Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

CIDERA KEPALA

A. DEFINISI
Cidera kepala adalah kerusakan karena trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injuri baik secara langsung maupun tidak
langsung.Trauma atau cedera kepala atau cedera otak adalah gangguan fungsi normal otak
karena trauma baik trauma tumpul maupun tajam (Batticaca, 2008). Trauma kepala adalah
suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi
akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita
Yuliani, 2001).
Cidera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada
kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas.(arif
mansjoer, dkk). Cedera Kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui Dura meter)
atau tertutup (trauma tumpul, tanpa penetrasi melalui dura. (Corwin, ).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa cidera kepala merupakan trauma yang terjadi di
daerah kulit kepala, tengkorak, ataupun otak akibat adanya trauma tumpul maupun tajam.
B. ETIOLOGI
Penyebab cedera terbagi atas 2 :
1) Cedera tertutup : kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh dan cedera olahraga
2) Cedera terbuka : Peluru atau pisau.
1. Trauma tajam
Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana itu merobek otak. Misalnya :
tertembus peluru/ benda tajam.
2. Trauma tumpul
Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya.
3. Cidera akselerasi
Peristiwa gonjangan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun bukan
dari pukulan.
4. Kontak benturan (gonjangan lanjut)
Bila kepala membentur/ menabrak sesuatu objek/ sebaliknya.
C. KLASIFIKASI
Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan
morfologi cedera.
1. Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter
a. Trauma tumpul : Kecepatan tinggi ( tabrakan mobil )
b. Kecepatan rendah (terjatuh, dipukul)
c. Trauma Tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)
2. Keparahan Cedera
a. Ringan : skala koma glasglow (Glasglow Coma Scale,GCS) 14- 15
b. Sedang : GCS 9-13
c. Berat : GCS 3-8
3. Morfologi
a. Fraktur tengkorak : Kranium : Linear/ Stelatum ; Depresi/ Non depresi ; Terbuka/
tertutup.
b. Basis : Dengan/ tanpa kebocoran cairan serebrospinaldengan/ tanpak kelumpuhan
nervus VII - Lesi Intrakranial : Fokal : epidural, subdural, intraserebral
c. Difus : Konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus.(arif mansjoer, dkk)
4. Cidera kepala terbuka
Kerusakan otak dapat terjadi jika tulang tengkorak menusuk dan masuk ke dalam jaringan
otak dan melukai duramater saraf otak, jaringan sel otak akibat benda tajam/ tembakan.
Cidera kepala terbuka memungkinkan kuman pathogen memiliki abses langsung ke otak.
5. Cidera kepala tertutup
Merupakan cidera kepala tanpa terbukanya rongga kepala yang terdiri dari :
a. Comusio cerebri (gegar otak)
b. Contusio cerebri (memar otak)
c. Hematoma epidural
d. Cidera akson tersebar (Brunner & Suddarth, 2001)
D. PATOFISIOLOGI
Tengkorak dengan isinya (masa otak, cairan darah, cairan lingkar), mempunyai
masa yang berbeda. Jika terjadi karena bergerak dengan kecepatan tertentu maka masing-
masing mempunyai kecepatan dan perlambatan yang berbeda. Masa yang kurang padat
mengalami gonjangan yang lebih tampak mengakibatkan terjadi kerusakan neuron
pembuluh darah dan jaringan-jaringan penyokong susunan saraf pusat. Benturan ini
disebut trauma primer. Trauma sekunder mengakibatkan tekanan intrakranial meningkat
sehingga menyebabkan edema cerebri. Nyeri kepala hebat, mual dan muntah merupakan
tanda peningkatan tekanan intrakranial.
Patofisiologi dari cedara kepala traumatik dibagi dalam proses primer dan
proses sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan
dengan suatu trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian
besar bagian otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak,
terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dan lobus frontal, memberikan
tanda-tanda yang jelas tetapi selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus
pada substansi alba subkorteks adalah penyebab utama kehilangan kesadaran
berkepanjangan gangguan respon motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang
merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.
E. TANDA DAN GEJALA
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebingungan
3. Pucat
4. Mual dan muntah
5. Pusing kepala
6. Terdapat hematoma
7. Kecemasan
8. Sukar untuk dibangunkan
9. Gangguan penglihatan
10. Epilepsi
11. Gangguan bicara/ komunikasi
12. Bila fraktur mungkin ada keluar cairan serebraspinal dari hidung dan
telinga
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. CT Scan (dengan atau tanpa kontras ) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan,
determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Cat : untuk mengetahui
adanya infark/ iskemia, jangan dilakukan pada 24-72 jam setelah injury.
B. MRI : digunakan sama seperti CT Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
C. Cerebral angiografi : menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak menjadi udema, perdarahan dan trauma.
D. Serial EEG : dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis
E. X ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan /edema), fragmen tulang.
F. BAER : mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil
G. PET : mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak
H. CSF : lumbal punkis dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
I. ABGs : mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan IK
J. Kadar elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan IK
K. Screen toxicologi : untuk mendeteksi pengaruh obat, sehingga menyebabkan
penurunan kesadaran.
G. PENATALAKSANAAN
1. Tindakan terhadap peningkatan tekanan intrakranial
a. Pemantauan tekanan intrakranial dengan ketat
b. Oksigenasi adekuat
c. Pemberian manitol
d. Penggunaan steroid
e. Peningkatan kepala tempat tidur.
f. Bedah neuro
2. Tindakan pendukung
a. Dukung ventilasi
b. Pencegahan kejang
c. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi
d. Terapi anti konvulsan
e. Klorpromazin : menenangkan pasien
f. Selang nasogastrik
3. Memperbaiki / mempertahankan fungsi vital agar jalan nafas selalu bebas,
bersihkan lendir, dan darah yang dapat menghalangi aliran udara pernafasan. Jika
perlu dipasang pipa naso / orofaring dari pemberian oksigen. Infuse dipasang
terutama untuk membuka jalur intravena: gunakan cairan NaCl 10,9 % atau
Dextose In Saline.
4. Mengurangi edema otak, yaitu:
Hiperventilasi, bertujuan untuk menurunkan PeOH darah sehingga mencegah
vasodilatasi pembuluh darah, selain itu juga dapat membantu menekan
metabolisme anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan asidosis.
5. Cairan hiperosmoler digunakan cairan Monitol 15 % atau infuse untuk menarik air
dari ruang intrase ke dalam ruang intravaskuler lalu dikeluarkan melalui Deuresis.
6. Antibiotika diberikan bila terdapat luka terbuka yang luas, trauma tembus kepala,
fraktur tengkorak yang dapat menyebabkan liquarihoe
7. Kortikosteroid untuk menstabilkan darah otak.
8. Barbiturat untuk membius pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan
serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun.
9. Obat-obatan Nootropik
10. Piritinol merupakan senyawa mirip perioksin (Vit-B6) mengaktivasi metabolisme
otak dan memperbaiki struktur serta fungsi membran sel.
11. Piracetum merupakan senyawa mirip GABA – suatu neurotransmitter penting di
otak.
12. Citicholine, merupakan koenzim pembentukan lecitin di otak untuk sintesis
membra sel dan neurotransmitter di dalam otak.
13. Perawatan luka dan pencegahan dekubitus.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Identitas pasien : nama, usia, jenis kelamin, tanggal lahir, alamat, nomer register
2. Riwayat kesehatan:
1) Keluhan Utama
Biasanya terjadi penurunan kesadaran, nyeri kepala, adanya lesi/luka dikepala
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien datang dengan keadaan penurunan kesadaran, konvulsi, adanya
akumulasi sekret pada saluran pernafasan, lemah, paralisis, takipnea.
3) Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya klien memiliki riwayat jatuh.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada salah satu keluarga yang menderita penyakit yang sama sebelumnya.
3. Penampilan atau keadaan umum
a. Wajah terlihat menahan sakit, tidak ada gerakan, lemah, lemas.Tingkat kesadaran
b. Kesadaran klien mengalami penurunan GCS <15.
c. Tanda-Tanda Vital
 Suhu Tubuh
Biasanya meningkat saat terjadi benturan (Normalnya 36,5-37,5°C)
 Tekanan Darah
Hipotensi dapat terjadi akibat cedera otak dengan tekanan darah sistolik <90
mmHg (Normalnya 110/70-120/80 mmHg)
 Nadi
Biasanya cepat dan lemah pada keadaan kesakitan dan TIK meningkat
(Normalnya 60-100 x/menit)
 RR
Biasanya menurun saat TIK meningkat (Normalnya 16-22)
4. Pemeriksaan Head to Toe
1) Pemeriksaan Kepala
 Tulang tengkorak : Inspeksi (bentuk mesocepal, ukuran kranium, ada
deformitas, ada luka, tidak ada benjolan, tidak ada pembesaran kepala) Palpasi (ada
nyeri tekan, ada robekan)
 Kulit kepala : Inspeksi (kulit kepala tidak bersih, ada lesi, ada skuama, ada
kemerahan)
 Wajah : Inspeksi (ekspresi wajah cemas dan menyeringai nyeri, keadaan simetris,
tidak ada lesi) Palpasi : (tidak ada kelainan sinus)
 Rambut : Inspeksi (rambut tidak bersih, mudah putus, ada ketombe, ada uban)
Palpasi (rambut mudah rontok)
 Mata : Inspeksi (simestris, konjungtiva warna pucat, sclera putih, pupil
anisokor, reflex pupil tidak teratur, pupil tidak bereaksi terhadap rangsangan
cahaya, gerakan mata tidak normal, banyak sekret) Palpasi (bola mata normal,
tidak ada nyeri tekan)
 Hidung : Inspeksi (keadaan kotor, ada rhinorhoe (cairan serebrospinal keluar dari
hidung), ada pernafasan cuping hidung, tidak ada deviasi septum) Palpasi sinus
(ada nyeri tekan)
 Telinga : Inpeksi (Simetris, kotor, fungsi pendengaran tidak baik, ada otorrhoe
(cairan serebrospinal keluar dari telinga), battle sign (warna biru atau ekhimosis
dibelakang telinga di atas os mastoid), dan memotipanum (perdarahan di daerah
membrane timpani telinga)( Palpasi (tidak ada lipatan, ada nyeri)
 Mulut : Inspeksi (keadaan tidak bersih, tidak ada stomatitis, membran mukosa
kering pucat, bibir kering, lidah simetris, lidah bersih, gigi tidak bersih, gigi atas
dan bawah tanggal 3/2, tidak goyang, faring tidak ada pembekakan, tonsil ukuran
normal, uvula simetris, mual-muntah) Palpasi (tidak ada lesi, lidah tidak ada
massa)
 Leher dan Tenggorok : Inspeksi dan Palpasi (Tidak ada pembesaran jvp, tidak ada
pembesaran limfe, leher tidak panas, trakea normal, tidak ditemukan kaku kuduk)
2) Pemeriksaan Dada dan Thorak
Paru-paru :
 Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada batuk, nafas dada cepat dan
dangkal,sesak nafas, frekuensi nafas <16 x/menit.
