Anda di halaman 1dari 17

BAB I

Latar Belakang

1.1 Latar Belakang

Pembunuhan bayi merupakan sebutan yang bersifat umum bagi setiap


perbuatan merampas nyawa bayi diluar kandungan. Infanticide adalah tindakan
merampas nyawa bayi yang belum berumur satu tahun oleh ibu kandungnya
sendiri. Pengkhususan infanticide sebagai tindak pidana yang hukumannya lebih
ringan didasarkan atas pertimbangan bahwa kondisi mental pada saat hamil.
Merlahirkan dan menyusui sangat labil dan mudah tergocang akibat gangguan
keseimbangan hormon.1

Indonesia memiliki kekhususan yaitu Kinderdoodslag dan Kindermoord,


penggunaan kekhususan tersebut didasarkan motif takut ketahuan melahirkan
anak, dikaitkan dengan kultur yang menganggap tabu seorang wanita melahirkan
tanpa suami. Kekhususan lainnya berkaitan dengan saat dilakukan pembunuhan
yaitu saat dilahirkan atau tidak lama kemudian. Patokannya yaitu dapat dilihat
apakah sudah ada atau belum tanda-tanda perawatan, dibersihkan, dipotong tali
pusat atau diberikan pakaian.1,2

Pebedaan antara Kinderdoodslag (pasal 341 KUHP) dan Kindermoord


(pasal 342 KUHP) hanya pada ada tidaknya rencana. Kinderdoodslag dilakukan
tanpa rencana sedangkan Kindermoord dengan rencana, sehingga hukuman
Kindermoord lebih berat.1
BAB II
Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi

Pembunuhan anak sendiri (infanticide) yaitu pembunuhan yang dilakukan


oleh seorang ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian
karena takut ketahuan telah melahirkan anak.3

2.2 Kriteria Infanticide

Persyaratan yang harus dipenuhi dalam kasus infanticide yaitu:

1. Pelaku adalah ibu kandung


2. Korban adalah anak kandung
3. Alasan melakukan tindakan tersebut yaitu takut ketahuan telah melahirkan
anak
4. Waktu pembunuhan yaitu tepat pada waktu melahirkan atau beberapa saat
setelah melahirkan.

Untuk itu dengan adanya batasan yang tegas tersebut maka suatu pembunuhan
yang tidak memenuhi salah satu kriteria di atas tidak dapat disebut sebagai
pembunuhan anak (infanticide), malainkan suatu pembunuhan biasa.1

2.3 Epidemiologi

Amerika Serikat, lebih dari enam ratus anak dibunuh oleh orang tua
mereka pada tahun 1983.tingkat pembunuhan bayi selama satu jam pertama
kehidupan di luar rahim turun dari 1,41 per 100.000 selama 1963-1972 menjadi
0,44 per 100.000 untuk tahun 1974 hingga 1983.3

Di Jakarta dilaporkan bahwa 90-95 % dari sekirtar 30-40 kasus PAS per
tahun dilakukan dengan cara asfiksia mekanik. Bentuk kekerasan lainnya adalah
kekerasan tumpul di kepala (5-10%) dan kekerasan tajam pada leher atau dada (1
kasus dalam 6-7 tahun).5
2.4 Dasar Hukum4

Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab kejahatan


terhadap nyawa orang. Adapun bunyi pasalnya adalah:

 Pasal 341. Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak
pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja
merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri
dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
 Pasal 342. Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan
karena takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat
anak dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anak sendiri
dengan rencana, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
 Pasal 343. Bagi orang lain yang turut serta melakukan kejahatan
yangditerangkan dalam pasal 342 KUHP diartikan sebagai pembunuhan
atau pembunuhan berencana.

