Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

TINGKAT KESEHATAN BANK DAN MANAJEMEN RISIKO

Disusun guna memenuhi tugas kelompok

Mata kuliah: Akuntansi Perbankan

Dosen pengampu: Zamrud Mirah Delima, SE, M.Si

Disusun oleh:

1. Desy Wulandari (201512043)

2. Septiana Dwi Sartika (201512053)

3. Nimas Pandanwangi (201512077)

4. Muhammad Saifuddin Luthfi (201512078)

Kelas B Semester 7

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MURIA KUDUS

2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
kehadiran-Nya yang telah memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada kami sehingga
makalah ini dapat kami selesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Penulis makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Akuntansi
Perbankan yang dibimbing oleh Zamrud Mirah Delima, SE., M.Si. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat dan berguna bagi pembaca.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan pembuatan
makalah.

Dalam penulisan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan baik pada
teknik penulisan materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik dan
saran dari semua pihak yang membangun sangat kami harapkan demi penyempurnaan
pembuatan makalah ini.

Kudus, 11 Desember 2018

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................................ i

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 2

1.3 Tujuan .................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 3

2.1 Tingkat Kesehatan Perbankan ............................................................................... 3

2.2 Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan Risiko ....................................................... 7

2.3 Basel ...................................................................................................................... 9

2.4 Manajemen Risiko ................................................................................................. 11

BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 15

Kesimpulan .................................................................................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bank adalah bagian dari sistem keuangan dan sistem pembayaran suatu negara.
Bahkan pada era globalisasi sekarang ini, bank juga telah menjadi bagian dari sistem
keuangan dan sistem pembayaran dunia. Mengingat hal yang demikian, maka suatu bank
telah memperoleh izin berdiri dan beroperasi dari otoritas moneter dari negara yang
bersangkutan, bank tersebut menjadi “milik” masyarakat. Oleh karena itu, eksistensinya
bukan saja hanya dijaga oleh para pemilik bank itu sendiri dan pengurusnya, tetapi juga oleh
masyarakat nasional dan global.

Untuk menjaga agar bank tetap eksis dalam dunia perekonomian global maka bank
perlu dinilai secara rutin yang disebut dengan penilaian tingkat kesehatan bank untuk
mengetahui kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara
normal dan mampu memenuhi semua kewajiban nya dengan baik dengan cara-cara yang
sesuai dengan peraturan perbankan yang berlaku. Kesehatan bank mencakup kesehatan suatu
bank untuk melaksanakan seluruh kegiatan usaha perbankan, baik dari kemampuan
menghimpun dana dari msasyarakat, dari lembaga lain, dan dari modal sendiri, mengelola
dana, menyalurkan dana ke masyarakat, karyawan, pemilik modal, dan pihak lain.

Kemudian makalah ini membahas tentang manajemen risiko. Resiko merupakan


bagian dari kehidupan kerja individual maupun organisasi. Berbagai macam resiko, seperti
resiko kebakaran, tertabrak kendaraan lain di jalan, resiko terkena banjir di musim hujan dan
sebagainya, dapat menyebabkan kita menanggung kerugian jika resiko - resiko tersebut tidak
kita antisipasi dari awal. Resiko dikaitkan dengan kemungkinan kejadian atau keadaan yang
dapat mengancam pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Sebagaimana kita pahami dan
sepakati bersama bahwa tujuan perusahaan adalah membangun dan memperluas keuntungan
kompetitif organisasi.

Resiko berhubungan dengan ketidakpastian ini terjadi karena kurang atau tidak
tersedianya cukup informasi tentang apa yang akan terjadi. Sesuatu yang tidak pasti
(uncertain) dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Menurut Wideman,
ketidakpastian yang menimbulkan kemungkinan menguntungkan dikenal dengan istilah
peluang (opportunity), sedangkan ketidakpastian yang menimbulkan akibat yang merugikan
1
disebut dengan istilah risiko (risk). Dalam beberapa tahun terakhir, manajemen resiko
menjadi trend utama baik dalam perbincangan, praktik, maupun pelatihan kerja. Hal ini
secara konkret menunjukkan pentingnya manajemen resiko dalam bisnis pada masa kini.

