Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN

FISIOLOGI PENCERNAAN

Disusun Oleh:
Tiara Adelia Kurniawan (3415160688)
Pendidikan Biologi A 2016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2018
SISTEM PENCERNAAN
A. Tujuan
1. Mengetahui hasil dari percobaan terhadap musin
2. Mengetahui hasil dari percobaan terhadap ion CNS
3. Mengetahui hasil dari percobaan hidrolisis amilum
4. Mengetahui pengaruh temperature terhadap kerja enzim amilase
5. Mengetahui hasil dari percobaan enzim lipase
6. Mengetahui pengaruh minyak terhadap empedu

B. Kajian Pustaka
1. Fisiologi Saluran Pencernaan (Tractus Digestivus)
Sistem pencernaan (sistema digestoria) tersusun atas saluran pencernaan dan kelenjar
pencernaan. Berikut sistem yang ikut menopang fungsi sistem cerna.
a) Sistem sirkulasi sphlanknik yaitu peredaran darah dari jantung menuju ke sistem
pencernaan. Sistem sirkulasi sphlanknik diaktifkan oleh saraf parasimpatis. Darah
dalam sirkulasi sphlanknik merupakan cadangan yang akan dipompa bila terjadi
haemoragi (pendarahan), terutama yang menuju limpa.
Saraf intrinsik dan ekstrinsik. Saraf intrinsik memungkinkan gerak autonom (short
reflex) yaitu plexus myentericus (Auerbach) dan plexus sub mucosa (Meissner).
Contoh short reflex adalah gerak peristaltik dan gerak segmentasi.
2. Fisiologi Enzim Pencernaan
Pencernaan makanan berlangsung secara mekanik dan enzimtis. Pencernaan
mekanik yaitu penghalusan makanan dengan gerakan misal gerakan mengunyah
sampai berbentuk seperti bubur. Namun hasil pencernaan mekanik belum dapat
diserap oleh epitel usus sebab masih merupakan makromolekul. Agar makanan dapat
diserap oleh epitel usus, maka makanan harus diurai secara enzimatis menjadi
mikromolekul. Contoh makromolekul adalah: glikogen, amilum, lemak, protein dan
selulosa yang semua hanya dapat diserap setelah dalam bentuk mikromolekul. Contoh
mikromolekul adalah: glukosa, asam lemak, gliserol dan asam amino. Sedangkan
vitamin, mineral dan air merupakan mikromolekul yang dapat langsung diserap oleh
usus tanpa melalui proses pencernaan.
Untuk memecah makromolekul menjadi mikromolekul diperlukan enzim.
Pencernaan enzimatis dimulai di rongga mulut karena di mulut terdapat enzim ptialin
(amilase) dan lipase lingual (yang kerjanya belum efektif). Pencernaan berikutnya
berlangsung di lambung karena terdapat enzim pepsinogen menjadi pepsin oleh HCl
dilambung, renin, dan lipase gastrik (yang kerjanya belum efektif).
Pencernaan enzimatis berikutnya berlangsung di duodenum, sebab terdapat enzim
tripsinogen dari pankreas dan erepsinogen dari duodenum yang diaktifkan oleh
enterokinase menjadi tripsin dan erepsin; enzim lipase pankreas (steapsin) dan lipase
duodenum, amilase, maltase dan lain-lain.
Kerja enzim dipengaruhi oleh suhu dan pH. Enzim di rongga mulut bekerja
efektif dalam suasana netral atau sedikit basa. Enzim di lambung bekerja efektif
dalam kondisi asam; dan enzim di duodenum bekerja efektif dalam suasana netral
atau sedikit basa. Kondisi asam di lambung karena adanya HCl, dan suasana agak
basa di mulut dan suasana basa di duodenum karena adanya NaHCO3. Hati
merupakan kelenjar pencernaan, namun hati tidak menghasilkan enzim pencernaan.
Hati menghasilkan garam empedu yang penting untuk mengemulsikan lemak.
Dinding saluran pencernaan dilindungi oleh lendir (musin) yang mengandung protein
dan juga NaHCO3, terutama di lambung untuk melindungi dinding lambung dari
HCI.