 Palpasi : Suara fremitus simetris, tidak ada nyeri tekan.
 Perkusi : Sonor pada kedua paru.
 Auskultasi : Suara nafas tidak baik, ada weezing
Jantung
 Inspeksi : Bentuk simetris, Iktus kordis tidak tampak
 Palpasi : Iktus kordis teraba pada V±2cm, tidak ada nyeri tekan, denyut
nadi Bradikardia
 Perkusi : Pekak, batas jantung kiri ics 2 sternal kiri dan ics 4 sternal kiri, batas
kanan ics 2 sternal kanan dan ics 5 axilla anterior kanan
 Auskultasi : BJ I-II tunggal, tidak ada gallop, ada murmur, Irama nafas tidak
teratur, tekanan darah menurun
3) Pemeriksaan Abdomen
 Inspeksi : Permukaan simetris, warna cokelat, permukaan normal
 Auskultasi : Bising usus normal
 Palpasi : Tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit normal, Hepar tidak teraba, limpa
tidak teraba, Ginjal tidak teraba, tidak ada ascites, tidak ada nyeri pada Titik Mc.
Burney.
 Perkusi : Tidak ada cairan atau udara suara redup
4) Pemeriksaan Genetalia
Inspeksi : Terjadi penurunan jumlah urin dan peningkatan cairan
5) Pemeriksaan Ekstremitas
 Inspeksi : Adanya perubahan-perubahan warna kulit, kelemahan otot, adanya
sianosis
 Palpasi : Turgor buruk, kulit kering
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan TIK.
2. Resti infeksi b.d kontinuitas yang rusak
C. RENCANA KEPERAWATAN
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d peningkatan TIK
intervensi Rasional
1.Tentukan riwayat nyeri, lokasi, intensitas, 1. Informasi akan memberikan data dasar
keluhan dan durasi. untuk membantu dalam menentukan
2.Monitor TTV. pilihan/keeferktifan intervensi
3.Buat posisi kepala lebih tinggi (15-45o). 2. Perubahan TTV merupakan indikator
4.Ajarkan latihan teknik relaksasi seperti nyeri.
latihan napas dalam. 3. Meningkatkan dan melancarkan aliran
5.Kurangi stimulus yang tidak balik darah vena dari kepala sehingga
menyenangkan dari luas dan berikan dapat mengurangi edema dan TIK.
tindakan yang menyenangkan seperti 4. Latihan napas dapat membantu
masase. pemasukan O2 kebih banyak , terutama
untuk oksigenasi otot.
5. Respon yang tidak menyenangkan
menambah ketegagngan saraf dan
mamase akan mengalihkan rengsang
terhadap nyeri.
Resti infeksi b.d kontinuitas yang rusak
intervensi rasional
1. Pertahankan teknik aseptik dan teknik 1. Menurunkan resiko terjadinya infeksi
cuci tangan yang tepat bagi pasien, dan kontaminasi silang
pengunjung maupun staf. 2. Peningkatan suhu merupakan salah satu
2. Pantau suhu secara teratur indikator terjadinya infeksi
3. Ubah posisi klien dengan sering. 3. Mencegah kerusakan kulit
Pertahankan linen tetap kering dan 4. Menurunkan resiko kontaminasi
bebas dari kerutan. 5. Mengidentifikasi infeksi
4. Batasi/hindari prosedur invansif
5. Beri antibiotik sesuai indikasi
DAFTAR PUSTAKA

Suzanne CS & Brenda GB. 1999. Buku Ajar Medikal Bedah. Edisi 8. Volume 3. Jakarta: EGC
Bajamal, A. 1999. Penatalaksanaan Cidera Otak Karena Trauma. Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Bedah Saraf. Surabaya.
Umar, K. 1998. Peran Ilmu Bedah Saraf Dalam Penanganan Cidera KepalaSurabaya :
Airlangga Univ. Press.
Umar, K. 2000. Penanganan Cidera Kepala Simposium. Tretes : IKABI

Anda mungkin juga menyukai