Anda di halaman 1dari 45

BPSL

BUKU PANDUAN SKILLS LAB

PEMULIHAN SISTEM
STOMATOGNATIK III
(ILMU BEDAH MULUT)

SEMESTER VI
TAHUN AKADEMIK 2014-2015

BLOK 3.6.11

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI


[Date]

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

1
BUKU PANDUAN SKILLS LAB
BLOK 3.6.11
PEMULIHAN SISTEM
STOMATOGNATIK III
(ILMU BEDAH MULUT)

SEMESTER VI
TAHUN AKADEMIK 2014-2015

Penyusun :
 Tim SL Blok 3.6.11
Editing :
 Sekretariat Blok
Desain & Layout :
 Tim Sekretariat Blok

Cetakan : Februari, 2015


PSPDG FK UB
[Date]

2
MATERI I: ASEPSIS

Semua bentuk tindakan pada praktek Kedokteran Gigi khususnya di bidang Ilmu Bedah
Mulut dan maksilofasial selalu mensyaratkan dipenuhinya prinsip asepsis dan teknik penataan kamar
operasi yang khusus. Hal ini penting untuk mencegah infeksi yang terjadi paska operasi dan
penularan suatu penyakit dari pasien satu ke pasien lainnya, serta dari pasien ke operator maupun
sebaliknya.

Berbagai pengetahuan mengenai teknik , sarana, dan tatalaksana diperlukan untuk


mencapai keadaan seperti pada gambar di atas, mulai dari tatacara pengaturan zona steril dalam
ruangan, penggunaan masker dan penutup kepala, penggunaan baju operasi, penggunaan linen
untuk dook sehingga menjamin sterilisasi saat prosedur operasi sekaligus menjadi sarana kontrol
infeksi dalam kamar operasi.
Bila kita membicarakan prinsip asepsis, muncul beberapa istilah yang sering digunakan,
seperti:
 Asepsis : suatu keadaan bebas kuman
 Teknik asepsis : suatu cara dan tindakan yang dilakukan untuk mencapai keadaan bebas
kuman
 Antiseptik : sebuah bahan pembasmi kuman yang digunakan pada kulit atau jaringan
hidup untuk tujuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme tanpa membunuh
mikroorganisme tersebut.
 Desinfeksi : suatu proses kimia atau fisika untuk membunuh semua mikroorganisme
patogen kecuali spora
 Sterilisasi : suatu proses untuk membunuh semua mikroorganisme patogen maupun
non patogen termasuk virus dan spora bakteri resisten dengan mengeliminasi secara
menyeluruh menggunakan alat atau bahan sterilisasi

METODE STERILISASI
I. PEMANASAN
 Panas basah dengan tekanan uap
Membunuh mikroorganisme dengan melakukan denaturasi dan kuagulasi
protein sel
Menggunakan autoklaf:
 Suhu 121°C tekanan 1 atm selama 15 menit
[Date]

 Suhu 134°C tekanan 2 atm selama 3 menit

3
Sesuai untuk instrumen bedah dari metal, plastik, fiber dan linen
Keuntungan :
 Mudah, cepat dan aman digunakan dengan hasil penetrasi yang
bagus
 Tidak meninggalkan residu yang berbahaya
 Bahan dari stainless steal dapat disterilkan berulang-ulang
Kerugian :
 Instrumen tajam dapat menjadi tumpul karena korosi
 Bila bahan yang distrerilkan mengandung lemak atau minyak akan
meninggalkan kerak sehingga merusak alat
 Hasil maksimal hanya bila uap dapat berkontak langsung dengan
seluruh area yang akan disterilkan
Gambar:

 Panas kering

Mensterilkan objek dengan bahan dasar yang tidak menyerap minyak, tidak
terbuat dari minyak dan bubuk
Prinsip kerjanya menyebabkan oksidasi fisik sehingga protein sel
mikroorganisme mengalami koagulasi
Karena tidak menggunakan tekanan, metode ini memerlukan suhu yang
lebih tinggi :
 1 jam suhu 171°C
 2 jam suhu 160°C
 3 jam suhu 140°C
 6 jam suhu 121°C
Keuntungan :
 Protektif pada bahan yang lembut atau instrumen tajam seperti
gunting, sonde, ekscavator
 Dapat mensterilkan bahan kaca atau instrumen yang mengandung
ulir (dibongkar pasang)
 Tidak menumpulkan instrumen berbahan carbon steel
Kerugiannya :
 Paparan yang lama
 Overexposure dapat merusak beberapa material
 Tidak dapat digunakan untuk material kain, karet dan plastik
Gambar :
[Date]

4
II. KIMIAWI
 Alkohol
Konsentrasi efektif pada 70%-95%, membunuh mikroorganisme dengan
koagulasi protein
Bersifat bakterisidal, pseudomonosidal da fungisidal pada paparan minimal
10 menit
Bersifat tuberkulosidal dan virusidal pada paparan minimal 15 menit
Digunakan untuk desinfeksi ruangan, kursi, tempat tidur pasien, pegangan
lampu, dsb
Kerugian :
 Mudah menguap sedangkan kerja ekeltifnya hanya dalam bentuk
cair
 Dapat meninggalkan bercak putih di lantai dan furniture
 Mudah terbakar
 Chlorine ( sodium hypochlorite )
Membunuh bakteri dengan oksidasi enzim sel
Pengenceran efektif pada 1:10 sampai 1:100
pH yang rendah akan meningkatkan efektifitas biosidal
(bakteri, fungi,tuberkulose dan virus)
dapat digunakan pada lantai dan furniture dengan aman, namun korosif
pada metal dan menimbulkan bau menyengat
 Glutaraldehid
Membunuh mikroorganisme dengan denaturasi protein sel
Efektif dengan pengenceran 1:16 atau dengan konsentrasi 2%
Keuntungannya:
 Non korosif untuk instrumen endoskop dan kaca
 Aman untuk plastik dan karet
 Bersifat bakterisidal pada paparan minimum 10 menit pada
temperatur kamar, kecuali untuk mencapai tuberculosidal
memerlukan paparan selama 45-90 menit
 Untuk efek sporisidal minimum paparan 10 jam dengan suhu kamar
Kerugiannya:
 Bahan tidak boleh direndam terlalu lama
 Setelah perendaman, bahan harus dibilas sebelum digunakan sebab
residunya dapat mengiritasi mukosa
 Bau dan uapnya mengiritasi mukosa mata, hidung dan tenggorokan
III. RADIASI
 Sumber utamanya adalah partikel beta dan sinar gamma
 Partikel beta  ionosasi  mematikan mokroorganisme
 Sinar gamma menggunakan partikel Cobalt 60  bekerja melalui gelombang
elektromagnetik dengan efektifitas yang jauh lebih besar dari partikel beta
 Waktu efektif sterilisasi sekitar 10-20 jam
 Keuntungan :
[Date]

