Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

FISIOLOGI SUHU TUBUH

Disusun Oleh:

Tiara Adelia Kurniawan (3415160688)

Pendidikan Biologi A 2016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA

2018
A. TUJUAN

1. Untuk mengetahui pengertian dari eksoterm dan endoterm.

2. Untuk mngetahui pengaruh suhu lingkungan terhadap suhu tubuh


katak.

3. Untuk mengetahui sensasi yang dirasakan setelah tangan manusia


dimasukkan ke dalam air es.

4. Untuk mengetahui sensasi yang dirasakan setelah tangan manusia


dimasukkan ke dalam air panas.

5. Untuk mengetahui alasan pebedaan sensasi yang di rasakan kedu


tangan saat dimasukkan ke air suhu 25oC.

B. LANDASAN TEORI

Berdasarkan asal panas tubuhnya, hewan dibagi menjadi 2 yaitu


endoterm dan eksoterm. Panas tubuh hewan endoterm berasal dari panas
dalam tubuh sebagai hasil metabolisme sumber-sumber energi. Sedang
hewan eksoterm panas tubuh bergantung pada suplai panas dari
lingkungannya. Panas hasil metabolisme mudah hilang ke lingkungan.
Suhu tubuh hewan vertebrata ada yang dapat beradaptasi mengikuti
perubahan suhu lingkungan (poikiloterm) yaitu kelas Pisces, Amphibia,
dan Reptilia. Sementara Aves dan Mammalia suhu tubuhnya dipertahankan
tetap walaupun suhu lingkungan berubah (homoioterm). Hewan
homoioterm selalu bersifat endoterm. Ada pula hewan yang dapat bersifat
poikiloterm pada waktu tidak aktif (tidur) dan homoioterm pada waktu
aktif. Kelompok hewan ini disebut heteroterm. Hewan heteroterm adalah
hewan endoterm yang mempunyai rentang suhu tubuh yang begitu luas.
Pisces, Amphibia dan Reptilia termasuk poikiloterm, sebab saraf
pengatur suhu di hipotalamus belum berkembang. Hal ini menguntungkan
hidupnya sebab dengan begitu walaupun hidup di air, tetapi tidak pernah
menggigil. Hal ini disebabkan begitu lingkungan dingin, maka suhu
tubuhnya dibiarkan mengikuti suhu lingkungan. Namun tetap mempunyai
titik suhu minimum, sebab di bawah suhu minimum enzim tidak bekerja
dan dapat menyebabkan organisme mati. Reptilia bersifat eksoterm, maka
untuk menaikan suhu tubuhnya, hewan ini harus berjemur.
Sementara onta termasuk hewan heteroterm. Hal ini sangat
menguntungkan hidupnya, sebab tubuh onta dapat menyerap panas pada
siang hari dan melepaskan panas tubuhnya pada saat malam hari. Hal ini
merupakan mekanisme pengaturan suhu tubuh hewan heteroterm yang
mempunyai rentang suhu normal yang luas.
Manusia termasuk organisme yang homoioterm dengan suhu
normal 37°C pada orang dewasa, pada bayi 1°C lebih tinggi, dan pada
orang lanjut usia 1°C lebih rendah. Hal ini disebabkan bayi mempunyai
laju metabolisme basal (BMR = Basal Metabolism Rate) yang lebih tinggi,
sedang pada manusia lanjut usia memiliki laju metabolism yang lambat.
Pada saat bayi, manusia dan Mamalia lain bersifat poikiloterm karena saraf
pengatur suhu tubuh belum berkembang.
Panas hewan endoterm diproduksi dari dalam tubuhnya sendiri
melalui proses oksidasi. Produk oksidasi ini adalah energi dalam bentuk
ATP yang dapat disimpan dalam bentuk kreatin fosfat dan sebagian energi
lepas dalam bentuk panas. Panas inilah yang digunakan untuk mengatur
suhu tubuh. Pada saat setelah makan, suhu tubuh biasanya lebih tinggi
yang disebabkan oleh Specific Dynamic Action (SDA) yaitu naiknya suhu
setelah makan.
Pusat pengatur suhu tubuh hewan vertebrata adalah hipotalamus.
Hipotalamus inilah yang berfungsi sebagai termostat. Setting point suhu di
hipotalamus tergantung pada organisme. Pada mamalia umumnya suhu
tubuh berkisar 36 - 37°C, sedang pada Aves berkisar 39 - 40° C.
Suasana comfort zone adalah suasana yang paling nyaman bagi
organisme. Hal ini disebabkan pada suasana ini jumlah antara produksi
panas dan panas yang hilang relative sama. Pada saat ini mamalia tidak
berkeringat dan juga tidak menggigil.
Bila suhu lingkungan lebih panas dari suhu tubuh, maka rangsang
panas diterima oleh reseptor di kulit. Energi panas merupakan rangsang
yang adekuat untuk free nerve ending di kulit, sehingga menimbulkan
depolarisasi. Depolarisasi yang mencapai batas ambang letup (firing level)
akan menimbulkan potensial reseptor (potensial generator). Potensial
reseptor menjadi potensial aksi dan dihantarkan sebagai impuls.
Proses pengubahan energi panas menjadi energi listrik disebut
transduksi energi. Potensial aksi di neuron sensoris dihantarkan ke
hipotalamus melalui jalur spinothalamiko anterolateralis. Panas dari
lingkungan juga memanaskan cairan tubuh yaitu darah. Panas tubuh
dibawa oleh darah merangsang hipotalamus bagian nucleus preopticus (di
anterior hipotalamus). Saraf ini akan meningkatkan kecepatan
pembuangan panas melalui dua cara yaitu:

1. Mengaktifkan saraf simpatis adrenergik untuk membuang panas secara


evaporasi dengan cara berkeringat.

2. Menghambat saraf parasimpatis di hipotalamus posterior. Hal ini


menghilangkan tonus vasokonstriksi normal di kulit, sehingga terjadi
vasodilatasi dan panas dibuang melalui permukaan kulit.

Agar organisme tidak kehilangan garam secara berlebih, maka


aldosteron pun meningkat bila terjadi pengeluaran keringat secara
berlebih. Aldosteron, baik ginjal maupun di kelenjar keringat, berfungsi
untuk meningkatkan kecepatan reabsorbsi aktif natrium. Aldosteron
merupakan hormon derivat steroid yang diproduksi oleh korteks kelenjar
anak ginjal (glandula adrenal).

Bila suhu lingkungan lebih rendah dari suhu tubuh, maka hipotalamus
bagian nukleus paraventrikularis (di bagian posterior hipotalamus) akan
mengeluarkan Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) atau sering disebut
TSH-RH (Tryroid Stimulating Hormone-Releasing Hormone). TRH
kemudian merangsang hipofisis bagian anterior untuk mengeluarkan TSH
yang dikirimkan ke kelenjar thyroid untuk memproduksi dan mensekresi
tiroksin (triiodotironin dan tetraiodotironin) ke seluruh tubuh untuk
meningkatkan metabolisme sumber energi. Metabolisme berjalan cepat
hingga suhu tubuh normal.
Bila tubuh hewan homoioterm menurun, maka tubuh akan menggigil.
Pada saat ini, otot berkontraksi dan panas diproduksi. Untuk menghindari
hilangnya panas tubuh pada saat lingkungan dingin, maka pembuluh darah
tepi mengalami vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah). Cara
adaptasi yang lain adalah piloereksi yaitu berdirinya rambut pada
Mamalia.

Penyetelan suhu (setting point) di hipotalamus dapat berubah oleh


aktivitas pirogen. Pirogen adalah zat yang bersifat toksik (dapat dihasilkan
oleh bakteri) dan mampu mengubah penyetelan suhu di hipotalamus. Bila
penyetelan suhu meningkat oleh aktivitas pirogen, maka mekanisme
peningkatan suhu tubuh bekerja. Metabolisme meningkat, suhu tubuh di
jauh di atas suhu lingkungan dan tubuh akan menggigil. Jadi bila ada
pirogen maka walaupun suhu tubuh tinggi melebihi normal, namun pada
saat itu penderita menggigil.