Berdasarkan undang-undang tersebut, dapat dilihat adanya tiga faktor penting,


yaitu:

 Ibu, yaitu hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan
pembunuhan anak sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ibu telah menikah
atau belum. Sedangkan, bagi orang lain yang melakukan atau turut
membunuh anak tersebut dihukum karena pembunuhan atau pembunuhan
berencana, dengan hukuman yang lebih berat, yaitu 15 tahun penjara
(pasal 338 pembunuhan tanpa rencana), atau 20 tahun, seumur
hidup/hukuman mati (pasal 339 dan 340, pembunuhan dengan rencana).
 Waktu, yaitu dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu
yangtepat, tetapi hanya dinyatakan “pada saat dilahirkan atau tidak lama
kemudian“. Sehingga boleh dianggap pada saat belum timbul rasa kasih
sayang seorang ibu terhadap anaknya. Bila rasa kasih sayang sudah timbul
maka ibu tersebut akan merawat dan bukan membunuh anaknya.
 Psikis, yaitu ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa
ketakutanakan diketahui orang lain telah melahirkan anak itu, biasanya
anak yang dilahirkan tersebut didapatkan dari hubungan tidak sah.

Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, misalnya tempat
sampah, got, sungai dan sebagainya, maka bayi tersebut mungkin adalah korban
pembunuhan anak sendiri (pasal 341, 342), pembunuhan (pasal 338, 339, 340,
343), lahir mati kemudian dibuang (pasal 181), atau bayi yang ditelantarkan
sampai mati (pasal 308).

 Pasal 181. Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau


menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian atau
kelahirannya, diancam pidana penjara 9 bulan atau denda paling banyak
Rp.4500,-
 Pasal 308. Seorang ibu takut diketahui orang tentang kelahiran anaknya,
tidak lama sesudah melahirkan, menempatkan anaknya untuk ditemukan
atau meninggalkannya dengan maksud untuk melepaskan diri daripadanya,
ancaman hukuman sesuai 305 dan 306 dikurangi separuh.
 Pasal 305. Barang siapa menempatkan anak yang umurnya belum tujuh
tahun untuk ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud untuk
melepaskan diri daripadanya, diancam dengan pidana penjara paling lama
5 tahun 6 bulan.
 Pasal 306.
1) Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305 itu
mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama 7 tahun 6 bulan
2) Jika mengakibatkan kematian, pidana penjara paling lama 9 tahun.

2.5 BUKTI MEDIK INFANTISIDA

Pada saat pemeriksaan jenazah bayi pada kasus curiga infanticide , dokter harus
memeriksa beberapa hal yaitu:

1. Apakah bayi tersebut viable atau non viable?


2. Apakah lahir mati atau hidup?
3. Berapa umur bayi diluar kandungan?
4. Apakah sebab kematiannya?

2.5.1 VIABILITAS 8

Bayi yang viable adalah bayi yang sudah mampu untuk hidup diluar
kandungan ibunya atau sudah mampu untuk hidup terpisah dari ibunya. Viabilitas
mempunyai beberapa syarat, yaitu :
1. Umur ≥ 28 minggu dalam kandungan.
2. Panjang badan ≥ 35 cm.
3. Berat badan ≥ 1000 gram.
4. Tidak ada cacat bawaan yang berat.
5. Lingkaran fronto-oksipital ≥ 32 cm.
Selain itu juga dilihat adanya kelainan bawaan yang dapat mempengaruhi
kelangsungan hidup bayi, seperti kelainan jantung (ASD, VSD), otak (anensefalus
atau mikrosefalus), dan aluran pencernaan (stenosis esophagus, gastroskizis).

Cukup bulan dalam kandungan


Pengertian cukup bulan biasanya diasosiasikan dengan usia kehamilan aterm
atau diatas 36 minggu.Anak tersebut cukup bulan jika:5,8
 Berat badan lebih dari 2500-3000 gram, panjang badan lebih dari 48 cm,
lingkar kepala lebih dari 34 cm, diameter puting susu 7 mm
 Terdapat pusat penulangan episisis didistal femur dan proksimal tibia (
merah ukuran 5x5 mm). Cara pemeriksaannya dengan uji radiologik atau
dengan memeriksa langsung pada tulang tersebut. Bila pada proksimal
tibia, maka kulit daerah lutut diinsisi melintang , patella dilepaskan, dan
ujung distal femur diiris melintang sejajar tipis-tipis. Pusat penulangan
tampak sebagai merah tua pada dasarnya putih ( rawan ). Bedakan dengan
warna merah yang ditemukan pada diafisa tulang. Pusat penulangan
epifisis ini juga sudah ditemukan disternum, kuboid, tibia dan lain-lain.
 Lanugo tinggal sedikit, kuku-kuku sudah melewati ujung jari dan telah
cukup kaku, kemudian juga daun telinga tidak cukup kaku, daktilografi
telah jelas, kedua testis telah turun bila tidak ada kelainan atau labia mayor
telah menutupi labia minor.
Inti penulangan Lingkar kepala frontooccipital