5
Dapat masuk lebih detail dalam material
Temepratur rendah dan prosesnya kering
Tidak ada residu
Dapat melakukan penetrasi pada obyek besar sekalipun
 Kerugian :
Dapat menimbulkan efek paparan radiasi baik pada operator maupun
lingkungan sehingga memerlukan ijin khusus dan peralatan penunjang yang
khusus
PRINSIP STERILISASI
I. Holding ( presoaking )
 Digunakan bila peralatan tidak bisa segera dilakukan pencucian
 Tujuannya untuk mencegah saliva dan darah mengering
 Bahan : glutaraldehyde
 Harus diganti setidaknya sekali dalam sehari
II. Precleaning
 Dapat menggunakan alat ultrasonic cleaning atau dengan sikat manual
 Sikat hanya untuk melepaskan debris yang besar, tidak boleh terlalu keras karena
merusak ketajaman alat, selebihnya menggunakan semprotan air pada saat
pembilasan
 Pembersihan manual meningkatkan resiko tergores atau tertusuk alat sehingga
harus dikerjakan dengan hati-hati dan dengan perlengkapan khusus (sarung tangan
dan schot)
III. Corrosion control, drying, lubrication
 Untuk menjaga instrumen putar agar tidak berkerak dan engsel alat tetap terjaga
baik
 Perhatikan agar sisa lubricant dibersihkan sebelum masuk dalam sterilisator
 Pengeringan merupakan kunci utama untuk mempertahankan ketahanan hasil
sterilisasi dan keawetan instrumen
 Pada tahap ini khusus instrumen tajam dapat diberikan perlindungan berupa selang
karet agar sisi tajam terjaga
IV. Packing
 Tujuan utamanya untuk menjaga agar instrumen yang telah disterilkan tidak mudah
terkontaminasi kembali saat penyimpanan dan pendistribusian
 Gambar:
[Date]

6
V. Sterilization
 Berbagai pilihan cara melakukan sterilisasi selain berdasarkan ketersediaan
peralatan juga perlu memperhatikan klasifikasi peralatan yang hendak disterilkan
sehingga dapat diputuskan metode sterilisasi terbaik yang akan digunakan.
 Salah satu yang harus diperhatikan adalah klasifikasi alat sbb:

 kategori kritis dan semikritis memerlukan sterilisasi yang menjamin keadaan zero
microorganism , bedanya pada peralatan semikritis tertentu yang tidak
memungkinkan menggunakan autuclav dapat digunakan desinfektan saja,
sedangkan untuk alat non kritis cukup dengan antiseptik saja karena biasanya
memiliki ukuran yang besar.

VI. Handling processed instruments


 Drying and Cooling
 harus dilakukan dengan perlahan agar menghindari efek pengembunan pada
instrumen
 Caranya ada yang manual, ada yang termasuk dalam serial mesin sterilisator
yang menggunakan vacuum cycle
 Storage
 Prinsipnya First in-first out
 Maksimum penyimpanan pada suhu kamar tanpa indikator internal adalah 1
bulan, namun tergantung pada cara penyimpanan dan perlakuan operator
yang melakukan

ANTISEPTIK
Antiseptik yang sering digunakan di bidang Bedah Mulut dan Maksillofasial antara lain
adalah yang digunakan untuk melakukan asepsis dan cairan yang digunakan untuk cuci tangan.
I. Alkohol
 Alkohol yang digunakan sebagai antiseptik adalah dengan konsentrasi 60-70%
 Dapat bersifat bakterisid yang kuat dan mula kerja cepat baik pada bakteri gram
positif maupun negatif, tapi tidak efektif untuk spora
 Kegunaannya sebagai antiseptik kulit sebelum tindakan injeksi dan untuk
pembersihan iodium dari kulit
[Date]

7
II. Povidon iodium
 Merupakan kompleks iodium dengan polivinilpirolidon yang tidak merangsang
 Masa kerjanya lebih lambat dari iodium murni namun tidak iritatif sehingga dapat
digunakan pada wajah, genetalia eksterna, selaput lendir, luka pada kulit bahkan
yang kotor dan terinfeksi sekalipun
 Mudah dicuci karena larut dalam air dan tidak menimbulkan bau menyengat.
III. Klorheksidin
 Dapat digunakan sebagai cairan pencuci tangan, perendam alat, asepsis pada kulit
dan mukosa serta sebagai obat kumur.
 Sediaanya antara lain dalam bentuk : Hibiscrub, Savlon, Hibitane,dll
 Sifatnya tidak berwarna, mudah larut dalam air, tidak merangsang dan mengiritasi
mukosa, serta baunya tidak menyengat
 Kekuatannya seperti iodium namun kerjanya lebih lambat
IV. Perhidrol
 Merupakan antiseptik yang lemah dengan masa kerja yang pendek dan konsentrasi
2-3%
 Penggunaannya ditujukan terutama untuk mengeluarkan kotoran dari dalam luka
dan menyebabkan terbunuknya kuman anaerob dengan oksigen yang terlepas pada
saat paparan
 Makin kuat semprotan dan makin kuat penggosokan luka, makin banyak oksigen
yang dilepaskan sehingga penggunaannya makin efektif

CUCI TANGAN
Berbagai metode diperkenalkan dalam pada kampanye kesehatan baik pada di kalangan
pelayan kesehatan maupun masyarakat awam, mengingat peranan cuci tangan sangat signifikan
untuk mengendalikan penyebaran infeksi secara luas, namun pada prinsipnya di bidang Bedah Mulut
dan Maksilofasial dikenal 2 macam metode cuci tangan yaitu cuci tangan bedah dan cuci tangan
biasa.
1. Cuci tangan biasa (WHO)
[Date]

8
[Date]

9
2. Cuci tangan bedah
a. Lepas semua perhiasan, termasuk cincin dan jam tangan
Basahi tangan dengan air Gunakan cairan antiseptik sesua
dengan petunjuk, cuci tangan dan lengan bawah secara
menyeluruh dan bilas

b. Gunakan sekali lagi cairan antiseptik, sebarkan keseluruh


permuakaan tangan dan lengan bawah

c. Mulai dengan tangan, gunakan pembersih kuku untuk


membersihkan daerah bawah kuku kedua tangan

d. Bersihkan kuku secara menyeluruh, kemudian jari-jari,


sela-sela jari, telapak tangan dan punggung tangan. Cuci
tiap jari seakan-akan mempunyai empat sisi

e. Berikutnya scrub daerah pergelangan tangan pada tiap


tangan

f. Setelah seluruh pergelangan tangan telah di-scrub, bagian


lengan bawah juga di-scrub, pastikan gerakan dari bawah
lengan menuju siku Ulangi pada lengan satunya, dari
lengan bawah menuju siku

g. Bilas tangan dan lengan bawah secara menyeluruh dan


pastikan letak telapak tangan lebih tinggi dari siku. Posisi
ini dipertahankan sampai sarung tangan telah terpasang
[Date]

10
h. Tahap pengeringan menggunakan kain/ handuk steril
dengan mempertahankan aliarn air tidak kembali ke
telapak tangan dan saat menyeka, sisi yang sudah
digunakan tidak boleh digunakan lagi

PENGGUNAAN SARUNG TANGAN MANDIRI

Penggunaan sarung tangan yang diperkenalkan pada skill lab ini adalah pengguanaan sarung tangan
mandiri, tanpa penolong / asisten seperti tampak pada gambar berikut ini:

INSTRUKSI SKILL LAB:

a. Lakukan cara mencuci tangan non bedah dengan menggunakan hand rub
b. Lakukan pemasangan sarung tangan yang benar
c. Lakukan persiapan tahapan sterilisasi pada instrumen yang disediakan, pilahlah sesuai
[Date]

dengan kriteria sterilisasinya

11
MATERI II : ARMAMENTARIUM

Pada materi Skill lab berikut ini akan dibicarakan tentang berbagai peralatan yang akan digunakan
dalam pekerjaan di Bedah Mulut dan Maksilofasial baik peralatan untuk pencabutan gigi sederhana
maupun peralatan dasar pada prosedur bedah minor.