Bila pirogen berhasil disingkirkan, maka setting point suhu di


hipotalamus kembali ke normal. Pada saat ini penderita mengalami flush
(titik kritis). Pada Pisces sampai reptilia, hewan yang tidak dapat
meregulasi suhu tubuh seperti homoiterm, hipotalamus berfungsi sebagai
pusat perilaku pengatur suhu tubuh. Reptilia mempunyai tingkah laku
mencari sumber panas (heat-seeking) sebagai manifestasi termophilia
behaviour yang dikontrol oleh hipotalamus.

C. METODOLOGI

Alat dan Bahan :

 Termometer

 Papan bedah kecil

 Gelas kimia

 Tali

 Balok kecil
 Es 5oC

 Air panas 40oC

 Air panas 50oC

 Rana sp.

Cara Kerja :

Kegiatan 1. Regulasi Suhu Tubuh Hewan Poikiloterm

1. Katak diletakkan terlentang di atas balok kecil, kemudian diikat


dengan tali di bawah tungkai depan dan di tungkai belakang. Masukan
termometer sampai esophagus selama kurang lebih 3 menit. Ulangi 3
kali (hitung rata-rata suhunya).

2. Masukan katak ke dalam air es (5oC) selama 3 menit dengan


termometer yang telah terpasang sampai esophagus, baca suhu
tubuhnya ulangi 3 kali (hitung rata-rata suhunya).

3. Kemudian masukan katak ke dalam air panas dengan suhu 40 o C


selama 3 menit dengan termometer yang telah terpasang sampai
esophagus, baca suhu tubuhnya ulangi 3 kali (hitung rata-rata
suhunya).

4. Amati dan catat hasilnya.

5. Analisis data yang diperoleh.

Kegiatan 2. Subjektivitas Reseptor Suhu

1. Siapkan 3 wadah besar. Kemudian masing-masing wadah besar diisi


dengan air hangat (50°C), air ledeng (25oC), dan air es (5°C).

2. Masukkan tangan kanan (sampai pergelangan tangan) ke air hangat


(50°C) dan tangan kiri ke air es (5°C) selama 3 menit.

3. Setelah 3 menit kemudian kedua tangan diangkat secara bersama-sama


dan kedua tangan dicelupkan ke air ledeng suhu ruangan (25oC).
4. Catat sensasi yang dirasakan pada kedua tangan.

D. HASIL PENGAMATAN

1. Regulasi Suhu Tubuh Katak

Tabel 1. Hasil pengamatan regulasi suhu tubuh katak


Direndam Air Panas Direndam Air Keadaan Normal 25
o
40 Pengulanga Suhu Tubuh
Dingin 5Katak
C selama 3 Menit pada
C ( C)
o o o
C
n Air Panas (40oC) Air Dingin (5oC) Air Biasa (25oC)
1 23 oC 19 oC 15 oC
o o
2 25 C 18 C 20 oC
3 25 oC 17 oC 24 oC
Rata-rata 24,3 oC 18 oC 19,6 oC
2. Subjektivitas Reseptor Tubuh

Tabel 2. Hasil pengamatan subjektivitas reseptor tubuh


Tanggapan
Jenis Air Saat tangan dimasukan ke dalam air biasa 25
o
C
 Tangan terasa hangat
Air dingin 5 C o  Tangan menjadi agak kemerahan dan

(tangan kiri) nyeri


 Tangan menjadi agak bengkak

Air hangat 50 oC  Tangan terasa dingin

(tangan kanan)