Disebut belum cukup bulan jika belum memenuhi ciri-ciri diatas. Bila belum
cukup bulan, selanjutnya ditentukan berapakah usia kehamilannya dengan
menggunakan rumus Haase:5,8
 Usia kehamilan 1-5 bulan : panjang tubuh = bulan kuadrat cm
 Usia kehamilan > 5 bulan : panjang tubuh = bulan x 5 cm

Tanda-Tanda perawatan

Jika sudah tampak tanda perawatan maka pembunuhan yang dilakukan oleh
ibu tidak dapat dikatakan sebagai infanticide, tetapi pembunuhan biasa. Tanda
perawatan tersebut antara lain:

 Pemotongan tali pusat dengan alat : dapat dilihat pada ujung pemotongan
tali pusat terlihat rata, apabila tidak dapat dinilai karena sudah mengelisut
penilaian dilakukan dengan memasukan ujung tali pusat didalam air.
Sehingga dapa terlihat apakak ujung pemotongan tersebut rata atau
terkoyak.
 Verniks kaseosa pada leher, lipat ketiak dan lipat paha sudah dibersihkan
 Adanya makanan atau susu dalam labung
 Adanya jalan nafas bebas

Penaksiran umur gestasi


- Rumus De Haas
Menurut rumus De Haas, untuk 5 bulan pertama panjang kepala-tumit
dalam sentimeter adalah sama dengan kuadrat angka bulan. Untuk 5 bulan
terakhir, panjang badan adalah sama dengan angka bulan dikalikan dengan
angka 5.
- Rumus Arey
Menggunakan panjang kepala, tumit dan bokong.
Umur (bulan) = panjang kepala - tumit (cm) x 0,2
Umur (bulan) = panjang kepala - bokong (cm) x 0,3
- Rumus Finnstrom
Menggunakan panjang lingkar kepala oksipito-frontal.
Umur gestasi = 11,03 + 7,75 (panjang lingkar kepala)

Tabel 1. Umur bayi dan panjang badan.


Umur Panjang badan (kepala-tumit)
1 bulan 1 x 1 = 1 (cm)
2 bulan 2 x 2 = 4 (cm)
3 bulan 3 x 3 = 9 (cm)
4 bulan 4 x 4 = 16 (cm)
5 bulan 5 x 5 = 25 (cm)
6 bulan 6 x 5 = 30 (cm)
7 bulan 7 x 5 = 35 (cm)
8 bulan 8 x 5 = 40 (cm)
9 bulan 9 x 5 = 45 (cm)

Perkiraan umur janin dapat pula dilakukan dengan melihat pusat penulangan
(ossification centers) sebagai berikut:
Pusat penulangan pada: Umur (bulan)
Klavikula 1,5
Tulang panjang (diafisis) 2
Iskium 3
Pubis 4
Kalkaneus 5-6
Manubrium sterni 6
Talus Akhir 7
Sternum bawah Akhir 8
Distal femur Akhir 9/ setelah lahir
Proksimal tibia Akhir 9/ setelah lahir
Kuboid Akhir 9/ setelah lahir
Bayi perempuan lebih
cepat

2.5.2 PENENTUAN USIA JANIN DILUAR KANDUNGAN


Usia pasca lahir dapat ditentukan dari:5,8
a. Udara dalam saluran pencernaan : terdapat udara dilambung berarti baru
saja lahir, namun belum tentu lahir hidup atau lahir mati. Terdapat udara
diduodenum berarti lebih dari 2 jam. Terdapat udara diusus halus berarti 6-
12 jam. Terdapat udara diusus besar berarti 12-24 jam
b. Bila mekonium telah keluar seluruhnya berarti telah 24 jam atau lebih
c. Perubahan tali pusat. Bila kemerahan dipangkalnya berarti telah 36 jam.
Bila kering berarti 2-3 hari. Bila puput artinya telah 6-8 hari, atau kadang
sampai 20 hari. Bila sembuh berarti telah 15 hari. Bila arteri atau vena
umbilikalis tertutup berarti 2 hari
d. Duktus arteriosus menutup berarti 3-4 minggu
e. Duktus venosus menutup berarti lebih dari 4 minggu
f. Sel darah merah berinti hilang berarti 24 jam (masih ada jika diambil
disinusoid hati).5