Silahkan membuka PPT Armamentarium

Tugas untuk mahasiswa:

a. Mempelajari peralatan untuk pencabutan sederhana yang disediakan berikut cara kerjanya
dan cara menggunakannya
b. Mempelajari peralatan untuk bedah minor sederhana yang disediakan berikut cara kerjanya
dan cara menggunakannya

MATERI III: ANESTESI LOKAL

Persiapan alat dan bahan

Persiapan penderita

Prosedur umum anestesi lokal

Melakukan teknik anestesi lokal

di rahang atas di rahang bawah

Mengevaluasi hasil anestesi lokal


yang telah dilakukan
[Date]

12
ANESTESI LOKAL DI RONGGA MULUT

ALAT DAN BAHAN


Alat-alat (gambar 1):
1. kaca mulut
2. pinset dental
3. sonde
4. cotton stick
5. disposable injection syringe (semprit injeksi)
6. sarung tangan

Bahan-bahan (gambar 1):


1. larutan antiseptik (larutan povidone iodine 10%)
2. larutan anestesi lokal (lidocaine 2% dengan adrenaline 1:80.000) dalam ampul 2 cc

Gambar 1. Alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan pada prosedur anestesi lokal
di rongga mulut: neer bekken yang berisi kaca mulut, pinset, sonde dan cotton stick,
sepasang sarung tangan, botol yang berisi bahan antiseptic, disposable syringe,
ampul yang berisi larutan anestesi lokal
[Date]

13
PERSIAPAN PENDERITA dan PROSEDUR UMUM ANESTESI LOKAL

PERSIAPAN PENDERITA
1. Pastikan bahwa penderita sudah makan, atau setidaknya tidak sedang merasa lapar,
sebelum tindakan anestesi lokal
2. Dudukkan penderita pada posisi semi supine, pada posisi demikian penderita akan
merasa lebih nyaman, prosedur anestesi lebih mudah dilakukan, dan kemungkinan
terjadinya vasovagal syncope dapat dikurangi (gambar 2).

Gambar 2. Penderita didudukkan pada posisi semi supine selama prosedur anestesi
lokal

PROSEDUR UMUM ANESTESI LOKAL


1. Ambil sebuah disposable syringe, pastikan hal-hal berikut ini:
a. Masih tersimpan pada pembungkus dan tidak terdapat cacat atau robekan
b. Periksa tanggal kadaluwarsa
c. jarum pada barrel dieratkan terlebih dahulu sebelum membuka pembungkusnya
dengan memutar hub searah jarum jam, kemudian handle pada syringe didorong
sehingga plunger menyentuh ujung barrel, baru kemudian pembungkus syringe
dibuka (gambar 3)
2. Ambil sebuah ampul yang berisi cairan anestesi lokal, periksa keterangan pada dinding
ampul yang mencantumkan: kandungan, konsentrasi, dan volume larutan anestesi lokal,
kandungan dan konsentrasi bahan vasokonstriktor, dan tanggal kadaluarsa cairan
anestesi lokal tersebut (gambar 4)
[Date]

14
Gambar 3. Cara membuka disposable syringe

Jarum pada barrel dieratkan terlebih dahulu sebelum membuka pembungkusnya dengan memutar hub searah
jarum jam (kiri), kemudian handle pada syringe didorong sehingga plunger menyentuh ujung barrel (tengah),
baru kemudian pembungkus syringe dibuka (kanan)

Gambar 4. Cara membuka ampul. Ambil sebuah ampul yang berisi cairan anestesi lokal, sebelum membukanya
periksa terlebih dulu apakah seluruh cairan berada di bawah leher ampul, apabila ada cairan yang masih
berada di atas leher ampul (kiri) lakukan ketukan pada dinding ampul dengan jari tangan (tengah) atau putar
ampul dengan gerakan sentrifugal sampai seluruh cairan berada di bawah leher ampul (kanan)

3. Sebelum mematahkan leher ampul pastikan bahwa seluruh cairan berada di bawah
leher ampul, apabila ada cairan yang masih berada di atas leher ampul lakukan ketukan
pada dinding ampul dengan jari tangan atau putar ampul dengan gerakan sentrifugal
sampai seluruh cairan berada di bawah leher ampul (gambar 4)
4. Leher ampul dipatahkan, lalu penutup jarum pada disposable syringe dibuka, kemudian
larutan anestesi lokal di dalam ampul tersebut dihisap dengan jarum injeksi sampai
seluruh cairan anestesi lokal berpindah ke dalam barrel tanpa ujung jarum menyentuh
dinding ampul (gambar 4)
[Date]

15
5. Setelah semua cairan telah terhisap ke dalam barrel penutup jarum dipasang kembali
dengan hati-hati jangan sampai ujung jarum menyentuh penutupnya, kemudian
diperiksa apakah ada gelembung udara di dalam cairan di dalam barrel tersebut, apabila
terdapat gelembung udara dilakukan ketukan pada dinding barrel sampai semua
gelembung udara keluar dari cairan yang ada kemudian dorong handle sampai terlihat
ada cairan yang keluar dari ujung jarum (gambar 5)

a b c d e
c e
Gambar5. Ampul dipatahkan pada bagian lehernya (a & b), larutan anestesi lokal di dalam ampul tersebut
dihisap dengan jarum sampai seluruh cairan anestesi lokal berpindah ke dalam barrel tanpa ujung jarum
menyentuh dinding ampul(c), kemudian handle pada syringe ditarik perlahan-lahan dan dinding barrel diketuk-
ketuk untuk mengeluarkan gelembung udara di dalam cairan (d), handle kemudian didorong dengan perlahan-
lahan sampai cairan anestesi mengisi seluruh barrel dan terlihat ada tetesan cairan keluar dari ujung jarum (e)
---

Gambar 6. Daerah tempat tusukan jarum dikeringkan dengan kasa steril lalu diulasi dengan cairan antiseptik
menggunakan cotton stick (kiri), ujung jarum ditusukkan pada mukosa dengan perlahan-lahan, perlu
diperhatikan bahwa bevel pada ujung jarum selalu menghadap ke arah tulang (kanan)

6. Keringkan daerah yang akan menjadi tempat tusukan jarum dengan kasa steril lalu ulasi
daerah tersebut dengan cairan antiseptik secukupnya (gambar 6)
7. Jarum ditusukkan pada mukosa di daerah yang dituju secara perlahan-lahan, perlu
diperhatikan bahwa bevel pada ujung jarum selalu menghadap ke arah tulang (gambar
6); sebelum cairan anestesi lokal diinjeksikan mutlak dilakukan aspirasi (gambar 7);
apabila terlihat darah masuk ke dalam barrel maka tariklah jarum keluar dari mukosa.
Catatan: (1) Tempat insersi jarum dan kedalaman tusukan jarum pada mukosa
disesuaikan dengan gigi yang akan dianestesi dan teknik anestesi yang digunakan; (2)
[Date]

Aspirasi adalah tindakan menarik sedikit handle pada syringe sesaat untuk mengetahui
kemungkinan masuknya ujung jarum ke dalam pembuluh darah

16
Gambar7. Setelah ujung jarum sampai pada daerah sasaran maka sebelum cairan anestesi diinjeksikan harus
dilakukan aspirasi terlebih dahulu dengan cara menarik handle selama beberapa saat (kiri), bila tidak ada darah
yang masuk ke dalam barrel maka cairan anestesi diinjeksikan dengan cara mendorong handle perlahan-lahan
menggunakan palmar manus (kanan)

