Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Menurut scanlon, et al(2007) , sistem respirasi atas dan sistem respirasi
bawah.bagian bagian dari system respirasi dari dua bagian yaitu system respirasi
atas yang terdiri dari bagian luar rongga dada yaitu hidung, rongga hidung, faring,
laring dan trakea atas. Kemudian system respirasi bawah yaitu terdiri dari bagian
dalam rongga dada yaitu bronkus kebronkiolus dan termasuk alveolus, membran
pleura dan otot respirasi yang membentuk diafragma dan otot interkosta juga
merupakan bagian sdari system respirasi.
Menurut Aprice & Wilson (2013) Saluran penghantar udara yang membawa
udara dalam paru adalah hidung, faring , larin, trakea, bronkus dan bronkiolus,
yang mana saluran pernafasan dari hiudung samapai bronkiolus dilapisi oleh
membran mukosa bersilia.
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular granulomatosa kronik yang
telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu dan paling sering disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman TBC menyerang
paru, 85% dari seluruh kasus TBC adalah TBC paru, sisanya (15%) menyerang
organ tubuh lain mulai dari kulit, tulang, organ-organ dalam seperti ginjal, usus,
otak, dan lainnya (Icksan dan Luhur, 2008). Berdasarkan hasil pemeriksaan
sputum, TBC dibagi dalam: TBC paru BTA positif: sekurangnya 2 dari 3
spesimen sputum BTA positif, TBC paru BTA negatif: dari 3 spesimen BTA
negatif, foto toraks positif (Rani, 2006). Infeksi pada paru-paru dan kadang-
kadang pada struktur-struktur di sekitarnya, yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis (Saputra, 2010)
Penyakit tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah kesehatan di seluruh
dunia, termasuk juga di Indonesia. Bahkan meskipun hanya

1
memiliki jumlah penduduk sekitar 261 juta, Indonesia menduduki peringkat
ke-2 di dunia dalam jumlah kasus TB, baik dalam jumlah keseluruhan kasus
maupun kasus baru.
Berdasarkan laporan WHO (2017) diperkirakan ada 1.020.000 kasus TB
di Indonesia, namun baru terlapor ke Kementerian Kesehatan sebanyak 420.000
kasus. Jumlah tersebut mengalahkan Tiongkok di urutan ketiga yang memiliki
sekitar 1,4 milyar penduduk. Hanya satu negara yang lebih buruk jumlah kasus
TB-nya dari Indonesia, yakni India yang memiliki jumlah penduduk 1,3 milyar.
Berdasarkanriskesda(2012) ditemukan jumlah kasus baru Bakteri Tahan
Asam (BTA) positif (BTA+) sebanyak 196.310 kasus, menurun bila
dibandingkan kasus baru BTA+ yang ditemukan tahun 2012 yang sebesar
202.301 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang dilaporkan terdapat di provinsi
dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa
Tengah. Kasus baru BTA+ di tiga provinsi tersebut hampir sebesar 40% dari
jumlah seluruh kasus baru di Indonesia.

1.2 TUJUAN PENELITIAN


1. TUJUAN UMUM
Mengetahui penatalaksanaan asuhan keperawatan pasien dengan Tuberculosis
Paru.
2. TUJUAN KHUSUS
a. Mengetahui dan memahami konsep dan fisiologisistemPernafasan.
b. MengetahuidanmemahamikonsepdasardariTuberculosis Paru.
c. MengetahuidanmemahamiakibatTuberculosis Paru.
d. MengetahuidanmemahamipengkajianpasiendenganTuberculosis Paru.
e. MengetahuidanmemahamidiagnosapasiendenganTuberculosis Paru.
f. MengetahuidanmemahamiintervensipasiendenganTuberculosis Paru.
g. MengetahuidanmemahamiimplementasipasiendenganTuberculosis Paru.
h. MengetahuidanmemahamievaluasipasiendenganTuberculosis Paru.

2
1.3 MANFAAT
1. Bagi mahasiswa
Diharapkan dapat menjadi referensi tentang laporan dan asuhan keperawatan
pada pasien dengan TB paru.
2. Bagi institusi pendidikan
makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan khususnya mengenai asuhan keperawatan pada pasien TB
paru.
3. Bagi rumah sakit
Sebagaireferensibagiperawatdalampemberianasuhankeperawatanbagipasiende
ngan TB paru.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

TUBERKULOSIS

2.1 ANATOMI FISIOLOGI

Menurut scanlon, et al ( 20012) , sistem respirasi atas dan sistem respirasi bawah.
Bagian-baian dari dua sistem respirasi manusia adalah sebeagia berikut :
1. Sistem respirasi atas, yang terdidiri dari bagian luar rongga dada yaitu hidung,
rongga hidung, faring, laring dan trakea atas.
2. Sistem Respirasi bawah, yang terdiri dari bagian dalam rongga dada yaitu
bronkus bronkiolus dan termasuk alveolus. Membran Pleura dan otot respirasi
yang membentuk diafragma dan otot intrkosta juga merupakan bagian dari
sistem respirasi.

4
Menurut Sayla Aprice & Lorraine M.Wilson (2013) Saluran penghantar udara yang
membawa udara dalam paru adalah hidung, faring , larin, trakea, bronkus dan
bronkiolus, yang mana saluran pernafasan dari hiudng samapai bronkiolus dilapisi
oleh membran mukosa bersilia.

a. Hidung
Ketika udara masuk ke rongga hidung, udara di saring, dihangatkan dan
dilemabbkan, partikel debu yang kasar di saring oleh rambut-rambut yang
terdapat dalam rongga hidung, sedangkan lapisan yang halus akan terjerat dalam
lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam
rongga hidung menuju ke faring.
b. Faring
Di sini partikel halus akan tertelan atau di bantu keluar. Lapisan mukkus
memberikan air untuk kelembaban dan banyaknya jaringan pembuluh darah di
bawahnya akan menyuplai panas ke udara ispirasi. Jadi udara inspirasi telah
disesuaika sedemikianrupa sehingga udara yang mencapai faring hampir bebas
debu, bersuhu mendekati suhu tubuh dan kelembaban mencapai suhu tubuh,
setelah itu udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara.
c. Laring
Laring terdiri dari rangkaian cincin tulan rawan yang dihubungkan oleh otot-otot
dan mengandung pita suara. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas,
penutupan glotis, dan fungsi seperti pintu dari epiglotis yang berbentuk daun
pada pintu masuk laring , berperan utnu mengarahkan makanan dan carian masuk
ke dalam esofagus. Jika benda asing masih mampu masuk melampaui glotis,
fungis batuk yang dimiliki laring akan menantu mahalau benda dan sekret keluar
dari saluran pernapasan bagian bawah.
d. Trakea

5
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang
panjangnyakurang leih 12,5 cm (5 Inci), di sini tempat trakea bercabang menjadi
bronkus utama kiri dan kanan.

e. Bronkus
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus utama kanan lebih pendek
dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan merupakan
kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal. Sebaliknya, bronkus utama
kiri lebih panjang dan lebih sempit dibandigkandengan bronkus utama kanan dan
merupakan kenlajutan dari trakea dengan sudut yang lebih tajam.
f. Bronkiolus
Cabang utama bronkus kanan dan kriri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris
dan kemudian bronkus segmentasi. Percabangan ini berjalan terus menjadi
bronkus yang ukurnaya semakin kecil samapai akhir nya menjadi bronkiolus
terminalis, yaitu saluran udara kecil yang tidak mengandung alveoli (kantong
udara).
g. Alveolus
Alveolus merupakan suatu gelembung gas yang yang di kelilingi oleh jaringan
kapiler sehingga batasan cairan dan gas membentuk tegangan permukaan
tegangan permukaan yang cenderung mencengah pengembangan saat inspirasi
dan cenderung kolaps pada waktu ekspirasi.
h. Rongga Thorak
Merupakan organ yang elastis, berbentuk kerucut, dan terletak dalam rongga dada
atau toraks. Paru-paru kanan lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi menjadi
tiga lobus oleh fisura interlobaris. Paru kiri dibagi menjadi dua lobus.
Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa segmen sesuia dengan segmen
bronkusnya. Paru-paru kanan dibagi menjadi 10 segmen sendangkan paru kiri
terbagi menjadi 9 segmen.