C. Kajian Pustaka Tambahan


Saluran pencernaan merupakan sistem saluran yang di mulai dari mulut sampai
pada anus. Dalam mulut sudah mulai terjadi proses penyerapan dengan mekanisme difusi
pasif (transportasi pasif) dan transport kolektif (pori-pori). Di dalam mulut terdapat enzim
ptyalin, maltase, dan musin. Esofagus mempunyai Panjang kira-kira 25 cm, diameter 2,5
cm, pH cairannya 5-6, tidak terdapat enzim maupun adsorpsi.
Kelenjar ludah dan ludahnya adalah kelenjar majemuk bertanda, yang berarti terdiri
atas gabungan kelompok alveoli bentuk kantung dan yang membentuk lubang-lubang
kecil. Saluran-saluran dari setiap alveolus bersatu untuk membentuk saluran yang lebih
besar dan yang mengantar sekretnya ke saluran utama dan melalui ini secret dituangkan
ke dalam mulut. Kelenjar ludah yang utama ialah kelenjar parotis, submandibularis, dan
sublingualis.
Fungsi kelenjar ludah adalah mengeluarkan saliva, yang merupakan cairan pertama
yang mencerna makanan. Deras aliran saliva dirangsang oleh adanya makanan dalam
mulut, melihat, membaui dan memikirkan makanan.
Saluran Pencernaan
1. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada
hewan. Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal
dari sistem pencernaan lengkap yang berakhir di anus. Mulut merupakan jalan
masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput
lender. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang sederhana, terdiri dari
manis, asam, asin, dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di
hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
2. Kerongkongan (esophagus)
Esophagus atau kerongkongan merupakan penghubung antara rongga mulut dan
kerongkongan. Didalam lengkung daring terdapat tonsil (amandel) yaitu
kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak
bersimpangan antara jalan napas dan jalan makanan, letaknya dibelakang
rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang.
3. Lambung
Merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kendang
keledai. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan
normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam
kerongkongan.
4. Usus halus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di antara lambung dan usus
besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang
diserap ke hari melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lender (yang
melumat isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim
yang mencerna protein, gula dan lemak. Usus halus terdiri dari usus dua belas
jari (duodenum), usus kosong (jejenum), dan usus penyerapan (ileum)
5. Usus besar
Adalah bagian usus antara usus buntu dan rectum. Fungsi utama usus ini adalah
menyerap air dari feses. Banyaknya bakteri yang terdapat dalam usus besar ini
berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti
vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa
penyakit serta antibiotic bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri
didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang menyebabkan dikeluarkannya
lender dan air, dan terjadilah diare
6. Usus buntu
Suatu kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon
menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan
beberapa jenis reptile. Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar,
sedangkan karnivora eksklusif atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
7. Umbai cacing
Organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada organ ini disbeut apendisitis atau
radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat menyebabkan apendiks
pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen dan peritonitis (infeksi
rongga abdomen). Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa
Inggris, vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung
yang menyambung dengan caecum.
8. Rectum
Adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rectum ini kosong karena tinja disimpan di tempat
yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolom desendens penuh
dengan tinja masuk ke dalam rectum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar (BAB).
9. Anus
Merupakan lubang diujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar
dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan kulit dan sebagian lainnya
dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphincter. Feses
dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar – BAB), yang
merupakan fungsi utama anus.

D. Metodologi
Alat dan Bahan :
1. Tabung reaksi
2. Air liur
3. Jeroan ayam
4. Mortar
5. Penjepit
6. Lampu Bunsen
7. Minyak kelapa
8. Es
9. Air panas
10. Papan bedah
11. Gelas ukur
12. Pipet
13. Kertas saring
14. Corong

Cara Kerja

 Percobaan terhadap musin


1. Disediakan air liur sesuai kebutuhan
2. Lalu air liur di saring dengan menggunakan kertas saring dan corong lalu
ditampung di dalam gelas ukur
3. Diambil 1 ml filtrat air liur menggunakan pipet lalu dimasukkan kedalam tabung
reaksi
4. Ditambahkan 1ml biuret
5. Diamati perubahannya

 Percobaan terhadap ion CNS


1. Disediakan air liur sesuai kebutuhan
2. Disediakan dua tabung reaksi, tabung reaksi A dan tabung reaksi B
3. Dimasukkan 1ml FeCl3 1% ke dua tabung tersebut
4. Ditambahkan 0,5 ml HCl ke salah satu tabung yaitu tabung B
5. Ditambahkan filtrat ke tabung B
6. Diamati perubahan yang terjadi
7. Dibandingkan