Oleh sebab itu resiko sangat perlu diolah karena resiko mengandung biaya yang tidak
sedikit. Bayangkan suatu kejadian di mana suatu perusahaan sepatu yang mengalami
kebakaran. Kerugian langsung dari peristiwa tersebut adalah kerugian finansial akibat asset
yang terbakar (misalnya gedung, material, sepatu setengah jadi, maupun sepatu yang siap
untuk dijual). Namun juga dilihat kerugian tidak langsungnya, seperti tidak bisa
beroperasinya perusahaan selama beberapa bulan sehingga menghentikan arus kas. Akibat
lainnya adalah macetnya pembayaran hutang kepada supplier dan kreditor karena terhentinya
arus kas yang akhirnya akan menurunkan kredibilitas dan hubungan baik perusahaan dengan
partner bisnis tersebut.

Resiko dapat dikurangi dan bahkan dihilangkan melalui manajemen resiko. Peran
dari manajemen resiko diharapkan dapat mengantisipasi terjadinya resiko yang sangat
berlebihan yang dapat membuat perusahaan gulung tikar, oleh sebab itu kita perlu melakukan
ha-hal yang lebih terarah, salah satunya dengan mengukur dimensi resiko yang akan terjadi
pada diri sendiri pada khususnya dan pada perusahaan pada umunya.

1.2. Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan tingkat kesehatan perbankan?
2) Apa yang dimaksud tingkat kesehatan bank berdasarkan risiko?
3) Apa yang dimaksud dengan basel?
4) Apa yang dimaksud dengan manajemen risiko?

1.3. Tujuan
1) Untuk memahami mengenai tingkat kesehatan perbankan.
2) Untuk memahami mengenai tingkat kesehatan bank berdasarkan risiko.
3) Untuk memahami mengenai basel.
4) Untuk memahami mengenai manajemen risiko.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Tingkat Kesehatan Perbankan

Menurut Peraturan OJK No. 4/PJOK 03/2016 tingkat kesehatan bank adalah hasil
penilaian kondisi bank yang dilakukan terhadap risiko dan kinerja bank. Berdasarkan SK
Direksi BI No. 26/23/KEP/DIR tgl. 29 Mei 1993 tingkat kesehatan bank pada dasarnya
dinilai dengan pendekatan kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi
dan perkembangan suatu bank. Pendekatan kualitatif tersebut dilakukan dengan mengadakan
penilaian terhadap faktor-faktor penilaian tingkat Kesehatan yang meliputi permodalan,
kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan lkuiditas. Pelaksanaan penilaian tingkat
kesehatan terhadap faktor-faktor tersebut di atas, pada tahap pertama dilakukan dengan cara
mengkuantitatifkan komponen-komponen yang termasuk dalam masing-masing faktor.
Berdasarkan kuantifikasi tersebut, selanjutnya dilakukan penilaian dengan
memperhatikan informasi-informasi dan aspek-aspek lain yang secara material berpengaruh
terhadap kondisi dan perkembangan masing-masing faktor. Kemudian kuantifikasi penilaian
tingkat kesehatan bank dilakukan dengan menggunakan sistem kredit dengan memberikan
nilai dari 0 sampai dengan 100 bagi masing-masing faktor dan komponennya.

a. Struktur Permodalan

Struktur permodalan adalah jumlah modal tertentu secara aman dan seimbang yang
harus dimiliki BANK dibandingkan dengan dana yang harus siap tiba-tiba dikeluarkan
apabila ada penarikan dana yang akan ditarik segera. Dengan kata lain, makin besar posisi
modal sendiri dibandingkan dengan simpanan pihak ketiga/anggota yang dapat ditarik segera
akan lebih baik setruktur permodalannya. Modal dari BANK terdiri dari modal inti dan modal
pelengkap

b. Faktor Kualitas Aktiva Produktif

Faktor kualitas produktif adalah kualitas aktiva BANK yang dapat menghasilkan
pendapatan/bagi hasil dihubungkan dengan pembiayaan bermasalah. Dalam menilai aktiva
produktif ini pembiayaan bermasalah dapat dianalisis melalui dua cara: (1) terhadap total
pembiayaan yang diberikan, dan (2) tersedianya dana penghapusan pembiayaan terhadap
pembiayaan bermasalah. Makin kecil pembiayaan bermasalah terhadap total pembiayaan