6
2.2 KONSEP TUBERKULOSIS (TB) PARU
A. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang di sebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis. Basil tuberkel ini berukukran 0,3x2
sampai 4 mm , ukurangya ini lebih kescil dair pada sel darah merah
(Wilson & Price,2013)
Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular granulomatosa kronik
yang telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu dan paling sering
disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar
kuman TBC menyerang paru, 85% dari seluruh kasus TBC adalah TBC
paru, sisanya (15%) menyerang organ tubuh lain mulai dari kulit, tulang,
organ-organ dalam seperti ginjal, usus, otak, dan lainnya (Icksan dan

7
Luhur, 20014). Berdasarkan hasil pemeriksaan sputum, TBC dibagi
dalam: TBC paru BTA positif: sekurangnya 2 dari 3 spesimen sputum
BTA positif, TBC paru BTA negatif: dari 3 spesimen BTA negatif, foto
toraks positif (Rani, 2006). Infeksi pada paru-paru dan kadang-kadang
pada struktur-struktur di sekitarnya, yangdisebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis (Saputra, 2013).
Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari
paru dan organ di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak,
usus serta ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal TBC
(Chandra,2012).
Tuberkulosis termasuk juga dalam golongan penyakit zoonosis karena
selain dapat menimbulkan penyakit pada manusia, basil Mycobacterium
juga dapat menimbulkan penyakit pada berbagai macam hewan misalnya
sapi, anjing, babi,unggas, biri-biri dan hewan primata, bahkan juga ikan
(Soedarto,2013).
B. Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh
Robet Koch pada tahun 1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap
virulen beberapa minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati
dalam suhu 600OC dalam 15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis
menyebabkan nekrosis jaringan, sedangkan lemaknya menyebabkan sifat
tahan asam dan merupakan faktor terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel
epiteloid dan tuberkel.(FKUI, 2012).
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan
sinar matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakterium
tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada
dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe

8
human bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari
penderita TBC terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila
menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah terinfeksi melalui udara.
Bakteri juga dapat masuk ke sistem pencernaan manusia melalui
benda/bahan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri. Sehingga dapat
menimbulkan asam lambung meningkat dan dapat menjadikan infeksi
lambung. (Wim de Jong, 2013).
C. Manifestasi Klinis
Gejala klinik tuberkulosis pada anak tidak spesifik. Hal ini merupakan
hambatan di dalam deteksi dini penyakit ini sehingga pemeriksaan
pembantu seperti: uji tuberkulin, darah rutin, dan rontgen dada
mempunyai arti penting dalam diagnosis tuberkulosis pada anak (Hartoyo
dan Roni, 2013).
Pada anak-anak gejala TBC terbagi 2, yakni gejala umum dan gejala
khusus. Gejala umum, meliputi:
1. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas
dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi
yang baik.
2. Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus,
malaria, atau infeksi saluran napas akut) dapat disertai dengan keringat
malam.
3. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, paling sering
di daerah leher, ketiak, dan lipatan paha.
4. Gejala dari saluran napas, misalnya batuk lebih dari 30 hari (setelah
disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri
dada.
5. Gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh
dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di abdomen, dan tanda-
tanda cairan dalam abdomen.

9
Gejala khusus, sesuai dengan bagian tubuh yang diserang, misalnya:
1. TBC kulit atau skrofultoderma
2. TBC tulang dan sendi
3. TBC otak dan saraf
4. Gejala mata
D. Tipe Penderita
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3. Kasus setelah putus berobat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus erobat 2 bulan atau lebih
dengan
BTA positif.
4. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
5. Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register
TBC lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas. Dalam
kelompok ini termasuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan
(Anonim, 2013).

10
E. Cara penularan
Penyakit TBC ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui
saluran napas dengan menghisap atau menelan tetes-tetes ludah/dahak
(droplet infection) yang mengandung basil dan dibatukkan oleh penderita
TBC terbuka. Atau juga karena adanya kontak antara tetes ludah/dahak
tersebut dan luka di kulit. Untuk membatasi penyebaran perlu sekali
discreen semua anggota keluarga dekat yang erat hubungannya dengan
penderita (Tjay dan Rahardja, 2012).
Penularan terjadi melalui inhalasi partikel menular di udara yang
bertebaran sebagai aerosol. Lama kontak antara sumber dan calon kasus
baru meningkatkan resiko penularan karena semakin lama periode
pemajanan, semakin besar resiko inhalasi. Mikobakteri memiliki dinding
berminyak yang kuat. Dapat terjadi infeksi tuberkulosis (primer) dengan
atau tanpa manifestasi penuh penyakit (infeksi pascaprimer atau sekunder)
(Gould dan Brooker, 2014).
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke
udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Orang dapat terinfeksi kalau
droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Selama kuman
TBC masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TBC
tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem
peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran
langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang
penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin
menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak
terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular (Zulkoni,
2010).

11
F. Perjalanan penyakit
1. Tuberkulosis Primer
Merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis pada pasien nonsensitif yaitu mereka yang sebelumnya
belum pernah terinfeksi.
2. Tuberkkulosis Post primer
Merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis pada yang pernah terinfeksi dan oleh karenanya pasien
sensitif terhadap tuberkulin (Rubenstein dkk, 2011). TBC paru post
primer biasanya terjadi akibat dari infeksi laten sebelumnya. Infeksi
ini dapat menimbulkan suatu gejala TBC bila daya tahan tubuh host
menurun.
G. Komplikasi Tuberkulosis
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut.
a. Komplikasi dini: pleurutis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus,
Poncet’s arthropathy.
b. Komplikasi lanjut: obstruksi jalan napas terjadi SOFT (Sindrom
Obstruksi Pasca Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat terjadi
SOPT/fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru,
sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering terjadi pada TBC milier
dan kavitas TBC (Sudoyo, 2011). Komplikasi penderita stadium lanjut
adalah hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang
dapat mengakibatkan kematian karena syok, kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru, penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak,
tulang, persendian, ginjal, dan sebagainya (Zulkoni, 2010).

12
H. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Somantri (2011), pemeriksaan penunjang pada
pasientuberkulosis adalah:
a. Kultur Sputum
b. Ziehl neelsen: Positif untuk BTA
c. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer, patch)
d. Chest X-ray
e. Histologi atau kultur jaringan: positif untuk Mycobacterium
Tuberculosis
f. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya sel-
sel besar yang mengindikasikan nekrosis
g. Elektrolit
h. Bronkografi
i. Test fungsi paru-paru dan pemeriksaan darah
I. Penatalaksanaan Medis Dan Keperawatan
Dalam Guidelin (2009) tentang panduan pengobatan tuberkulosis,
WHO memberikan rekomendasi dosis untuk tiap jenis obat berdasarkan
berat badan seperti yang tertera dalam tabel di bawah ini.

13
Untuk streptomisin, pasien yang berumur lebih dari 60 tahun
mungkin tidak bisa menoleransi dosis lebih dari 500 - 750 mg sehari, oleh
karena itu direkomendasikan untuk mengurangi dosis 10 mg/kg per hari
pada pasien dengan umur tersebut. Selain itu, pasien dengan berat kurang
dari 50 kg mungkin tidak bisa menoleransi dosis di atas 500 750 mg sehari
(WHO, 2010)
a. pengobatan TB kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3) Paduan OAT ini
diberikan untuk pasien baru:
1. Pasien baru TB paru BTA positif.
2. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
3. Pasien TB ekstra paru
b. Pengobatan TB kategori-2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya :
1. Pasien kambuh
2. Pasien gagal
3. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
c. Pengobatan TB kategori-3
Pasien TBP dengan sputum BTA negatif tetapi kelainan paru tidak
luas dan kasus ekstra pulmonal (selain dari kategori 1).
Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2H3R3E3Z3, yang
diteruskan dengan fase lanjutan 2Hatau
H3R3 (Amin, Zulkifli dan Asril Bahar, 2010).
d. Pengobatan TB kategori-4
Tuberkulosis kronik. Pada pasien ini mungkin mengalami
resistensi ganda, Ssputumnya harus dikultur dan uji kepekaan obat.
Untuk seumur hidup diberi H saja (WHO) atau sesuai rekomendasi
WHO untuk pengobatan TB resistensi ganda (MDR-TB) (Amin,
Zulkifli dan Asril Bahar, 2010)

14
J. WOC TB PARU

15
2.3. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Keluhan Utama
a. Batuk, onproduktif/ produktif atau sputum bercampur darah
b. Batuk darah, seberapa banyak darah yang keluar atau hanya berupa
bloodstreak, berupa garis,atau bercak-bercak darah.
c. Sesak napas
d. Nyeri dada
Tabrani Rab (2012) Mengklasifikasikan batuk darah berdasarkan jumlah
darah yang dikeluargakan
a. Batuk darah masif, darah yang dikeluarkan lebih dari 600 cc/24 jam
b. Batuk darah sedang, darah yang dikeluarkan 250-600 cc/24 jam
c. Batuk darah ringan . Darah yang dikeluarkan kuran dari 250 cc/24
jam.
2. Keluhan sistemis meliputi :
a. Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam influenza,
hilang timbul dan semakin lama semakin panjang seranganya,
sedangkan masa bebas serangan semakin pendek.
b. Keluhan sistemis lain : Keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan dan malaise
B. Riwayat Penyakit Saat ini
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih mmemudahkan perawat dalam
melengkapi pengkajian.
1. Provoking incident : apakah ada peristiwa yang menjadi faktor penyebeb
sesak napas,apakah sesak nafas berkurnag apabila beristirahat?
2. Quality of Pain : Seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau
digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti tecekik atau susah dalam
melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang enak dalam
melakukan pernapasan?