 Percobaan hidrolisis amilum


1. Dimasukkan 0,5 larutan amilum ke dalam dua tabung reaksi, A dan B
2. Dimasukkan 0,5ml filtrat ke dalam dua tabung reaksi, A dan B
3. Dihomogenkan tabung reaksi A selama 1 menit
4. Diambil 2 tetes dari tabung reaksi A dan diteteskan di test plate
5. Diteteskan 2 tetes lugol ke cairan tabung reaksi A yang berada di test plate
6. Diteteskan 10 tetes Fehlling A + 10 tetes Fehling B kepada sisa cairan di tabung
reaksi A
7. Dipanaskan hingga mendidih lalu diamati perubahan warna cairan pada tabung
reaksi A
8. Dihomogenkan tabung reaksi B selama 9 menit
9. Diambil 2 tetes dari tabung reaksi B dan diteteskan di test plate
10. Diteteskan 2 tetes lugol ke cairan tabung reaksi B yang berada di test plate
11. Diteteskan 10 tetes Fehlling A + 10 tetes Fehling B kepada sisa cairan di tabung
reaksi B
12. Dipanaskan hingga mendidih lalu diamati perubahan warna cairan pada tabung
reaksi B
13. Dibandingkan hasil perubahan warna semua cairan
 Pengaruh temperature terhadap amilase
1. Disediakan 3 gelas kimia 250ml
2. Diisi dengan es, akuades, dan air panas pada masing-masing gelas
3. Dimasukkan tabung reaksi berisi filtrat + amilum ke 3 gelas kimia
4. Diteteskan ke test plate dan di beri KI2
5. Diteteskan 10 tetes Fehling A + 10 tetes Fehling B ke tabung reaksi berisi sisa
filtrat
6. Dipanaskan tabung reaksi tersebut hingga mendidih

 Percobaan enzim lipase


1. Disediakan 5 tabung reaksi
2. Diisi 0,5 ml minyak + 5 tetes NaOH + 5 tetes fenol pada masing-masing tabung
reaksi
3. Dimasukkan gerusan pancreas pada tabung reaksi A, gerusan duodenum pada
tabung reaksi B, gerusan lambung pada tabung reaksi C, gerusan empedu pada
tabung reaksi D dan filtrat air liur pada tabung E

 Pengaruh empedu terhadap lemak


1. Diambil kantung empedu ayam
2. Dituang isinya ke tabung reaksi A
3. Ditambah akuades hingga volume campuran 2 ml pada tabung A
4. Ditambah 2 tetes minyak pada tabung A
5. Dikocok
6. Dibiarkan selama 5 menit
7. Disiapkan tabung reaksi B
8. Diisi 2 tetes minyak dan akuades hingga volume campuran mencapai 2 ml

E. Hasil Percobaan
 Percobaan terhadap musin

Tabel 1. Hasil percobaan terhadap musin


Aspek Air liur Air liur + biuret 1 ml
Pembeda
Warna Bening Hitam kecoklatan
Endapan Tidak terdapat Terdapat endapan
endapan berwarna hitam
kecoklatan

 Percobaan terhadap ion CNS

Tabel 2. Hasil percobaan terhadap ion CNS


Aspek Pembeda FeCl FeCl +HCl + Air liur
Warna Kuning Oranye

 Percobaan hidrolisis amilum

Tabel 3. Hasil percobaan hidrolisis amilum


Aspek Amilum + Amilum + Amilum + Amilum + Amilum + Amilum +
Pembeda Air liur + Air liur + Air liur + Air liur + Air liur + Air liur +
Lugol ( 1 Fehling A + Fehling A + Lugol ( 9 Fehling A + Fehling A +
menit ) Fehling B ( Fehling B ( menit ) Fehling B ( Fehling B (
1 menit, 1 menit, 9 menit, 9 menit,
sebelum setelah sebelum setelah
dididihkan ) dididihkan ) dididihkan ) dididihkan)
Warna Hitam Biru Coklat Hitam Biru Merah bata
keunguan kemerahan keunguan
tua