3
yang diberikan, makin baik kualitas aktiva produktif BANK dalam menghasilkan pendapatan.
Makin besar dana penghapusan pembiayaan yang dapat diakumulasikan dari
laba/pendapatan,dari masa ke masa terhadap pembiayaan bermasalah, pembiayaan
bermasalah ini makin mudah diatasi, kekayaan aktiva produktif BANK makin baik. Yang
dimaksud pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang telah tertunggak, melampaui
masa perjanjian pengembaliannya sesuai dengan jenis pembiayaanya.

c. Faktor Manajemen
Faktor manajemen ini meliputi 2 komponen yaitu manajemen umum dan manajemen
resiko. Faktor manajemen ini meliputi aspek kesiapan bank untuk melakukan operasinya
dilihat dari dari kelengkapan aturan-aturan dan mekanisme organisasi dalam perencanaan,
pelaksanaan, pembinaan dan pengawasan. Faktor manajemen lebih menekankan pada
kesiapan bank dalam sistem dan prosedur kerja sehari-hari yang dijalankan oleh pengelola
bank.
Skala penilaian untuk setiap pertanyaan/pernyataan ditetapkan antara 0 sampai
dengan 4 dengan kriteria:
1) Nilai 0 mencerminkan kondisi yang lemah,
2) Nilai 1,2, dan 3 mencerminkan kondisi antar
3) Nilai 4 mencerminkan kondisi yang baik.
Hasil penjumlahan nilai yang diperoleh atas pertanyaan diperoleh nilai kredit. Nilai
kredit ini dikalikan bobot yang ditetapkan, akan diperoleh angka nilai kredit faktor
manajemen.

d. Likuiditas
Likuiditas adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban finasialnya yang
segera harus dipenuhi. Bank dinilai sehat bila memiliki dana dalam jumlah yang aman/cukup,
tidak terlalu kecil, sehingga tidak menukupi kalau ada yang menarik dana segera.. Tidak
terlalu besar sehingga mubazir, karena tidak produktif. Rumus perhitungan ratio:
Ratio alat likuid terhadap utang lancar:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑎𝑙𝑎𝑡 𝑙𝑖𝑘𝑢𝑖𝑑
× 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟

Ratio kredit terhadap dana yang diterima:


𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑟𝑒𝑑𝑖𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑒𝑟𝑖𝑘𝑎𝑛
× 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑑𝑎𝑛𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎
4
Pemberian nilai kredit untuk faktor likuiditas:
1) Untuk ratio alat likuid terhadap utang lancar:
a) Untuk ratio 0% diberi nilai kredit 0
b) Untuk setiap kenaikan 0,05% mulai dari 0% nilai kredit ditambah 1 dengan nilai
maksimum 100
2) Untuk ratio kredit yang diberikan terhadap dana yang diterima :
a) Untuk ratio 115% atau lebih diberi nilai kredit 0
b) Untuk setiap penurunan 1% mulai dari 115% nilai kredit ditambah 4 dengan
maksimum 100

e. Faktor Rentabilitas.
Rentabilitas adalah kemampuan BANK untuk menghasilkan laba. Penilaian
rentabilitas didasarkan atas dua hal:
1) Perbandingan laba sebelum pajak 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volume usaha
dalam periode yang sama.
2) Perbandingan beban operasional terhadap pendapatan operasional 1 2 bulan terakhir.

Pemberian nilai kredit faktor rentabilitas:

1) Untuk ratio laba terhadap volume usaha:


a) Untuk ratio % atau negatif diberi nilai 0
b) Untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0 nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum
100
2) Untuk ratio efisiensi:
a) Untuk ratio 100% diberi nilai kredit 0, dan
b) Untuk setiap penurunan 100% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100

f. Keberhasilan Manajemen

Manajemen memegang peranan penting dalam mencapai tujuan perusahaan.