8. Apabila pada aspirasi tidak terlihat terhisapnya darah maka injeksikan cairan anestesi
lokal secara perlahan-lahan untuk mengurangi rasa nyeri yang timbul selama injeksi dan
menghindari terjadinya toksisitas cairan anestesi lokal
9. Setelah injeksi cairan anestesi lokal selesai tariklah jarum dari daerah kerja secara
perlahan-lahan dan bertahap untuk mencegah timbulnya perdarahan di tempat tusukan
jarum, efek anestesi mulai terasa beberapa detik sampai beberapa menit setelah injeksi,
pada umumnya efek anestesi lokal sudah tercapai dalam waktu 5 menit
[Date]

17
TEKNIK-TEKNIK ANESTESI LOKAL DI RAHANG ATAS

Infiltrasi Lokal pada Membran Mukosa (submucosal injection)


1. saraf yang teranestesi: ujung cabang saraf terminal
2. daerah yang teranestesi: terbatas pada tempat di mana larutan anestesi lokal
diinjeksikan
3. pedoman anatomis: tidak ada pedoman khusus karena cairan anestesi diinjeksikan
langsung pada tempat yang dituju
4. indikasi: untuk menganestesi membran mukosa dan jaringan submukosa pada daerah
yang akan dilakukan tindakan, misalnya: pada insisi mukosa atau gingivektomi
5. teknik: jarum ditusukkan pada membran mukosa sedalam jaringan submukosa
kemudian cairan anestesi diinjeksikan perlahan-lahan (gambar 8)
6. gejala subyektif: terasa kebas pada daerah yang dianestesi

Gambar 8. Infiltrasi lokal dengan teknik submucosal injection pada mukosa bukal rahang atas. Jarum
ditusukkan pada membran mukosa sedalam jaringan submukosa kemudian cairan anestesi diinjeksikan
perlahan-lahan

Field Block (paraperiosteal injection)


1. saraf yang teranestesi: cabang saraf terminal dari suatu saraf sensorik
2. daerah yang teranestesi: pulpa gigi rahang atas yang bersangkutan, ligamen periodontal,
tulang alveolaris dan periosteum, dan mukosa gingiva sisi labial atau bukal dari gigi
tersebut
3. pedoman anatomis: letak mahkota gigi dan perkiraan posisi dan panjang akarnya, tulang
alveolaris, mucolabial fold atau mucobuccal fold gigi yang bersangkutan
4. indikasi:
a. untuk menganestesi jaringan pulpa sebuah gigi di rahang atas misalnya: sebelum
tindakan preparasi kavitas gigi, preparasi mahkota gigi, atau ekstirpasi jaringan pulpa
b. untuk pencabutan sebuah gigi di rahang atas, dalam hal ini perlu ditambahkan
anestesi pada mukosa palatal
5. teknik:
a. jarum ditusukkan pada cekungan terdalam pada mucolabial atau mucobuccal fold
dari gigi yang bersangkutan, jarum diinsersikan sampai ujung jarum terasa
[Date]

menyentuh tulang setinggi apeks gigi yang bersangkutan, jarum ditarik sedikit
kemudian dilakukan aspirasi, bila tidak ada darah yang masuk ke dalam barrel cairan

18
anestesi lokal diinjeksikan sebanyak kira-kira 1 ml dengan perlahan-lahan (gambar
9a)
b. khusus untuk gigi molar pertama rahang atas tusukan jarum dan injeksi cairan
anestesi dilakukan dua kali yakni pada mucobuccal fold apeks gigi premolar kedua
dan apeks mesiobukal gigi molar kedua rahang atas (gambar 9b)
c. khusus untuk menganestesi gigi molar ketiga rahang atas, penderita diminta untuk
sedikit menutup mulutnya dan pipi ditarik ke lateral agar tusukan jarum dapat
dilakukan semaksimal mungkin ke arah medial pada mucobuccal fold apeks gigi
molar kedua rahang atas (gambar 9c)
6. gejala subyektif: terasa kebas pada daerah yang dianestesi

Gambar 9a. Field Block dengan teknik paraperiosteal injection pada gigi insisif sentral rahang atas kanan (atas)
dan gigi premolar pertama rahang atas kanan (bawah); jarum ditusukkan pada cekungan terdalam pada
mucolabial fold atau mucobuccal fold dengan arah jarum membentuk sudut sedemikian rupa sehingga ujung
jarum akan menyentuh tulang setinggi apeks akar gigi yang bersangkutan.
[Date]

19
Gambar 9b. Field block untuk menganestesi gigi molar pertama rahang atas kanan; injeksi dilakukan dua kali
yaitu pada mucobuccal fold apeks gigi premolar kedua rahang atas kanan (kiri) dan mucobuccal fold apeks gigi
molar kedua rahang atas kanan (kanan);

Gambar 9c. Field block untuk menganestesi gigi molar ketiga rahang atas kanan; penderita diminta untuk
sedikit menutup mulutnya dan pipi ditarik ke lateral agar tusukan jarum dapat dilakukan semaksimal mungkin
ke arah medial pada mucobuccal fold apeks gigi molar kedua rahang atas (kanan)
[Date]

20
Nasopalatine Nerve Block
1. Saraf yang teranestesi: nervus nasopalatinus yang keluar dari foramen incisivus
2. Daerah yang teranestesi: mukoperiosteum sepertiga anterior palatum durum dan
mukosa palatal gigi-gigi anterior rahang atas
3. Pedoman anatomis: gigi insisif sentral rahang atas dan papilla incisivus
4. indikasi: untuk menganestesi mukosa sepertiga anterior palatum durum di antara kedua
kaninus rahang atas, misalnya: pada pencabutan gigi-gigi anterior rahang atas
5. Teknik: jarum ditusukkan pada batas lateral papilla incisivus sedalam kira-kira 5 mm,
kemudian cairan anestesi diinjeksikan sekitar 0,25 ml dengan perlahan-lahan (gambar
10)
6. Gejala subyektif: terasa kebas pada mukosa palatum bagian anterior apabila dirasakan
dengan lidah

Gambar 10. jarum ditusukkan pada batas lateral papilla incisivus sedalam kira-kira 5 mm, kemudian cairan
anestesi diinjeksikan sekitar 0,25 ml dengan perlahan-lahan

Anterior Palatine Nerve Block


1. Saraf yang teranestesi: nervus palatina anterior atau nervus palatinus majus yang keluar
dari foramen palatinus majus
2. Daerah yang teranestesi: mukoperiosteum dan mukosa palatal duapertiga posterior
palatum durum, mulai dari pertengahan kaninus atas sampai dengan batas posterior
palatum durum
3. Pedoman anatomis: gigi molar kedua dan ketiga rahang atas, gingival marginalis bagian
palatal dari molar kedua dan ketiga, garis median palatum durum
4. Indikasi: untuk menganestesi mukosa duapertiga posterior palatum durum misalnya:
pada pencabutan gigi-gigi posterior rahang atas
5. Teknik: jarum ditusukkan pada mukosa di atas foramen palatinus majus yang secara
klinis terletak di antara gigi molar kedua dan ketiga rahang atas sejauh kira-kira 10 mm
dari gingival marginal bagian palatal gigi tersebut, kemudian injeksikan cairan anestesi
sebanyak 0,25 sampai 0.5 ml dengan perlahan-lahan. (gambar 11)
6. Gejala subyektif: terasa kebas pada mukosa palatum bagian posterior apabila dirasakan
dengan lidah
[Date]

21
Gambar 11. jarum ditusukkan pada mukosa di atas foramen palatinus majus terletak di antara gigi molar
kedua dan ketiga rahang atas sejauh kira-kira 10 mm dari gingival marginal bagian palatal gigi tersebut,
kemudian injeksikan cairan anestesi sebanyak 0,25 sampai 0.5 ml dengan perlahan-lahan