 Percobaan temperature terhadap amilase

Tabel 4. Hasil percobaan temperature terhadap amilase


Air panas Air dingin Akuades
Fehling A Fehling A Fehling A Fehling A Fehling A Fehling A
Aspek Test Test Test
+ Fehling + Fehling + Fehling + Fehling + Fehling + Fehling
Pembeda plate + plate + plate +
B Sebelum B Setelah B Sebelum B Setelah B Sebelum B Setelah
KI2 KI2 KI2
dipanaskan dipanaskan dipanaskan dipanaskan dipanaskan dipanaskan
Warna Oranye Biru Ungu Oranye Biru Ungu Oranye Biru Ungu
kemerahan muda muda tua
 Percobaan enzim lipase

Tabel 5. Hasil percobaan enzim lipase


Aspek Gerusan Gerusan Gerusan Gerusan Air liur +
Pembeda duodenum + pancreas + lambung + empedu + Minyak +
Minyak + Minyak + Minyak + Minyak + Fenol +
Fenol + Fenol + Fenol + Fenol + NaOH
NaOH NaOH NaOH NaOH
Warna Merah Merah Merah Hijau Merah
keunguan keunguan keunguan kehitaman keunguan
Emulsi Terdapat Terdapat Terdapat Tidak Terdapat
emuls emulsi emulsi terdapat emulsi
emulsi

 Percobaan empedu terhadap lemak

Tabel 6. Hasil percobaan empedu terhadap lemak


Aspek Pembeda Empedu + Minyak + Air Air + Minyak
Warna Hijau tua Bening
Lapisan Terlihat 2 lapisan (lapisan Terdapat 1 lapisan (lapisan
berwarna hijau dan lapisan bening)
bening)

F. Pembahasan
 Percobaan Terhadap Musin
Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui kandungan musin pada saliva. Musin
sebagian besar dihasilkan oleh kelenjar parotis yang merupakan hasil dari sekresi mucus
dan memiliki fungsi untuk membasahi makanan dan sebagai pelumas yang memudahkan
untuk menelan makanan. Musin merupakan kompleks dari karbohidrat atau protein yang
disebut dengan glikoprotein, Musin yang dihasilkan oleh jaringan epitel pada dinding
rongga mulut kemungkinan besar akan bercampur dengan saliva, saliva memiliki enzim
amilase yang berfungsi untuk mengubah polisakarida menjadi disakarida. Didalam
musin mengandung protein dan NaHCO3. Dalam saliva terdiri dari 99,5% H2O serta
0,5% protein dan elektrolit. Protein yang terkandung dalam saliva terdiri dari ikatan
peptida yang dapat bereaksi jika ditambahkan reagen biuret. Ikatan peptida merupakan
ikatan yang menggabungkan asam- asam amino. Gugus karboksil suatu asam amino
berikatan dengan gugus amino dari molekul asam amino lain menghasilkan suatu
dipeptida dengan melepaskan air. Pembentukan ikatan memerlukan banyak energi,
sedang untuk hidrolisis praktis tidak memerlukan energi.
Reagen biuret adalah larutan berwarna biru terang yang akan berubah menjadi biru
dongker sampai keunguan ketika berikatan dengan bahan yang mengandung protein.
Tidak dilakukan pemanasan karena pereaksi dari uji biuret ini mengandung CuSO4 yang
apabila dipanaskan akan membentuk kristal dan ikatan peptida dari sampel akan rusak
dan tidak dapat dideteksi. Reaksi biuret merupakan reaksi warna untuk protein dan dan
peptida. Suatu peptida yang mempunyai dua buah ikatan peptida atau lebih dapat bereaksi
dengan ion (Cu2+) dalam suasana basa dan membentuk suatu senyawa kompleks yang
berwarna biru ungu.

1 ml saliva + 1 ml biuret 1 ml saliva + 1 ml biuret + endapan

Warna saliva yang berwarna putih keruh ketika ditambahkan biuret berubah menjadi
berwarna hitam kecoklatan dan terbentuk endapan berwarna hitam kecoklatan.