Keberhasilan manajemen dalam mencapai fungsi-fungsinya guna mencapai tujuan bank
diketahui dengan membandingkan antara perencanaan dengan realisasi operasi. Kegiatan
evalusai untuk mengukur keberhasilan keberhasilan manajemen dilakukan dengan cara
mengukur tingkat tingkat efisiensi dan efektivitas dalam pencapaian tujuan bank. Pengukuran

5
efisiensi dengan cara membandingkan antara output dan input. Salah satu cara untuk
mengukur keberhasilan manajemen sebuah bank dengan menalisi tingkat kesehatan bank
ditinjau dari CAMEL. Kalau kondisi bank dalam kondisi sangat sehat/sehat, berarti
manajemen berhasil dalam mengelola bank.

Menurut Lukman (2009 : 143), tata cara penilaian tingkat kesehatan bank dengan
menggunakan metode CAMEL dapat dilihat pada table dibawah ini :

Keterangan Yang Dinilai Rasio Nilai Kredit Bobot

Capital Kecukupan Modal CAR 0 s/d max 100 25%

Assets Kualitas Aktiva BDR Max 100 25%


Produktif
CAD Max 100 5%

Management Kualitas Manajemen Manajemen Modal


Manajemen Aktiva
Manajemen Umum Total Max 100 25%
Manajemen Rentabilitas
Manajemen Likuiditas

Earnings Kemamuan ROA Max 100


Menghasilkan Laba 10%
BOPO Max 100

Liquidity Kemampuan LDR Max 100


Menjamin 10%
NCM/CA Max 100

Predikat Tingkat Kesehatan Bank disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan


Otoritas Jasa Keuangan No. 4 /POJK.03/2016 adalah sebagai berikut:

a. Peringkat Komposit 1 (PK-1), mencerminkan kondisi Bank yang secara umum sangat
sehat sehingga dinilai sangat mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan
dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya.

b. Peringkat Komposit 2 (PK-2), mencerminkan kondisi Bank yang secara umum sehat
sehingga dinilai mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari perubahan
kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya.

6
c. Peringkat Komposit 3 (PK-3), mencerminkan kondisi Bank yang secara umum cukup
sehat sehingga dinilai cukup mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan
dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya.

d. Peringkat Komposit 4 (PK-4), mencerminkan kondisi Bank yang secara umum kurang
sehat sehingga dinilai kurang mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan
dari perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya. dan

e. Peringkat Komposit 5 (PK-5), mencerminkan kondisi Bank yang secara umum tidak
sehat sehingga dinilai tidak mampu menghadapi pengaruh negatif yang signifikan dari
perubahan kondisi bisnis dan faktor eksternal lainnya.

Bank yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan No. 4 /POJK.03/2016 Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (3), Pasal 3, Pasal 6, Pasal 7,
Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11 ayat (1), Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal 13 ayat (3) atau Pasal 14
dikenakan sanksi administratif, berupa:

1) Teguran tertulis,

2) Penurunan Tingkat Kesehatan Bank,

3) Pembekuan kegiatan usaha tertentu, dan/atau

4) Pencantuman pengurus dan/atau pemegang saham Bank dalam daftar pihak-pihak


yang mendapatkan predikat tidak lulus dalam penilaian uji kemampuan dan kepatutan
(fit and proper test).

2.2. Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan Risiko (Risk Based Bank Rating – RBBR)

Pihak bank dapat menilai kesehatan banknya sendiri dengan menggunakan metode
yang baru dikeluarkan pemerintah dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 4
/POJK.03/2016, disebutkan bank wajib melakukan penilaian tingkat kesehatan bank dengan
menggunakan pendekatan risiko (Risk Based Bank Rating) baik secara individual ataupun
konsolidasi.

