Anda di halaman 1dari 55

EFEKTIVITAS PROPOLIS DALAM MENURUNKAN

KADAR VOLATILE SULFUR COMPOUND (VSC)


KOMPONEN CYSTEIN (H2S)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Hasanuddin

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Gigi

OLEH

TRISANTOSO REZDY ASALUI


J111 11 118

BAGIAN ILMU KESEHATAN GIGI MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

i
LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Efektivitas Propolis Dalam Menurunkan Kadar Volatile


Sulfur Compounds (VSC) Komponen Cysteine (H2S)

Oleh : Trisantoso Rezdy Asalui / J 111 11 118

Telah Diperiksa dan Disahkan

Pada Tanggal, 24 November 2014

Oleh :

Pembimbing

Prof. Dr. drg. Rasmidar Samad, Ms


NIP. 19570422 198704 2 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin

Prof.drg.H. Mansjur Nasir,Ph.D

NIP. 19540625 198403 1 001

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena

hanya dengan berkat, kekuatan, kasih dan rahmat-Nyalah sehingga penulis

dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Propolis

Dalam Menurunkan Kadar Volatile Sulfur Compound (VSC) Komponen

Cystein (H2S).” Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu

syarat mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin. Selain itu skripsi ini diharapkan dapat memberikan

manfaat bagi para pembaca dan peneliti lainnya untuk menambah pengetahuan

dalam bidang ilmu kedokteran gigi masyarakat.

Dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak hambatan yang penulis

hadapi, namun berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak sehingga

akhirnya, penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena

itu, pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis ingin

menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ayahandaku, Rizal Asalui dan Ibundaku, Elvira Yovi, serta kedua

kakak yang sangat kusayangi, Yoelini Rizal Asalui S.Kom, dan

Dwiwahyudi Rezky Asalui, S.Si, Apt. Rasa terima kasih dan

penghargaan yang terdalam dari lubuk hati, penulis berikan kepada

mereka semua yang senantiasa telah memberikan doa, dukungan dalam

bentuk dana, didikan, nasihat, perhatian, semangat, motivasi dan cinta

iii
2. kasih yang tak ada habis-habisnya. Tak ada kata atau kalimat yang mampu

mengespresikan rasa terima kasihku. Yang pasti, saya sungguh bersyukur dan

bahagia memiliki kalian semua berada di sisiku. Tiada apapun atau siapapun

di dunia ini yang dapat menggantikan kalian. Sekali lagi terima kasih.

3. Prof. drg. H. Mansjur Nasir, Ph.D, selaku dekan Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin.

4. Prof. Dr. drg. Rasmidar Samad,M.S selaku pembimbing skripsi yang

sudah yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan

dengan tulus, sabar, dan penuh senyuman yang tidak bisa dilupakan oleh

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas bantuannya dari

awal sampai akhir penulisan skripsi ini. Semoga amal ibadah beliau di terima

disisiNya dan diberikan tempat terbaik oleh Tuhan Yang Maha Esa.

5. Kepada Dr. drg. Muhammad Ilyas, M.kes (Alm) dan drg. Rini Pratiwi,

M.Kes. Yang banyak memberikan saran dan kritik sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

6. drg. Asmawati Amin M.Kes Selaku penasehat akademik yang senantiasa

memberi dukungan, motivasi dan arahan kepada penulis dari awal masuk di

FKG sampai akhir semester masa perkuliahan preklinik.

7. Seluruh dosen yang bersedia memberikan ilmu, serta staf karyawan FKG

Universitas Hasanuddin, khususnya kak Edy, kak Tri, kak Dany, kak Eda

dan Pak Amir, yang telah banyak membantu penulis selama kegiatan

perkuliahan dan penyelesaian skripsi.

iv
8. drg. Rosa, Mba Atmi, Mba Elis, Nugi yang telah membantu penulis ketika

melakukan penelitian di Klinik Halitosis Universitas Gadjah Mada sehingga

penelitian ini dapat terlaksanan.

9. Segenap keluarga besar Oklusal 2011, terima kasih atas bantuannya menjadi

sampel penelitian. Suka dan duka kita lewati bersama selama kurang lebih 3

tahun, semoga cita-cita kita semua tercapai dan menjadi orang yang hebat di

masa yang akan datang. Sangat bangga dapat menjadi bagian dari kalian

semua, VIVA OKLUSAL!!!

10. Teman-teman Boys Power Oklusal, terima kasih kepada kalian semua yang

senantiasa memberi dukungan, lelucon, dan kegiatan yang menyenangkan

seperti domino cup dan bakar-bakar ikan, ketika penulis jenuh dalam menulis

skripsi ini.

11. Kepada teman-teman skripsi bagian IKGM, Risca Lisal dan Nia Lieanto

teman satu pembimbing yang sejak awal berjuang bersama-sama dalam

menyelesaikan skripsi ini, dan juga kepada Daniel Tetan, Alicia, Resky

Ningrum Randy, Purwo, Meli dan Aulia. Terima kasih atas segala

bantuannya semoga kita semua dapat di mudahkan dalam proses menjadi

dokter gigi ini.

12. Kepada Ivana, Jorvin, Gaby, Napus, kak Hamta, kak Marco dan seluruh

anggota KKMK UNHAS, yang senantiasa memberi bantuan, semangat,

waktu, perhatian, dan pengalaman. Tanpa kalian penulis tidak dapat menjadi

seperti sekarang ini.

v
13. Kepada saudaraku Taufik Azhari, Soegandy, Zainal Basri dan seluruh

pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Hasanuddin Periode 2013-2014. Terima kasih atas segala

nasihat, pengalaman, waktu, dukungan selama mengurus periode lalu,

semoga kedepannya kita akan selalu dapat saling membantu.

14. Senior-seniorku, khususnya untuk Kak Tommy Dharmaji, , Kak Ade, Kak

Chris, Kak Edwina, Kak Jennifer, Kak Ria dan Kak Melinda Awing

yang senantiasa memberi waktu untuk berdiskusi dan membantu penulis

selama ini.

15. Kepada semua pihak baik yang secara langsung maupun tidak langsung

memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis dalam penulisan skripsi

ini yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis berharap kiranya Tuhan berkenan membalas segala kebaikan dari segala

pihak yang telah bersedia membantu penulis. Akhirnya dengan segenap kerendahan

hati, penulis mengharapkan agar kiranya tulisan ini dapat menjadi salah satu bahan

pembelajaran dan peningkatan kualitas pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi ke

depannya, juga dalam usaha peningkatan perbaikan kualitas kesehatan Gigi dan

Mulut masyarakat. Amin

Makassar, 24 November 2014

TRISANTOSO REZDY ASALUI

vi
EFEKTIVITAS PROPOLIS DALAM MENURUNKAN KADAR
VOLATILE SULFUR COMPOUND (VSC) KOMPONEN
CYSTEIN (H2S)

Trisantoso Rezdy Asalui,

ABSTRAK
Latar belakang, propolis merupakan salah satu produk alam yang telah
lumayan dikenal oleh masyarakat. Propolis telah digunakan dalam bidang kedokteran
gigi seperti perawtan saluran akar, pulp capping. Halitosis disebabkan karena adanya
bakteri yang menghasilkan menjadi asam amino dari seksresi protein dan asam
amino ini yang menjadi gas yang menyebabkan seseorang bau mulut. Tujuan
penelitian ini, untuk mengetahui efektvitas propolis dalam menurunkan kadar
volatile sulfur compound (VSC). Penelitian dilakukan di Klinik Halitosis RSGM
Prof. Soedomo, UGM. Metode pada penelitian ini adalah clinical trial dengan desain
pre and post test. Jumlah sampel adalah 30 pasien dengan menggunakan quota
sampling. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah oralchroma Fis
inc.yang mengukur jumlah gas volatile sulfur compound dalam satuan 10 ng/ml.
Analisis data pada penelitian ini menggunakan paired sample t-test. Hasil
penelitian, sebelum berkumur dengan propolis, kadar hidrogen sulfida sebesar 0.562
ng/10ml dan kadar methyl mercaptan 1.449 ng/10ml. Setelah berkumur, kadar
hidrogen sulfida sebesar 0.288 ng/10ml, p:<0.00 (p<0.05)dan kadar methyl
mercaptan sebesar 1.847ng/10ml, p:<0.027 (p<0.05). Kesimpulan, terjadi penurunan
kadar H2S yang signifikan setelah berkumur dengan propolis yang berarti propolis
efektif dalam menurunkan H2S dalam mulut namun CH3SH mengalami penaikan
yang bermakna.
Kata Kunci: Propolis, halitosis, volatile sulfur compound.

vii
EFFECTIVITY OF PROPOLIS IN REDUCING VOLATILE
SULFUR COMPOUND (VSC) CYSTEIN COMPOUND (H2S)