 Percobaan Terhadap Ion CNS


Ion CNS- memiliki peranan dalam proses pemberantasan bakteri dalam mulut. Salah
satu protein anti bakteri, yaitu Sialoperoxidase, mampu mengoksidasi ion tiosianat (CNS-
) dalam saliva menjadi hipotiosianit (OCNS-), sebuah antibakteri potensial yang
menggunakan hidrogen peroksida yang dihasilkan oleh bakteri sebagai oksidannya. Ion
CNS- dahulu dikenal dengan sebutan Rhodanida (berasal dari bahasa Yunani yang berarti
‘mawar’) karena warna merah yang dihasilkan apabila ia bereaksi dengan besi (Fe).
Pencampuran ion CNS- dengan FeCl3 akan mengoksidasi ion feroklorida menjadi ion
bebas Fe3+ yang akan berikatan dengan CNS-. Ion Fe3+ merupakan sumber ion yang
bersifat oksidator. Dengan adanya ion CNS- tersebut akan menghasilkan Fe(CNS)3 yang
berwarna jingga kemerahan.

Reaksi kimia dari percobaan ini adalah sebagai berikut:

FeCl3 + 3CNS- + HCl→ Fe(CNS)3 + HCl + 3Cl-


Pada tetesan filtrat saliva, warna campuran larutan FeCl3 dan HCl berubah warna
menjadi warna orange tua. Hal ini menandakan bahwa pada larutan yang ditetesi filtrat
saliva, ion Fe3+ (terurai dari senyawa FeCl3) telah bereaksi dengan ion CNS- yang
terkandung dalam filtrat saliva yang diteteskan setelahnya. Berbeda dengan perlakuan
kontrol, tetap berwarna kuning karena tidak terjadi reaksi pencampuran ion antara FeCl 3
dan HCl.
Teori ini sesuai dengan percobaan bahwa pada saliva terdapat ion CNS dan ketika
ditambahkan FeCl3 dan HCl terjadi perubahan warna orange.

 Percobaan Hidrolisis Amilum


Pada percobaan ini dilakukan uji glukosa pada campuran amilum dan saliva
dengan bantuan fehling A (larutan CuSO4) dan fehling B (campuran KNa tartrat +
NaOH) yang campurannya disebut dengan reagen Benedict. Reagen Benedict (larutan
biru yang mengandung ion tembaga) digunakan sebagai indikator adanya gula yang
tereduksi (gula sederhana). Ketika campuran larutan yang mengandung gula dan
reagen Benedict dipanaskan, ion tembaga (II) yang berasal dari reagen Benedict akan
tereduksi menjadi ion tembaga (I) dan warna larutan berubah dari biru hijau jingga
merah bata.
Hasil akhir setelah dipanaskan adalah terbentuknya endapan merah bata (solid) di
dasar tabung sebagai hasil reaksi berupa tembaga(I) oksida (Cu2O). Semakin banyak
kandungan gula dalam larutan campuran, maka endapan yang terbentuk akan semakin
banyak.

Sebelum Dididihkan Setelah dididihkan terdapat endapan

Pada percobaan selanjutnya dilakukan pada uji amilum pada campuran


amilum dan saliva dengan larutan lugol. Lugol merupakan indikator ada tidaknya
amilum pada larutan yang diuji. Jika larutan mengandung amilum, warnanya akan
menjadi biru kehitaman karena interaksi antara Iodin dengan struktur bergelung pada
polisakarida. Tetapi, larutan lugol tidak akan mendeteksi keberadaan gula sederhana,
seperti glukosa atau fruktosa.
Hasil percobaan uji amilum yang dilakukan tidak ada perubahan warna yang
terlihat jelas. Hal ini menunjukkan tidak adanya amilum pada larutan yang diujikan.
Faktor kesalahan dalam percobaan ini dapat terjadi karena proses pengocokan
dilakukan terlalu intensif sehingga menyebabkan campurannya tidak terbentuk. Jika
dikaitkan dengan jeda waktu pemberian perlakuan (uji glukosa dan amilum), maka
seharusnya semakin lama jeda waktu sebelum kedua pengujian dilakukan, maka
glukosa yang terbentuk akan semakin banyak, sedangkan amilum yang terdeteksi
akan semakin sedikit (ditandai dengan variasi warna larutan sesuai kandungan
glukosa atau semakin banyaknya endapan merah bata serta pudarnya warna reaksi
lugol), karena enzim amilase yang terkandung dalam saliva semakin lama akan
menghidrolisis amilum (polisakarida) menjadi gula yang lebih sederhana.

 Percobaan Temperatur Terhadap Amilase


Pada percobaan ini, digunakan larutan Fehling A dan Fehling B sebagai indikator
adanya kandungan amilum dan ditempatkan pada berbagai kondisi yaitu pada es,
aquades, dan air panas untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kerja enzim
amilase.
Amilum + Saliva
Pada pengujian glukosa, diberikan fehling A dan fehling B masing-masing
10 tetes pada ketiga perlakuan lalu dipanaskan hingga mendidih. Pada ketiga
perlakuan itu terjadi perubahan warna yang berbeda dan sama-sama terjadi
endapan. Pada campuran saliva+amilum yang direndam di air panas terjadi
endapan dan perubahan warna menjadi coklat agak muda, pada air es terjadi
endapan dan perubahan warna menjadi oranye kecoklatan, sedangkan pada
aquades terdapat endapan dan perubahan menjadi warna cokelat tua. Hal ini
menunjukkan bahwa enzim amilase yang ditempatkan di suhu yang berbeda
menunjukkan reaksi yang berbeda.

Amilum + Saliva + Fehling A dan B Amilum + Saliva + Fehling A dan B


sebelum dididihkan setelah dididihkan

Pada percobaan ini, digunakan larutan KI2 sebagai indikator adanya


kandungan amilum dan ditempatkan pada berbagai kondisi yaitu pada es, air
ledeng, dan air panas untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kerja enzim
amilase.
 Percobaan Enzim Lipase
Pada percobaan ini digunakan beberapa larutan, yakni 0.5 ml minyak, 5 tetes
NaOH, 5 tetes fenol. Ketiga larutan tersebut akan di gabungkan ke dalam 5 tabung reaksi.
5 tabung reaksi tersebut nantinya akan dimasukkan 5 jenis bahan yakni, gerusan
pancreas, gerusan duodenum, gerusan lambung, gerusan emped dan air liur. Percobaan
ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya enzim lipase yang ditandai dengan berubahnya
warna pada kelima tabung yang berisi campuran tadi.
Enzim lipase sendiri merupakan enzim yang menghidrolisis ikatan ester terutama
lemak netral seperti trigliserida. Minyak digunakan sebagai trigliserida yang akan
dihidrolisis oleh enzim lipase menjadi asam lemak dan gliserol. Konversi minyak
menjadi asam lemak selama proses hidrolisis akan menurunkan pH reaksi, maka
digunakan NaOH sebagai pentitrasi pada uji enzim lipase karena NaOH dapat
menetralkan suasana asam pada sampel akibat terbentuknya asam lemak, juga dapat
mengoptimalkan kerja enzim lipas yang bekerja optimal di kisaran pH 7,5-8. Reaksi yang
terjadi

3H2COOC-R + 3NaOH  3 CH2OOH + 3 R-COONa


(Trigliserida) (Gliserol) (Asam lemak)
Pada percobaan ini juga digunakan fenol, tepatnya fenol merah. Campuran fenol
merah diberikan karena fenol merah dapat dijadikan sebagai indikator perubahan pH.
Suasana asam akan menimbulkan perubahan warna menjadi kuning sedangkan suasana
basa akan menunjukkan warna merah. Hasil positif apabila terbentuk emulsi dan
perubahan warna menjadi merah sampai merah tua.

Air liur + Fenol + Minyak + NaOH Empedu + Fenol + Minyak + NaOH

Pankreas + Fenol + Minyak + NaOH


Duodenum + Fenol + Minyak + NaOH

Dari semua sampel didapatkan terjadi perubahan warna, namun pada sampel
dengan bahan gerusan empedu warna yang terjadi tidak menjadi warna merah, melainkan
hijau kehitaman. Keempat sampel lainnya yakni lambung, duodenum, air liur dan
pancreas dipastikan mengandung enzim lipase, karena perubahan warna menunjukkan
warna merah yang berarti positif enzim lipase, ditambah pada keempat sampel ini
dijumpai emulsi. Pada sampel berbahan gerusan empedu tidak menunjukkan perubahan
warna yang seharusnya, hal ini menandakan bahwa sampel ini tidak negative enzim
empedu. Pada sampel ini pun tidak terlihat adanya emulsi.
Empedu tidak menghasilkan enzim lipase, namun menghasilkan garam empedi
yang terbentuk dari asam empedu yang berikatan dengan kolesterol dan asam amino.
Fungsinya adalah untuk membantu kerja enzim lipase dalam memecah lemak, membantu
penyerapan lemak yang telah dipecah menjadi asam lemak dan gliserol.