16
3. Region : dimana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
4. Severity of Pain : Seberapa jauh sesak yang dirasakan klien?
5. Time : Berapa lama rasa nyeri berlangsung, kepan , bertambah buruk pada
malam hariatau siang hari, apakah gejala timbul mendakdak , perlahan-
lahan atau seketika itu juga, apakah timbul gejal secara terus-menerus atau
hilang timbul (Intermitten), apakah yang sedang dilakukan klien saat
gejala timbul , lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut pertama kali
timbul (onset).
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah sebelumnya
klien pernah menderita TB Paru, keluhan batuk lama pada masa kecil,
tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening, dan penyakit lain yan
memperberat TB Paru seperti diabete mellitus. Tanyakan mengenai obat-obat
yang biasa diminum oleh klien apa masa lalu yang relevan, obatpobat ini
meliputi obat OAT dan antitusif. Catat adanya efek samping yan terjadi di
masa lalu. Kaji lebih dlam tentang seberapa jauh penurunan berat Badan (BB)
dalam enam bula terakhir. Penurunan BB pada klen deng TB paru
berhubunganerat dengn proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia
dan mual yang sering disebabkan karena minum obat OAT.
D. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB Paru tidak diturunkan, tetapi pwrawat perlu menyankan
apakah ini pernah dialami oleh anggota keluarga lainya sebai faktor
predisposisi penularan di dalam rumah.
E. Pengkajian Psiko-sosisl-Spiritual
Pengkajian psilologis klien meliputi beberapa dimensi memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai stastus emosi,
kogniif, dan perilaku klien. Perawat mengumpukan data hasil pemeriksaan
awal klien tentang kapasitas fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting
untuk menentukan tingkaat perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang

17
seksama. Pada kondidi, klien dengan TB Paru sering mengalami kecemasan
betingkat sesuai dengan keluahan yang dialaminya.
F. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB Paru meliputi pemeriksaan fisik
umum persistem dri obeservasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda
vital, B1(breatahing), B2(Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel) dan
B6 (Bone) serta pemeriksaan yang fokkus pada B1 dengan pemeriksaan
menyeluruh sistem pernafasan.
a. Keadaan umum dan Tanda-Tanda Vital
Keadaan umum pada klein dengan TB peru dapat dilakukan secara
selintas pandan dengan menilai kadaan fisik tiap bagian tubuh. Selain itu,
perlu di nilai secara umum tnentan kesadaran klien yang terdiriatas
compos mentis,apatis, somnolen ,soporo, soporokoma, tatu koma. Hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital padaklein deng TB Paru biasanyadiapatka
peningkatah suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas menigkat
apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya menigkat seirama
dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan, dan tekanan
darah baisanyasesuai dengan adanapya penyulit seperti hipertensi.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Fisik (ROS: Review of System)
1) B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan
fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi,dan auskultasi
a) Insperksi
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien
dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari
TB paru seperti adanya efusi pleura yang masih, maka terlihat

18
adanya ketidaksimetrian rongga dada, pelebaran intercostals space
(ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang disertai atelektasis paru
membuat bentuk dada menjadi tidak simetris, yang membuat
penderitanya mengalami penyempitan intercostals space (ICS)
pada sisi yang sakit. Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa
komplikasi, biasanya gerakan pernapasan tidak mengalami
perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi yang
melibatkan kerusakan luas pada parenkim paru biasanya klien akan
terlihat mengalami sesak napas, peningkatan frekuensi napas, dan
menggunakan otot bantu napas. Batuk dan sputum. Saat
melakukan pengkajian batuk pada klien dengan TB paru, biasanya
didapatkan batuk produktif yang disertai adanya peningkatan
produksi secret dan sekresi sputum yang purulen. Periksa jumlah
produksi sputum, terutama apabila TB paru disertai adanya
brokhiektasis yang membuat klien akan mengalami peningkatan
produksi sputum yang sangat banyak. Perawat perlu mengukur
jumlah produksi sputum per hari sebagai penunjang evaluasi
terhadap intervensi keperawatan yang telah diberikan.
b) Palpasi
Gerakan diding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru
tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat
bernapas biasanya normal seimbang antara bagian kanan dan kiri.
Adanya penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya
ditemukan pada klien TB paru dengan keruskan perenkim paru
yang luas. Getaran suara (Fremitus vokal). Getaran yang terasa
perawat meletakkan tanganya di dada klien saat klien berbicara
adalah bunyi yang di bangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah
distal sepanjang pohon brochial untuk membuat dinding dada

19
dalam gerakan resonan, terutama pada unyi konsonan. Kepasitas
untuk merasakan bunyi pada diding dada disebut taktil fremitus.
c) Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanap komplikasi, biasanya
akan didapatkan resonan atau sonor pada seluruh lapang paru.
Pada klien dengan TB Pru yang disertai komplikasi serta efusi
pleura akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang
sesuai banyakanya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila
disertai pneumothoraks ventil yang mendorong posisi paru kesisis
yang sehat.
d) Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan
(ronkhi) pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa
untuk mendokimentasikan hasil auskultasi di daerah mana
didapatkan adanya ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui
stetorskop ketika klien berbicara disebut sebai resonan vokal.
Klien dengan TB paru yang disetai komplikasi seperti efusi pleura
dan pneumopthoraks akan didapatkan penurunan resonan vokal
pada sisi yang sakit.
2) B2 (Blood)
Pada klien dengan TB Paru pengkajian yang didapatkan meliputi:
a) Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan
fisik.
b) Palpasi :Denyut nadi perifer melemah
c) Perkusi : Batas Jantung Mengalami pergerseran pada TB Paru
dengan efusi pleura masif mendorong ke sisi sehat.
d) Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung
tambahan bisanya tidak didapatkan

20
3) B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos Mentis , ditemukan adanya sianosis
perifer apabila gangguan perfusi jariangan berat . apada pengkajian
objektif, klien tampak denga meringis, menagis, merintih, meragang,
dan mengeliat. Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya
diaptakan adanya konjugtiva anemis pada TB Paru dengan gangguan
hati.
4) B4 (Bladder)
Pengukuran voleume output urine berhubungan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perawatan perlu memonitor adanya oliguria karenahal
tersebut merupakan tanda awal dari syok. Klien diinfomasikan agar
terbiasa dengan urine yang berwarana jingga pekat dan berbau yang
menandakan fungsi ginjal masih noramal sebagai ekskresi karena
miminum OAT terutama rifampisin.
5) B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan dan
penurunan berat badan.
6) B6 (Bone)
Aaktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB Paru.
Gejalayang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola
hidup menetap, jadwal olahraga menajdi tak teratur.
G. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d Pembentukan sputum berlebihan
2. Gangguan pertukaran gas b.d Alveolus mengalami konsolidasi & eksudasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d Intake nutrisi
kurang
4. Risiko infeksi b.d organisme purulen
5. Defisiensi pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan b.d
informasi kurang/tidak akurat

21
6. Hipertermi b.d proses infeksi penyakit

H. Intervensi Keperawatan
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d Pembentukan sputum
berlebihan
Batasan karakteristik :
a. Tidak ada batuk
b. Suara napas tambahan
c. Perubahan frekwensi napas
d. Perubahan irama napas
e. Sianosis
f. Dipsneu
g. Sputum dalam jumlah yang berlebihan
NOC: Respiratory status: Airway patency
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
NIC:
a. Auskultasi suara napas, catat adanya suara tambahan. R/ penurunan
bunyi napas menunjukan atekektasis, ronkhi napas menunjukkan
akumulasi sekret dan ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang
selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan obat bantu napas dan
peningkatan kerja pernapasan.
b. Beri pasien posisi yang memaksimalkan ventilasi misalnya
semifowler. R/ posisi fowler memaksimalkan ekspansi paru dan