Penentuan umur bayi ekstra uterin didasarkan atas perubahan-perubahan yang


terjadi setelah bayi dilahirkan, misalnya:5,8
a. Udara dalam saluran cerna. Bila hanya terdapat dalam lambung atau
duodenum berarti hidup berarti saat, dalam usus halus berarti telah hidup
1-2 jam, bila dalam usus besar, telah hidup 5-6 jam dan bila telah terdapat
dalam rectum berarti telah hidup 12 jam.
b. Mekonium dalam kolon. Meconium akan keluar kira-kira dalam waktu 24
jam setelah lahir.
c. Perubahan tali pusat setelah bayi keluar akan terjadi proses pengeringan
tali pusat baik di lahirkan hidup maupun mati. Pada tempat lekat akan
terbentuk lingkaran merah setelah bayi hidup kira-kira 36 jam. Kemudian
tali pusat akan mnegering menjadi seperti benang dalam waktu 6 hingga 8
hari dan akan terjadi peneymbuhan luka yang sempurna bila tidak terjadi
infeksi dalam waktu 15 hari. Pada pemeriksaan mikroskopik daerah yang
akan melepas akan tampak reaksi inflamasi yang mulai timbul setelah 24
jam berupa sebukan sel-sel leukosit berisi banyak, kemudian akan terlihat
sel-sel limfosit dan jaringan granulasi.
d. Eritrosit berini akan hilang dalam 24 jam pertama setelah lahir, namun
kadangkala masih dapat ditemukan dalam sinusoid hati.
e. Ginjal. Pada hari ke 2-4 akan terdapat deposit asam urat yang berwarna
jingga berbentuk kipas (fan-shaped) lebih banyak dalam pyramid daripada
medulla ginjal. Hal ini akan menghilang setelah hari ke 4 saat metabolisme
telah terjadi.
f. Perubahan sirkulasi darah. Setelah bayi lahir, akan terjadi obliterasi arteri
dan vena umbilikus dalam waktu 3-4 hari. Duktus venosus akan tertutup
setlah 3-4 minggu dan foramen ovale akan tertutup setelah 3 minggu-1
bulan tetapi kadang-kadang tidak menutup walaupun sudah tidak berfungsi
lagi. Duktus arteriousus akan tertutup setelah 3 minggu-1 bulan.