Dari faktor Risk Profile menggunakan perhitungan risiko kredit, risiko pasar dan
risiko likuiditas. Faktor GCG memperhitungkan penilaian atas penerapan self assessment.
Faktor Earning atau rentabilitas diukur dengan indicator laba sebelum pajak terhadap total

7
aset (ROA), pendapatan bunga bersih terhadap total aset (NIM). Faktor Capital diukur
dengan rasio CAR. Dengan metode RGEC secara keseluruhan memiliki predikat sangat sehat

a. Risk Profile (Profil Risiko)

Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 4 /POJK.03/2016 profil risiko


merupakan penilaian terhadap risiko inheren dan kualitas penerapan manajemen
risiko dalam operasional bank yang dilakukan terhadap 8 (delapan) risiko yaitu,
risiko kredit, pasar, likuiditas, operasional, hukum, stratejik, kepatuhan dan reputasi.
Penelitian ini mengukur risiko kredit menggunakan rasio Non Performing Loan
(NPL) dan rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) untuk mengukur risiko likuiditas.

b. Good Corporate Governance (GCG)

Dengan menganalisis laporan Good Corporate Governance (tata kelola) yang


berpedoman pada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 4 /POJK.03/2016 dengan
mencari laporan tahunan yang dipublikasikan dan menetapkan penilaian yang
dilakukan oleh bank berdasarkan sistem self assessment.

c. Earning (Rentabilitas)

Penilaian earning (rentabilitas) diukur dengan menggunakan rasio Return On


Asset (ROA) dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

ROA=(laba sebelum pajak)/(rata-rata total aset) x 100%

d. Capital (Permodalan)

Riyadi (2006:171) mengatakan bahwa setiap bank yang beroperasi di Indonesia


diwajibkan untuk memelihara Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM).
Tinggi rendahnya Kewajiban Penyediaan Modal Minimum atau CAR suatu bank
akan dipengaruhi oleh 2 faktor utama yaitu besarnya modal yang dimiliki bank dan
jumlah Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) yang dikelola oleh bank
tersebut. Hal ini disebabkan penilaian terhadap faktor permodalan didasarkan pada
rasio Modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Penilaian faktor
capital diukur dengan menggunakan Capital Adequacy Ratio (CAR) dengan rumus
sebagai berikut :

CAR = (modal bank)/(aktiva tertimbang menurut risiko) x 100%


8
2.3. Basel

Basel capital accord merupakan seperangkat peraturan yang dirancang untuk menjaga
industri perbankan pada suatu negara agar tetap bisa berjalan dan terkelola dengan baik.
Dimulai dengan pembentukan The Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) pada
tahun 1974 oleh Gubernur Bank Sentral negara-negara G-10 dan mengeluarkan aturan
International Convergence of Capital Measurement and Capital Standards atau Basel I yang
diimplementasikan pada perbankan Indonesia pada tahun 1992. Basel I mensarikan adanya
benang merah antara risiko bisnis dan modal yang harus disediakan Bank untuk
mengantisipasi risiko tersebut.

2.3.1. Basel I

Basel I adalah suatu istilah yang merujuk pada serangkaian kebijakan bank sentral
dari seluruh dunia yang diterbitkan oleh Komite Basel pada tahun 1988 di Basel, Swiss
sebagai suatu himpunan persyaratan minimum modal untuk bank. Rekomendasi ini
dikukuhkan dalam bentuk aturan oleh negara-negara Group of Ten (G10) pada tahun 1992.
Basel I secara umum telah ditinggalkan dan digantikan oleh himpunan pedoman yang lebih
komprehensif, yang disebut Basel II, yang sedang diterapkan oleh beberapa negara.

Basel I hanya terfokus pada antisipasi atas risiko kredit dari kegagalan bisnis yang
dilakukan oleh bank sementara perkembangan dalam sistem keuangan dan perbankan
menunjukkan bahwa banyak Bank yang gagal atau tutup diakibatkan oleh risiko pasar,
operasional maupun jenis risiko lainnya.

Basel I terutama difokuskan pada risiko kredit. Aset bank diklasifikasikan dan
dikelompokkan dalam lima kategori menurut risiko kredit, membawa bobot risiko nol (untuk
negara misalnya rumah utang negara), sepuluh, dua puluh, lima puluh, dan sampai seratus
persen (kategori ini, sebagai contoh, sebagian besar utang perusahaan). Bank dengan
kehadiran internasional wajib memiliki modal sebesar 8% dari aktiva tertimbang menurut
risiko. Penciptaan credit default swap yang setelah Exxon Valdez insiden membantu bank-
bank besar risiko lindung nilai pinjaman dan memungkinkan bank untuk menurunkan risiko
mereka sendiri untuk mengurangi beban berat pembatasan ini.