22
menurunkan upaya Napas Ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas besaruntuk
di keluarkan
c. Lakukan suction jika perlu. R/ mencegah obstruksi dan aspirasi.
Pengisapan dilakukan bila klien tidak mampu mengeluarkan sekret.
d. Kolaborasi pemberian mukolitik. R/ agen mukolitik menurunkan
kekentalan dari perlengketan sekret paru untuk memudahkan
pembersihan.
e. Kolaborasi dalam pemberian bat sesuai indikasi OAT. R/ pengobatan
tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan (4-7). Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat
utama dan obat tambahan.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar.
Batasan Karakteristik:
a. Pernapasan abnormal (mis., kecepatan, irama, kedalaman)
b. Warna kulit abnormal (mis., pucat, kehitaman)
c. Dispnea
d. Napas cuping hidung
e. Hipoksemia
f. Gelisah
NOC: Respiratory Status: Gas exhange
Kriteria Hasil:
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak
ada sianosis dan dyspneu.
b. Tanda-tanda vital dalam rentang norma
NIC:
a. Catat pergerakan dada, penggunaan otot tambahan, auskultasi suara
napas, catat adanya suara tambahanR/ TB paru mengakibatkan efek

23
luas pada paru dari bagian kecil bronkhopneumonia sampai inflamasi
difus yang luas, nekrosis efusi pleura dan fibrosis yang luas. Efeknya
terhadap pernapasan bervariasi dari gejala ringan, dispnea berat,
sampai distress pernapasan.
b. Beri klien posisi yang memaksimalkan ventilasi misalnya semi fowler
c. Ajarkan klien teknik batuk efektif
d. Kolaborasi pemeriksaan AGD
R/ penurunan kadar O (PO) dan/atau saturasi dan peningkatan O
menunjukkan kebutuhan untuk intervensi /perubahan program terapi.
e. Kolaborasi dalam pemberian O°
R/ terapi oksigen dapat mengoreksi hipoksemia yang terjadi akibat
penurunan ventilasi/menurunya permukaan alveolar paru.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi kurang
Batasan Karakteristik:
a. Menghindari makanan
b. Berat badan 20% atau lebih dibawah berat badan ideal
c. Membran mukosa pucat
d. Mengeluh adanya rasa mual
NOC: Nutritional Status: nutrient intake, weight control
Kriteria Hasil:
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
NIC:
a. Kaji status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, derajat penurunan
berat badan, integritas mukosa oral, kemampuan menelan, riwayat
mual/muntah dan diare R/ memvalidasi dan menetapkan derajat
masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat.

24
b. Pantau intake dan output, timbang berat badan secara periodik (sekali
seminggu). R/ berguna dalam mengukur keefektifan intake gizi dan
dukungan cairan.
c. Fasilitasi pemberian diet TKTP, berikan dalam porsi kecil tapi sering .
R/ memaksimalkan intake nutrisi tanpa kelelahan dan energi besar
serta menurunkan iritasi saluran cerna.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetapkan kompisi dan jenis diet
yang tepat. R/ merencanakan diet dengan kandungan gizi yang cukup
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi dan kalori sehubungan
dengan status hipermetabolik klien.
e. Kolaborasi untuk pemberian multivitamin
R/ multivitamin bertujuan untuk memenuhi kebutuhan vitamin yang
tinggi sekunder dari pen
f. ingkatan laju metabolisme umum.
g. Resiko infeksi b.d organisme purulen
Batasan karakteristik :
a. Penyakit kronis
b. Ketidak adekuatan pertahanan sekunder
c. Pemajanan terhadap patogen lingkungan meningkat
NOC: Immune status, Knowledge; infection control, risk control
Kriteria hasil:
a. Klien terbebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksI
c. Jumlah leukosit dalam batas normal
NIC:
a. Monitor tanda dan gejala infeksiR/ infeksi terjadi ketika sel makrofag
aktif untuk memfagosit bakteri
b. Pertahankan teknik isolasi. R/ mengurangi terjadi infeksi sekunder.

25
c. Ajarkan pasien dan keluarga menghindari dari infeksi.R/
meminimalisir kejadian infeksi sekunder dan resiko penularan.
d. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik. R/ antibotik
pada pasien TB berguna untuk membunuh bakteri
4. Defisiensi pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan b.d
informasi kurang/tidak akurat
Batasan karakteristik:
a. Keterbatasan kognitif
b. Kurangnya paparan informasi
c. Tidak familier dengan sumber informasi
NOC: Disease process
Kriteria hasil:
a. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program pengobatan
b. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan
secara benar
c. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya
NIC:
a. Kaji kemampuan klien untuk mengikuti pembelajaran (tingkat
kecemasan, kelelahan umum, pengetahuan klien sebelumnya, dan
suasana yang tepat) R/ keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi
oleh kesiapan fisik, emosional, dan lingkungan yang kondusif.
b. Jelaskan tentang dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang
diharapkan, dan alasan mengapa pengobatan TB berlangsung dalam
waktu lama. R/ meningkatkan partisipasi klien dalam program
pengobatan dan mencegah putus obat karena membaiknya kondisi
fisik klien sebelum jadwal terapi selesai.

26
c. Ajarkan dan nilai kemampuan klien untuk mengidentifikasi
gejala/tanda reaktivasi penyakit (hemoptisis, demam, nyeri dada,
kesulitan bernapas, kehilangan pendengaran, dan veritgo).R/ dapat
menunjukan pengaktifan ulang proses penyakit dan efek obat yang
memerlukan evaluasi lanjut.
d. Tekankan pentingnya mempertahankan intake nutrisi yang
mengandung protein dan kalori yang tinggi serta intake cairan yang
cukup sehari hari.R/ diet TKTP dan cairan yang adekuat memenuhi
peningkatan kebutuhan metabolik tubuh. Pendidikan kesehatan
tentang hal itu akan meningkatkan kemandirian klien dalam
perawatan penyakitnya.
5. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi penyakit
Batasan Karakteristik:
a. Kulit kemerahan
b. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal
c. Takikardi
d. Takipnea
NOC: Thermoregulation
Kriteria Hasil:
a. Suhu tubuh dalam rentang normal
b. Nadi dan RR dalam rentang normal
NIC:
a. Monitor tanda-tanda vital (TD, Nadi, suhu, RR).R/ perubahan tanda-
tanda vital pada pasien seperti kenaikan suhu disebabkan karena
proses infeksi, penaikan RR disebabkan adanya hiperventilasi, dan
perubahan TD beserta Nadi disebabkan akibat kompensasi dari
infeksi
b. Monitor WBC, Hb dan Hct. R/ mengetahui perubahan WBC, Hb dan
Hct untuk menentukan intervensi selanjutnya.

27
c. Berikan kompres hangat pada aksila dan lipatan paha.R/ kompres
hangat memberikan efek vasodilatasi yang menyebabkan panas tubuh
keluar melalui proses konduksi dan evaporasi.
d. Anjurkan untuk meningkatkan asupan cairan. R/ intake cairan yang
tepat membantu memenuhi kebutuhan cairan yang hilang akibat
proses peningkatan metabolisme tubuh akibat peningkatan suhu
tubuh.
e. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik. R/ antipiretik membantu
menghambat pengeluaran prostaglandin yang menstimulasi
peningkatan suhu tubuh

28
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Gambaran kasus

Tn P berusia 60 tahun masuk via IGD RSUD Arifin Achmad pada tanggal 27
oktober 2018, dengan keluhan nyeri dada, nyeri saat melakukan inspirasi, batuk
selama 3 bulan , sesak nafas, demam, tidak nafsu makan, pada saat dilakukan
pengkajian pada tanggal 29 oktober 2018 pasien mengeluh anoreksia, batuk
produktif, nyeri dada, nyeri pada tenggorokan, nyeri saat menelan makanan, nyeri
pada seluruh tubuh, skala nyeri 5 konjungtiva anemis, bibir kering, pecah-pecah,
aoral kavity taampak kotor, ada sariawan pada lidah, turgor kulit kering, badan
lemah, pasien sesak, penggunaan otot bantu pernafasan , frekuensi nafas 30
x/mnt, gelisah, nyeri abdomen, skala nyeri 5, suara nafas ronki, pasien
mengatakan lemas,saat berjalan membutuhkan bantuan orang lain, kekuatan,
keluarga pasien mengatakan pasien 3 minggu lalu pernah dirawat di RSUD arifin
achmad , pasien mempunyai riwayat merokok sejak usia 11 tahun, dan riwayat
minum alkohol, pada saat dilakukan pemeriksaan fisik : Berat badan: 44 Kg,
Tinggi badan:165 cm, IMT: 16 Kg/m, Lingkar lengan: 22 cm, bising usus 15
x/mnt,kekuatan otot menurun (ekstremitas bawah kiri dan kanan 4, ekstremitas
atas kkiri dan kanan 4), irama jantung regular, tidak ada suara tambahan pada
jantung,dada tidak simetris kiri dan kanan, dada kanan tampak lebih menonjol,
tulang kosta tampak jelas, tidak ada jejas, teraba hangat, pola tidur pasien tidak
teratur, hasil pemeriksaan Tanda-Tanda Vital pasien: TD: 130/80 mmHg,
frekuensi nafas: 30 x/mnt, HR: 120 x/mnt, T: 36,5 c, hasil pemeriksaan diagnostik
: rontgen thoraks didapatkan ada tampak baayangan pada paru kiri dan kanan,
ziehn neelsen/KOH/gram ditemukan BTA: ditemukan adanya jamur, hasil
pemeriksaan labooratorium: HB: 11,4 g/dl (14,0-18,0 gr/dl) , leokosit: 11,79
10/πl, trmbosit 411 10̂3/πl, albumin 2,9 g/dl, ureum: 21 mg/dl, kreatinin 0,83