2.5.3 Lahir mati


Kematian hasil konsepsi sebelum keluar atau dikeluarkan oleh ibunya,
tanpa mempersoalkan usia kehamilan (baik sebelum ataupun sesudah
kehamilan berumur 28 minggu dalam kandungan). Kematian ditandai oleh
janin yang tidak bernafas atau tidak menunjukkan tanda kehidupan lain seperti
denyut jantung, denyut nadi tali pusat, atau gerakan otot rangka.7,8,9
1. Pernafasan7
Pernafasan spontan terjadi akibat rangsangan atmosfer dan adanya
gangguan sirkulasi plasenta, dan ini menimbulkan perubahan penting yang
permanen pada paru. Pernafasan setelah bayi lahir mengakibatkan perubahan
letak diafragma dan sifat paru-paru.
a. Letak diafragma
Bayi yang belum bernafas setinggi iga ke-3 atau ke-4.
b. Gambaran makroskopik paru
Paru-paru bayi yang belum bernafas berwarna merah ungu tua
seperti warna merah hati bayi dan homogeny, dengan konsistensi kenyal
seperti hati atau limpa.7,8,9
c. Uji apung paru2,10
Uji apung paru dilakukan dengan teknik tanpa sentuh, paru-paru
tidak disentuh untuk menghindari kemungkinan timbulnya artefak pada
sediaan histopatologi jaringan paru akibat manipulasi berlebihan.
Lidah keluarkan seperti biasa dibawah rahang bawah, ujung lidah
dijepit dengan pinset atau klem, kemudian ditarik kearah ventrokaudal
sehingga tampak palatum mole. Dengan scalpel yang tajam, palatum mole
disayat sepanjang perbatasannya dengan palatum durum. Faring, laring,
esophagus bersama dengan trakea dilepaskan dari tulang belakang.
Esophagus bersama dengan trakea diikat dibawah kartilago krikoid dengan
benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada manipulasi berikutnya
cairan ketuban, meconium, atau benda asing lain tidak mengalir keluar
melalui trakea, bukan untuk mencegah masuknya udara kedalam paru.
Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep
atau pinset bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan.
Kemudian esophagus diikat diatas diafragma dan dipotong diatas ikatan.
Pengikatan ini dimaksudkan agar udara tidak masuk kedalam lambung dan
uji apung lambung-usus tidak memberikan hasil meragukan.
Setelah semua organ leher dan dada dikeluarkan dari tubuh, lalu
dimasukkan kedalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam.
Kemudian paru-paru kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali
kedalam air, dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Setelah itu tiap
lobus dipisahkan dan dimasukkan kedalam air, dan dilihat apakah
mengapung atau tenggelam. Lima potong kecil dari bagian perifer tiap
lobus dimasukkan ke dalam air, diperhatikan apakah mengapung atau
tenggelam.
Paru bayi yang lahir mati masih dapat mengapung oleh karena
kemungkinan adanya pembusukan. Bila potongan kecil itu mengapung,
letakkan diantara dua karton dan ditekan dengan arah penekanan tegak
lurus jangan digeser untuk mengeluarkan gas pembusukan yang terdapat
pada jaringan interstitial paru, lalu masukkan kembali ke dalam air dan
diamati apakah masih mengapung atau tenggelam.
Bila masih mengapung berarti paru terisi udara residu yang tidak
akan keluar. Namun, terkadang dengan penekanan, dinding alveoli pada
mayat bayi yang telah membusuk lanjut akan pecah dan udara residu
keluar dan memperlihatkan hasil uji apung paru negatif.
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil
paru mengingat kemungkinan adanya pernafasan sebagian yang dapat
bersifat buatan atau alamiah yaitu bayi yang sudah bernafas walaupun
kepala masih dalam uterus atau dalam vagina.
Hasil negatif belum tentu pasti lahir mati karena adanya
kemungkinan bayi dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti nafas
meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara dalam alveoli
diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan histopatologik paru
harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati atau lahir hidup. Bila
sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang dapat
dipercaya, sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan.10
d. Mikroskopik paru-paru10
Setelah paru-paru dikeluarkan dengan teknik tanpa sentuh,
dilakukan fiksasi dengan larutan formalin 10%. Sesudah 12 jam, dibuat
irisan melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif melekat dengan baik
ke dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam, kemudian dibuat sediaan
histopatologik. Biasanya digunakan pewarnaan HE dan bila paru telah
membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau Ladewig.
Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang
belum bernafas, tetapi merupakan ciri paru janin yang belum mencapai
usia gestasi 26 minggu. Tanda khas untuk paru janin belum bernafas
adalah adanya tonjolan yang berbentuk seperti bantal yang kemudian akan
bertambah tinggi dengan dasar menipis sehingga akan tampak seperti
ganda. Pada permukaan ujung bebas tonjolan tampak kapiler yang berisi
banyak darah.
Pada paru bayi belum bernafas yang sudah membusuk dengan
pewarnaan gomori atau ladewig, tampak serabut-serabut retikulin pada
permukaan dinding alveoli berkelok-kelok seperti rambut yang keriting,
sedangkan pada tonjolan berjalan dibawah kapiler sejajar dengan
permukaan tonjolan dan membentuk gelung-gelung terbuka.
Pada paru bayi yang lahir mati mungkin pula ditemukan tanda
inhalasi cairan amnion yang luas karena asfiksia intrauterine, misalnya
akibat tertekannya tali pusat atau solusio plasenta sehingga terjadi
pernafasan janin prematur. Tampak sel-sel verniks akibat deskuamasi sel-
sel permukaan kulit, berbentuk persegi panjang dengan inti piknotik
berbentuk huruf “S”, bila dilihat dari atas samping terlihat seperti bawang.
Juga tampak sel-sel amnion bersifat asidofilik dengan batas tidak jelas dan
inti terletak eksentrik dengan batas yang juga tidak jelas.
Mekonium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua
mungkin terlihat dalam bronkioli dan alveoli. Kadang-kadang ditemukan
deskuamasi sel-sel epitel bronkus yang merupakan tanda maserasi dini,
atau fagositosis mekonium oleh sel-sel dinding alveoli.10
Lahir mati ditandai pula oleh keadaan yang tidak memungkinkan
terjadinya kehidupan seperti trauma persalinan yang hebat, perdarahan
otak yang hebat, dengan atau tanpa robekan tentorium serebeli, pneumonia
intrauterine, kelainan kongenital yang fatal seperti anensefalus.10

