Oleh: Jamilah, M. Pd
Peningkatan pendidikan merupakan salah satu hal yang selalu menjadi fokus perhatian di
dunia, lebih khusus di Indonesia. Salah satu upaya perbaikan pendidikan adalah pelaksanaan
penelitian pembelajaran. Penelitian pembelajaran pada hakikatnya berkaitan dengan upaya
yang dilakukan seseorang dalam mengatasi permasalahan pembelajaran dengan cara
melakukan perbaikan sesuai konteks masalah sehingga proses belajar yang dilalui peserta
didik menjadi lebih baik, yakni mampu mengoptimalkan potensi yang mereka miliki.
Pada konteks belajar matematika, rangkaian situasi didaktis didesain untuk menciptakan
proses belajar yang mengarah pada salah satu atau beberapa tujuan, yakni terbentuknya
obyek mental seperti aksioma, konsep, teorema, bukti teorema, problem dan solusi sebuah
problem. Menurut Harel, aksi mental yang muncul sebagai bentuk reaksi terhadap rangkaian
situasi didaktis dapat berupa menginterpretasi, menduga, menyimpulkan, mengklasifikasi,
mencari, dan memecahkan masalah sehingga terbentuk sebuah jawaban dari soal yang
diselesaikan. Proses ini yang kemudian disebut sebagai Way of Thinking. Pada akhirnya,
keunikan dalam mengkonstruksi Way of Thinking memberikan keberagaman dari setiap
peserta didik dalam menghasilkan suatu obyek mental. Hasil ini yang kemudian disebut Way
of Understanding.
Pengetahuan yang didapat dari pemaknaan way of thinking dan way of understanding dinilai
kurang memadai, sehingga perlu dilakukan upaya pencarian informasi untuk melakukan
perbaikan-perbaikan pembelajaran. Upaya perbaikan tersebut tertuang dalam penelitian
lanjutan menggunakan paradigma kritis. Namun demikian, hasil pengkajian pada penelitian
menggunakan paradigma intepretif ini tetap menjadi dasar untuk melakukan tindaklanjut
dalam rangka menghasilkan desain didaktis baru. Sebagai contoh, setelah melakukan
pemaknaan terhadap pengetahuan yang didapat pada paradigma interpretif, selanjutnya perlu
dilakukan identifikasi terhadap hambatan belajar, hambatan didaktis, kesinambungan proses
berpikir yang dialami oleh peserta didik. Semakin komprehensif informasi yang didapatkan,
semakin besar pula kemungkinan menghasilkan rekomendasi untuk perbaikan sebuah desain
didaktis. Hasil kajian ini yang kemudian tertuang dalam kajian ontologis dan epistemologis
pada paradigma kritis.
Kajian ontologis pada paradigma kritis berkaitan dengan pengetahuan tentang makna
sesuatu pada peserta didik serta makna terstruktur dan fungsional yang dihasilkan
berdasarkan perspektif tertentu. Sedangkan kajian epistemologisnya berfokus pada makna
terstruktur dan fungsional berdasarkan kerangka teoritis tertentu sehingga dihasilkan desain
dedaktis yang baru. Aspek ontologis dan epistemologi dari DDR dengan paradigma kritis
diilustrasikan melalui gambar berikut:
Gambar 2. Realitas pada DDR-Kritis
Penelitian Desain Didaktis dalam hitungan tahun telah banyak dilakukan oleh peneliti, baik
dosen, mahasiswa, guru, maupun kepala sekolah. Penelitian ini tidak hanya dilakukan pada
bidang pendidikan matematika, melainkan juga pada bidang ilmu lainya. Hasil penelitian
tersebut memberikan beberapa perubahan positif, yaitu (1) perubahan sistem keyakinan; (2)
perubahan praktik perencanaan pembelajaran; dan (3) perubahan refleksi pembelajaran.
Mengingat hal tersebut, maka menjadi hal yang menarik jika DDR ini terus dikembangkan
dan disebarluaskan sebagai tawaran upaya perbaikan pendidikan di Indonesia pada khusunya,
dan di dunia internasional pada umumnya.
Referensi
Suryadi, D. 2018. Ontologis dan Epistemologis dalam Penelitian Desain Didaktis (DDR).
Bandung: Departemen Pendidikan Matematika, UPI.