29
mg/dl, Na 126 mmol/L, K: 3,8 mmol/L, Cl 90 mmol/L. Pasien mendapatkan
therapy obat ceftrizocime, omprazole, ketorolak, N-asetil sistein, curcuma,
albumin, ondansentron dan OAT (Rifampisisn, Isoniazid,Pirazinamid)

3.2 Pengkajian

- INFORMASI UMUM

Nama pasien :Tn P

Umur : 60 thn

JK : laki-laki

Pekerjaan : petani

Alamat : petapahan, kampar

No RM : 99.75.89

Tgl masuk : 27 oktober 2018

MD : TB paru

- Keluhan Utama

Alasan masuk RS: pasien masuk via IGD pada tanggal 27 oktobr 2018 dengan
keluhan nyeri dada, nyeri pada saat melakuan inspirasi, demam, mual dan
muntah, tidak nafsu makan, nyeri dada sebelah kiri.

- Riwayat Penyakit Saat Ini

Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 29 oktober 2018 pasien


mengeluh, pasien tidak nafsu makan, batuk berdahak namun dahak sulit untuk
keluar nyeri dan sebelah kiri, nyeri pada tenggorokan saat menelan makanan,
nyeri pada tubuh, konjungtiva anemis, bibir kering, kulit kering, badan lemah,

30
ada sariawan pada lidah, sesak, penggunaan otot bantu nafas, gelisah, nyeri
pada abdomen, skala nyeri :5.

- Riwayat Penyakit Dahulu

Istri pasien mengatakan bahwa pasien mengalami batuk sudah 3 bulan dan
keluarga mengatakan pasien mengalami pakut proyektil 3 sudah 3 minggu
sebelumnya pasien pernah dirawat di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.

- Riwayat Kesehatan Keluarga

Keterangan:

: laki-laki

: perempuan

: pasien

: anggota keluarga yang sakit

31
Penjelasan

1. Abang kandung pasien meninggal karena mengalami penyait paru-paru dan


pernah mengalami muntah dan batu berdarah
2. Anak pertama pasien mengalami sakit jantung.
- PENGKAJIAN POLA KESEHATAAN FUNGSIONAL

Persepsi Managemen Kesehatan

Keluarga dan pasien tidak tahu mengenai penyait yang dialami pasien
sehingga membiarkan batuk pasien sampai 3 bulan lamanya.

- Nutrisi dan Metabolik

BB : 44 kg IMT : 16 kg/m

TB :165 cm LILA : 22 cm

Jenis diit : Makanan lunak

Pola makan : teratur

Intake makanan : 3 kali perhari 1500 kalori/hari

Intake cairan : 3 kali perhari 1500 kalori/hari

Jenis minuman : air putih

Intake parenteral : inj ceftrizoxime jumlah 2x1 ml/hari

Inj omeprazole jumlah 2x4 ml/hari

Inj ketorolax jumlah 3x30 ml/hari

Nausea : tidak ada

Vomiting : tida ada

32
Nafsu makan :ps mengatakan tidak nafsu makan, pasien mengatakan
saat makan mulut terasa hambar.

Gangguan menelan : ps mengatakan nyeri saat menelan makanan

Masalah gigi :Gigi pasien tampak kotor, banyak karies gigi, ada gigi
berlubang pada bagian belakang gigi. Warna gigi
kuning.

Masalah kulit :warna kulit sawo matang, turgor kulit tdak elastis,
akral dingin, tidak ada edema, CRT < 3 dtk, tidakk ada
lesi pada kulit.

Membrane mukosa : mulut tampak kotor,mukosa mulut kering terdapat


sariawan pada lidah.

Konjungtiva : anemis.

CRT : < 3 dtk

Bising usus : 15 x/menit

Masalah lain : tidak ada

- Aktivitas dan Latihan:

Gangguan aktivitas: ada gangguan aktivitas, pasien mengatakan lemah,


berjalan, pasien tidak mampu berjalan dengan jarak agak jauh, terjadi
penurunan kekuatan otot, terasa sesak saat berjalan, integritas kulit kering.

Makan :II (membutuhkan bantuan orang lain)

Mandi :II (membutuhkan bantuan orang lain)

Toileting :II (membutuhkan bantuan orang lain)

33
Berpakaian :II (membutuhkan bantuan orang lain)

Mobilisasi :II (membutuhkan bantuan orang lain)

Berhias :II (membutuhkan bantuan orang lain)

Gaya berjalan :Pasien tidak mampu berrjalan sendiri, pasien berjalan dengan
bantuan orang lain, dan pasien tidak mampu berjalan sendiri
dengan jarak agak jauh

Rage of motion : aktif

Kekuatan otot :menurun (ekstremitas bawah kiri dan kanan 4, ekstremitas atas
kiri dan kanan 4)

Irama jantung :regularS1& S2, dan tidak ada suara jantung tambahan

Pola nafas : tidak teratur, suara nafas ronki

Frekuensi nafas: 30 x/menit

Frekuensi nadi: 120 x/mnt

Tekanan darah: 130/80 mmHg

Inspeksi thorak : dada tidak simetris kiri dan kanan, dada kanan tampak lebiih
menonjol dari pada dada kiri, tulaang kosta tampak jelas, tidak
ada jejas, tidak ada hematom

Palpasi thorak : teraba hangat, taktil premitus kiri dan kanan.

Perkusi thorak : sonor

- Eliminasi

BAB

34
Pola BAB : teratur

Penggunaan laksatif : tidak ada

Konsistensi feses : lembek

Riwayat perdarahan : tidak ada

Hemoroid : tidak ada

BAK

Frekuensi : sedikit

Retensi : ada

Karakteristik urin : kuning pekat

Penggunaan diuretic : tidak ada

IWL : 27,5 ml/24

Balance cairan : 2.100-1500 = 600 cc/24 jam

Istirahat Tidur

Pola tidur/istirahat :keluargamengatakan tidur tidak teratur, pasien klau


tidur malam gelisah

Penggunaan obat penenang: tidak ada

Kegiatan menjelang tidur : berdo’a, dan bercerita dengan keluarga

Jam tidur/istirahat : hanya 2- 3 jam pada malam hari dan 2 jam pada siang
hari.

35
Gangguan tidur :pasien mengatakan ada gangguan tidur, pasien sering
terbangun karna batuk,, dan juga ada terasa nyeri pada
tubuh.

Akibat gangguan tidur: lemah, pusing, mengantuk.

Kognitif-Persepsi

tidak ada gangguan penglihatan,ada gangguan pendengaran, dan pasien


lambat dalam mengelola pertanyaan, suara pasien jelas namun artikulasi yang
tidak jelas, pasien mengatakan ada nyeri dada, skala nyeri 5

Persepsi-Konsep diri

Pasien merasa sedih atas penyakit yang dideritanya,pasien sedih tidak dapat
melihat anaknya yang sakit jantung.

Kontak mata : positif

Pola suara dan bicara : suara besar namun artikulasi tidak jelas

Gelisa/tenang : gelisah

Asertif/pasif : asertif

Hubungan Peran

Peran dikeluarga :pasienberperan sebagai kepala rumah tangga dalamm


keluarganya

Masalah dikeluarga :istri pasien mengatakan bahwa dalam keluarganya


saat ini ada beberapa orang yang sakit yaitu suami dan
anaknya

36
Hubungan :pasien dekat dengan istri dan anak-anaknya, dapat
dilihat selama sakit banyak keluarga yang mengunjungi
pasien.

Merasa kesepian : pasien tidak ada merasa kesepian

Merasa terisolasi : pasien tidak ada merasa terisolasi

Seksualitas-Reproduksi

Hubungan seksual :pasien dan istri tidak ada permasalahan

Kontrasepsi : tidak ada

Menstruasi :-

Koping-Stress

Stressor : sumber stressor bagi pasien adalah penyakit yang saat


ini dirasakan dan anaknya juga yang sedang sakit.

Strategi koping :pasien mengatakan dengan berusaha mematuhi


pengobatan yang saat ini dijalani.