Sejak tahun 1988, kerangka kerja ini telah diperkenalkan secara progresif di negara-
negara anggota G-10, saat ini terdiri dari 13 negara, Kerajaan dan Amerika Serikat .

9
Sebagian besar negara lainnya, saat ini berjumlah lebih dari 100, juga telah diadopsi,
setidaknya dalam nama, prinsip-prinsip yang ditentukan di bawah Basel I. efisiensi dengan
yang mereka diberlakukan bervariasi, bahkan dalam negara-negara dari Kelompok Sepuluh.

2.3.2. Basel II

Basel II adalah rekomendasi hukum dan ketentuan perbankan kedua, sebagai


penyempurnaan Basel I, yang diterbitkan oleh Komite Basel. Rekomendasi ini ditujukan
untuk menciptakan suatu standar internasional yang dapat digunakan regulator perbankan
untuk membuat ketentuan berapa banyak modal yang harus disisihkan bank sebagai
perlindungan terhadap risiko keuangan dan operasional yang mungkin dihadapi bank.

Pendukung Basel II percaya bahwa standar internasional seperti ini dapat membantu
melindungi sistem keuangan internasional terhadap masalah yang mungkin timbul sewaktu
runtuhnya bank-bank utama atau serangkaian bank. Dalam praktiknya, Basel II berupaya
mencapai hal ini dengan menyiapkan persyaratan manajemen risiko dan modal yang ketat
yang dirancang untuk meyakinkan bahwa suatu bank memiliki cadangan modal yang cukup
untuk risiko yang dihadapinya karena praktik pemberian kredit dan investasi yang
dilakukannya. Secara umum, aturan-aturan ini menegaskan bahwa semakin besar risiko yang
dihadapi bank, semakin besar pula jumlah modal yang dibutuhkan bank untuk menjaga
likuiditas bank tersebut serta stabilitas ekonomi pada umumnya.

Basel II mengusung konsep "tiga pilar" yaitu persyaratan modal minimum, tinjauan
pengawasan, serta pengungkapan informasi. Basel I sebelumnya hanya memperhatikan
sebagian dari masing-masing pilar ini. Misalnya, Basel I hanya memperhitungkan risiko
kredit secara sederhana, mempertimbangkan sedikit risiko pasar, serta sama sekali tidak
menangani risiko operasional.

Pilar pertama berkaitan dengan pemeliharaan persyaratan modal (regulatory capital)


yang diperhitungkan untuk tiga komponen utama risiko yang dihadapi bank: risiko kredit,
risiko pasar, serta risiko operasional. Jenis risiko lain tidak dianggap layak diperhitungkan
pada tahap ini.

Risiko kredit dapat dihitung dengan tiga cara yang berbeda tingkat kerumitannya,
yaitu pendekatan standar (standardized approach), Foundation IRB (internal rating-based),
dan Advanced IRB. Risiko operasional dihitung dengan tiga pendekatan yaitu pendekatan
dasar (basic indicator approach, BIA), pendekatan standar (standardized approach, STA),
10
serta advanced measurement approach (AMA). Sedangkan pendekatan yang biasanya dipilih
untuk perhitungan risiko pasar adalah pendekatan VaR (value at risk).

Pilar kedua menangani tanggapan pengawasan terhadap pilar pertama yang


memberikan perkakas lanjut bagi pengawas. Pilar ini juga memberikan suatu kerangka kerja
untuk menangani semua risiko lain yang mungkin dihadapi bank, seperti risiko sistemik,
risiko pensiun, risiko konsentrasi, risiko strategik, risiko reputasi, risiko likuiditas, serta risiko
hukum, yang digabungkan menjadi risiko residu.

Pilar ketiga memperbesar pengungkapan yang harus dilakukan bank. Ini dirancang
untuk memberikan gambaran yang lebih baik bagi pasar mengenai posisi risiko menyeluruh
bank dan untuk memberikan kesempatan bagi pihak terkait dari bank untuk memberikan
harga dan menangani risiko tersebut dengan sepantasnya.