Gambar 2.2. Mikroskopis Paru Bayi Lahir Mati (Still Born)


Tabel 1. Penentuan lahir hidup atau mati
Tanda-tanda Lahir hidup Lahir mati
Tanda-tanda - Baru terlihat setelah 8-10 hari
maserasi kematian inutero.
- Bila kematian baru terjadi 3
atau 4 hari: Perubahan berupa
vesikel atau bula yang berisi
cairan kemerahan, epidermis
bewarna putih dan berkeriput,
bau tengik, dan tubuh
mengalami perlunakan.
- Organ-organ tampak basah
tetapi tidak berbau busuk
Pengembangan - Dada sudah mengembang - Iga masih mendatar dan
dada - Diafragma sudah turun diafragma masih setinggi iga 3-
sampai sela iga 4-5 4.
Pemeriksaan - Paru sudah mengisi rongga - Paru-paru masih tersembunyi
makroskopik dada dan menutupi sebahagian dibelakang kandung jantung
paru kandung jantung. atau telah mengisi rongga dada.
- Paru berwarna merah muda - Paru-paru bewarna kelabu ungu
tidak merata dengan pleura merata seperti hati, konsistensi
tegang. padat,tidak teraba derik udara
- Menunjukkan gambaran dan pleura yang longgar
mosaic kerana alveoli telah
berisi udara.
- Gambaran marmer akibat
pembuluh daran interstitial
berisi darah
- Konsistensi seperti spons dan
teraba derik udara.
- Pengirisan paru dalam air :
terlihat jelas keluarnya
gelembung udara dan darah.
- Berat paru bertambah 2 kali
kerana berfungsinya sirkulasi
darah jantung paru.
Uji apung paru - Hasil positip - Hasil negatip
Pemeriksaan - Alveoli paru mengembang - Tanda khas untuk paru bayi
mikroskopik sempurna dengan atau tanpa yang belum bernafas adalah
paru emfisema obstruktif adanya tonjolan yang
- Tidak terlihat projection. berbentuk seperti bantal yang
- Perwarnaan Gomori atau akan bertambah tinggi dan
Ladewig: serabut retikulin dasar menipis sehingga
tampak tegang. tampak seperti dada (club –
like)
- Pada paru bayi yang belum
bernafas dan sudah
membusuk dengan pewarnaan
Gomori atau Ladewig: Tapak
serabut retikulin pada
permukaan dinding alveoli
berkelok-kelok seperti rambut
yang kerinting

2.5.4 Sebab dan mekanisme kematian bayi

Jika berdasarkan hasil pemeriksaan menunjukan bayi lahir hidup, maka


pemeriksaan berikutnya diarahkan untuk mencari sebab kematianya yang
terdiri dari :

1. Mati wajar (natural neonatal death)


Kematian wajar disebabkan oleh kerusakan otak waktu dilahirkan,
kekurangan oksigen karena prolaps pada tali pusay, kelainan placenta,
infeksi intra-uteri seperti pneumonia, adanya kelainan darah, respiratory
distress syndrome (hyalin membrane disease), trauma krania akibat
persalinan, infeksi ekstra-uterin (broncho-pneumonia atau sepsis
umbilikal), dan perdarahan masif pada paru-paru.
2. Mati tidak wajar (unnatural neonatal death)
Kematian tidak wajar disebabkan oleh pembekapan,pemukulan kepala,
pencekikan, penjeratan, menusuk, menggorok leher, menenggelamkan
bayi, membakar, dan mengubur bayi hidup-hidup.

Beberapa hal lain yang perlu dipikirkan adalah kecelakaan, dan trauma jalan lahir.
1. Trauma jalan lahir
 Kaput suksedaneum
Adanya trauma lahir dapat menyebabkan timbul kaput
suksedaneum, yang menandakan lamanya proses persalinan.
Secara makroskopik kaput terlihat sebagai edema pada kulit bagian
dalam di daerah presentasi terendah, berwarna kemerahan,
sedangkan secara mikroskopik terlihat jaringan yang mengalami
edema dengan perdarahan sekitar pembuluh darah.
 Sefal hematom
Akibat molase yang hebat, dapat timbul perdarahan dibawah
periosteum yang terbatas pada satu tulang, dan tidak melewati
sutura. Perdarahan terjadi setempat di antara periosteum dan
permukaan luar atap tengkorak.
 Fraktur Tulang tengkorak
Penggunaan forseps dapat menyebabkan fraktur tengkorak dan
robekan otak, biasanya berupa cekungan tulang pada ubun-ubun.
 Perdarahan Intrakranial
Akibat laserasi tentorium serebeli dan falks serebri, terjadi robekan
pada vena galeni, sinus sagitalis superior, dan sinus transversus,
bridging veins. Perdarahan terjadi karena molase dan kompresi
kepala hebat dan cepat.
 Perdarahan subaraknoid dan intraventrikuler.
Jarang terjadi, umumnya terjadi pada bayi prematur, karena belum
sempurna perkembangan jaringan-jaringan otak.
 Perdarahan epidural
Sangat jarang terjadi, karena duramater yang melekat erat pada
tulang tengkorak.
BAB III

KESIMPULAN

Infantisida merupakan pembunuhan bayi yang dilakukan oleh ibu


kandungnya sendiri, segera atau beberapa saat setelah dilahirkan karena takut
ketahuan bahwa ia melahirkan bayi. Dasar hukum yang menyangkut pembunuhan
anak sendiri, yaitu: dalam KUHP terdapat pasal-pasal yang berkaitan dengan
pembunuhan anak; yaitu : pasal 341, 342 dan 343.
Kinderdoodslag dilakukan tanpa rencana, sedangkan kindermoord
dilakukan dengan rencana, sehingga hukuman kindermoord lebih berat dari
kinderdoodslag. Tindak pidana merampas nyawa bayi harus memenuhi syarat
sebagai berikut: pelaku harus ibu kandung, korban harus bayi anak kandung
sendiri, pembunuhan harus dilakukan pada saat dilahirkan atau tidak lama
kemudian, motif pembunuhan karena takut ketahuan telah melahirkan anak.
Pemeriksaan kedokteran forensik pada kasus pembunuhan anak atau yang
diduga kasus pembunuhan anak ditujukan untuk memperoleh kejelasan di dalam
hal : bayi viabel atau tidak, bayi lahir hidup atau mati, sebab kematian bayi, lama
hidup diluar kandungan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik Pedoman Bagi Dokter dan Penegak


Hukum. Semarang : BP Universitas Diponogoro, 2008.

2. Idries, A.M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Binarupa


Aksara, 1997.

3. Maureen Paul. Management of unintended and abnormal pregnancy:


comprehensive abortion care. Wiley-Blackwell. pp. 33–34. ISBN 978-1-
4051-7696-5.

4. Budiyanto, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi pertama, cetakan kedua.


Jakarta: Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 1997.

5. Sampurn B, Samsu Z, Peranan Ilmu Kedokteran Forensik dalam


penegakan hokum; Sebuah pengantar. Jakarta: Pustaka Dwipar; 2003.
P97-110)

6. ………

7. Apuranto, H. dan Hoediyanto. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Forensik dan


Medikolegal. Surabaya: Bagian Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga; 1997.
8. Idries A.M. Infanticide. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi
Pertama. Penerbit Binarupa Aksara. 1997: 256 – 69.
9. Knight, Bernard. Knight’s Forensic Pathology, 3rd dd.
London:Arnold.2004
10. Sheperd R. Simpson’s Forensic Medicine. 12th ed. London:Arnold.2003

Anda mungkin juga menyukai