Merasa tegang/relaks : pasien tampak sesekali tegang saat bercerita.

Managemen stress : pasien tidak ada menggunanakan obat-obatan dan


narkotika.

Nilai-kepercayaan

Pasien beragama Kristen, pasien dulunya tidak begitu aktif dalam kegiatan
keagamaan digereja.

Keadaan Umum

37
Gambaran umum : pasien lemah

Postur/cara berjalan :lemah, dengan bantuan atau dipapah oleh keluarga,


dan pasien tidak mampu berjalan secara mandiri.

Tingkata kesadaran :kompos mentis GCS: 15 (E:4, M:6, V:5)

Tanda-Tanda Vital :

Tekanan darah :130/80 mmHg

Freuensi Nafas :30 x/mnt

Frekuensi nadi :120 x/mnt

Suhu :36,50C

Hasil Pemeriksaan Diagnostik

Rontgen thoraks :ada tampak bayangan padaa paru sinistra

Ziehn neelsen/KOG/Gram : BTA: Ditemukan adanya jamur (+)

Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Jenis pemeriksaan Temuan Hasil normal satuan


HB 11,4 14,0-18,0 Gr/dl
HCT 11,79 4,80-10,80 10̂3/πl
WBC 411 150-450 10̂3/πl
Albumin 2,9 3,4-5,0 g/dl
AST 75 15-37 u/l
ALT 43 14-63 u/l
Ur 21 15-41 Mg/dl

38
Cr 0,83 0,55-1,30 Mg/dl
Na 126 135-145 Mmol/l
K 3,8 3,5-5,5 Mmol/l
CL 90 97-107 Mmol/l

Obat-obatan

1) Ceftrizoxime :2x 1 gr
2) Omeprazole :2x4 mg
3) Ketorolak :3x30 mg
4) N-asetil sistein :3x200mg
5) Curcuma :3x1
6) Albumin :3x1
7) Ondansentrone :3x1

HASIL PEMERIKSAAN BRADEN DIDAPATKAN

Pasien mengalami resiko rendah terjadinya dekubitus (skor: 15-16)

PEMERIKSAAN MORSE

Didapatkan pasien mengalami resiko jatuh rendah(skor:25-50)

PEMERIKSAAN STATUSS FUNGSIONAL

Pasien sangat ketergantungan (skor 0)

39
MCP KASUS

MD : TB Paru ND: ketidakseimbangan pemenuhan nutrisi


ND: bersihan jalan nafas tidak Key Assesment : kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan diet
efektif b.d produksi mukus yang kurang.
berlebih - Pasien mengeluh sesak nafas
- Pasien mengatakan lemah DS:
DS : - Pasien menggunakan otot bantu nafas
- Suara nafas ronki - Nafsu makan menurun
- Pasien mengatakan sesak - Batuk proyektil - Nyeri pada abdomen
- Pasien mengatakan lemah - Konjungtiva anemis - Nyeri saat menelan makanan
- Nyeri pada abdomen - Badan lemah
DO: - Nyeri pada dada
DO:
- Penggunaan otot bantu - Nyeri saat menelan makanan
nafas - Skala nyeri 5 - IMT : 16kg/m2
- Pola nafas yang abnormal - Nafsu makan menurun - BB: 44 kg
- Batuk produktif - BTA (+) - TB: 165 cm
- RR: 30 x/mnt - Rontgen thoraks :ada tampak bayangan - Kulit kering
- Takipnea pada paru kiri. - Kulit tidak elastic
- Hasil ziehl neelzen/KOH/Gram : - Konjungtiva anemis
- BTA (+)
ditemukan adanya jamur (+) - Bibir kering
Thy: - Hb: 11,4 gd/dl - Hb: 11,4
- Ceftrixozime Theraphy:
- N-asetilsistein
- OAT - Omeprazole
- Ondansentron
- curcuma

40
ND: Nyeri akut b.d agen cidera biologis
ND: intoleransi aktifitas b.d kelemahan umum
DS :
DS :
- Nyeri pada dada kiri
- Pasien mengatakan lemah
- Nyeri pada amdomen
- Pasien mengatakan tidak mampu
- Lemah
berjalan sendiri
DO: - Pasien mengatakan tidak mampu
berjalan agak jauh
- Ekspresi menunjukan nyeri
- Skala nyeri 5(Numeric Rating Scale) DO:
- TD : 130/80mmHg
- Kekuatan otot menurun(ekstermitas
- N : 120 x/mnt
bawah kiri dan kanan 4), (ekstermitas
- Hasil rontgen thoraks menunjukan
atas kiri dan kanan 4)
aadaanya byaangan pada paru sebelah
- TD: 130/80 mmHg
kiri
- N: 120 x/menit
Teraphy: - RR: 30 x/menit

- Antibiotic (ceftrizoxime)
- Analgetik (ketorolak)

41
3.4 Diagnosa Keperawatan

1) ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi mucus berlebih

2)ketidakseimbangan pemenuhan nutrisi kurang dari kkebutuhan tubuh b.d


ketidakmampuan mengabsorbsi makanan

3) nyeri akut b.d agen cidera biologis.

4) intoleransi aktifitas b.d kelemahan umum

3.5 Rencana Tindakan Keperawatan

Nama pasien : Tn P Nama preseptee : Kel 5


Ruangan : Unit paru terpadu NIM :
No RM : 99.75.89

Diagnose keperawatan: ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi mucus berlebih

Batasan karakteristik :
DS :
- sesak nafas
- lemah
DO:
- Penggunaan otot bantu nafas
- Pola nafas abnormal
- RR 30 x/mnt
- Suara nafas roni

42
NOC NIC

Tujuan : a. observasi
- status pernafasan: ventilasi - monitor tanda-tanda vital (TD,N,RR,T)
- status pernafasan - monitor kecepatan,irama, kedalaman,
kriteria hasil dan kesulitan nafas
- frekuensi nafas dalam batas normal - monitor keluhan sesak nafas pasien,
(16-24) termasuk kegiatan yang meningkatkan
- irama nafas dalam batas atau memperburuk sesak nafas.
normal(teratur) - Monitor adanya suara nafas tambahan
- tidak ada penggunaan otot bantu b. Mandiri
nafas - Mempalpasi kesimetrisan ekspansi paru
- kedalaman inspirasi dalam bataas - Mencatat pergerakan dada, catat
normal ketidaksimetrisan, penggunaan otot
- keseimbangan ventilasi bantu nafas
- Lakukan fisioterapi dada
c. Edukasi
- Ajarkan pasien teknik batuk efektif
- Anjurkan pasien minum air hangat
d. Kolaborasi
- Berkolaborasi dengan dokter dalam
penggunaan tambahan O2dan
pemberian therapy.

43
Diagnose keperawatan: ketidakseimbanngan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d asupan
diet kurang

Batasan karakteristik:
DS:
- Nafsu makan menurun
- Nyeri abdomen
- Badan lemah
DO:
- IMT: 16 kg/m2
- Kulit kering
- Konjungtiva anemis
- Bibir kering
- Hb : 11,4
NOC NIC

Tujuan: a. Observasi
- Nutrisi status: food and fluid intake - Monitor jumlah dan kandungan kalori
Criteria hasil: - Monitor lingkungan selama makan
- Adanya peningkatan BB sesuai - Monitor turgor kulit
kebutuhan - Monitor mual, muntah
- BB ideal - Monitor TTV ps (TD,N,RR,T)
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi - Monitor perubahan BB pasien
- Mampu mengidentifikasi b. Mandiri
kebutuhan nutrisi - Catat makanan kesukaan pasien
- Berikan makanan yang terpilih
- Kaji adanya alergi makanan
c. Edukasi
- Ajarkan keluarga bagaimana membuat
catatan makanan harian
d. Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi dalam

44
pemberian teraphy

45
Diagnose keperawatan: nyeri akut b.d agen cidera biologis

Criteria hasil:
DS:
- Nyeri menelan
- Nyeri pada dada kiri
- Nyeri pada perut
- Lemah
DO:
- Ekspresi wajah menunjukan nyeri(ps tampak meringis kesakitan)
- Skala nyeri 5(Numeric Rating Scale)
- TD:130/80 mmHg
- N: 120 x/mnt

46
NOC NIC

tujuan: a. Observasi
- Tingkat nyeri - Monitor reaksi verbal dan non verbal
- Tngkat kenyamanan pasien dari ketidaknyamanan
- Control nyeri - Monitor TTV pasien (TD, N,RR,T)
Criteria hasil: - Kontrol lingkungan yang dapat
- Mengontrol nyeri memengaruhi nyeri seperti suhu
- Mampu mengenali nyeri ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- TTV dalam batas normal (TD: - Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt, menentukan intervensi
RR: 16-24 x/mnt, T:36 0C) b. Mandiri
- Tidak mengalami gangguan tidur - Atur posisi pasien senyaman mungkin
- Ajarkan pasien teknik relaksasi nafas
dalam
- Ajarkan pasien untuk melakukan
distraksi
c. Edukasi
- Ajaran pasien teknik distraksi
- Ajarkan pasien teknik nafas dalam
d. Kolaborasi
- Kolaborasi dalam pemberian analgetik