2.4. Manajemen Risiko

Risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa tertentu. Manajemen
Risiko adalah serangkaian metodologi dan prosedur yang digunakan untuk mengidentifikasi,
mengukur, memantau, dan mengendalikan Risiko yang timbul dari seluruh kegiatan usaha
Bank. Bank wajib menerapkan Manajemen Risiko secara efektif, baik untuk Bank secara
individu maupun untuk Bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak. Penerapan
Manajemen Risiko mencakup:

a. Pengawasan aktif Direksi dan Dewan Komisaris,


b. Kecukupan kebijakan dan prosedur Manajemen Risiko serta penetapan limit Risiko,
c. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian Risiko,
serta sistem informasi Manajemen Risiko, dan
d. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

Penerapan Manajemen Risiko wajib disesuaikan dengan tujuan, kebijakan usaha,


ukuran dan kompleksitas usaha, serta kemampuan Bank. Dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan Nomor 18/POJK.03/2016 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank
Umum terdapat 8 (delapan) risiko yaitu sebagai berikut:

11
1) Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan pihak lain dalam memenuhi kewajiban
kepada Bank, termasuk Risiko Kredit akibat kegagalan debitur, Risiko konsentrasi
kredit, counterparty credit risk, dan settlement risk.

2) Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi neraca dan rekening administratif, termasuk
transaksi derivatif, akibat perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk
Risiko perubahan harga option.

3) Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi


kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid
berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi
keuangan Bank.

4) Risiko Operasional adalah Risiko akibat ketidakcukupan dan/atau tidak berfungsinya


proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan/atau adanya kejadian-
kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.

5) Risiko Kepatuhan adalah Risiko akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan ketentuan.

6) Risiko Hukum adalah Risiko akibat tuntutan hukum dan/atau kelemahan aspek
yuridis.

7) Risiko Reputasi adalah Risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan pemangku


kepentingan (stakeholder) yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank.

8) Risiko Stratejik adalah Risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau


pelaksanaan suatu keputusan stratejik serta kegagalan dalam mengantisipasi
perubahan lingkungan bisnis.