E. PEMBAHASAN

1. Regulasi Suhu Tubuh Katak


Berdasarkan hasil pengamatan pengaturan suhu tubuh katak
menunjukkan bahwa suhu awal katak sebesar 23oC, dan ketika katak
ditempatkan pada air panas, air dingin, dan air biasa maka suhu tubuh
katak tersebut akan berubah sesuai dengan suhu lingkungan. Suhu pada
air panas sebesar 40oC, sedangkan suhu tubuh katak sebesar 15oC. Katak
akan menyesuaikan diri dengan menyeimbangkan suhu tubuh dengan suhu
lingkungan. Hal ini dapat diketahui dari perubahan suhu dari menit
pertama ke menit berikutnya dengan rata-rata suhu katak sebesar 19,6oC.
Sedangkan pada air dingin yang bersuhu 5oC suhu tubuh katak pun akan
menyesuaikannya dengan kisaran suhu rata-rata sebesar 18oC. Serta pada
air biasa yang bersuhu 25oC, katak akan menyesuaikan suhu tubuhnya
menjadi 24,3oC. Hal ini berarti bahwa katak akan menyesuaikan suhu
tubuhnya dengan suhu di lingkungan tempat hidupnya.
Katak merupakan hewan eksoterm. Hewan ektoterm adalah hewan
yang sangat bergantung pada suhu di lingkungan luarnya untuk
meningkatkan suhu tubuhnya karena panas yang dihasilkan dari
keseluruhan sistem metabolismenya hanya sedikit. Hewan-hewan
ektoterm, yaitu semua jenis hewan kecuali aves dan mamalia, merupakan
kelompok hewan yang panas tubuhnya tergantung dari panas dari luar
tubuhnya, yaitu lingkungan. Daya mengatur yang dipunyainya sangat
terbatas sehingga suhu tubuhnya bervariasi mengikuti suhu
lingkungannya. Hal ini menyebabkan hewan poikiloterm memiliki rentang
toleransi yang rendah, dalam artian niche pokok hewan ini sempit. Ketika
suhu lingkungan tinggi, di luar batas toleransinya, hewan ektoterm akan
mati sedangkan ketika suhu lingkungan yang lebih rendah dari suhu
optimumnya, aktivitasnya pun rendah dan hewan menjadi sangat lambat,
sehingga mudah bagi predatornya untuk menangkapnya.
Model klasifikasi termoregulasi pada hewan didasarkan pada
stabilitas suhu tubuh yang kemudian dibedakan menjadi dua, yaitu
homoiotermik, tetap mempertahankan suhu tubuh terhadap suhu
lingkungan yang berbeda. Poikiloterm merupakan kelompok hewan yang
memiliki fluktuasi suhu tubuh naik atau turun terhadap suhu lingkungan
ketika air atau udara yang bervariasi. Sering ectoterm memiliki rata-rata
produksi metabolis panas rendah dan konduksi panas dari lingkungan
tinggi. Akibatnya panas yang berasal dari metabolism tubuh akan cepat
hilang dengan lingkungan yang lebih dingin. Oleh karena itu, pertukaran
panas dengan lingkungan jauh lebih penting daripada produksi panas
metabolik dalam menentukan suhu tubuh ektoterm itu.
Selain itu, kulit juga berfungsi sebagai pengatur suhu. Karena pada
kulit terdapat reseptor. Sel saraf akan menerima rangsang dari reseptor
suhu dan terlibat dalam pengaturan suhu tubuh. Sel saraf yang ada di
hipotalamus vertebrata dapat mendeteksi perubahan suhu pada tubuh. Pada
tubuhnya terdapat dua reseptor, yaitu reseptor panas yang dapat
meningkatkan pembakarannya ketika kulit dalam keadaan dingin, serta
reseptor dingin.