 Percobaan Empedu Terhadap Minyak


Telah diketahui bahwa empedu menghasilkan garam empedu yang berperan dalam
melarutkan lemak dalam air, yakni dengan cara membuat stabil emulsi lemak yang
berasal dari makanan dan bila garam empedu berikatan dan bergabung dengan kolesterol,
gliserid, dan asam lemak, maka akan terbentuk micel yang dapat diserap oleh dinding
usus.

Empedu + Minyak + Minyak + Aquades


Aquades

Pada percobaan ini bermaksud untuk mengetahu peran garam empedu pada empedu
tersebut. Pertama-tama kantung empedu ayam yang sidah dipotong, dimasukkan isinya
kedalam tabung reaksi. Lalu dimasukkan aquades hingga volume mencapai 2 ml.
selanjutnya ditambahkan 2 tetes minyak kedalam campuran tersebut, lalu dihomogenkan.
Didapatkan hasil yakni perubahan warna yang tidak terlalu signifikan. Namun yang
mencolok ialah terbentuknya 2 lapisan yang berbeda, yakni lapisan berwarna hijau dan
bening. Lapisan hijau tersebut diduga adalah campuran dari empedu dengan minyak, dan
hal ini sekaligus membuktikan bahwa empedu memang dapat melarutkan lemak atau
memecahkan lemak dengan cara membuat stabil emulsi lemak yang berasal dari minyak
sehingga tidak terpisah dengan larutan lainnya.

G. Kesimpulan
1. Uji Protein menggunakan biuret dapat membuktikan bahwa air liur mengandung
musin, yakni protein yang terglikolisis.
2. Air liur terbukti mengandung ion CNS, yakni unsur anorganik yang akan bereaksi
dengan FeCl3. Reaksi dengan FeCl3 akan membentuk Fe(CNS)3 dan berwarna oranye
kemerahan.
3. Suhu mempengaruhi proses hidrolisis amilum. Hidrolisis amilum dibantu oleh enzim
lipase yang bekerja optimal pada rentang suhu 30-40oC dengan kecepatan reaksi
bertambah setiap kenaikan suhu.
4. Enzim lipase terbukti terdapat pada seluruh organ pencernaan, namun memiliki
perbedaan pada proses optimalisasinya. Pada organ duodenum, pancreas, lambung
dan air liur ditemukan enzim lipase, namun pada empedu tidak ditemukan enzim
lipase melainkan garam empedu yang berfungsi mempercepat kerja enzim lipase.
5. Duodenum memiliki enzim lipase yang akan mengubah lemak menjadi asam lemak
dan gliserol. Begitu juga pada pancreas yang menunjukkan hasil postitif karena
terdapat enzim lipase. Hal yang mempengaruhi kerja enzim lipase salah satunya
adalah pH. pH optimal untuk enzim lipase adalah 7-8 (basa).
6. Lemak dihidrolisis dalam tubuh oleh bantuan garam empedu. Garam empedu berasal
dari secret empedu. Uji hidrolisis lemak membuktikan bahwa empedu menghasilkan
garam-garam empedu yang bereaksi dengan lemak dalam minyak sehingga terjadi
proses emulsifikasi ditandai dengan munculnya emulsi (micel).
Daftar Pustaka

Fujaya, Y. 1999. Fisiologi Ikan. Dasar Pengembangan Teknik Perikanan. Jakarta : Rineka Cipta

Lehninger A. 1993. Dasar- dasar Biokimia. Jakarta : Erlangga

Malekian, F., Ramu, R., dan Marshall, W., 2000. Lipase and Lipoxygenase Activity,

Functionality, And Nutrient Lossesin Rice Bran During Storage, LSU Bulletin

870

Pahoja, V.M., Sethar, M.A., 2002. A review of enzymatic properties of lipase in plants, animals

and microorganisms. Pak J Appl Sci 2, 474–484.

Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar Biokimia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Rusdi, dkk. 2014. Praktikum Fisiologi Hewan. Jakarta: Jurusan Biologi, FMIPA, UNJ.

Sherwood, L. 1997. Biochemistry and Molecular Biology. Oxford: University Press.

Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC.

Winarno. 1992. Biofermentase dan Biosintesa Protein. PT. Angkasa: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai