Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DAN STRATEGI PELAKSANAAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN JIWA


RSJ Dr. RADJIMAN WEDIODININGRAT LAWANG

Disusun oleh

Fenty Luisita Sandrika


1601300038

KEMENTRIAN KESEHATAN
POLITEKNIK KESEHATAN MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN BLITAR
PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN BLITAR
Agustus 2018
LAPORAN PENDAHULUAN
ISOLASI SOSIAL (MENARIK DIRI)
A. Masalah Utama
Isolasi sosial (menarik diri).
B. Proses Terjadinya Masalah (Tinjauan Teori)
1. Pengertian
Menarik diri merupakan percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain atau menghindari hubungan dengan orang lain. Menurut
Townsend M.C. (1998), menarik diri merupakan suatu keadaan dimana
seseorang menemukan kesulitan dalam membina hubungan secara terbuka
dengan orang lain. Individu merasa bahwa ia kehilangan hubungan dan tidak
mempunyai kesempatan untuk membagi perasaan, pikiran, prestasi, atau
kegagalan. Ia memiliki kesulitan untuk berhubungan secara spontan dengan
orang lain, yang dimanifestasikan dengan sikap memisahkan diri, tidak ada
perhatian, dan tidak sanggup membagi pengalaman dengan orang lain
(Balitbang, 2007). Sedangkan menurut Depkes RI (1989), penarikan diri atau
withdrawal merupakan suatu tindakan melepaskan dri baik perhatian maupun
minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung yang dapat bersifat
sementara atau menetap.
2. Etiologi
 Faktor Predisposisi
1. Perkembangan
Pada setiap tumbuh kembang individu, terdapat tugas
perkembangan yang harus dipenuhi agar tidak terjadi gangguan
dalam proses berhubungan sosial dengan orang lain. Kemampuan
setiap individu dalam berhubungan sosial berkembang sesuai
dengan proses tumbuh kembang mulai dari usia bayi sampai usia
dewasa lanjut. Konsekuensi yang didapat apabila tugas
perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan terjadi hambatan
individu dalam berhubungan sosial.
2. Komunikasi dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga dapat menjadi faktor
pendukung terjadinya gangguan dalam berhubungan sosial. Apabila
keluarga hanya menginformasikan hal-hal yang negatif akan
mendorong anak mengembangkan harga diri rendah. Adanya dua
pesan yang bertentangan disampaikan pada saat bersamaan,
mengkibatkan anak menjadi enggan berkomunikasi dengan orang
lain.
3. Sosial Budaya
Mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan suatu
faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal
ini disebabkan oleh norma yang tidak mendukung pendekatan
terhadap orang lain, tidak mempunyai anggota keluarga yang
kurang produktif (lansia, cacat, dan penderita kronis lain).
4. Biologis
Organ tubuh yang paling dapat memengaruhi gangguan
dalam hubungan sosial adalah otak. Misal pada pasien skizofrenia
yang mengalami masalah dalam berhubungan sosial, memiliki
struktur abnormal pada otak. Faktor genetik juga dapat berperan
dalam respon sosial maladaptif.
 Faktor Presipitasi
1. Stress Sosiokultural
Stress dapat ditimbulkan oleh karena menurunnya stabilitas unit
keluarga dan berpisah dari orang yang berarti, missal karena
dirawat di rumah sakit.
2. Stress Psikologis
Ansietas berat yang berkepanjangan terjadi bersamaan dengan
keterbatasan kemampuan untuk mengatasinya. Tuntutan untuk
berpisah dengan orang terdekat atau kegagalan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan ketergantungan dapat menimbulkan ansietas
tingkat tinggi.
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang dapat menunjukan seseorang mengalami
gangguan hubungan sosial adalah sebagai berikut.
1. Kurang spontan
2. Apatis (acuh tak acuh terhadap lingkungan)
3. Ekspresi wajah kurang berseri
4. Afek tumpul
5. Tidak merawat dan memperhatikan kebersihan diri
6. Komunikasi verbal menurun atau tidak ada.
7. Aktivitas menurun
8. Kurang bertenaga
9. Perasaan rendah diri (harga diri rendah)
10. Menolak berhubungan dengan orang lain.
4. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menyendiri Kesepian Manipulasi


(solitude) Menarik diri Impulsif
Otonomi
Ketergantunga Narkisisme
Bekerjasama
n
Ketergantungan
Keterangan tentang respon:
1. Respon adaptif adalah respon yang diterima oleh norma sosial dan
cultural dimana individu tersebut menjelaskan masalah dalam batas
normal.
Adapun respon adaptif tersebut sebagai berikut:
a. Menyendiri atau Solitude
Respon yang dibutuhkan untuk menentukan apa yang telah
dilakukan lingkungan sosialnya dan merupakan cara mengawasi
diri dan menentukan langkah berikutnya.
b. Otonomi
Suatu emampuan individu untuk menentukan dan menyampaikan
ide-ide pikiran.
c. Bekerjasama
Suatu keadaan dalam hubungan interpersonal dimana individu
mampu untuk member dan menerima.
d. Ketergantungan
Saling bergantung antara individu dengan orang lain dalam
hubungan interpersonal.
2. Respon maladaptif adalah respon yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah yang menyimpang dari noma-norma sosial dan
kebudayaan suatu tempat.
Adapun karakteristik dari perilaku maladaptive tersebut adalah sebagai
berikut:
a. Menarik diri
Gangguan yang terjadi apabila seseorang memutuskan untuk
tidakk berhubungan dengan orang lain untuk mencari ketenangan
sementara waktu.
b. Manipulasi
Hubungan sosial yang menganggap orang lain sebagai objek dan
berorientasi pada diri sendiri atau pada tujuan, bukan berorientasi
pada orang lain.
c. Ketergantungan
Individu gagal mengembangkan rasa percaya diri dan kemampuan
yang dimiliki.
d. Impulsif
Ketidakmampuan merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari
pengalaman, tidak dapat diandalkan, mempunyai penilaian yang
buruk, dan cenderung memaksakan kehendak.
e. Narkisisme
Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dari pujian, memiliki sikap egoisentris,
pencemburu dan marah bila orang lain tidak mendukung.
C. Patofisiologi
1. Psikopatologi
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), salah satu gangguan berhubungan
sosial diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi sosial yang disebabkan
oleh perasaan tidak berharga yang bisa dialami klien dengan latar belakang
yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam
mengembangkan hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi
regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktvitas dan kurangnya
perhatian terhadap penampilan dan kebersihan diri.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu
serta tingkah laku primitif, antara lain pembicaraan yang autistik dan tingkah
laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi
halusinasi.
2. Pohon Masalah

Risiko tinggi mencederai diri


sendiri

Gangguan persepsi sensori:


Defisit Perawatan Diri
halusinasi

Intoleransi Aktivitas Isolasi sosial

Harga Diri Rendah

Koping individu tidak efektif Koping keluarga tidak efektif


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
ISOLASI SOSIAL (MENARIK DIRI)
1. Masalah Keperawatan dan Data yang Perlu Dikaji
a. Masalah Keperawatan
1. Isolasi sosial: menarik diri
2. Risiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
3. Gangguan persepsi diri: harga diri rendah
b. Data yang Perlu Dikaji
1. Isolasi sosial: menarik diri
1) Data Subjektif
a) Klien mengatakan malas bergaul dengan orang lain
b) Klien mengatakan tidak aman berada dengan orang lain
c) Klien mengatakan ingin sendirian dan tidak mau ditemani oleh
perawat.
d) Klien mengatakan tidak mau berbicara dengan orang lain.
e) Klien merasa tidak berguna.
f) Klien merasa kesepian dan ditolak orang lain
2) Data Objektif
a) Urin
b) Klien tampak tidak memiliki teman dekat
c) Ekspresi wajah kurang berseri
d) Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
e) Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
2. Risiko gangguan persepsi sensori: halusinasi
1) Data Subjektif:
a) Klien mengatakan mendengar bunyi yang tidak berhubungan
dengan stimulus nyata.
b) Klien mengatakan melihat gambaran tanpa ada stimulus yang
nyata.
c) Klien mengatakan mencium bau tanpa stimulus.
d) Klien merasa makan sesuatu.
e) Klien merasa ada sesuatu pada kulitnya.
f) Klien takut pada suara/bunyi/gambar yang dilihat dan didengar.
g) Klien ingin memukul/melempar barang-barang.
2) Data Objektif:
a) Klien berbicara dan tertawa sendiri.
b) Klien bersikap seperti mendengar/melihat sesuatu.
c) Klien berhebti bicara ditengah kalimat untuk mendengarkan
sesuatu.
d) Disorientasi
3. Gangguan persepsi diri: harga diri rendah
1) Data Subjektif
Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-
apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri.
2) Data obyektif:
Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih
alternatif tindakan, ingin mencederai diri atau ingin mengakhiri
hidup.
2. Diagnosis Keperawatan
1. Isolasi sosial: menarik diri
2. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
3. Gangguan persepsi diri: harga diri rendah
3. Rencana Tindakan Keperawatan
1. Isolasi Sosial
Tujuan Umum: klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
Tujuan Khusus dan Tindakan:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya.
a) Beri salam setiap berinteraksi dengan pasien.
b) Berkenalan dengan pasien: perkenalkan nama dan nama panggilan
yang Anda sukai, serta tanyakan nama dan nama panggilan pasien.
c) Tanyakan perasaan dan keluhan pasien saat ini.
d) Buat kontrak asuhan: tujuan, apa yang akan dilakukan dengan
pasien, waktu setiap asuhan, dan tempat melaaksanakan asuhan.
e) Tunjukan sikap empati, jujur, dan menepati janji setiap kali
berinteraksi.
2) Klien mampu menyebutkan penyebab isolasi sosial (menarik diri)
a) Tanyakan pada klien mengenai orang yang tinggal serumah atau
teman dekat atau teman sekamar klien, orang yang paling dekat
dengan klien dan apa yang membuat klien dekat dengan orang
tersebut, serta orang yang tidak dekat dengan klien dan apa yang
menyebabkan klien tidak dekat dengan orang tersebut.
b) Menanyakan apa yang menyebabkan klien tidak ingin berinteraksi
dengan orang lain.
c) Diskusikan dengan klien penyebab menarik diri atau tidak mau
bergaul dengan orang lain.
d) Beri pujian terhadap kemampuan klien untuk mengungkapkan
perasaannya.
3) Klien mampu menyebutkan keuntungan berhubungan sosial dan
kerugian isolasi sosial.
a) Tanyakan kepada klien tentang manfaat hubungan sosial dan
kerugian isolasi sosial.
b) Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan.
4) Klien dapat melakukan hubungan sosial secara bertahap
a) Observasui peilaku klien saat berhubungan sosial, beri motivasi,
dan bantu klien untuk berkenalan atu berkomunikasi dengan
perawat lain, klien lain, atau kelompok lain.
b) Libatkan klien dalam TAK sosialisasi.
c) Diskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kemampuan klien bersosialisasi.
d) Beri motivasi klien untuk melakukan kegiatan sesuai jadwal yang
telah dibuat.
e) Beri pujian terhadap kemampuan klien memperluas pergaulannya
melalui aktivitas yang dilakukan.
5) Klien mampu menjelaskan perasaannya setelah berhubungan sosial.
a) Diskusikan dengan klien terkait perasaannya setelah berinteraksi
dengan orang lain.
b) Beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan
perasaannya.
6) Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan
sosial
a) Diskusikan tentang pentingnya peran serta keluarga dalam
mengatasi isolasi sosial.
b) Diskusikan potensi keluarga dalam membantu klien mengatasi
perilaku isolasi sosial.
c) Jelaskan pada keluarga mengenai pengertian isolasi sosial, tanda
dan gejala isolasi sosial, penyebab dn akibat isolasi sosial, cara
merawat klien isolasi sosial dan latih keluarga.
d) Tanyakan perasaan keluarga setelah mencoba cara yang dilatihkan
dan beri motivasi keluarga untuk terus membantu klien.
e) Beri pujian pada keluarga atas keterlibatan membantu klien.
2. Gangguan persepsi sensori: halusinasi
Tujuan Umum: klien dapat mengontrol halusinasi yang dialami.
Tujuan Khusus dan Tindakan:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi teraupetik.
a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2) Klien dapat mengenal halusinasinya
a) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap
b) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara
dan tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan
seolah-olah ada teman bicara
c) Bantu klien mengenal halusinasinya
d) Tanyakan apakah ada suara yang didengar
e) Apa yang dikatakan halusinasinya
f) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun
perawat sendiri tidak mendengarnya.
g) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu
h) Katakan bahwa perawat akan membantu klien
i) Diskusikan dengan klien :
- Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi
- Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore,
malam)
j) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien
mengungkapkan perasaannya
3) Klien dapat mengontrol halusinasinya
a) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi
halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)
b) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat
beri pujian
c) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya
halusinasi:
- Katakan “ saya tidak mau dengar”
- Menemui orang lain
- Membuat jadwal kegiatan sehari-hari
- Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien
tampak bicara sendiri
d) Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya
secara bertahap
e) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih
f) Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil
g) Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi
persepsi
4) Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol
halusinasinya
a) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami
halusinasi
b) Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat
kunjungan rumah):
- Gejala halusinasi yang dialami klien
- Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus
halusinasi
- Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah,
diberi kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama,
bepergian bersama
- Beri informasi waktu perlu mendapat bantuan : halusinasi tidak
terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain
5) Klien memanfaatkan obat dengan baik
a) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan
manfaat minum obat
b) Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan
manfaatnya
c) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek
samping minum obat yang dirasaka
d) Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi
e) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.
3. Gangguan Persepsi Diri: Harga Diri Rendah
Tujuan Umum: klien mampu meningkatkan harga dirinya.
Tujuan Khusus dan Tindakan:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik dengan cara :
a) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Jujur dan menepati janji
f) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
g) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar
klien
2) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien
b) Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi penilaian negative
c) Utamakan memberikan pujian yang realistic
3) Klien dapat menilai kemampuan yang digunakan
a) Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan
selama sakit.
b) Diskusikan kemampuan yang dapat dilanjutkan penggunaannya.
4) Klien dapat (menetapkan) merencanakan kegiatan sesuai dengan
kemampuan yang dimiliki
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap
hari sesuai kemampuan
- Kegiatan mandiri
- Kegiatan dengan bantuan sebagian
- Kegiatan yang membutuhkan bantuan total
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien.
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan
5) Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan
kemampuannya
a) Beri kesempatan pada klien untuk mencoba kegiatan yang telah
direncanakan
b) Beri pujian atas keberhasilan klien.
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah
6) Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien dengan harga diri rendah.
b) Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
DAFTAR RUJUKAN
Dalami, E., dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Jiwa. Jakarta:
CV. Trans Info Media.
Keliat, B.A., dkk. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMNH (BASIC
COURSE). Jakarta: EGC.
Yusuf, A., dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.
Herdman, T.H., Shigemi Kamitsuru. 2016. NANDA International Inc. Diagnosis
Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2015-2017, Ed. 10. Jakarta: EGC.
Muhith, A. 2015. Pendidikan Keperawatan Jiwa Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: CV.
Andi Offset.
Fitria, N. 2009. Prinsip Dasar dan Apikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Peaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Strategi Pelaksanaan Isolasi Sosial