47
3.6 Catatatan Tindakan Dan Perkembangan Pasien

No Dx Tgl/Jam Implementasi Evaluasii Paraf


1 31/10/2018 - memonitor tanda-tanda vital S:
(TD,N,RR,T) - Pasien
- memonitor mengatakan masih
kecepatan,irama, sesak namun
kedalaman, dan kesulitan sudah berkurang
nafas - Pasien
- memonitor keluhan sesak mengatakan agak
nafas pasien, termasuk enakan
kegiatan yang O:
meningkatkan atau - Ps tidak
memperburuk sesak nafas. menggunakan otot
- Memonitor adanya suara bantu nafas
nafas tambahan - Auskultasi dada
- Mempalpasi kesimetrisan ronki
ekspansi paru - Irama nafas
- Mencatat pergerakan dada, teratur
catat ketidaksimetrisan, A:
penggunaan otot bantu Masalah
nafas ketidakefetifan
- memberi bantuan terapy bersihan jalan
nafas jika diperlukan atur nafas b.d mucus
posisi pasien berlebih belum
- melakukan fisioterapi dada tertasi
- mengajarkan pasien tekhnik P:
batuk efektif Intervensi dilanjutkan
- menganjurkan pasien - Memonitor TTV
minum air hangat - Memonitor

48
- Berkolaborasi dengan kecepatan, irama
tenaga kesehatan lain dalam nafas
penggunaan O2 tambahan - Auskultasi dada

49
No Dx Tgl/Jam Implementasi Evaluasii Paraf
31/10/2018 - memonitor jumlah dan S:
kandungan kalori - Pasien
- Memonitor lingkungan mengatakan sudah
selama makan mulai nau makan
- Memonitor turgor kulit namun haanya
- Memonitor mual, muntah sedikit
- Monitor TTV ps - Mulut teraasa
(TD,N,RR,T) tidak enak
- Memonitor BB pasien O:
- mencatat adanya edema - TTV ps:
- mencatat makanan esukaan TD:130/80 mmHg
pasien N:120x/mnt
- memberikan makanan yang RR:28 x/mnt
terpilih T: 36,80C
- mengkkaji aadanya alergi - Turgor kulit
makanan kadang kadang
- mengajarkan keluarrga lembab
bagaimana membuat catat A:
makanan harian Masalah
- berkolaborasi dengan ahli kediakseimbangan nutrisi
gizi daam pemberian kurang dari kebutuhan
teraphy tubuh b.d ketidamampuan
menyerap nutrient belum
teratasi

P:
Intervensi dilanjutkan
- Monitor BB
pasien
- Monitor TTV

50
- Monitor jmlah
kalori dan nutrient

51
No Dx Tgl/Jam Implementasi Evaluasii Paraf
31/10/2018 - Memonitor reaksi verbal S:
dan non verbal pasien dari - Pasien
ketidaknyamanan mengatakan nyeri
- Memonitor TTV pasien agak berkurang
(TD, N,RR,T) - Pasien
- Mengontrol lingkkungan mengatakan sudah
yang dapat memengaruhi mulai bisa tidur
nyeri seperti suhu ruangan, O:
pencahayaan dan - TTV ps:
kebisingan TD:130/80 mmHg
- mengkaji tipe dan sumber N:120x/mnt
nyeri untuk menentukan RR:28 x/mnt
intervensi T: 36,80C
- megatur posisi asien - Skala nyeri 4
senyaman mungkin A:
- mengajaran pasien teknik Masalah nyeri akut b.d
distraksi agencidera biologis
- mengajarkan pasien teknikk belum teratasi
nafas dalam
- berk P:
- \berkolaborasi dalam Intervensi dilanjutkan
pemberian analgetik - Monitor reaksi
verbal dan
nonverbal pasien
dari
ketidanyamanan
- Monitor TTV
pasien
- Control ligkungan
yang dapat

52
mempengaruhi
yeri seperti suhu
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
- Ator posisi pasien
senyaman
mungkin
- Ajarkan teknik
nafas dalam
- Kolaborasi dalam
pemberian
analgetik

53
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Interpretasi dan diskusi


1. Identitas pasien
Pasien berjenis kelamin laki-laki dengan umur 60 tahun, hal ini
sesuai dengan penelitian rustono, didapatkan hasil penelitian penderita
TB Paru paling banyak terjadi pada orang dewasa dengan frekuensi
terbanyak umur diatas 45 tahun, riwayat merokok 54,7 % lebih besar
dari pasien tidak riwayat perokok, dan minuman keras 20,7% lebih
besar.
2. Pengkajian
Pengkajian yang telah dilakukan pada Tn P pada tanggal 27
oktober 2018 didapatkan bahwa alasan pasien masuk adalah pasien
mengeluh nyeri pada dada saat melakukan inspirasi, pasien juga
mengatakan batuk selama 3 bulan diikuti dengan sesak nafas, demam
pada malam hari disertai dengan keringat, pasien juga tidak nafsu
makan. Pada saat dilakukan pengakajian pada tanggal 29 oktober
pasien mengeluh batuk berdahak namun sulit keluar, pasien mengeluh
sesak, badan terasa lemas, pasien tampak menggunakan otot bantu
pernafasan, auskultasi pernafasan ronki, pasien mengatakan nyeri
dada, skala nyeri 5 (numeric rating scale (0-10) ), selain itu juga
pasien mengatakan nyeri pada seluruh tubuh, pasien juga mengeluh
nyeri pada abdomen, skala nyeri 4, pesien mengatakan sulit
tidur,pasien mengeluh tidak nafsu makan, mulut pasien tampak kotor,
lidah terdapat sariawan,pasien mengatakan nyeri pada tenggorokan
terutama pada saat menelan makanan, kulit tampak kering, turgor kulit
tidak elastis, kekuatan otot menurun (ekstremitas bawah kiri dan kanan
4, ekstremitas atas kiri dan kanan 4 ), konjungtiva anemis, IMT: 16k
kg/m2bentuk dada tidak simetris kiri dan kanan pada dada kanan

54
tampak lebih menonjol, tulang kosta tampak jelas, tidak ada jejas, dan
dada teraba hangat.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb:11,4 gr/dl,
leokosit:11,79 103/ul, albumin:2,9 gr/dl, ureum: 21 mg/dl,
creatinin:0,83 mg/dl. Kemudian dari hasil pemeriksaan diagnostic
didapatkan tampak adanya gambaran berawan pada paru kiri dan
kanan, hasil pemeriksaan genexpert ditemukan adanya BTA (+)
ditemukan adanya jamur.
Menifestasi klinis yang ditemukan pada Tn P sejalan dengan
tinjauan teori yaitu berat badan menurun diketahui IMT:16
kg/m2kpasien mengeluh demam pada malam hari, adanya batuk lebih
dari 30 hari, adanya masalah pada saluran cerna, BTA (+). (hartoyo
dan Roni, 2010).

3. Diagnosis keperawatan
Tahap ini merupakan langkah awal yang dilakukan kelompok
dalam melakukan asuhan keperawatan pada Tn P. didiagnosa
keperawatan yang didapat adalah pernyataan yang menguraikan respon
aktual atau potensial pasien terhadap masalah kesehatan perawat
mempunyai izin dan berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual
dan potensial pasien didapatkan dari data dasar pengkajian, tinjauan
literatur yang berkaitan, catatan medis pasien, dan konsultasi dengan
professional lain yang kesemuanya dikumpulkan selama pengajian
(potter & perry,2005).
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus berlebih
b. Ketidakseimbangan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh b.d ketidakmampuan mengabsorbsi nutrient
c. Nyeri akut b.d agen cidera biologis
d. Intoleransi aktifitas b.d kelemahan umum.

55
Pengangatan diagnose ini didapatkan dari hasil pengkajian dengan
menggunaan format pengajian KMB STIKes Payung Negeri. Adapun
acuan dalam penyusunan intervensi keperawatan, kelompok
menggunakan referensi diagnose NANDA tahun 2018-2020 dan
standar diagnosa keperawatan Indonesia (SDKI) edisi ke-1 tahun 2017
dan disesuaikan dengan keadaan pasien.