2. Subjektivitas Reseptor Tubuh


Perubahan suhu lingkungan eksternal mempengaruhi tingkat
penambahan atau pengurangan panas antara tubuh dengan lingkungannya.
Panas selalu berpindah mengikuti penurunan gradien konsentrasinya, yaitu
mengikuti penurunan gradien termal dari daerah yang lebih panas ke yang
lebih dingin. Pada percobaan ini, tubuh menggunakan mekanisme
pemindahan panas berupa konduksi. Konduksi adalah perpindahan panas
antara benda-benda yang berbeda suhunya yang berkontak langsung satu
sama lain. Panas dikonduksikan lebih cepat dari permukaan tubuh ke air
sehingga air merupakan konduktor yang baik. Oleh sebab itu, pada
percobaan ini, konduktor yang digunakan adalah air.
Reseptor tangan itu subjektif, dan reseptor yang objektif itu adalah
termometer. Dikatakan subjektif karena tidak sesuai dengan kenyataan.
Berdasarkan hasil percobaan, setelah tangan dikeluarkan dari dalam air
dingin, tangan menjadi hangat, agak bengkak, kemerahan dan nyeri. Rasa
nyeri timbul karena kulit tangan mempunyai reseptor nyeri, tepatnya di
ujung saraf bebas dan disebut nosiseptor. Awal timbulnya nyeri dimulai
karena jaringan mengalami kerusakan sebagai stimulus nosiseptor.
Nosiseptor mengirimkan informasi kerusakan jaringan kepada peripheral
nervous system yang teraktivasi. Informasi ini diteruskan kepada central
nervous system di spinal cord level yang sudah teraktivasi juga. Dari
central nervous system di spinal cord level, informasi ditransmisikan ke
otak sebagai sinyal nyeri dan muncullah nyeri.
Selanjutnya, setelah tangan dikeluarkan di air dingin dan
dimasukkan ke dalam air ledeng, tangan menjadi terasa hangat. Hal
tersebut terjadi karena adanya perpindahan panas antara tanagan dengan
air yang memiliki suhu yang saling berbeda.
Lalu, pada percobaan setelah tangan dimasukkan ke dalam air
hangat, tangan menjadi terasa lebih hangat. Hal tersebut terjadi karena
panas berpindah mengikuti penurunan gradien termal dari benda yang
lebih panas ke yang lebih dingin oleh perpindahan dari molekul ke
molekul. Sewaktu molekul-molekul dengan panas yang berbeda saling
bersentuhan satu sama lain, maka molekul yang lebih panas dan bergerak
cepat akan memacu molekul yang lebih dingin untuk bergerak lebih cepat,
sehingga molekul-molekul yang lebih dingin itu menjadi lebih hangat.
Molekul yang lebih dingin berasal dari kulit tangan. Sedangkan molekul
yang lebih panas berasal dari molekul air hangat. Dengan demikian,
tangan menjadi terasa lebih hangat.
Selanjutnya, setelah tangan dikeluarkan di air hangat dan
dimasukkan ke dalam air ledeng, tangan menjadi terasa dingin. Hal itu
terjadi karena molekul yang semula panas akan kehilangan sebagian energi
termalnya sewaktu molekul tersebut melambat dan menjadi dingin. Selain
itu, penurunan suhu pada kulit juga cenderung menghilangkan panas dari
tubuh.
KESIMPULAN

1. Hewan eksoterm adalah hewan yang panas tubuhnya berasal dari


lingkungan (menyerap panas lingkungannya). Suhu tubuh hewan ektoterm
cenderung berfluktuasi, tergantung ada suhu lingkungan. Sedangkan
hewan endoterm adalah hewan yang mempertahankan panas tubuhnya
yang berasal dari hasil metabolisme.
2. Suhu lingkungan berpengaruh terhadap suhu katak, karena katak
merupakan hewan eksoterm.
3. Tangan terasa hangat, terasa nyeri, agak bengkak dan agak kemerahan.
4. Tangan terasa lebih dingin
5. Tabel perbedaan
Tanggapan
Jenis Air
Saat tangan dimasukan ke dalam air biasa 25 oC
 Tangan terasa hangat
Air dingin 5 oC  Tangan menjadi agak kemerahan dan

(tangan kiri) nyeri


 Tangan menjadi agak bengkak

Air hangat 50 oC  Tangan terasa dingin

(tangan kanan)
DAFTAR PUSTAKA

Amir, Darwin. 2012. Mekanisme Nyeri. repository.unand.ac.id/18408/


3/MEKANISME%20NYERI-2012.
Anonim. 2011. Indera Peraba. http://ps-lanjut.lab.gunadarma.ac.id/wp-
content/uploads/2011/03/Indera-Peraba2.pdf
Ekert. 1997. Animal physiology. United State of America: New York
Ganong, W.F. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 22. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran
Guyton, Arthur C. 1996. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed 9.. Alih bahasa: Dr.
Petrus Andrianto. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG (529–39)
Puranik, Prakash and Bhate, Asha. 2007. Animal Form and Function. Sarups
Sons: New Delhi
Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia. Alih bahasa: Santoso BI. Ed. ke-2.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Winslow, C E.A., Herrington L.P., and Gagge A. P. 1937. Physiological Reactions
of Human Body to Varying Enviromental Temperatures. The American
Journal of Physiological, Vol. 120.

Anda mungkin juga menyukai