SP 1 : Bina hubungan saling percaya, bantu pasien mengenal penyebab isolasi sosial,
bantu pasien mengenal keuntungan dari berhubungan dan kerugian dari tidak
berhubungan dengan orang lain, dan ajarkan pasien berkenalan dengan orang lain.
Orientasi (Perkenalan):
“Selamat pagi!”
“Nama saya ……, Saya senang dipanggil ……, Saya perawat di ruangan ini
yang akan merawat Ibu.”
“Siapa nama Ibu? Senang dipanggil siapa?”
“Apa keluhan S hari ini?”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang keluarga dan teman-teman
S? Mau dimana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di ruang tamu? Mau berapa
lama, S? Bagaimana kalau 15 menit?”
Kerja:
(Jika pasien baru)
”Siapa saja yang tinggal serumah? Siapa yang paling dekat dengan S? Siapa
yang jarang bercakap-cakap dengan S? Apa yang membuat S jarang bercakap-cakap
dengannya?”
(Jika pasien sudah lama dirawat)
”Apa yang S rasakan selama S dirawat disini? O.. S merasa sendirian? Siapa
saja yang S kenal di ruangan ini?”

“Apa saja kegiatan yang biasa S lakukan dengan teman yang S kenal?”
“Apa yang menghambat S dalam berteman atau bercakap-cakap dengan
pasien yang lain?”
”Menurut S apa saja keuntungannya kalau kita mempunyai teman ? Wah
benar, ada teman bercakap-cakap. Apa lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan
beberapa) Nah kalau kerugiannya tidak mampunyai teman apa ya S ? Ya, apa
lagi ? (sampai pasien dapat menyebutkan beberapa) Jadi banyak juga ruginya tidak
punya teman ya. Kalau begitu inginkah S belajar bergaul dengan orang lain ?
“Bagus. Bagaimana kalau sekarang kita belajar berkenalan dengan orang
lain”
“Begini lho S, untuk berkenalan dengan orang lain kita sebutkan dulu nama
kita dan nama panggilan yang kita suka asal kita dan hobi. Contoh: Nama Saya S,
senang dipanggil Si. Asal saya dari Bireun, hobi memasak”
“Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya
begini: Nama Bapak siapa? Senang dipanggil apa? Asalnya dari mana/ Hobinya
apa?”
“Ayo S dicoba! Misalnya saya belum kenal dengan S. Coba berkenalan
dengan saya!”
“Ya bagus sekali! Coba sekali lagi. Bagus sekali”
“Setelah S berkenalan dengan orang tersebut S bisa melanjutkan percakapan
tentang hal-hal yang menyenangkan S bicarakan. Misalnya tentang cuaca, tentang
hobi, tentang keluarga, pekerjaan dan sebagainya.”
Terminasi:
”Bagaimana perasaan S setelah kita latihan berkenalan?”
”S tadi sudah mempraktikkan cara berkenalan dengan baik sekali”
”Selanjutnya S dapat mengingat-ingat apa yang kita pelajari tadi selama
saya tidak ada. Sehingga S lebih siap untuk berkenalan dengan orang lain. S mau
praktekkan ke pasien lain? Mau pukul berapa mencobanya? Mari kita masukkan
pada jadwal kegiatan harian S.”
”Besok pagi jam 10 saya akan datang kesini untuk mengajak S berkenalan
dengan teman saya, perawat N. Bagaimana, S mau kan?”
”Baiklah, sampai jumpa.”
SP 2: Ajarkan pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang pertama
[seorang perawat])
Orientasi:
“Selamat pagi, S!”
“Bagaimana perasaan S hari ini?”
“Sudah dingat-ingat lagi pelajaran kita tetang berkenalan? Coba sebutkan
lagi sambil bersalaman dengan Suster!”
“Bagus sekali, S masih ingat. Nah seperti janji saya, saya akan mengajak S
mencoba berkenalan dengan teman saya perawat N. Tidak lama kok, sekitar 10
menit”
“Ayo kita temui perawat N disana!”
Kerja:
(Bersama-sama S saudara mendekati perawat N )
“Selamat pagi perawat N, ini S ingin berkenalan denganmu.”
“Baiklah S, S bisa berkenalan dengan perawat N seperti yang kita praktekkan
kemarin.”
(Pasien mendemontrasikan cara berkenalan dengan perawat N: memberi salam,
