R) atau Tempat Pengolahan
Sampah Terpadu (TPST)
3. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan atau dari
TPS atau dari TPS 3R ke TPST atau Tempat Pemrosesan Akhir (TPA)
4. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah
sampah
5. Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan atau
residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
1.2.1.3. Drainase
Menurut Buku Materi Bidang Drainase (Diseminasi dan Sosialisasi
Keteknikan Bidang PLP, 2012) drainase adalah prasarana yang berfungsi
mengalirkan air permukaan ke badan air atau ke bangunan resapan air.
Sedangkan sistem drainase perkotaan adalah sistem drainase dalam wilayah
administrasi kota dan daerah perkotaan. Sistem tersebut berupa jaringan
pembuangan air yang berfungsi mengendalikan atau mengeringkan kelebihan air
permukaan di daerah permukiman yang berasal dari hujan lokal, sehingga tidak
mengganggu masyarakat dan dapat memberikan manfaat bagi kegiatan manusia.
Fungsi drainase perkotaan adalah:
1. Mengeringkan bagian wilayah kota yang permukaan lahannya lebih rendah
dari genangan sehingga tidak menimbulkan dampak negative berupa
kerusakan infrastruktur kota dan harta benda milik masyarakat.
2. Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya agar
tidak membanjiri atau menggenangi kota sehingga merusak infrstruktur
perkotaan dan harta benda milik masyarakat.
3. Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan sehingga dapat
dimanfaatkan untuk persediaan air dan kehidupan akuatik
4. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah
Ada dua pola yang umum dipakai untuk mengelola drainase yang
berwawasan lingkungan (drainase yang tidak menimbulkan dampak merugikan
bagi lingkungan) yaitu:
1. Pola detensi (menampung sementara) dengan membuat kolam
penampungan
1.2.2. Kerja Sama Pemerintah Swasta dan Masyarakat (Publik Private People
Partnership) dalam Pembangunan Sanitasi
Pembangunan sanitasi bukan semata-mata urusan pemerintah saja,
namun juga membutuhkan keterlibatan swasta dan masyarakat sebagai
pengguna akhir. Wisa Majamaa (2008) dalam The 4thP-People-In Urban
Development Based On Public-Private-People Partenership mempresentasikan
perlunya terlibatan pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam pembangunan
wilayah termasuk pembangunan sanitasi oleh sebagai berikut:
Public Private
Partenership
fokus
People
Gambar 1.1
4P dalam Proses Pembangunan
1.3.2. Sasaran
Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, maka sasaran
penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Semarang adalah:
1. Menggambarkan secara lengkap dan menyeluruh kondisi sanitasi Kabupaten
Semarang saat ini meliputi pengelolaan air limbah domestic; persampahan;
drainase lingkungan; dan pengelolaan terkait sanitasi terdiri dari pengelolaan
air bersih, air limbah industri rumah tangga, dan limbah medis.
2. Mengidentifikasi permasalahan dan isu stategis sanitasi Kabupaten
Semarang.
3. Mengidentifikasi program pembangunan sanitasi baik yang sedang
dilaksanakan maupun yang sudah direncanakan di Kabupaten Semarang
4. Menentukan area beresiko sanitasi Kabupaten Semarang
5. Melakukan analisis terhadap pengelolaan sanitasi di Kabupaten Semarang
saat ini.
1.4. METODOLOGI
1.4.1. Pendekatan
Penyusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Semarang dilakukan
dengan pendekatan partisipatif, sehingga melibatkan seluruh pemangku
kepentingan baik dari unsur pemerintah, masyarakat, maupun swasta melalui
rapat Tim Koordinasi dan Pokja PPSP, lokakarya dan konsultasi public untuk
menjaring masukan dan aspirasi yang luas.
Semarang dalam Angka, Laporan Realisasi APBD, Renstra dan Renja SKPD
terkait, dokumen perencanaan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi, serta
regulasi tentang SOTK, Tugas Pokok dan Fungsi SKPD yang terkait sanitasi di
Kabupaten Semarang. Data sekunder digunakan untuk:
1. Menyusun profil umum Kabupaten Semarang
2. Bahan kajian studi kelembagaan dan kebijakan. Studi ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran atau peta kondisi kelembagaan sanitasi di
Kabupaten Semarang. Studi ini untuk membantu Kabupaten dalam menilai
kekuatan, kelemahan, potensi pengembangan, dan kebutuhan penguatan
kelembagaan dan kebijakan guna menghasilkan suatu kerangka layanan
sanitasi yang memihak masyarakat miskin, efektif, terkoordinasi, dan
berkelanjutan
3. Menyusun profil keuangan dan bahan kajian perekonomian Kabupaten
Semarang. Kajian ini bertujuan untuk menggambarkan kekuatan keuangan
dan perekonomian daerah dalam mendukung pendanaan pembangunan
sanitasi di masa depan, kecenderungan dalam pembiayaan pembangunan,
dan prioritas anggaran selama 5 tahun
4. Bahan kajian untuk mendukung survey dan studi primer
Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah dan
Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Semarang;
35. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Semarang sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 2 Tahun
2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Semarang
Nomor 18 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah
Kabupaten Semarang;
36. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 19 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah,
Inspektorat, Lembaga Teknis Daerah Dan Kantor Pelayanan Perijinan
Terpadu Kabupaten Semarang sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Semarang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 19 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah,
Inspektorat, Lembaga Teknis Daerah Dan Kantor Pelayanan Perijinan
Terpadu Kabupaten Semarang;
37. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 5 Tahun 2009 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Semarang
Tahun 2005 – 2025;
38. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kabupaten Semarang Tahun 2011
– 2031;
39. Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 7 Tahun 2011 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten
Semarang Tahun 2010–2015;