Trisantoso Rezdy Asalui,

ABSTRACT
Background, propolis is a nature’s product that is well known to people.
Propolis has been used in dentristry such as canal root treatment, pulp capping.
Halitosis caused by bacteria that produce amino acid from protein secretion and these
amino acid will be the gas that cause someone have bad breath. The purpose in this
study is to know the effectiveness of propolis in reducing volatile sulfur compound
(VSC). This study was done at Halitosis Clinic of Prof. Soedomo Dental Hospital,
UGM.The method in this study is clinical trial study with study design is pre and
post test. Total sample in this study is 30 patients that obtained using quota sampling.
Measuring instrument in this study is oralchroma Fis inc which measure volatile
sulfur compound in units of ng/10 ml. Data analytic in this study used paired sample
t-test. The result in this study, before rinsing, the level of hydrogen sulfide levels at
0.562 ng/10 ml and the level of methyl mercaptan level at 1.449 ng/ml. After rinsing
propolis, the level of hydrogen sulfide decreased to 0.288 ng/10ml, p<0.00 (p<0.05)
and the level of methyl mercaptan increased to 1.669 ng/10 ml, p<0.315 (p<0.05).
The conclusion, decreased levels of H2S were significant after rinsing using propolis
which means it is effective to in reducing the levels of H2S in the other hand, CH3SH
were significantly increased.
Key Word: Propolis, halitosis, volatile sulfur compound

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................. iii
ABSTRAK ................................................................................................... vii
DAFTAR ISI................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL.......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... .. 1
1.1. LATAR BELAKANG ........................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ........................................................ 3
1.3 TUJUAN PENELITIAN ........................................................... 3
1.4 MANFAAT PENELITIAN ...................................................... 4
1.5.HIPOTESIS PENELITIAN ...................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 5
2.1 PROPOLIS……. ....................................................................... 5
2.1.1 Deksripsi dan Kandugan Kimia Propolis………........ 6
2.1.2 Manfaat Propolis…………………………………… 7
2.1.3 Propolis dalam Bidang Kedokteran Gigi ................... 12
2.2. HALITOSIS…………………………………………….. 13
2.2.1. Klasifikasi Halitosis ………………………………. 13
2.2.2. Penyebab Halitosis .................................................... 14
2.2.4 Asam Amino .............................................................. 17
2.3 HUBUNGAN PROPOLIS DAN HALITOSIS ……………… 18

ix
BAB III KERANGKA KONSEP ................................................................ 19
3.1. KERANGKA KONSEP ……………………………. …….. 19
3.2 VARIABEL …………………………………………. 20
3.3 KETERBATASAN PENELITIAN ………………… 20

BAB IV METODE PENELITIAN ……………………………… 21


4.1 JENIS PENELITIAN……………………………….... 21
4.2. LOKASI PENELITIAN……………………………... 21
4.3 WAKTU PENELITIAN……………………………... 21
4.4 POPULASI & SAMPEL PENELITIAN..................... 21
4.5 METODE PENGAMBILAN SAMPEL.....………… 22
4.6 VARIABEL PENELITIAN……..………………….. 22
4.7 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL ………… 22
4.8 KRITERIA PENILAIAN.....................……................. 22
4.9 ALAT & BAHAN........................................................ 23
4.9.1 Alat.................................................................... 23
4.9.2 Bahan............................................................... 23
4.10 PROSEDUR PENELITIAN....................................... 23
4.10.1 Proses Pengenceran ………………………… 23
4.10.2 Proses Pengambilan Sampel ……………….. 24
4.10.3 Proses Pengujian dengan Oralchroma Fis Inc 25
4.10.4 Kelaikan Etik Penelitian …………………… 26
4.11 DATA......................................................................... 26
4.12 ALUR PENELITIAN................................................. 27

BAB V HASIL PENELITIAN........................................................ 28


BAB V1 PEMBAHASAN................................................................ 35
BAB VII PENUTUP …………………………………………... 39
7.1. KESIMPULAN........................................................... 39

x
7.2. SARAN........................................................................ 39

DAFTAR PUSTAKA……………………………………........ 40

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi karakteristik sampel penelitian........................…… 29

Tabel 5.2 Distribusi kadar rata-rata hidrogen sulfida (H2S) dan methil
mercaptan (CH3SH) sebelum dan sesudah berkumur propolis
berdasarkan usia sampel....................................... 30
Tabel 5.3 Perbedaan kadar hidrogen sulfida (H2S) dan methil mercaptan
(CH3SH) sebelum (pretest) dan sesudah intervensi (posttest)
berkumur propolis................................................ 31
Tabel 5.4 Perbedaan kadar volatile sulfur compound (VSC) sebelum
(pretest) dan sesudah intervensi (post test) berkumur larutan
kumur propolis ……………………………………………… 33

xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Alur Penelitian 27
Gambar 5.1 Proses pengambilan sampel 31
Gambar 5.2 Hasil tes menggunakan oralchroma Fis inc. 33

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Halitosis adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk menerangkan

adanya bau atau odor yang tidak disukai sewaktu terhembus udara, tanpa melihat

apakah substansi odor berasal dari oral maupun berasal dari non-oral. Penyebab

halitosis belum diketahui sepenuhnya, namun sebagian besar penyebab yang

diketahui berasal dari sisa makanan yang tertinggal di dalam rongga mulut yang

diproses oleh flora normal rongga mulut yaitu melalui proses hidrolisis protein oleh

bakteri gram negatif.1

Bau mulut merupakan akibat dari proses pembusukan oleh bakteri, dimana

bakteri oral bekerja pada protein saliva untuk menghasilkan produk-produk

compound. Proses pembentukan oleh bakteri dinyatakan sebagai penyebab utama

pembentukan halitosis. Perkembangbiakan bakteri anaerob yang hidup normal di

dalam rongga mulut secara berlebihan dan partikel makanan yang tersisa di dalam

rongga mulut menghasilkan sulfur yang berbau seperti telur busuk. Mikroorganisme

terutama bakteri gram negative akan memecah substrat protein menjadi rantai

peptide dan asam amino yang mengandung sulfur seperti methionine, cysteine dan

cystine. Cysteine dan methionine merupakan asam amino dengan rantai samping

yang mengandung unsur sulfur. Asam amino tersebut akan mengalami proses
kimiawi (reduksi) yang selanjutnya akan menghasilkan volatile sulfur compounds,

yaitu: Methyl mercaptan (CH3SH), Hidrogen sulfide (H2S), dan Dimethyl sulfide

(CH3SCH3). Ketiga asam amino ini yang menghasilkan VSCs, yaitu methionine

menghasilkan Methyl mercaptan (CH3SH), cysteine menghasilakan Hidrogen

sulfide(H2S), dan cystine menghasilkan Dimethil sulfide (CH3SCH3).1

Dunia sekarang ini membutuhkan pencegahan dan pilihan perawatan

alternatif yang aman, efektif dan ekonomis. Meskipun beberapa produk bahan kimia

sudah dapat diperoleh, produk ini dapat menekan pertumbuhan mikroogranisme

tetapi memiliki efek samping yang tidak diinginkan seperti muntah, diare dan

perubahan warna gigi. Sebagai contoh, bakteri telah resisten pada antibiotik yang

umum digunakan untuk merawat infeksi pada rongga mulut (tetracycline, penicillins

dan cephalosporins). Oleh karena itu, pencarian produk alternatif dari tumbuhan

yang digunakan menjadi obat tradisional dipertimbangkan sebagai alternatif yang

baik.2

Propolis merupakan salah salah produk alam yang telah menunjukkan adanya

aktivitas penekanan bakteri S. mutans dan S. sobrinus. Propolis menunjukkan

aktivitas antimikroba yang mirip dengan chlorhexidine dan lebih baik daripada

ekstrak cengkeh.2

Bahan aktif dalam propolis yang aktif melawan bakteri dalam mulut adalah

flavonoids, phenolik, dan aromatic, termasuk ρ-coumaric acid, ferulic acid,

cinnamic acid, dan turunan drupanin, baccharin dan artepillin C, chrysin-

tetochrysin, pinocembrin, pinobanksin, isosakuranetin, kaempferolm kaempferide,

2
quercetin. Propolis aktif melawan bakteri gram positif dan beberapa jamur. Propolis

menunjukkan aktivitas yang kecil terhadap bakteri gram negatif.3

Oleh karena latar belakang yang telah dipaparkan di atas, peneliti ingin

mengetahui efektivitas propolis dalam menurunkan volatile sulfur compound

(VSC).

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dibuat rumusan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana efektivitas propolis dalam menurunkan volatile sulfur compound

(VSC) komponen cysteine (H2S)?

2. Bagaimana efektivitas propolis dalam menurunkan volatile sulfur compound

(VSC) komponen methionine (CH3SH).

1.3 TUJUAN PENELITAN

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui efektivitas propolis dalam menurunkan Volatile

Sulfur Compound (VSC).

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui efektivitas propolis dalam menurunkan

kadar volatile sulfur compound (VSC) komponen cysteine

(H2S)

3
2. Untuk mengetahui efektivitas propolis dalam menurunkan

volatile sulfur compound (VSC) komponen methionine

(CH3SH).

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Dapat mengetahui efektivitas propolis dalam menurunkan kadar volatile

sulfur compound.

2. Menambah ilmu pengetahuan dan memberikan informasi kepada mahasiswa

dan masyarakat tentang kegunaan dari Propolis

Maka diharapkan:

a. Secara umum, agar Propolis dapat dikembangkan lagi penggunaannya

oleh masyarakat mengingat manfaat dan khasiat Propolis dalam

mengobati berbagai macam penyakit.

b. Secara khusus, agar Propolis sebagai bahan alternatif untuk munrunkan

kadar volatile sulfur compound.