4. Intervensi
Penyusunan intervensi keperawatan dilakukan sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang telah ditegakan.Intervensi atau
perencanaan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tujuan
yang berpusat pada klien dan hasil yang diperlukan ditetapkan dan
intervensi keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter
& Perry, 2005).
Adapun acuan dalam penyusunan intervensi kelompok
menggunakan NOC dan NIC dan disesuaikan dengan keadaan pasien.
Diagnosa yang utama yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif .Tujuan
(NOC): setelah dilakukan tindakan keperawatan 2x24 diharapkan
bersihan jalan paten. Dengan keriteria hasil, frekuensi nafas dalam
batas normal (16-24 x/ menit), Irama nafas normal (regular), tidak ada
menggunakan otot bantu nafas, suara nafas vesikuler. Berdasarkan
jurnal EBN (evidence based nursing) yaitu Pengaruh Latihan Batuk
Efektif Terhadap Frekuensi Pernafasan Pasien TB Paru.Ketidak
efektifan jalan nafas adalah suatu ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk
mempertahankan bersihan jalan nafas, sehingga memerlukan
intervensi untuk dapat mengurangi dampak negative dari
ketidakefektifan bersihan jalan nafas. Salah satu dari banyaknya
intervensi keperawatan yang mendukung dengan latihan batuk efektif
terhadap frekuensi pernafasan pasien TB Paru, yang dimana batuk
efektif adalah aktivitas perawat untuk membersihakan sekresi pada

56
jalan nafas, yang berfungsi untuk mningkatkan mobilisasi sekresi dan
mencegah resiko tinggi retensi sekresi. Intervensi ini diharapkan
mampu mengembalikan frekuensi nafas pasien dalam batas normal
(16-24 x/ menit ). (Sasono Mardiono,2013). Saat mengaplikasikan
jurnal tentang latihan batuk efektif pada Tn.P di dapatkan bahwa
pasien mampu melakukan latihan batuk efektif, sehingga secret dapat
keluar, namun pasien sulit menerapkan secara mandiri.
Intervensi yang dilakukan selanjutnya yaitu pemberian posisi semi
fowler terhadap Respiratory rate pasien TB paru
(Aini.dkk,2017). Posisi semi fowler mampu memaksimalkan ekspansi
paru dan menurunkan upaya penggunaan alat bantu otot
pernapasan.Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas besar untuk dikeluarkan
(Muttaqin 2008). Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menurunkan
konsumsi O2 dan menormalkan ekspansi paru yang maksimal, serta
mempertahankan kenyamanan Posisi semi fowler bertujuan
mengurangi resiko stasis sekresi pulmonar dan mengurangi resiko
penurunan pengembangan dinding dada (Musrifatul, 2012).Posisi yang
paling efektif bagi pasien dengan penyakit tb paru adalah diberikannya
posisi semifowler dengan derajat kemiringan 30- 45° (Yulia, 2008).
Saat mengaplikasikan jurnal tentang pemberian posisi semi fowler, di
dapatkan hasil sesak pasien berkurang dengan penurunan frekuensi
nafas dari 30x/menit menjadi 24x /menit.
Diagnosa ke dua yaitu ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan mengabsorbsi
nutrient. Tujuan (NOC) : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam diharapkan ketidak seimbangan nutrisi kurang dari
kebtuhan tubuh dapat teratasi. Kriteria Hasil : adanya peningkatan
berat badan ideal, tidak ada tanda-tanda malnutrisi, mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.

57
Diagnosa ke tiga yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
biologis. Tujuan (NOC) : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 2x24 jam nyeri akut dapat teratasi. Kriteria Hasil: pasien
mampu mengontrol nyeri, pasien mampu mengontrol nyeri TTV dalam
batas normal, dan tidak mengalami gangguan tidur.
Diagnosa ke empat yaitu intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan umum. Tujuan (NOC) : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24 jam intoleransi aktivitas dapat teratasi .
Kriteria Hasil : TTV dalam batas normal, mampu melakukan aktivitas
secara mandiri, pasien mampu berpindah dengan atau tanpa alat bantu.

5. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan nyata yang dilakukan perawatan
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien untuk
mengurangi permasalahan yang dialami pasien, sehingga tujuan
keperawatan nantinya akan memberikan asuhan keperawatan dengan
cara menyesuaikan antara teori dan kebutuhan pasien. Implementasi
adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari
asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan.Selama implementasi
perawat mengkaji kembali pasien, memodifikasi rencana asuhan
keperawatan dan menuliskan kembali hasil yang diharapkan sesuai
kebutuhan (Potter & Perry, 2005).
Diagnosa utama yaitu bersihan jalan nafas tida efektif b.d produksi
mucus berlebih, yang dilakukann yaitu memonitor tanda-tanda vital
pasien (TD, Nadi, Frekuensi nafas, Suhu tubuh) memonitor kecepatan ,
irama kedalaman, dan kesulitan nafas, memonitor keluhan sesak nafas
pasien, termasuk kegiatan yang meningkatan atau memperburuk sesak
nafas, memonitor suara nafas tambahan, mempalpassi kesimetrisan
ekspansi paru, mencatat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan dada,
dan penggunaan otot bantu nafas, mengatur posisi pasien senyaman

58
mungkin, melakukan fisioterapi dada, menganjurkan minum air
hangat, berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapy dan
tambahan O2, dan penerapan EBN (Evidance Based Nursing )
pengaruh latihan batuk efektif terhadap frekuensi pernafasan pasien
TB paru kelompok menerapkan hasil riset pada hari rabu tanggal 7
november 2018 dengan cara menjaga privacy pasien terlebih dahulu,
meminta pasien meletakan satu tangan di dada dan satu tangan di
abdomen, melatih pasien melakukan nafas perut (menarik nafas dalam
melalui hidung hingga 3 hitungan , juga mulut tetap ditutup) lalu
meminta pasien menghembuskan nafas sampai hitungan ke 3 dan
membatukan dengan kuat lalu menampung lender dengan sputum pot.
Setelah dilakukan pasien dapat mengeluarkan dahak, dan setelah
diauskultasi suara nafas ronki, nafas mulai efektif dan pasien tampak
tenang.
6. Evaluasi
Kelompok melakukan evaluasi kepada pasien lebih kurang 15
menit setelah diberikan intervensi serta hanya sesuai dengan jadwal
dinas anggota kelompok. Diagnosa keperawatan belum teratasi dan
masih belum teratasi sepenuhnya. Evaluasi keperawatan adalah proses
keperawatan untuk mengukur respon pasien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan pasien kearah pencapaian tujuan (Potter &
Perry, 2005).
Evaluasi diagnosa utama yaitu bersihan jalan nafas tidak efektif b.d
produksi mucus berlebih selama 5 hari yaitu: pasien mengatakan sesak
berkurang, pasien mengatakan sudah mulai enakan atau nyaman,
pasien tidak menggunakan otot bantu nafas, auskultasi nafas (ronki),
irama nafas teratur, bersihan jalan nafas berhubungan dengan produksi
mucus berlebih sebagian teratasi, intervensi dilanjutkan dengan
menerapkan latihan batuk efektif pada pasien.

59
7. Penerapan evidence based latihan batuk efektif
a. Keterbatasan penerapan evidence based
Selama penerapan evidance based ada beberapa keterbatasan yang
dialami oleh perawat yaitu pasien tidak dapat terpantau selama 24
jam dalam melakukan latihan batuk efektif yang mana jadwal dinas
perawat yang tidak 24 jam penuh dan juga pasien sering lupa cara
yang benar dalam penerapan latihan batuk efektif.
b. Hal yang mendukung penerapan evidance based
Hal yang mendukung penerapan latihan batuk efektif pada Tn P
adalah yang mana keluarga pasien kooperatif dalam membantu
pasien untuk menerapkan latihan batuk efektif.

60
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit tuberculosis paru disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis.Sebagian besar bakteri mycobacterium tuberculosis
menyerang organ paru-paru (80%) dan menyerang organ diluar paru-paru
lainya (20%).
Kasus sseminar yang kami ambiil di ruangan paru terpadu adalah
TB paru, yang dialami Tn P. Salah satu masalah keperawatan yang dialami
Tn P adalah bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
produksi mucus berlebih. Setelah dilakukan intervensi yakni
memposisikan pasien untu meningkatkan ventilasi, mengajarkan teknik
batk efektif, menganjurkan inum air hangat, memonitor TTV,
mengauskultasi suara nafas tambahan, memberikan oksigen sesuai
indikasi.
B. Saran
1. Bagi mahasiswa
Diharapkan dapat menjadi referensi tentang laporan dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan TB paru
2. Bagi institusi pendidikan
Makalah ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya mengenai asuhan
keperawatan pada pasien TB paru
3. Bagi rumah sakit
Sebagai referensi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
bagi pasien dengan TB paru.

61

Anda mungkin juga menyukai