Prosedur Manajemen Risiko dan penetapan limit Risiko wajib disesuaikan dengan
tingkat Risiko yang akan diambil (risk appetite) terhadap Risiko Bank. Prosedur Manajemen
Risiko dan penetapan limit Risiko paling sedikit memuat:
a. akuntabilitas dan jenjang delegasi wewenang yang jelas;
b. pelaksanaan kaji ulang terhadap prosedur Manajemen Risiko dan penetapan limit
Risiko secara berkala; dan
c. dokumentasi prosedur Manajemen Risiko dan penetapan limit Risiko secara memadai.
Penetapan limit Risiko wajib mencakup:
12
1) limit secara keseluruhan;
2) limit per jenis Risiko; dan
3) limit per aktivitas fungsional tertentu yang memiliki eksposur Risiko.
Sistem pengendalian intern dalam penerapan Manajemen Risiko paling sedikit
mencakup:
a. Kesesuaian sistem pengendalian intern dengan jenis dan tingkat Risiko yang melekat
pada kegiatan usaha Bank,
b. Penetapan wewenang dan tanggung jawab untuk pemantauan kepatuhan kebijakan
dan prosedur Manajemen Risiko, serta penetapan limit Risiko,
c. Penetapan jalur pelaporan dan pemisahan fungsi yang jelas dari satuan kerja
operasional kepada satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian,
d. Struktur organisasi yang menggambarkan secara jelas kegiatan usaha Bank,
e. Pelaporan keuangan dan kegiatan operasional yang akurat dan tepat waktu,
f. Kecukupan prosedur untuk memastikan kepatuhan Bank terhadap ketentuan dan
perundang-undangan,
g. Kaji ulang yang efektif, independen, dan obyektif terhadap prosedur penilaian
kegiatan operasional Bank
h. Pengujian dan kaji ulang yang memadai terhadap sistem informasi Manajemen
Risiko,
i. Dokumentasi secara lengkap dan memadai terhadap prosedur operasional, cakupan,
dan temuan audit, serta tanggapan pengurus Bank berdasarkan hasil audit, dan
j. Verifikasi dan kaji ulang secara berkala dan berkesinambungan terhadap penanganan
kelemahan Bank yang bersifat material dan tindakan pengurus Bank untuk
memperbaiki penyimpangan yang terjadi.
Dalam rangka pelaksanaan proses dan sistem Manajemen Risiko yang efektif, Bank
wajib membentuk: Komite Manajemen Risiko dan satuan kerja Manajemen Risiko. Komite
Manajemen Risiko paling sedikit terdiri atas: a. mayoritas Direksi, dan b. pejabat eksekutif
terkait.
Struktur organisasi satuan kerja Manajemen Risiko Bank disesuaikan dengan ukuran
dan kompleksitas usaha Bank serta Risiko yang melekat pada Bank. Satuan kerja Manajemen
Risiko harus independen terhadap satuan kerja operasional (risk-taking unit) dan terhadap
satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengendalian intern. Satuan kerja Manajemen Risiko
bertanggung jawab langsung kepada direktur utama atau kepada direktur yang ditugaskan
secara khusus. Wewenang dan tanggung jawab satuan kerja Manajemen Risiko meliputi:
13
a. Pemantauan pelaksanaan strategi Manajemen Risiko yang telah disetujui oleh Direksi,
b. Pemantauan posisi Risiko secara keseluruhan (composite), per jenis Risiko, dan per
jenis aktivitas fungsional serta melakukan stress testing,
c. Kaji ulang secara berkala terhadap proses Manajemen Risiko,
d. Pengkajian usulan aktivitas dan/atau produk baru,
e. Evaluasi terhadap akurasi model dan validitas data yang digunakan untuk mengukur
Risiko, bagi Bank yang menggunakan model untuk keperluan intern (internal model)
f. Memberikan rekomendasi kepada satuan kerja operasional (risk-taking unit) dan/atau
kepada komite Manajemen Risiko, sesuai kewenangan yang dimiliki, dan
g. Menyusun dan menyampaikan laporan profil Risiko kepada direktur utama atau
direktur yangditugaskan secara khusus dan komite Manajemen Risiko secara berkala.

14
BAB III

KESIMPULAN

Kesehatan Bank adalah kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan


operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan
baik dengan menggunakan cara-cara yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dasar
Hukum Kesehatan Bank adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan,
pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia. Aspek-aspek penelitian
kesehatan bank meliputi Aspek Permodalan (Capital), Kualitas Aset (Asset Quality),
Manajemen (Management), Profitabilitas (Earnings), Likuiditas (Liquidity), Sensitivitas
Terhadap Resiko Pasar (Sensitivity To Market Risk).

Manajemen resiko adalah suatu cara mengorganisir suatu resiko yang akan dihadapi
baik itu sudah diketahui maupun yang belum diketahui yaitu dengan cara memindahkan
risiko kepada pihak lain, menghindari risiko, mengurangi efek negatif risiko, dan menampung
sebagaian konsekuensi risiko tertentu. Perbankan adalah badan yang paling potensial
mengalami kegagalan akibat resiko.

15
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 4 /POJK.03/2016 Tentang Penilaian Tingkat


Kesehatan Bank Umum

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 18 /POJK.03/2016 Tentang Penerapan Manajemen


Risiko Bagi Bank Umum

Sumadi, Gonan. 2018. Analisis Tingkat Kesehatan Bank Pembangunan Daerah Sumatera
Selatan dan Bangka Belitung Menggunakan Metode CAMEL. I-Finance. Volume 4
Nomor 1 (15-30)

http://airdanruanggelap.blogspot.com/2012/10/basel-i-dan-basel-ii.html Diakses pada 11


Desember 2018 pukul 16:55

https://dosen.perbanas.id/tingkat-kesehatan-bank-berdasarkan-risiko-risk-based-bank-rating-
rbbr/ Diakses pada 12 Desember 2018 pukul 16:22

https://id.wikipedia.org/wiki/Basel_I Diakses pada 11 Desember 2018 pukul 16:55

https://id.wikipedia.org/wiki/Basel_II Diakses pada 11 Desember 2018 pukul 16:55

16

Anda mungkin juga menyukai