1.5 HIPOTESIS

1. Propolis efektif dalam menurunkan kadar volatile sulfur compound (VSC)

komponen cysteine (H2S).

2. Propolis efektif dalam menurunkan kadar volatile sulfur compound (VSC)

komponen methionine (CH3SH).

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PROPOLIS

Propolis merupakan campuran resin yang diperoleh dari oleh lebah Apis

mellifera, yang digunakan sebagai material dalam sarang lebah. Propolis juga

merupakan obat tradisional dan analisis kimia telah menunjukkan paling tidak ada

300 komponen dalam propolis. Komponen utama dari propolis adalah resin (50%),

wax (30%), minyak essensial (10%), serbuk sari (5%) dan komponen organik lainnya

(5%). Di antara komponen organiknya dapat juga ditemukan komponen phenolic dan

ester, flavonoid dalam segala bentuknya (flavonoles, flavones, flavonones,

dighdroflavonoles, dan chalcones), terpenes, beta-steroids, aromatic aldehida dan

alkohol, sesquiterpenes, dan stilbene terpenes.3 Selain itu, propolis juga kaya akan

kandungan enzim, mineral dan vitamin yang berguna bagi kesehatan.4

Propolis merupakan sumber yang kaya akan komponen phenolic dan hampir

seluruh aktivitas biologinya tergantung pada komponen ini.4 Selain phenolic,

flavonoid mempuyai efek biologi termasuk antioksidan dan antebakterial. Menurut

Isla5, flavonoids, cinnamic acid dan ester propolis merupakan komponen yang

banyak dan komponen antioksidan dan antimikroba yang paling efektif yang terdapat

dalam propolis.5
Propolis menunjukkan aktivitas antimikroba pada bakteri rongga mulut dan

menghambat pertumbuhan S. mutans dan S. sobrinus. Menurut Enzo6, propolis

menujukkan sifat antimikroba yang mirip dengan chlorhexidine dan lebih baik dari

pada ekstrak cengkeh.

2.1.1 Deskripsi dan Kandungan Kimia Propolis

Propolis adalah sebuah resin yang bewarna hijau gelap atau coklat dengan

aroma yang enak seperti madu dan vanilla tetapi propolis dapat memiliki rasa yang

pahit. Ketika propolis dibakar, propolis akan mengeluarkan bau resin aromatic dalam

jumlah banyak. Warna propolis bervariasi dari kuning-kehijauan sampai coklat gelap

tergantung pada sumber dan umurnya. Propolis keras dan getas ketika dingin, tetapi

menjadi lembut dan sangat lengket jika hangat.3

Propolis mengandung beberapa mineral seperti Mg, Ca, I, K, Na,Cu, Zn, Mn,

Fe, dan beberapa vitamin seperti B1, B2, B6, C, dan E, dan beberapa asam lemak.

Propolis juga mengandung beberapa enzim seperti succinic dehydrogenase, glucose-

6-phosphate. Propolis mengandung β-amilase, banyak polyphenol, flavones,

flavonones, phenolic acid dan ester.3

a. Ada dua belas flavonoid yang berbeda pada propolis, yaitu, pinocembrin,

acacetin, chrysin, rutin, catechin, naringenin, galangin, luteolin,

kaempferol, apigenin, myricetin, dan quercetin. Chrysin merupakan

komponen flavonoid alami dan aktif yang diekstrak dari madu, tanaman

dan propolis. Chrysin memiliki sifat anti-inflamasi, anti-kanker, anti-

6
alergi, anti-anxiolytic dan komponen antioksidan, dan menggangu proses

peredaran sel.3 Beberapa sampel propolis memiliki terpene sebagai

komponen utama. Ekstrak terpene dari propolis yang berasal dari

Myanmar dapat menghambat pertumbuhan kanker pancreas manusia

terutama pada kondisi tidak makan.7

b. Komponen phenolic merupakan komponen yang berfungsi pada makanan

seperti antioksidan, antibakeri, antifungi, antiviral, anti-inflamasi, efek

pelindung jantung. Dua lemak phenol, yaitu cinnamid acid dan caffeic

acid.4 Caffeic acid phenetyl ester mempunyai efek antioksidan, anti-

inflamasi, antiviral, immunomodular, anti-angiogenik, anti-invasif,

antimetastatik dan aktivitas karcinostatik.8

2.1.2 Manfaat Propolis

Komponen phenolic yang terdapat pada propolis kebanyakan dalam bentuk

flavonoids, yang konsentrasinya bergantung pada beberapa faktor, yaitu spesies

tanaman yang diambil sarinya oleh lebah, kesehatan dari tanaman, musim, faktor

lingkungan.4 Propolis dapat dimanfaatkan secara luas dan telah diuji oleh beberapa

penelitian diantara adalah

a. Sifat antibakteri, banyak peneliti menemukan bahwa propolis dan

ekstraknya menunjukkan sifat antibakteri melawan bakteri gram positif

dan bakteri gram negatif. Propolis memiliki aktivitas jangka luas terhadap

bakteri gram positif tetapi memiliki aktivitas terbatas pada bakteri gram

negatif.5 Menurut Lotfy3, ekstrak ethanol propolis (EEP) sangat efektif

7
pada bakteri anaerob. EEP menujukkan efektifitas pada Bakteroid dan

Peptostreptococcus dan kurang efektif pada bakteri gram positif. Menurut

Viuda9, aktivitas antimikroba dari propolis pada dasarnya melawan

bakteri gram positif. Menurut Cushnie dan Lamb9, flavonoid lainnya

seperti galangin juga menujukkan efek antibakeri. Mekanisme kerjanya

pada penurunan membran sitopasma dari bakeri, yang menyebkan

kehilangan ion potassium dan kerusakannya memacu sel mengalami

autolisis. Menurut Velazquez4, komponen propolis yaitu pinocembrin,

pinobanksin 3-O acetate, dan naringenin menujukkan efek pada

pertumbuhan S. aureus. Komponen ini merupakan komponen kimia dari

poplar-type propolis. Pinocembrin dan pinobanksin 3-O acetate

merupakan komponen yang paling banyak pada propolis dari Sonoran.

Naringenin, pinocembrin dan pinobanksin 3-O acetate juga menunjukkan

sifat antibakteri dan antifungi pada beberapa spesies.

b. Sifat antifungi, menurut Quiroga6, ekstrak propolis yang telah dimurnikan

menghindari pertumbuhan spora pada kultur medium yang sesuai dengan

fungi. Ekstrak propolis yang telah dimurnikan ini juga memiliki efek

dalam menghambat pertumbuhan serat jamur pada kultur jamur yang baru

bertumbuh dan juga partumbuhan jamur pada tahap lain. Pinocembrin,

flavone, flavonol, dan galangin mempunyai efek antijamur yang diambil

dari sampel propolis yang berasal dari barat daya Argentina. Percobaan

MIC menujukkan bahwa efek antijamur ekstrak propolis yang telah

dimurnikan, pinocembrin dan galangin lebih rendah dari pada obat

8
sintetik, ketoconazole dan clotrimazole.3 Menurut Pepeljnjak9, ekstrak

propolis murni pada konsentrasi 15-30 mg/ml dibutuhkan untuk menekan

pertumbuhan Candida albicans, Aspergillus flavus, A. ochraceus,

Penicillium viridicatum dan P. notatum. Propolis pada konsentrasi 0.25-

2,0 mg/ml dapat menghambat pertumbuhan A. sulphureus selama 10 hari,

tetapi hanya pada konstrasi tinggi yang menunjukkan aktivitas antijamur.

c. Aktivitas antiviral, komponen 3-methyl-but-2-enyl caffeate merupakan

komponen yang tidak banyak terdapat pada propolis tetapi dapat

menurunkan DNA sintetis virus dengan efektif.3

d. Antiprotozoal dan antiparastic, ethanol dan ekstrak dimethyl-sulphoxida

propolis, aktif melawan Trypanosoma cruzi, dan mematikan untuk

Trichomonas vaginalis.3

e. Aktivitas anti-iflamasi, pada inflamasi kronis hewan ditemukan bahwa

indeks arthritis mengalami penurunan oleh ekstrak ethanol propolis (50

mg/kg/hari dan 100 mg/kg/hari). Caffeic acid phenethyl ester

menunjukkan sifat anti-inflamasi Caffeic acid phenethyl ester ini

menekan aktivitas COX-1 dan COX-2.3 Menurut Kim4, chrysin juga

menujukkan sifat anti-inflamasi. Mekanisme kerja chrysin ini pada

penekanan aktifitas COX-2 dan menurunkan nitric oxide synthase.3

f. Sifat anti-ulcer, kegunaan lain dari propolis adalah sifat anti-ulcer.

Komponen phenolic, flavonoid pada propolis, yang memberikan sifat

anti-ulcer ini.3 Menurut Speroni dan Ferri5, flavonoid ini meningkatkan

komposisi prostaglandin pada mukosa, yang meningkatkan perlindungan

9
pada mukosa lambung. Menurut Tossoum5, propolis efektif dalam

menangani ulser kronis pada kulit.

g. Aktivitas antitumor, artepilin C diekstrak dari propolis Brazil. Artepilin C

(3,5-diprenyl-4-hydroxycinnamic acid) diaplikasikan pada manusia dan

sel tumor ganas murine pada in vitro dan in vivo, artepilin C ini

menunjukkan efek sitotoksik dan pertumubuhan dari sel tumor

mengalami penurunan. Artepilin C ini menyebabkan kerusakan signifikan

pada tumor dan sel leukemik dari tes MTT, tes DNA sintetik, dan

observasi morphologi secara in vitro.10 Caffeic acid phenethyl ester

menghambat pertumubuhan sel daoy (medulloblastoma manusia).7

h. Sifat antioksidan, menurut Aljadi dan Kamaruddin5, sifat antioksidan dari

propolis dan madu bergantung pada komponen phenolic dan flavonoid,

dan ada hubungan antara substansi dari phenolic dan flavonoid dengan

sifat antioksidan.

i. Efek pelindung hati, ekstrak propolis ditemukan mempunyai efek dalam

melindungi hati melawan kerusakan hati akibat akohol dengan mencegah

elevasi seluruh dari cyctochrome enzyme, P-450, NADPH-dependent

cytochrome C reductase, aniline hydroxylation, 7-ethoxyresorufin

hydroxylation, 7-ERH, 7-PRH, dan lemak peroksida.10 Propolis dan

silymarin secara signifikan menghambat pertumbuhan LPO dan

menurunkan stress peroxidatif hati lebih dari 80%. Perawatan dengan

propolis menujukkan perlindungan hati melawan sifat racun Hg dan

menekan proses LPO.11

10
j. Efek pelindung jantung, ekstrak propolis dapat menurunkan tingkat

glukosa dalam darah frutosamina, malonaldehyde, nitric oxide, nitric

oxide sintesa, total kolesterol, triglyceride, low-density lipoprotein

cholesterol pada serum dari tikus yang puasa. Ini menunjukkan propolis

dapat mengontrol glukosa dalam darah dan mengatur metabolisme

glukosa dan blood lipid, yang mengarah pada penurunan lemak peroksida

pada tikus yang menderita diabetes mellitus.4

k. Untuk menyembuhkan luka, penelitian oleh Magro-Filho dan Carvalho,12

menganalisa efek dari obat kumur porpolis pada penyembuhan luka

akibat sulcoplasty. Pasien kembali setelah 7, 14, 30 dan 45 hari pasca

pembedahan untuk cytology dan pemeriksaan klinis. Dapat disimpulkan

bahwa obat kumur yang mengandung propolis dalam alcohol solution

encer membantu penyembuhan luka bedah pada intrabukal dan

memberikan efek antinyeri dan antiinflamasi.

l. Efek lainnya, propolis memiliki banyak aktivitas biologi termasuk

aktivitas immunostimulan. Propolis juga memiliki efek antimutagenic

melawan mutagen lingkungan yang berbeda seperti 4-nitro-O-

phenylenediamine, 1-nitropyrene. Menurut Hartwich4, propolis dapat

digunakan pada pasien operasi gondok, pasien dengan luka dan ulser yang

sulit disembuhkan dan pasien dengan inflamasi rectal tidak spesifik.

11
2.1.3 Propolis Dalam Bidang Kedokteran Gigi

Propolis dalam kedokteran gigi dapat digunakan untuk:

a. Pada perawatan saluran akar dan periodontitis, Kosenko dan Kosrish11

menyarankan untuk menambahkan 4% propolis untuk pengisian saluran

akar. Pemeriksaan klinis dan radiografi menujukkan efisiensi yang tinggi

pada periodontitis akut, ekserbasi dan kronik. Propolis juga tidak

memberikan perubahan warna pada mahkota gigi, mendorong regenerasi

dari struktur tulang dan memperpanjang efek propolis. 12

b. Sebagai agen kariostatik, berdasarkan penelitian Hayacibara12 ada efek

propolis pada Streptococcus mutans , aktifitas glucosyltransferases dan

pembentukan karies pada tikus. Dari hasil yang diperoleh, propolis

berpotensial sebagai agen antikaries.

c. Penggunaan propolis dalam hipersensifitas dentin, berdasarkan penelitian

Mahmoud11 untuk mengetahui efek propolis pada hipersensifitas dentin

secara in vivo. Pada percobaan klinis dari propolis wanita dengan subjek

16-40 dimasukkan daam penelitian. Propolis diaplikasikan dua kali sehari

pada gigi dengan hipersensifitas dentin. Pada penelitian ini disimpulkan

bahwa propolis memiliki efek positif dalam mengontrol hipersensifitas

dentin. Pada percobaan in vitro menggunakan Scanning Electron

Microscopic (SEM), ditemukan bahwa propolis masuk ke dalam tubulus

dentinalis pada detik ke 60 dan 120 setelah aplikasi ke dentin.

12
d. Sebagai bahan pulp capping, berdasarkan penelitian Lonita et al. yang

melakukan pulp capping pada 150 gigi dengan indirect pulp capping dan

50 gigi dengan direct pulp capping, yang menggunakan pasta yang

terbuat dari propolis dan zinc oxide. Perubahan dari capping diikuti secara

klinis, radiologi dan morfologi. Hasil yang diperoleh menujukkan bahwa

pasta dengan propolis memberikan efek yang mirip dengan zinc

eugenol.11 Berdasarkan morfologinya, pembentukan dentin sekunder

terjadi tidak lama setelah pemberian pasta. Pada gigi dengan direct pulp

capping terbentuk selapis pelindung pada ruang pulpa yang terbuka,

selain itu dapat menghambat inflamasi pulpa dan menstimulasi

pembentukan dentin reparatif.12

2.2 HALITOSIS

Halitosis adalah bau mulut yang tidak sedap yang disebabkan karena adanya

volatile sulfur compounds (VSCs). Volatile sulfur compounds adalah hasil produksi

dari aktifitas bakteri anaerob di dalam mulut yang menghasilkan senyawa berupa

sulfur yang mudah menguap dan berbau tidak enak.1

2.2.1 Klasifikasi Halitosis

Klasifikasi halitosis terbagi menjadi halitosis murni, pseudohalitosis dan

halitophobia. Halitosis murni dapat dibagi menjadi dua subkelas yaitu halitosis

fisologi dan halitosis patologi. Halitosis fisiologi terdiri dari halitosis yang

disebabkan oleh makanan, kebiasaan buruk, morning breath. Halitosis patologi

13
terbentuk karena adanya kondisi patologi dari jaringan rongga mulut seperti gingiva

dan periodontitis, acute necrotizing ulcerative gingivitis dan tounge coating.

Pseudohalitosis dikeluhkan diderita oleh pasien tetapi tidak dirasakan oleh

orang lain. Kondisi ini dapat ditangani dengan konsultasi dan pengukuran OH.

Halitophobia merupakan keluhan bau mulut yang terus dirasakan bahkan setelah

halitosis telah dirawat. Suatu keadaan dikatakan halitophobia ketika tidak ada bukti

fisik atau sosial yang mengatakan bahwa seseorang menderita halitosis.13,14

2.2.2 Penyebab Halitosis

Bau mulut merupakan akibat dari proses pembusukan oleh bakteri dimana

bakteri oral bekerja pada protein saliva untuk menghasilkan produk-produk

compound. Proses pembentukan oleh bakteri dinyatakan dalam rongga mulut secara

berlebihan dan partikel makanan yang tersisa di dalam rongga muut menghasilkan

sulfur yang berbau seperti telur busuk. Mikroorganisme terutama bakteri gram

negative akan memecah substrat protein menjadi rantai peptida dan asam amino yang

mengandung sulfur seperti methionine, cysteine, dan cystine. Cystine dan methionine

merupakan asam amino dengan rantai samping yang mengandung unsur sulfur.

Asam amino utama yang menghasilkan VSCs, yaitu: cysteine menghasilkan

Hidrogen sulfide, methionine menghasilkan Methyl mercaptan, dan cystine

menghasikan Dimethyl sulfide.1,15

Selain bakteri yang menghasilkan produk compound, penyebab halitosis

dapat dibagi menjadi dua yaitu penyebab intraoral dan penyebab ekstraoral.2

14
Penyebab intraoral terdiri dari gigi-geligi itu sendiri, infeksi periodontal, xerostomia

dan lidah.13 Halitosis yang berasal dari ekstraoral disebabkan karena adanya penyakit

saluran pernapasan, penyakit hati, dan gagal ginjal.15

Penyebab halitosis yang berasal dari intraoral:

a. Gigi geligi, halitosis disebabkan oleh gigi geligi karena adanya lesi

karies yang dalam dengan impaksi makanan, luka ekstraksi dengan

gumpalan darah. Gigi tiruan akrilik khususnya yang tetap dipakai

saat tidur, tidak rajin dibersihkan dan dibantu oleh candidiasis akan

menghasilkan bau yang tidak enak.2 Berdasarkan laporan kasus oleh

Sonia16, restorasi yang tidak tepat juga dapat menyebabkan halitosis.

Setelah pembuangan dari restorasi yang tidak tepat ini, ditemukan

plak pada jaringan gigi, kondisi ini mebutuhkan ekstraksi dan bedah

flap pada gigi yang lainnya untuk membuang jaringan karies.

Setelah dilakukan ekstraksi, perawatan periodontal dan prostodonsi,

kondisi mulut kembali diperiksa dan bau nafas dibandingkan dengan

kunjungan petama, VSC telah hilang dan pasien sangat puas dengan

hasil ini.

b. Penyakit periodontal, berdasarkan beberapa penelitian selama 5 tahun

lalu telah menunjukkan penyakit periodontal menyebabkan bau tidak

sedap. Konsetrasi VSC yang tinggi didapatkan pada penderita

penyakit periodontal. Tonzentich menujukkan bahwa konstrasi dari

VSC pada nafas dari mulut meningkat dengan adanya poket dalam,

VSC ditemukan lebih banyak pada pasien dengan probing sebesar 4

15
mm atau lebih daripada pasien dengan kedalaman poket kurang dari

4 mm.1

c. Mikroba yang berhubungan dengan halitosis, bakteri utama yang

terlibat dalam bau mulut adalah Fusobacterium nucleatum,Prevotella

intermedia dan Tannerella forsythensis. Bakteri lain yang terlibat

dalam produksi volatile sufur compound adaah Prophyromonas

gingivalis, Porphyromonas endodontalis, Treponema denticola,

Aggregatibacter actinomycetemcomitans, Atopob-ium parvulum,

Campylobacter rectus, Desulfovibrio species, Eikenella corrodens,

Eubacterium sulci, spesies Fusobacterium dan Peptostreptococcus

micros.2 Klebsiella dan Enterobacter yang diisolasi dilaporkan

menyebabkan bau tidak sedap pada percobaan in vitro yang

menyebabkan halitosis pada saat penggunaan gigi tiruan.17

d. Tounge coating merupakan faktor penting penyebab bau mulut. VSC

pada halitosis intraoral berasal dari permukaan dorsoposterior dari

lidah.2 Halitosis intraoral kronik dapat dirawat dengan efektif dengan

membersihkan tongue coating dengan menggunakan tongue scraper

dan menggunakan obat kumur.14

Penyebab halitosis dari ekstraoral:

a. Penyakit saluran pernapasan (abses paru-paru, nekrosis pneumonia

dan carcinoma saluran pernapasan) dapat menyebabkan rusaknya

jaringan yang berhubungan dengan produksi volatile sulfur

16
compound. Penyakit saluran pernafasan lain seperti tonsillitis,

sinusitis dapat menyebabkan halitosis.2

b. Uremia yang disebabkan oleh gagal ginjal juga menghasilkan

(CH3)3N dan dimethylamine. Pasien dengan diabetes mellitus yang

tidak terkontrol (diabetic ketoacidoses) dapat menghasilkan nafas

yang berbau seperti apel busuk, yang dihasilkan oleh gangguan

metabolik yang menyebabkan gangguan acetone dan ketone yang

lain.2

2.2.3 Asam Amino

Cystine (-S-S) mengalamin proses reduksi yaitu penambahan unsur hydrogen

menjadi cysteine (-SH-SH), dimana cysteine (-SH-SH) mengalami 2 proses

pemecahan yaitu : deamination dan decarboxylation dan desulphydration.

Deamination adalah proses pemecahan asam amino sedangkan decarboxylation

adalah proses pemecahan asam karboksilat sehingga menghasilkan Methyl-

mercaptan (CH3SH). Cysteine (-SH SH-) juga mengalami desulphydration yaitu

proses pemecahan sulfat dan air sehingga menghasilkan Hidrogen sulfide (H2S) dan

Serini. Methionine (CH-S-) mengalami proses reduksi yaitu proses penambahan

unsur hidrogen sehingga menghasilkan CH3SH, dimana CH3SH mengalami proses

reduksi kembali sehingga menghasilkan H2S dan CH4. Methyl mercaptan dapat

meningkatkan permeabilitas mukosa dan menstimulasi cytokinin yang berhubungan

dengan terjadinya penyakit periodontal. Hidrogen sulfide merupakan zat yang toksik

yang berhubungan dengan terjadinya pocket yang dalam, inflamasi gingiva,

17
kerusakan ligamen periodontal, kerusakan perlekatan gingiva dan penyakit-penyakit

gingiva.1

2.3 HUBUNGAN PROPOLIS DAN HALITOSIS

Berdasarkan yang dijelaskan di atas, halitosis disebabkan oleh banyak faktor

baik dari faktor intraoral dan ekstraoral.2 Penyebab intraoral terdiri dari gigi-geligi

itu sendiri, infeksi periodontal, xerostomia dan lidah.13 Selain itu, halitosis

disebabkan oleh bakteri yang memecah protein menjadi asam amino, yaitu

methionine, cysteine, dan cystine.1 Bakteri yang dapat menghasilkan asam amino

tersebut antara lain Fusobacterium nucleatum, Prevotella intermedia dan Tannerella

forsythensis.2 Sedangkan propolis dikenal memiliki khasiat antibakteri karena

komponen flavonoid yang pada dasarnya melawan bakteri gram positif.9 Selain itu,

propolis juga menunjukkan efisiensi yang tinggi pada penderita penyakit periodontal

akut, kronis dan ekserbasi akut.11

18
BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 KERANGKA KONSEP

Halitosis

Penyakit Ekstra Intra


Sistemik oral oral

Propolis

Bakteri Protein
Antifungi

Antiviral

Asam Amino

Antimikroba

Antiinflamasi Cystine Cysteine Methionin

Keterangan:
Dimetil Hidrogen Methil
variabel yang diteliti Sulfida Sulfida Mercaptan

variabel yang tidak diteliti

VSC
3.2 VARIABEL

Variabel independen : Propolis sediaan

Variabel dependen : Jumlah volatile sulfur compound (VSC)

Variabel antara : Lama berkumur

3.2 KETERBATASAN PENELITIAN

Pada penelitian ini, peneliti memiliki beberapa keterbatasan baik berupa waktu karena

pada penelitian ini hanya subjek berkumur sebanyak sekali dan langsung dilakukan

pengujian setelah sepuluh menit, dana karena kami melakukan penelitian di luar

Makassar sehingga membutuhkan dana untuk biaya hidup dan sampling, kami tidak

menggunakan random sampling pada penelitian ini karena kami melakukan di

universitas lain dan tidak memiliki kenalan.

20
BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan penelitian clinical trial dengan desain penelitian pre

and post test only.

4.2 LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Klinik Halitosis RSGMP Fakultas Kedokteran Gigi

(FKG) Universitas Gadjahmada (UGM).

4.3 WAKTU PENELITIAN

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2014.

4.4 POPULASI & SAMPEL PENEITIAN

Populasi

Populasi penelitian adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran Gigi (UGM) Universitas

Gadjahmada yang sedang bertugas di Klinik Halitosis dengan memenuhi kriteria

yaitu tidak memiliki karies, sudah scalling, tidak menderita penyakit sistemik, tidak

memakai alat orthodontic, tidak memakai gigi tiruan, tidak makan dua jam sebelum

perlakuan.
Sampel

Sampel penelitian adalah 30 orang.

4.5 METODE PENGAMBILAN SAMPEL

Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah quota sampling.

4.6 VARIABEL PENELITIAN

Variabel menurut fungsinya:

Variabel bebas : Propolis sediaan

Variabel akibat : Jumlah volatile sulfur compound yang diukur dalam satuan

ng/10ml

4.7 DEFINISI OPERASIONAL VARIABEL

a. Efektivitas propolis adalah kemampuan propolis untuk mengurangi

atau menghilangkan volatile sulfur compound penyebab halitosis.

b. Volatile sulfur compound adalah suatu senyawa sulfur yang mudah

menguap, terbentuk oleh reaksi bakteri dengan protein yang dapat

diukur dengan oralchroma Fis inc. dengan kadar standar H2S sebesar

1.5 ng/10ml dan CH3SH sebesar 0.5 ng/ml dan (CH3)2S 0.2 ng/10ml.

4.8 KRITERIA PENILAIAN

Kriteria Penilaian:

Oralchroma Fis inc mengukur jumlah gas H2S, CH3SH, dan (CH3)2S dalam

satuan ng/10ml dengan standar seseorang dikatakan halitosis apabila gas H2S

lebih dari 1.5 ng/ml, gas CH3SH lebih dari 0.5 ng/ml dan gas (CH3)2S lebih

dari 0.2 ng/10ml. Pada penelitian ini gas (CH3)2S tidak diteliti karena gas

22
(CH3)2S berasal dari ekstraoral yang disebabkan karena gangguan hati dan

juga gas ini tidak hanya berada di mulut tetapi juga berada di hidung.12,15

4.9 ALAT DAN BAHAN

4.9.1 Alat

a. Oralchroma Fis Inc.

b. Spoit

c. Gelas plastik

d. Pipet tetes

e. Masker

f. Handskun

4.9.2 Bahan

a. Propolis sediaan 6 ml, yang berasal dari lebah Apis mellifera

scutellata. Propolis ini diproduksi oleh PT. Melia Sehat

Sejahtera.

b. Akuades

4.10 PROSEDUR PENELITIAN

Pengambilan sampel pada penelitian ini terbagi menjadi tiga yaitu, proses

pengenceran propolis proses pengambilan sampel dan pengujian dengan

oralchroma Fis Inc.

23
4.10.1 Proses Pengenceran

Proses pengenceran propolis menggunakan rumus :

Jadi, setiap 20 ml akuades ditambahkan 1 ml propolis untuk mendapatkan

propolis 5%

4.10.2 Proses Pengambilan Sampel

Proses pengambilan sampel dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Pada hari pertama, sebanyak 10 sampel diambil untuk dilakukan pre test

dan menjadi kelompok pertama.

b. Pada hari kedua, sebanyak 10 sampel lagi diambil untuk dilakukan pre

test dan menjadi kelompok kedua.

c. Pada hari ketiga, sebanyak 10 sampel lagi diambil untuk dilakukan pre

test dan menjadi kelompok ketiga.

d. Pada hari keempat, kelompok pertama yang telah dilakukan pre test pada

hari pertama akan diberikan intervensi dan hasil ini yang menjadi post test

pada kelompok pertama

e. Pada hari kelima, kelompok kedua yang telah dilakukan pre test pada hari

kedua akan diberikan intervensi dan hasil ini yang menjadi post test pada

kelompok kedua

24
f. Pada hari keenam, kelompok ketiga yang telah dilakukan pre test pada

hari ketiga akan diberikan intervensi dan hasil ini yang menjadi post test

pada kelompok ketiga.

4.10.3 Proses Pengujian Dengan Oralchroma Fis Inc.

Proses pengujian dengan oralchroma Fis inc. dilakukan sebagai berikut:18

a. Subjek diintruksikan untuk menutup mulutnya dan bernapas melalui

hidung selama 30 detik.

b. Spoit 1 ml dimasukkan ke dalam rongga mulut, melalui bibir dan gigi,

bibir tetap tertutup.

c. Perlahan plunger spoit ditarik, lalu didorong, kemudian ditarik untuk

kedua kalinya.

d. Pasangkan jarum ke spoit, lalu sampel gas diinjeksikan ke inlet

oralchroma Fis inc.

e. Setelah pengukuran dilaksanakan, subjek diintruksikan untuk berkumur

dengan propolis sebanyak 21 ml selama 30 detik. Lalu, subjek

diintruksikan untuk menunggu selama 10 menit.

f. Selama menunggu 10 menit, subjek diintruksikan untuk bernapas melalui

hidung.

g. Setelah 10 menit, spoit 1 ml dimasukkan ke dalam rongga mulut, melalui

bibir dan gigi, bibir tetap tertutup.

h. Perlahan plunger spoit ditarik, lalu didorong, kemudian ditarik untuk

kedua kalinya.

25
i. Pasangkan jarum ke spoit, lalu sampel gas diinjeksikan ke inlet

oralchroma Fis inc.

4.10.4 Kelaikan Etik Penelitian

Penelitian ini telah disetujui oleh unit etika dan advokasi fakultas kedokteran

gigi Universitas Gadjah Mada dengan nomor kelaikan etik penelitian yaitu:

No. 00110 /KKEP/FKG-UGM/EC/2014 dan subjek telah menyetujui dengan

mengisi informed consent.

4.11 DATA

1. Jenis data : Data primer

2. Penyajian data : Data disajikan dalam bentuk tabel

3. Pengolahan data : Data diolah dengan menggunakan SPSS versi 18

4. Analisis data : Uji T berpasangan

26
4.12 ALUR PENELITIAN

Persiapkan alat dan


bahan

Pengkuran sebelum berkumur

Subjek diminta berkumur


propolis

Pengukuran setelah
berkumur

Pengamatan hasil

Analisis data

Pembahasan

Kesimpulan

Gambar 4.1 Alur penelitian

27
BAB V

HASIL PENELITIAN

Penelitian mengenai efektivitas propolis dalam menurunkan volatile sulfur

compound (VSC) sebagai penyebab halitosis telah dilakukan. Penelitian dengan

rancangan pre test-post test only ini mengambil tempat di Rumah Sakit Gigi dan

Mulut Pendidikan FKG UGM dan dilaksanakan pada tanggal 29 September hingga 9

Oktober 2014. Sampel penelitian merupakan mahasiswi FKG UGM yang memenuhi

kriteria seleksi sampel yang telah ditentukan sebelumnya. Jumlah total sampel

seluruhnya berjumlah 30 orang.

Pada penelitian ini, halitosis diukur melalui kadar volatile sulfur compound,

yaitu kadar hidrogen sulfide (H2S) dan kadar methil mercaptan (CH3SH).

Pengukuran kedua zat tersebut dilakukan dua kali, yaitu sebelum dilakukan

intervensi (pre test) dan setelah intervensi dilakukan (post test). Intervensi dalam hal

ini adalah berkumur dengan larutan propolis, sehingga efektivitas propolis dalam

menurunkan kadar kedua zat tersebut dapat diketahui. Pengukuran kadar hidrogen

sulfide (H2S) dan methil mercaptan (CH3SH) dilakukan dengan menggunakan

oralchroma Fis Inc. dan diukur dalam satuan ng/10ml. Selanjutnya, seluruh hasil

penelitian dikumpulkan dan dilakukan analisis data dengan menggunakan program

SPSS 18.0 (SPSS Inc., Chicago, IL, USA). Hasil penelitian ditampilkan dalam tabel

distribusi sebagai berikut.


Tabel 5.1. Distribusi karakteristik sampel penelitian
Karakteristik sampel penelitian Frekuensi (n) Persen (%) Rerata ±SB
Usia 20.60 ± 1.102
19 tahun 6 20.0
20 tahun 7 23.3
21 tahun 11 36.7
22 tahun 5 16.7
23 tahun 1 3.3
Kadar Hidrogen Sulfide (H2S)
Sebelum intervensi (pre test) 0.562 ± 0.794
Setelah intervensi (post test) 0.288 ± 0.473
Kadar Methyl mercaptan
(CH3SH)
Sebelum intervensi (pre test) 1.449 ± 1.277
Setelah intervensi (post test) 1.847 ± 1.704
Total 30 100
SB: Simpang baku

Tabel 1 menunjukkan distribusi karakteristik sampel yang secara keseluruhan

berjumlah 30 orang (100%). Sampel pada penelitian ini seluruhnya berjenis kelamin

perempuan, hal ini dilakukan untuk mengurangi faktor perancu dalam penelitian.

Pada tabel 1, terlihat bahwa usia sampel yang paling banyak adalah 21 tahun dengan

jumlah 11 orang (36.7%), sedangkan usia sampel yang paling sedikit adalah 23

tahun, dengan jumlah hanya seorang (3.3%). Terlihat pula sampel yang berusia 19

tahun sebanyak enam orang (20%), sampel yang berusia 20 tahun sebanyak tujuh

orang (23.3%), dan sampel yang berusia 22 tahun, sebanyak lima orang (16.7%).

Secara keseluruhan, sebelum intervensi dengan larutan propolis, kadar Hidrogen

sulfide (H2S) mencapai 0.562 ng/10ml dan kadar Methyl mercaptan (CH3SH)

mencapai 1.449 ng/10ml. Setelah intervensi dengan berkumur larutan propolis

dilakukan, perhitungan kadar kedua zat ini diukur kembali. Hasilnya menunjukkan

bahwa kadar Hidrogen sulfida menjadi sebesar 0.288 ng/10ml, sedangkan kadar

Methyl mercaptan menjadi 1.847 ng/10ml setelah intervensi diberikan.


Tabel 5.2. Distribusi kadar rata-rata Hidrogen sulfide (H2S) dan Methyl mercaptan (CH3SH)
sebelum dan sesudah intervensi berdasarkan usia sampel
Kadar Methyl mercaptan
Kadar Hidrogen Sulfide (H2S)
(CH3SH)
Usia
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Rerata ±SB Rerata ±SB Rerata ±SB Rerata ±SB
19 tahun 0.206 ± 0.506 0.093 ± 0.228 1.316 ± 0.865 1.365 ± 1.029
20 tahun 0.875 ± 1.034 0.460 ± 0.652 0.787 ± 0.832 1.231 ± 0.571
21 tahun 0.343 ± 0.681 0.167 ± 0.411 1.654 ± 1.431 2.236 ± 2.213
22 tahun 0.894 ± 0.857 0.506 ± 0.529 1.812 ± 1.788 2.440 ± 2.263
23 tahun 1.260 ± 0.000 0.510 ± 0.000 2.810 ± 0.000 1.780 ± 0.000

Tabel 2 memperlihatkan distribusi kadar rata-rata Hidrogen sulfide (H2S) dan

Methyl mercaptan (CH3SH) sebelum dan sesudah intervensi berdasarkan usia

sampel. Pada usia 19 tahun, terlihat kadar hidrogen sulfida mengalami penurunan

dari pre test sebesar 0.206 menjadi 0.093 pada post test intervensi. Adapun, pada

kadar Methyl mercaptan terjadi peningkatan, yaitu pre test sebesar 1.316 ng/10ml

menjadi 1.365 ng/10ml setelah intervensi. Pada usia 20 tahun, kadar Hidrogen

sulfide menurun dari 0.875 menjadi 0.460. Namun, pada kadar Methyl mercaptan,

terjadi peningkatan dari 0.787 ng/10ml menjadi 1.231 ng/10ml. Setelah intervensi

larutan propolis. Pada usia 21 tahun, penurunan kadar Hidrogen sulfide juga terjadi,

yaitu dari pre test sebesar 0.343 menjadi 0.167 pada post test. Sebaliknya,

peningkatan kadar Methyl mercaptan terjadi dari 1.654 ng/10ml menjadi 2.236

ng/10ml. Hal yang serupa juga terjadi pada usia 22 tahun, pada kadar Hidrogen

sulfide, terjadi penurunan dari 0.894 menjadi 0.506, sedangkan pada kadar Methyl

mercaptan, terjadi peningkatan dari 1.812 ng/10ml menjadi 2.240 ng/10ml. Pada usia

sampel tertua, yaitu 23 tahun, kadar Hidrogen sulfide mengalami penurunan dari

30
1.260 ng/10ml menjadi 0.510 ng/10ml dan kadar Methyl mercaptan juga mengalami

penurunan dari 2.810 ng/10ml menjadi 1.780 ng/10ml

Gambar 5.1: Proses pengambilan sampel (Dokumentasi Pribadi)

Tabel 5.3. Perbedaan kadar Hidrogen sulfide (H2S) dan Methyl mercaptan (CH3SH) sebelum
(pre test) dan sesudah intervensi (post test) berkumur larutan propolis
Sebelum Sesudah Perbedaan rerata
Variabel Nilai-p
Rerata ±SB Rerata ±SB (95% CI)
Kadar Hidrogen Sulfida 0.274 ± 0.356
0.562 ± 0.794 0.288 ± 0.473 0.000*
(H2S) (0.140 – 0.407)
Kadar Methil -0.397 ± 0.935
1.449 ± 1.277 1.847 ± 1.704 0.027*
mercaptan (CH3SH) (-0.746 – 0.048)
*Paired sample t-test: p<0.05; signifikan

Tabel 3 memperlihatkan perbedaan kadar Hidrogen sulfide (H2S) dan Methyl

mercaptan (CH3SH) sebelum dan setelah intervensi berkumur larutan propolis.

Terlihat secara keseluruhan kadar Hidrogen sulfide menurun dari 0.562 ng/10ml

menjadi 0.288 ng/10ml. Selisih perbedaan sebelum dan sesudah mencapai 0.274

dengan nilai perbedaan yang mewakili dalam populasi (95% CI) berkisar 0.140-

31
0.407. Tidak adanya nilai 0 (perbedaan rerata: pre test-post test) dalam rentang

interval kepercayaan, menunjukkan bahwa setiap saat pasti ada perbedaan kadar

Hidrogen sulfide sebelum dan setelah berkumur larutan propolis. Hal ini juga

didukung dengan hasil uji statistik, paired sample t-test, yang menunjukkan nilai

p:0.000 (p<0.05) yang berarti bahwa ada perbedaan kadar Hidrogen sulfide yang

signifikan sebelum dan setelah berkumur larutan propolis. Dengan kata lain, propolis

efektif dalam menurunkan kadar Hidrogen sulfide.

Hal yang tidak sejalan diperlihatkan pada kadar Methyl mercaptan, yang

bukannya mengalami penurunan, melainkan terjadi peningkatan sebelum dan setelah

intervensi. Kadar Methyl mercaptan mengalami peningkatan dari 1.449 ng/10ml

menjadi 1.847 ng/10ml. Selisih perbedaan sebelum dan sesudah menunjukkan nilai -

0.398. Nilai minus menunjukkan bahwa nilai sebelum intervensi dominan lebih

tinggi dibandingkan setelah intervensi. Nilai rentang interval kepercayaan yang

mewakili populasi (95% CI) menunjukkan kisaran -0.746 – 0.048. Selain adanya

nilai minus, nilai kisaran ini juga menunjukkan adanya nilai 0, yang berarti terdapat

beberapa sampel yang mewakili populasi, yang menunjukkan tidak adanya

perbedaan sebelum dan sesudah intervensi. Berdasarkan hasil uji statistik, diperoleh

nilai p:0.027 (p>0.05) yang menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan Methyl

mercaptan yang signifikan sebelum dan sesudah intervensi. Dengan kata lain,

propolis tidak efektif dalam menurunkan kadar Methyl mercaptan.

32
.
Gambar 5.2: Hasil tes menggunakan oralchroma Fis inc (Sumber:
dokuemtasi pribadi)

Tabel 5.4. Perbedaan kadar volatile sulfur compound (VSC) sebelum (pre test)
dan sesudah intervensi (post test) berkumur larutan kumur propolis
Kadar volatile sulfur
Rerata perbedaan
Variabel compound (VSC) Nilai-p
(95% CI)
Rerata ±SB
Sebelum Berkumur
2.012 ± 1.586 -0.123 ± 1.144
Propolis (Pre test)
0.559a
Sesudah Berkumur (-0.551 – 0.303)
2.135 ± 1.703
Propolis (Post test)
a
Paired sample t-test: p>0.05; tidak signifikan

Tabel 4 memperlihatkan perbedaan kadar volatile sulfur compound (VSC)

sebelum dan setelah intervensi berkumur dengan larutan propolis. Terlihat secara

keseluruhan kadar volatile sulfur compound (VSC) sebelum intervensi sebesar 2.012

ng/10 ml dan setelah dilakukan intervensi naik menjadi 2.135 ng/10 ml. Selisih

perbedaan sebelum dan sesudah mencapai -0.123 denhan nilai perbedaan yang

mewakili populasi (CI 95%) berkisar -0.551 – 0.303. Terdapat nilai 0 (perbedaan

rerata: pre test-post test) dalam rentang interval keperayaan menunjukkan bahwa

terdapat beberapa sampel yang mewakili populasi, yang menunjukkan tidak adanya

33
perbedaan sebelum dan sesudah intervensi. Berdasarkan uji statistik, diperoleh nilai

p:0.559 (p>0.05) yang menujukkan bahwa terjadi penurunan kadar volatile sulfur

compound (VSC) sebelum dan sesudah berkumur propolis yang tidak signifikan.

Dengan kata lain, propolis tidak efektif dalam menurunkan volatile sulfur compound

(VSC).

34
BAB VI

PEMBAHASAN

Propolis merupakan campuran resin yang diperoleh dari lebah Apis mellifera,

yang digunakan sebagai material dalam sarang lebah. Komponen utama dari propolis

adalah resin (50%), wax (30%), minyal essensial (10%), serbuk sari (5%) dan

komponen organik lainnya (5%). Propolis mengandung komponen phenolic,

flavonoid, terpenes, betasteroids, aromatic aldehida dan alkohol sesquiterpen dan

stillbene terpenes. Propolis ini berguna untuk menjadi antibakteri, antifungi,

antiviral, antiprotozoal dan antiparastic, aktivitas anti-inflamasi, anti ulcer, antitumor,

antioksidan, membantu menyembuhkan luka.3,4 Selain itu, propolis juga berkhasiat di

bidang kedokteran gigi antara lain untuk perawatan saluran akar dan periodontitis,

agen antikaries, mengontrol hipersensifitas dentin, pulp capping.9,14

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui efektivitas propolis dalam

menurunkan kadar volatile sulfur compound. Pada penelitian ini, responden yang

diambil dari mahasiswa wanita, tidak memiliki karies, tidak menggunakan alat

orthodonsi dan protesa dikarenakan orthodonsi dan protesa dapat menjadi retensi

makanan yang dapat dimetabolismekan oleh bakteri menjadi asam amino

pembentuk volatile sulfur compound (VSC). Responden juga diharapkan untuk tidak

makan dan minum selama 2 jam karena makanan dan minuman tertentu dapat

memberikan efek bau pada mulut yang dapat mengganggu hasil penelitian. Selain

itu, diharapkan responden tidak memiliki penyakit sistemik dikarenakan halitosis


tidak hanyadisesbabkan oleh dari dalam mulut, tetapi juga dapat dikarenakan oleh

penyakit di luar mulut seperti gastritis, penyakit saluran pernapasan. Gas volatile

sulfur compound terdiri dari tiga gas yaitu, gas Hydrogen sulfide (H2S), Methyl

mercaptan (CH3SH), dan Dimethyl sulfide ((CH3)2S). Standar seseorang dikatakan

halitosis ketika H2S tidak lebih dari 1.5 ng/10ml, CH3SH tidak lebih dari 0.5

ng/10ml, dan (CH3)2S tidak lebih dari 0,.2 ng/10ml, namun pada penelitian ini nilai

gas Dimethyl sulfide ((CH3)2S) tidak diukur karena gas ini merupakan gas yang

menyebabkan bau mulut tetapi berasal dari ekstra oral seperti lambung, saluran

pernapasan dan organ lain.15 Gas Hydrogen sulfide mempunyai bau khas seperti telur

busuk, gas Methyl mercaptan mempunyai bau khas seperti kubis busuk dan tajam,

dimethyl sulfida mempunyai bau yang menusuk. Halitosis dapat disebabkan karena

karies dari gigi, infeksi periodontal, mikroba, tounge coating.2 Halitosis juga

disebabkan oleh turunnya laju saliva yang menyebabkan bakteri melakukan

pembusukan yang disebut morning breath.15 Volatile sulfur compound merupakan

produk bakteri gram negatif yang menghasilkan asam amino dari saliva, GCF, poket

gingiva dan periodontal, dan permukaan lidah.15

Pada hasil uji paired sample T-test didapatkan nilai p: 0.000 (p<0.05) pada

percobaan H2S yang menunjukkan bahwa adanya penurunan kadar setelah berkumur

dengan propolis. Rata-rata kadar H2S sebelum dilakukan intervensi mencapai 0.562

ng/10ml dan setelah dilakukan intervensi menjadi sebesar 0.288 ng/10ml. Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Shinji Morita19 yang menunjukkan

bahwa berkumur dengan obat kumur yang mengandung propolis selama 14 hari

36
dapat menurunkan Hydrogen sulfide (H2S). Hal ini juga didukung oleh penelitian

Sterer, Rubinstein, Barak dan Katz20 yang mengatakan bahwa halitosis merupakan

hasil degradasi dari produk oleh bakteri yang berada pada rongga mulut yang

menyenbabkan bau mulut dan pada penelitian yang dilakukan oleh Sterer,

Rubinstein, Barak dan Katz19 ini menunjukkan adanya penurunan pengukuran

komponen volatile sulfur compound dalam hembusan napas yang diukur dengan

Halimeter. Hal ini dapat terjadi karena adanya sifat antibakteri dari propolis dan

halitosis disebabkan oleh bakteri gram negatif seperti Prevotella intermedia,

Porphyromonas endodontalis, Eubacterium, P. gingivalis, P. intermedia, P.

nigrescens, dan T. denticola yang memecah substrat protein menjadi rantai peptida

dan asam amino yang mengandung sulfur yaitu cysteine. Asam amino ini yang

menjadi H2S.21 Selain itu, propolis juga terbukti untuk membantu mencegah penyakit

periodontal yang juga merupakan salah satu penyebab dari halitosis.20

Pada hasil uji paired sample T-test didapatkan nilai p:0.027 (p<0.05) yang

menujukkan adanya peningkatan kadar CH3SH yang signifikan setelah berkumur dengan

propolis. Rata-rata kadar CH3SH sebelum intervensi dengan propolis adalah 1.449 ng/10ml

dan setelah intervensi malah naik menjadi 1.847 ng/10ml. Gas CH3SH ini diproduksi oleh

bakteri P. gingivalis, P. intermedia, T. forsythensis, Fusobacterium, Bacteroides,

Porphyromonas dan Eubacterium, bakteri inilah yang memecah substrat protein menjadi

asam amino Methionine yang akan menjadi gas Methyl mercaptan dan bakteri ini

kebanyakan bakteri gram negatif anaerob yang hidup di daerah sempit seperti poket

periodontal, daerah posterior dorsal lidah dan bagian interdental, hal ini dapat menyebabkan

tidak turunnya CH3SH karena bakteri ini berada di bagian yang sulit dijangkau oleh larutan

propolis pada saat berkumur.13,15,23 Hal juga ini tidak sejalan dengan Sterer, Rubinstein,

37
Barak dan Katz20 yang mengatakan terjadi penurunan volatile sulfur compound hal ini dapat

disebabkan karena berbedanya alat ukur yang digunakan yaitu Halimeter, hal ini dapat pula

terjadi mungkin karena adanya bau dari propolis yang terdektesi oleh oralchroma Fis inc dan

juga dapat terjadi adanya keterbatasan waktu karena pada penelitian oleh Shinji Morita 19,

subjek diminta untuk berkumur dengan propolis selama 14 hari sebanyak empat kali sehari

yaitu setelah makan dan sebelum tidur dengan menggunakan 50 ml larutan propolis

sedangkan pada penelitian ini subjek hanya diminta berkumur sebanyak satu kali selama 30

detik.

38
BAB VII

PENUTUP

7. 1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Terjadi penuruan kadar H2S yang signifikan setelah berkumur dengan

propolis yang berarti propolis efektif dalam menurunkan kadar H2S dalam

mulut.

2. Terjadi peningkatan CH3SH yang signifikan setelah berkumur dengan

propolis yang berarti propolis tidak efektif dalam menurnkan kadar CH3SH

dalam mulut.

7.2 SARAN

1. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas propolis

dalam menurunkan kadar volatile sulfur compound (VSC) yang

membandingkan penurunan kadar VSC dengan menggunakan halimeter dan

oralchroma.

2. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai propolis dalam

menurunkan kadar volatile sulfur compound (VSC) dengan menggunakan

jangka waktu yang cukup lama.


DAFTAR PUSTAKA

1. Widagdo Y, Suntya K : Volatile sulfur compounds sebagai penyebab halitosis.


Jurnal kedokteran gigi mahasaraswati,2008, Vol 5, p:1-5.

2. Patil Survana H, Kulloli A, Kella M. Unmasking Oral Malodor. Journal of


Scientific Research, 2012, p: 61-63.

3. Palombo E A: Traditional Medicinal Plant Extracts and Natural Products with


Activity against Oral Bacteria: Potential Application in the Prevention and
Treatment of Oral Diseases. Evidence-Based Complementary and Alternative
Medicine, 2009, Vol 2011, p: 5.

4. Lotfy M: Biological Activity of Bee Propolis in Health and Disease. Asian


Pacific Journal of Cancer Prevantion, 2008, Vol 7, p: 22-24.

5. Martos-Viuda M, Ruiz-Navajaz Y, Lopez-Fernandes J, Perez-Alvarez J A:


Fuctional Properties of Honey, Propolis and Royal Jelly. Journal of Food
Science, 2008, Vol 73, p: 117-121.

6. Velazques C, Navarro M, Acosta A, et al: Antibacterial and free-radical


scavenging activities of sonoran propois. Journal of Applied Mircobiology,
2007, vol 103, p: 1749-1756.

7. Watanabe M A E, Amarante M K, Conti B J, Sforcin J M: Cytotoxic


constituents of propolis inducing anticancer effect: a review. Journal of
Pharmacy and Phamacology, 2011, Vol 63, p:130-132.

8. Quiroga E N, Sampietro D A, et al: Propolis from northwest of Argentina as a


source of antifungal principles. Journal of Applied Mircobiology, 2005, Vol
101, p: 106-109.

9. Victorino F R, Franco L S, Svidzinski T I E, Avila-Campos M J, Cuman R K N,


Hidalgo M et al: Pharmacological Evaluation of Propolis Solutions for
Endodontic Use. Pharmaceutical Biology, 2007, Vol 45, p: 725.

10. Bhadauria M, Shukla S, Mathur R, Agrawal Om P, Shrivastava S, Joshi D et al:


Hepatic endogenous defense potential of propolis after mercury intoxication.
Integrative Zoology, 2008, p: 318-319.
11. Mathivana V, Nabi Shah Gh, Manzoor Mudasar, Gm Mir Selvisabhanayakam:
A Review on Propolis – As a Novel Folk Medicine. Indian Journal of Science,
2013, Vol 2, 23-26.

12. Parolia A, Thomas M S, Kundabaa M, Mohan M: Propolis and its potential uses
in oral health. International Journal of Medicine and Medical Sciences, 2010,
Vol 2, p: 211-213.

13. Kapoor A, Grover V, Malhotra R, Kaur S, Singh K: Halitosis – Revisited.


Indian Journal of Dental Sciences, 2011, Vol 3, p:102-103.

14. Yaegaki K, Coil J M: Examination, Classification, and Treatment of Halitosis;


Clinical Perspective. Journal of Canadian Dental Association. 2000, Vol 66, p:
258.

15. Tangerman A, Winkel E G: Volatile Sulfur Compounds as The Cause of Bad


Breath: A Review. Phosporus, Sulfur, and Silicon, 2013, Vol 188, p:398-400.

16. Yoneda M, Suzuki N, Macedo S M, Fujimoto A, Iha K, Koga C et al: The


Variable Etiology of Oral Pathologic Halitosis: A Case Series. Smile Dental
Journal, 2012, Vol 7, p: 32.

17. Gunardi I, Winardhani S Y: Oral Probiotik: Pendekatan Baru Terapi Halitosis.


Indonesian Journal of Dentistry, 2009, Vol 16, p: 64-65.

18. Wijayanti A, Rahardjo A, Bahar A: Perubahan Parameter Halitosis Setelah


Menggunakan Siwak (Salvadora persica) Pada Santri Pondok Pesantren Tapak
Sunan Usia 11-13 Tahun. Indonesian Journal of Dentistry, 2010, Vol 17, p: 45.

19. Morita S, Nohno K, Yamaga T, Miyazaki H: Effect of 14-days Propolis


Mouthrinse Use on Reduction of Volatile Sulfur Compounds: Randomizeds
Cross-over Trial. Dental Health Journal, 2010, Vol 60, p:17.

20. Wieckiewicz W, Miernik M, Wieckiewicz M, Morawiec T; Does Propolis Help


to Maintain Oral Health?. Hindawi Publishing Corporation, 2012, Vol 2013, p:2.

21. Xu X, Zhou X D, Wu C D; Tea Cathechin ECGg Suppress the mgl Gene


Associated with Halitosis. Journal of Dental Research, 2010, p: 3-4.

22. Koga C, Yoneda M, Nakayama K, et al; The Detection of Candida Species in


Patients with Halitosis. International Journal of Dentistry, 2014, Vol 2014, p:4.

41
23. Calil C M, Oliveira G M, Cogo K, Pereira A C, Marcondes F K, Groppo F C;
Effect of Stress hormones on the production of volatile sulfur compounds by
periodontopathogenic bacteria. Braz Oral Res., 2014, p: 6.

42

Anda mungkin juga menyukai