TEKNIK-TEKNIK ANESTESI LOKAL DI RAHANG BAWAH


Infiltrasi Lokal pada Membran Mukosa (submucosal injection)
1. saraf yang teranestesi: ujung cabang saraf terminal
2. daerah yang teranestesi: terbatas pada tempat di mana larutan anestesi lokal
diinjeksikan
3. pedoman anatomis: tidak ada pedoman khusus karena cairan anestesi diinjeksikan
langsung pada tempat yang dituju
4. indikasi: untuk menganestesi membran mukosa dan jaringan submukosa pada daerah
yang akan dilakukan tindakan, misalnya:
a. pada insisi mukosa, gingivektomi, atau eksisi lesi pada jaringan lunak
b. untuk menganestesi gingiva sisi lingual pada pencabutan gigi-gigi anterior rahang
bawah untuk menganestesi gingival sisi bukal pada pencabutan gigi-gigi posterior
rahang bawah
5. teknik: jarum ditusukkan pada membran mukosa sampai sedalam jaringan submukosa
kemudian cairan anestesi diinjeksikan perlahan-lahan (gambar 12)
6. gejala subyektif: terasa kebas pada daerah yang dianestesi

Gambar 12. Infiltrasi lokal dengan teknik submucosal injection pada mukosa bukal rahang bawah (kiri) dan
mukosa alveolaris lingual rahang bawah (kanan), jarum ditusukkan pada membran mukosa sedalam jaringan
submukosa kemudian cairan anestesi diinjeksikan dengan perlahan-lahan
[Date]

22
Gambar13. Field Block dengan teknik paraperiosteal injection untuk gigi anterior rahang bawah. Ujung jarum
ditusukkan pada cekungan terdalam mucolabial fold gigi insisif sentral rahang bawah kanan, arah jarum
membentuk sudut sedemikian rupa sehingga ujung jarum akan menyentuh tulang setinggi apeks akar gigi
tersebut

Field Block (paraperiosteal injection)


1. saraf yang teranestesi: cabang saraf terminal dari suatu saraf sensorik
2. daerah yang teranestesi: pulpa gigi yang bersangkutan, ligamen periodontal, tulang
alveolaris dan periosteum, dan mukosa gingiva sisi labial
3. pedoman anatomis: letak mahkota gigi dan perkiraan posisi dan panjang akarnya, tulang
alveolaris, mucolabial fold gigi yang bersangkutan
4. indikasi:
a. untuk menganestesi jaringan pulpa sebuah gigi di rahang bawah anterior misalnya:
sebelum tindakan preparasi kavitas gigi, preparasi mahkota gigi, atau ekstirpasi
jaringan pulpa
b. untuk pencabutan sebuah gigi anterior rahang bawah, dalam hal ini perlu
ditambahkan infiltrasi lokal pada mukosa alveolaris sisi lingual untuk menganestesi
gingiva bagian lingual gigi tersebut
5. teknik: jarum ditusukkan pada cekungan terdalam pada mucolabial fold, kemudian
jarum diinsersikan sampai ujung jarum terasa menyentuh tulang setinggi apeks gigi yang
bersangkutan, jarum ditarik sedikit, dilakukan aspirasi, kemudian cairan anestesi lokal
diinjeksikan sebanyak kira-kira 1 ml dengan perlahan-lahan (gambar 13)
6. gejala subyektif: terasa kebas pada daerah yang dianestesi

Inferior Alveolar Nerve Block


1. saraf yang teranestesi: nervus alveolaris inferior dan cabang-cabangnya yaitu: rami
dentalis, nervus mentalis dan nervus incisivus
2. daerah yang teranestesi: corpus mandibula dan bagian inferior ramus ascendens pada
sisi yang dianestesi, seluruh gigi rahang bawah termasuk jaringan penyangga dan
processus alveolaris pada sisi yang dianestesi, mukoperiosteum dan gingiva sisi bukal
atau labial mulai dari foramen mentalis sampai dengan linea mediana, mukosa bibir
bawah dan kulit dagu pada sisi yang dianestesi
3. pedoman anatomis: linea oblique externa, linea oblique interna, bagian anterior ramus
ascendens, dan coronoid notch
[Date]

23
4. indikasi: untuk menganestesi jaringan pulpa gigi-gigi posterior rahang bawah misalnya:
sebelum tindakan preparasi kavitas gigi, preparasi mahkota gigi, atau ekstirpasi jaringan
pulpa
5. teknik (gambar 14):
a. penderita diminta untuk membuka mulut dengan lebar selama dilakukan prosedur
anestesi lokal ini, pertama-tama dilakukan perabaan dengan jari telunjuk pada
mucobuccal fold gigi-gigi molar rahang bawah, kemudian tulang ditelusuri sampai
teraba linea oblique externa dan batas anterior ramus ascendens, dari situ ujung jari
telunjuk digeser ke posterior sejauh kira-kira 10 mm untuk mendapatkan cekungan
yang disebut dengan coronoid notch, untuk tindakan pada sisi kiri perabaan di atas
menggunakan ibu jari kiri (gambar 15); catatan: coronoid notch terletak pada garis
horizontal yang sama dengan foramen mandibularis yang merupakan tempat
sasaran prosedur anestesi ini
b. jarum diarahkan dari sisi berlawanan yakni antara premolar pertama dan kedua
rahang bawah kontralateral dengan bevel menghadap kea rah tulang, kemudian
jarum ditusukkan tepat di pertengahan ujung jari telunjuk tadi sampai ujung jarum
menyentuh tulang, jarum ditarik sedikit kemudian arah syringe diubah sehingga
menjadi sejajar dengan gigi-gigi posterior rahang bawah pada sisi yang sama,
kemudian jarum dimasukkan ke arah posterior sejauh kira-kira 10 mm sambil
menyusuri tulang linea oblique interna, kemudian syringe diubah lagi posisinya
dengan arah kontralateral, langkah terakhir masukkan lagi jarum ke dalam jaringan
sampai ujung jarum terasa menyentuh tulang

[Date]

24
Gambar 14. Inferior alveolar nerve block pada sisi kanan. Jari telunjuk meraba coronoid notch (kiri atas); jarum
ditusukkan pada pertengahan ujung jari telunjuk dari arah kontralateral sampai ujung jarum menyentuh tulang
(tengah atas); jarum ditarik sedikit kemudian arah syringe diubah sehingga menjadi sejajar dengan gigi-gigi
posterior rahang bawah pada sisi yang sama (kanan atas); jarum dimasukkan ke arah posterior sejauh kira-kira
10 mm sambil menyusuri tulang linea oblique interna (kiri bawah); kemudian syringe diubah lagi posisinya dari
arah kontralateral (tengah bawah); langkah terakhir jarum dimasukkan lagi ke dalam jaringan sampai ujung
jarum terasa menyentuh tulang, jarum ditarik sedikit, dilakukan aspirasi, kemudian cairan anestesi diinjeksikan
dengan perlahan-lahan sebanyak 1,0 – 1,5 ml (kanan bawah)

a. jarum ditarik sedikit, dilakukan aspirasi, kemudian larutan anestesi lokal diinjeksikan
secara perlahan-lahan sebanyak 1,0 – 1,5 ml, setelah selesai jarum ditarik ke luar
dari mukosa dengan perlahan-lahan
b.
6. gejala subyektif: terasa kebas pada bibir bawah dan kulit dagu pada sisi yang sama

Gambar 15. Inferior alveolar nerve block sisi kiri. Untuk melakukan teknik ini pada sisi kiri digunakan ibu jari
[Date]

kiri untuk meraba coronoid notch dan jarum ditusukkan pada pertengahan ujung ibu jari tersebut, tahap-tahap
selanjutnya dari teknik ini sama seperti pada sisi kanan pada gambar 15 tersebut diatas

25
Mandibular Anesthesia
Mandibular anesthesia adalah gabungan teknik inferior alveolar nerve block dan lingual
nerve block dalam satu kesatuan prosedur tindakan
1. saraf yang teranestesi: nervus alveolaris inferior dan cabang-cabangnya yaitu: rami
dentalis, nervus mentalis dan nervus incisivus, dan nervus lingualis beserta cabang-
cabangnya
2. daerah yang teranestesi: sama dengan daerah yang teranestesi oleh teknik inferior
alveolar nerve block tersebut di atas, ditambah dengan daerah yang dilayani oleh nervus
lingualis yaitu: dua pertiga anterior lidah, mukosa dasar mulut, dan mukosa gingiva dan
alveolaris sisi lingual mulai region retromolar sampai dengan linea mediana
3. pedoman anatomis: sama dengan pedoman anatomis pada teknik inferior alveolar nerve
block
4. indikasi: digunakan pada pencabutan gigi-gigi posterior rahang bawah, perlu ditambah
dengan teknik lain untuk menganestesi mukosa gingiva sisi bukal gigi yang akan
dilakukan pencabutan
5. teknik: diawali dengan teknik yang sama dengan teknik inferior alveolar nerve block,
tetapi setelah selesai dilakukan injeksi pada nervus alveolaris inferior, maka selanjutnya
dilakukan lingual nerve block yakni dengan menarik jarum sejauh kira-kira 10 mm
kemudian cairan anestesi diinjeksikan perlahan-lahan sebanyak 0,5 ml untuk
menganestesi nervus lingualis, setelah injeksi selesai jarum ditarik keluar dari jaringan
dengan perlahan-lahan (gambar 16)
6. gejala subyektif: rasa kesemutan pada ujung lidah pada sisi yang dianestesi

Gambar 16. Lingual nerve block sebagai bagian dari mandibular anesthesia. Setelah inferior alveolar nerve
block selesai dilakukan maka jarum selanjutnya ditarik sejauh kira-kira 10 mm, kemudian cairan anestesi
diinjeksikan perlahan-lahan untuk menganestesi nervus lingualis
[Date]

26
MODUL IV : PENCABUTAN GIGI

Teknik Pencabutan Gigi

Gerakan utama yang dilakukan untuk mencabut gigi adalah :


- Gerakan rotasi; gigi diputar ke arah mesiolingua/palatinal dan distolingual/palatinal dengan sudut
putar sekitar 10° guna merobek membran periodontal yang melekatkan akar gigi dengan
tulang alveolar.
- Gerakan luksasi : gigi digoyang dengan arah buko/labio-linguo/palatal untuk melebarkan
alveolus.
- Gerakan menarik : untuk melepaskan gigi dari alveolus.

Tahapan

Persiapan alat dan bahan :

a. Pemakaian masker
b. Pemakaian sarung tangan
c. Persiapan alat
Pencabutan gigi insisif sentral rahang atas :
- Bentuk akarnya lurus, mengkerucut dan penampangnya oval.
- Paruh tang cabut diletakkan sedikit mengarah ke apikal dari
cemento-enamel junction.
- Cukup dilakukan dengan rotasi saja, kemudian dilakukan
gerakan penarikan gigi.

[Date]

27
Pencabutan gigi premolar kedua rahang atas
- Akarnya pendek dan berpenampang oval.
- Gerakan utamanya adalah luksasi, kemudian diakhiri dengan
rotasi ke mesial sebelum ditarik.
- Gerakan luksasi yang berlebihan beresiko perforasi sinus Maksilaris.

Pencabutan gigi molar pertama dan kedua rahang atas :


- Akar palatal adalah paling kuat dan seringkali divergen dibanding akar-akar bukalnya.
- Ujung akar seringkali berbatas sangat tipis dengan dasar sinus
maksilaris, sehingga beresiko tinggi untuk terjadinya perforasi sinus.
- Gerakan pencabutannya adalah luksasi, dengan arah ke bukal
lebih banyak karena puncak alveolar bukal jauh lebih tipis dibanding palatal.
- Gigi ditarik keluar mengarah kebukal mengikuti kurva dari akar palatal.

[Date]

28
- Pada kasus dimana gigi telah kehilangan mahkota, sehingga sulit dilakukan pencabutan dengan
tang cabut, maka perlu dilakukan separasi ketiga akar gigi tersebut.
- Separasi menggunakan bor dan yang pertama diseparasi adalah akar palatal dari kedua
akar bukalnya dengan arah separasi mesio-distal.
- Setelah akar palatal terpisah, maka separasi akar mesiobukal dengan akar distobukal dan arah
preparasinya buko-palata

- Pertama ungkit akar distobukal dengan elevator/bein di daerah distopalatal akar gigi tersebut dan
menggunakan akar palatal sebagai tumpuan.
- Kemudian akar gigi distobukal yang telah goyah dicabut dengan tang sisa akar.
- Akar mesiobukal dikeluarkan dengan elevator dari daerah mesial mengarah ke distal, yakni
ke ruang kosong yang ditinggalkan oleh akar distobukal.
- Penggunaan elevator/bein pada pengungkitan kedua akar tersebut harus hati-hati karena
beresiko masuknya akar ke dalam rongga sinus maksilaris.

[Date]

29
Pencabutan molar bungsu rahang atas :
- Bentuk, ukuran dan jumlah akarnya sangat bervariasi, tetapi paling sering adalah berakar satu
berbentuk kerucut dan ujung akarnya melengkung ke distal.
- Letak gigi ini adalah pada tiberositas maksila yang merupakan bagian tulang paling lunak, hingga
semestinya mudah pula untuk dicabut, tetapi mudah pula terjadi komplikasi fraktur tulang dan
perforasi sinus maksilaris.
- Gerakan pencabutannya adalah luksasi dan penarikannya dilakukan sedikit ke arah distaL

- Jika jumlah akarnya tiga atau lebih, maka cara pencabutannya dengan separasi akar seperti pada
pencabutan molar pertama dan kedua rahang atas.

[Date]

30
Pencabutan gigi insisif rahang bawah :
- Gigi ini memiliki bentuk akar yang pipih dan ukuran kecil hingga mudah fraktur saat
pencabutan.
- Tidak dilakukan gerakan rotasi pada saat pencabutan karena beresiko fraktur akar.
- Gerakan luksasi juga hanya sedikit karena resiko fraktur tulang alveolar.
- Pada saat pencabutan dilakukan sedikit gerakan luksasi yang dikombinasikan dengan gerakan
“ellips”.
- Gerakan “ellips” adalah : pada saat luksasi ke arah labial gerakan disertai tekanan ke arah
inferior, sebaliknya saat luksasi ke arah lingual disertai dengan gerakan menarik ke arah
superior.

Pencabutan gigi kaninus rahang bawah :


- Meskipun gigi ini memiliki bentuk akar yang pipih, akan tetapi ukurannya lebih besar dari gigi insisif
dan lebih kuat
- Gerakan pencabutannya serupa dengan gigi insisif, yakni diawali dengan gerakan luksasi dan
diakhiri dengan gerakan “ellips”.

[Date]

31
Pencabutan gigi premolar pertama rahang bawah :
- Premolar pertama rahang bawah memiliki akar yang kuat dan berpenampang oval.
- Gigi ini dicabut dengan gerakan luksasi yang kemudian dikombinasikan dengan
gerakan “ellips” dan pada saat penarikan gigi dari socket dikombinasikan dengan gerakan
rotasi.

Pencabutan gigi premolar kedua rahang bawah :


- Akarnya berpenampang sirkuler, mengkerucut dan relatif pendek.
- Pada saat pencabutan dilakukan dengan sedikit gerakan luksasi, kemudian rotasi sebelum
gigi tersebut ditarik keluar dari socket.

Pencabutan gigi molar rahang bawah :


- Gigi molar rahang bawah tertanam kuat, terutama karena ketebalan tulang alveolar di
daerah bukal.
- Akarnya kuat dan lurus dalam arah mesiodistal, serta kemungkinan sedikit melengkung
ke arah distal.
- Gerakan utamanya adalah luksasi yang lebih banyak ke arah lingual dan diakhiri dengan
penarikan ke arah bukal.
[Date]

32
- Gigi molar yang mahkotanya rusak berat sebaiknya dicabut dengan menggunakan tang
berparuh lancip (“Horn tang”) dimana paruhnya dijepitkan di daerah bifurkasi.
- keuntungan dari jenis tang cabut ini adalah memberikan pegangan yang lebih baik pada
gigi dan jika giginya rapuh maka tang ini dapat memecah bifurkasi dan akar gigi dapat
diangkat satu demi satu.
- Gerakan pada saat pencabutan serupa dengan penggunaan tang molar biasa.

- Jika pencabutan dengan menggunakan “Horn tang” masih Sulit dilakukan, maka perlu
dilakukan separasi akar gigi dengan bor.
- Arah separasi adalah buko-lingual hingga akar gigi terpisah.

- Setelah kedua akar mesial dan distal terpisah, masukkan elevator/cryer ke celah yang paling
dalam pada akar distal, kemudian akar tersebut diungkit keluar dari socket.

-Akar mesial dikeluarkan dengan cara meletakkan cryer ke dalam socket kosong yang
ditinggalka oleh akar distal.
- Cryer ditekan kuat dengan arah rotasi mesio-superior guna menghancurkan tulang septum
bifukarsi.
- Jika sulit karena tulang septum bifurkasi tebal, maka tulang tersebut dapat dipotong dengan
menggunakan knobel tang (“Rongeur”).
- Selanjutnya ulangi gerakan cryer sebagaimana sebelumnya, guna mengungkit akar mesial
keluar dari socket.
[Date]

- Jika semua prosedur tersebut tadi tidak berhasil, maka dibuat insisi flap dan membuka tulang
bukal untuk mengeluarkan akar gigi yang tertinggal.

33
[Date]

34
MODUL V : FLAP DAN PENJAHITAN
Hampir semua jenis pembedahan di dunia kedokteran dimulai dgn insisi, sedangkan flap di
bidang kedokteran gigi sering dilakukan untuk pencabutan gigi yg sulit, odontektomi, serta tindakan
bedah yg melibatkan jaringan keras (tulang) & membutuhkan perluasan medan operasi.
Selama melakukan insisi mata pisau harus dipertahankan tetap pada satu garis & pada kedalaman
tertentu, umumnya pisau harus tetap berkontak dgn tulang. Hindari insisi melewati lokasi pembuluh
darah & saraf. Insisi harus direncanakan secara seksama sehingga diperoleh flap yg baik, medan
operasi yg lapang, suplay darah yg cukup untuk flap serta dukungan tulang yg cukup saat flap
ditutup.
Flap dibuat dgn cara memisahkan mukoperiosteum flap agar terlepas dari permukaan
tulang. Pemisahan dilakukan dgn elevator mukoperiosteum atau raspatorium yg diletakkan
langsung berkontak dgn tulang melalui periosteum pada garis insisi. Jika periosteum melekat
erat dgn tulang atau jaringan patologis, maka perlu dibantu dgn disseksi tajam.

Alat dan bahan :

1. Scalpel
2. Scalpel blades (#11,12,15)
3. Needle holder
4. Pinset chirrurgis
5. Gunting benang

Persiapan peralatan:

1. Blade dipasang pada scalpel menggunakan bantuan klem atau needle holder sesuai cara
pada gambar berikut.

2. Needle holder memegang jarum dan benang pada 1/3 lengkung proksimal dari panjang
jarum seperti pada gambar berikut.
[Date]

35
Cara memegang instrumen:

1. Scalpel dipegang seperti memegang pena dengan menggunakan jari I, II dan III. Tekanan
difokuskan pada sisi blade sesuai desain dan kebutuhan.

2. Needle holder dipegang oleh jari ke I dan IV seperti tampak pada gambar, jari II dan III
digunakan sebagai stabilisator

MACAM-MACAM BENTUK FLAP DAN PENJAHITAN

A. INCISI LINEAR
 Biasanya digunakan pada incisional biopsi, incisi pada ekstirpasi mukokel, incisi pada
enukleasi kista, operasi sinus,dsb
 Kedalaman incisi berkaitan dengan batas dasar tempat operasi, tergantung pada
operasi yang akan dikerjakan. Batas dasar pada incisi di jaringan lunak adalah daerah
yang normal didasar lesi patologis, sementara pada bentukan kista, batas dasar
incisinya adalah lokasi dimana kista tersebut melekat

B. INCISI ELIP
 Biasanya digunakan pada saat hendak melakukan open biopsi atau pengambilan
tumor epitelial seperti fibroma, papiloma, lipoma dsb
[Date]

C. INCISI SIRKULER
 Digunakan pada saat melakukan operasi marsupialisasi mandibula
36
D. INCISI MARGINAL
 Insisi flap paling sederhana yg sering digunakan dlm Ilmu Bedah Mulut adalah
“Insisi Marginal”.
 Bentuknya berupa garis lurus yg ditarik pada sepanjang gingival margin bagian
bukal/labial atau lingual/palatal, memotong serabut periodontal & papila
interdental.
 Syarat utama untuk jenis insisi marginal ini adalah gusi & periodontal dalam keadaan
sehat.

E. INCISI ANGULAR
 Insisi angular atau sayatan bersudut adalah insisi marginal yg dikombinasikan dgn
insisi obliqie/sayatan miring.
 Sayatan miring dpt dibuat di sisi mesial atau distal sesuai keperluan, yg dimulai dari
ujung insisi marginal menuju ke arah forniks (muko-bukal/labial fold), membentuk
sudut + 120° dgn insisi marginal.
 Flap angular yang diperoleh dari insisi angular.
 Flap jenis ini sering digunakan utk odontektomi gigi molar bungsu rahang bawah.
 Flap angular hanya dilakukan di bagian bukal ataun labial.
 Kontra indikasi utk bagian lingual atau palatal, karena resiko terpotongnya arteri,
vena & saraf penting.
[Date]

37
F. INCISI TRAPESOID
 Insisi trapezoid atau sayatan trapesium adalah insisi marginal yg dikombinasikan
dgn 2 insisi oblique pada kedua ujungnya.
 Sering digunakan pada bagian anterior maksila & mandibula, seperti pada ekstirpasi
kista, apikoektomi, apeks reseksi, odontektomi gigi premolar, kaninus, insisif & gigi
supernumerary.

G. INCISI U SHAPE
 Insisi ini tidak melibatkan gingival margin sehingga tidak mengganggu jaringan
periodontal di sekitar margin gusi.
 Insisi dilakukan berbentuk huruf “U” pada jarak yg cukup dari gingival margin dgn
maksud agar tidak merusak suplay darah gingiva & membran periodontal.
 Flap “U” juga hanya diindikasikan untuk bagian anterior maksila & mandibula.
 Sering digunakan untuk apikoektomi, apeks reseksi & pengambilan ujung akar yg
patah.

H. INCISI SEMILUNAR
 Merupakan insisi berbentuk melengkung setengah lingkaran atau sering disebut
insisi semilunar atau semisirkuler.
 Insisi semilunar dibuat untuk keperluan bedah yg membutuhkan lapangan operasi
tidak terlalu luas dan hanya pada bagian bukal/labial, kadang dilakukan di bagian
median palatal.
 Indikasi utk apikoektomi & apeksreseksi
[Date]

38
MACAM-MACAM JAHITAN

1. Jahitan terputus

Terbanyak digunakan karena sederhana dan mudah. Tiap jahitan disimpul sendiri. Dapat
dilakukan pad akulit atau bagian tubuh lainnya, dan cocok untuk daerah yang banyak bergerak
karean tiap jahitan saling menunjang satu dengan lainnya.
Jahitan terputus (interupted suture), tiap-tiap simpul berdiri sendiri. Secara kosmetik benang
kasar/besar atau tegang pada saat menyimpulnya akan memberikan bekas yang kurang bagus, yaitu
seperti gambaran lipan.

2. Jahitan simpul tunggal

Sinonim : Jahitan Terputus Sederhana, Simple Interrupted Suture. Merupakan jenis jahitan yang
sering dipakai. digunakan juga untuk jahitan situasi.

Teknik :
Melakukan penusukan jarum dengan jarak antara setengah sampai 1 cm ditepi luka dan sekaligus
mengambil jaringan subkutannya sekalian dengan menusukkan jarum secara tegak lurus pada atau
searah garis luka.
Simpul tunggal dilakukan dengan benang absorbable denga jarak antara 1cm.
Simpul di letakkan ditepi luka pada salah satu tempat tusukan
Benang dipotong kurang lebih 1 cm.

3. Jahitan matras Horizontal


Sinonim : Horizontal Mattress suture, Interrupted mattress
Jahitan dengan melakukan penusukan seperti simpul, sebelum disimpul dilanjutkan dengan
penusukan sejajar sejauh 1 cm dari tusukan pertama.
Memberikan hasil jahitan yang kuat.
[Date]

39
4. Jahitan Matras Vertikal
Sinonim : Vertical Mattress suture, Donati, Near to near and far to far
Jahitan dengan menjahit secara mendalam dibawah luka kemudian dilanjutkan dengan menjahit
tepi-tepi luka. Biasanya menghasilkan penyembuhan luka yang cepat karena di dekatkannya tepi-
tepi luka oleh jahitan ini.

5. Jahitan Matras Modifikasi


Sinonim : Half Burried Mattress Suture
Modifikasi dari matras horizontal tetapi menjahit daerah luka seberangnya pada daerah
subkutannya.

6. Jahitan kontinu
Sering disebut doorloven. Simpul hanya pada ujung-ujung jahitan., jadi hanya ada dua simpul. Bial
salah satu terbuak maka jahitan ini akan terbuak seluruhnya. Jahitan ini jarang dipakai untuk
menjahit kulit. Secar kosmetik bekas luka jahitan seperti pada jahitan terputus. Jahitan kontinu
dapat dilakukan lebih cepat dari jahitan terputus.

7. Jahitan Jelujur sederhana


Sinonim : Simple running suture, Simple continous, Continous over and over
Jahitan ini sangat sederhana, sama dengan kita menjelujur baju. Biasanya menghasilkan hasiel
kosmetik yang baik, tidak disarankan penggunaannya pada jaringan ikat yang longgar.
[Date]

40
8. Jahitan Jelujur Feston
Sinonim : Running locked suture, Interlocking suture
Jahitan kontinyu dengan mengaitkan benang pada jahitan sebelumnya, biasa sering dipakai pada
jahitan peritoneum. Merupakan variasi jahitan jelujur biasa.

PEKERJAAN UNTUK SKILL LAB:

 Buatlah incisi linear pendek dengan penjahitan matras horisontal


 Buatlah incisi linear panjang dengan penjahitan jelujur sederhana
 Buatlah incisi sirkuler dengan intterupted suture
 Buatlah incisi trapesoid dengan interupted suture

[Date]

41
MODUL VI : ODONTEKTOMI
ODONTEKTOMI MOLAR 3 RAHANG BAWAH

INSISI & FLAP

Tahapan

A. Buat insisi marginal.


B. Retraksi mukoperiosteal & buat flap envelope.
C. Jika medan operasi kurang maksimal, tambahkan insisi angular.
Retraksi mukoperiosteal & buat flap angular.
[Date]

42
Odontektomi Impaksi Molar Bungsu Kelas I C Vertikal

Tahapan

A. Dengan menggunakan bur tapered, buang tulang yg menutupi mahkota gigi & bagian distal.
Kemudian tulang di bagian bukal mahkota gigi dibuang juga hingga bagian servikal.(Tulang bagian lingual tidak di ganggu gugat)

Tahapan

A. Dengan menggunakan bur tapered, separasi mahkota gigi hingga ke bifurkasi.


B. Setelah gigi dpt diseparasi menjadi bagian mesial & distal, buat takik dgn bur itu juga di daerah servikal gigi bagian distal,
kemudian dgn menggunakan cryer ungkit gigi bagian distal hingga keluar dari socket.
Masukkan bein di interdental gigi M3 & M2, kemudian ungkit gigi tsb hingga terlepas dari socket.
[Date]

43
Odontektomi Impaksi Molar Bungsu Kelas I C Mesioangular

Tahapan

A. Hilangkan semua tulang yg menutupi mahkota gigi di bagian oklusal & bukal.
B. Potong sebagian mahkota distal dgn arah pemotongan agak miring, kemudian dikeluarkan utk memperoleh
ruangan agar gigi dpt diungkit ke arah distal. Jika dibutuhkan, lebih baik membelah gigi menjadi dua bagian mesial &
distal spt pd odontektomikelasi I C vertikal.
Gunakan bein utk mengungkit gigi kearah supero-distal, kemudian dikeluarkan dari socket.

Odontektomi Impaksi Molar Bungsu Kelas I C Distoangular

Tahapan

A. Dengan menggunakan bur tapered, buang tulang bagian oklusal, bukal & distal, dimana tulang bagian distal yg dibuang
jauh lebih banyak dibandingkan odontektomi pada posisi vertikal & mesioangular.
B. Potong & pisahkan mahkota dari akarnya dgn mengunakan bur, kemudian dikeluarkan dari socket dgn menggunakan bein.
Buat takik pada akar & gunakan cryer utk mengungkit gigi kearah supero-distal, kemudian dikeluarkan dari socket.
[Date]

44
ODONTEKTOMI MOLAR 3 RAHANG ATAS
INSISI & FLAP

Tahapan

A. Buat insisi marginal.


B. Retraksi mukoperiosteal & buat flap envelope.
C. Jika medan operasi kurang maksimal, tambahkan insisi angular. Retraksi mukoperiosteal & buat flap angular.

Odontektomi Impaksi Molar Bungsu Kelas I C Distoangular

Tahapan

A. Dengan menggunakan bur tapered, buang tulang yg menutupi mahkota gigi di bagian oklusal.
B. Kemudian tulang di bagian bukal mahkota gigi dibuang juga hingga bagian servikal (Tulang bagian lingual & distal tidak di
ganggu gugat)
Gunakan bein utk mengungkit gigi keluar dari socketnya.
[Date]

45

Anda mungkin juga menyukai