menyebutkan nama, menanyakan nama perawat, dan seterusnya)
“Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada perawat N? Coba tanyakan tentang
keluarga perawat N”
“Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S dapat menyudahi perkenalan
ini. Lalu S bisa buat janji bertemu lagi dengan perawat N jam 1 siang nanti”
(Pasien S membuat janji untuk bertemu kembali dengan perawat N.)
“Baiklah perawat N, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan
kembali ke ruangan S. Selamat pagi”
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat N untuk melakukan terminasi
dengan S di tempat lain)
Terminasi:
“Bagaimana perasaan S sudah berkenalan dengan perawat N?”
“S tampak bagus sekali saat berkenalan tadi.”
“Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap
dengan orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian? Jadi satu hari S dapat
berbincang-bincang dengan orang lain sebanyak tiga kali, pukul 10 pagi, pukul 1
siang, dan pukul 8 malam. S dapat bertemu dengan perawat N dan yang lain.
Selanjutnya S dapat berkenalan dengan orang lain secara bertahap. Bagaimana S,
setuju kan?”
“Baiklah S, besok kita berlatih lagi ya jam 10 pagi, bagaimana?”
“Sampai jumpa.”
SP 3: Latih pasien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang kedua
[seorang pasien])
Orientasi:
“Selamat pagi S! Bagaimana perasaan S hari ini?”
”Apakah S bercakap-cakap dengan perawat N kemarin siang”
(Jika jawaban pasien: ya, saudara bisa lanjutkan komunikasi berikutnya orang lain)
”Bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap dengan perawat N kemarin
siang?”
”Bagus sekali S menjadi senang karena punya teman lagi.”
”Kalau begitu S ingin punya banyak teman lagi?”
”Bagaimana kalau sekarang kita berkenalan lagi dengan orang lain, yaitu
pasien O.”
”Seperti biasa kira-kira 10 menit.”
”Mari kita temui dia di ruang makan.”
Kerja:
(Bersama-sama S saudara mendekati pasien)
“Selamat pagi, ini ada pasien saya yang ingin berkenalan.”
“Baiklah S, S sekarang bisa berkenalan dengannya seperti yang telah S
lakukan sebelumnya.”
(Pasien mendemontrasikan cara berkenalan: memberi salam, menyebutkan nama,
nama panggilan, asal dan hobi dan menanyakan hal yang sama)
“Ada lagi yang S ingin tanyakan kepada O?”
“Kalau tidak ada lagi yang ingin dibicarakan, S bisa sudahi perkenalan ini.
Lalu S bisa buat janji bertemu lagi, misalnya bertemu lagi jam 4 sore nanti”
(S membuat janji untuk bertemu kembali dengan O)
“Baiklah O, karena S sudah selesai berkenalan, saya dan S akan kembali ke
ruangan S. Selamat pagi”
(Bersama-sama pasien saudara meninggalkan perawat O untuk melakukan terminasi
dengan S di tempat lain)
Terminasi:
“Bagaimana perasaan S sudah berkenalan dengan O?”
“Dibanding kemarin, S tampak lebih baik saat berkenalan dengan O.
pertahankan apa yang sudah S lakukan tadi. Jangan lupa untuk bertemu kembali
dengan O pukul 4 sore nanti.”
“Selanjutnya, bagaimana jika kegiatan berkenalan dan bercakap-cakap
dengan orang lain kita tambahkan lagi di jadwal harian? Jadi satu hari S dapat
berbincang-bincang dengan orang lain sebanyak tiga kali, pukul 10 pagi, pukul 1
siang, dan pukul 8 malam. S dapat bertemu dengan perawat N dan yang lain.
Selanjutnya S dapat berkenalan dengan orang lain secara bertahap. Bagaimana S,
setuju kan?”
“Baiklah, besok kita bertemu lagi untuk membicarakan pengalaman S. Pada
pukul yang sama dan tempat yang sama ya. Sampai besok.”

Daftar Rujukan
Keliat, Budi Anna, dkk. 2014. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN
(BASIC COURSE). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai