Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

MATRIKULASI MATERIAL TEKNIK

DISUSUN OLEH :
Nama : Ganjar Kurnia
NIM : 21050118410004

S2 MAGISTER TEKNIK MESIN


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2018
1. UJI TARIK

Uji tarik adalah uji yang dilakukan pada suatu material dengan cara menerapkan
beban tarik pada material tersebut. Dengan pemberian beban tarik tersebut kita dapat
mengevaluasi kelakuan material, sehingga akan diperoleh sifat-sifat mekanik dari
material tersebut.

Alat yang digunakan untuk melakukan uji tarik adalah Tensile Testing Machine .
Prinsip pengujian tarik adalah spesimen ditarik dengan laju pembebanan yang lambat,
hingga spesimen itu putus. Bentuk spesimen uji tarik, beserta mesin uji tarik adalah
sebagai berikut :

Bentuk grafik gaya atau beban tarik terhadap perubahan panjang dan grafik
tegangan teknis, terhadap regangan teknis adalah sebagai berikut :

σ
σu
σy
σp
σf

Dari diagram tegangan teknis, terhadap regangan teknis akan diperoleh data sebagai
berikut :
1. σp atau batas proporsional adalah tegangan maksimum dimana perbandingan
antara tegangan dan regangannya masih proporsional.

2. σy atau batas luluh adalah beban maksimum yang masih dapat ditahan oleh
spesimen tanpa menyebabkan deformasi plastis.

3. σu atau batas ultimate, adalah beban maksimum yang dapat ditahan oleh spesimen
tanpa menyebabkan deformasi plastis yang tak homogen. Beban ini disebut juga
sebagai kekuatan tarik material

4. σf atau beban yang menyebabkan spesimen itu patah.

5. e atau perpanjangan

6. Reduction of area

7. E ( Modulus Elastisitas ) adalah ukuran kekakuan suatu bahan.

Disamping itu, dari pengujian tarik ini akan dapat diamati beberapa fenomena yang
terjadi selama deformasi, antara lain :

a) Elastisitas

b) Plastisitas

c) Fenomena luluh

d) Bidang Patah

e) Pengecilan penampang setempat (necking).

Untuk keseragaman pengukuran serta hasilnya dapat dipakai secara umum maka
spesimen uji tarik dibuat dengan ukuran standar.

Prosedur Pengujian

1. Spesimen dibuat menurut standar.

2. Ukur kekerasan dari spesimen.

3. Ukur panjang uji dan diameter spesimen (tebal dan lebar untuk spesimen
berbentuk pelat).
4. Perkirakan beban tertinggi yang dapat diberikan sebagai tahanan atau reaksi dari
bahan terhadap beban luar (berikan faktor keamanan untuk hal ini, besarnya
ditentukan oleh asisten dan mengacu kepada nilai kekerasan bahan).

5. Siapkan mesin uji tarik yang akan digunakan.

a) Pastikan beban terpasang dengan baik.

b) Pastikan kertas grafik terpasang dengan baik.

c) Pastikan mesin bisa bekerja dengan baik.

6. Hidupkan pompa.

7. Berikan beban awal pada mesin uji tarik.

8. Pasang spesimen pada lengan pencekam.

9. Jalankan mesin uji tarik (berikan beban dengan cara membuka katup beban).

10. Amati fenomena fisik yang terjadi selama penarikan.

11. Catat beban maksimum dan beban waktu spesimen patah.

12. Setelah percobaan selesai, tutup katup beban dan matikan pompa. Untuk
menyetimbangkan mesin, buka katup tanpa beban.

13. Ukur diameter (tebal dan lebar untuk spesimen berbentuk pelat) pada bagian yang
putus dan ukur panjang uji setelah putus

2. UJI BENDING

Kekuatan lentur material (flexure strength) adalah kekuatan maksimum material


sebelum patah tanpa terjadinya deformasi plastis. Kemampu-bentukan benda (formability)
adalah kemampuan suatu material untuk berdeformasi plastis tanpa terjadi patah Modulus
elastisitas material yaitu ukuran kekakuan suatu material, merupakan perbandingan antara
harga tegangan dan regangan di daerah elastis

Penentuan gaya geser aksial pada sebuah irisan balok harus memenuhi dua syarat
statika yang harus dipenuhi oleh segmen yaitu Fx = 0 dan Fy = 0. Selain itu ada pula
syarat M = 0 yang harus dipenuhi dengan menbuat sebuah kopel atau momen perlawanan
dalam pada luas penampang dari irisan untuk menghadapi momen akibat gaya-gaya luar.
Dengan merujuk syarat yang harus dipenuhi maka diperoleh bahwa besar momen
perlawanan dalam adalah sama dengan momen luar. Momen ini cenderung melenturkan
balok sehingga disebut momen lentur. Untuk menentukan momen ini perlu dijaga
keseimbangan segmennya, tidak terkecuali gaya V dan P. Misalkan terdapat sebuah
batang ditumpu pada titik A dan B menerima beban transfersal P ditunjukkan dengan
gambar (halaman selanjutnya)

Dari gambar, dapat kita lihat bahwa pembebanan dengan metode 4 bending test
menyebabkan terjadinya momen lentur murni, yaitu suatu kondisi dimana tidak ada gaya
lain yang bekerja selain momen itu sendiri. Momen lentur murni inilah yang akan
membantu untuk memudahkan perhitungan. Oleh karena itu 4 bending test lebih baik dan
akurat jika dibandingkan 3 bending test. Diagram momen lentur yang terjadi di setiap
penampang melintang dan diagram gaya geser transversal ditunjukkan pada gambar.

Diagram Tegangan Geser

Diagram Momen Lentur

Three Point Bending Four Point Bending

Pada pembebanan di daerah elastis, momen lentur tersebut menyebabkan


timbulnya tegangan pada penampang melintang sebesar:
Mb  c
 
I

dimana  = Tegangan Normal

Mb = Momen lentur di penampang melintang yang ditinjau

C = Jarak dari sumbu netral ke elemen yang ditinjau

I = Momen inersia penampang

Untuk spesimen yang mempunyai penampang segi empat, maka tegangan normal
maksimum pada penampang x-x adalah:

 PL  h 
  
   4  2 
 bh3 
 
 12 

PL3
 
dan defleksinya adalah: 48EI

dimana: P= Beban yang bekerja L= Panjang Spesimen

b= Lebar spesimen h= Tebal spesimen

 = defleksi E= Modulus elastisitas

I= Momen Inersia penampang

3. UJI KERAS

Konsep umum tentang kekerasan sebagai penentu kualitas suatu bahan


mempunyai kaitan erat dengan kekakuan dan kekompakan permukaan suatu meterial.
Ada banyak metode yang dikembangkan dalam menentukan harga kekerasan ini.
Sehingga arti fisik dari kekerasan tidak mudah dipahami bersama. Pengertian tentang
kekerasan ini bergantung pada pengalaman dan profesi setiap orang. Metode umum
pengujian kekerasan ada tiga jenis yaitu ; Scracht, Indentor dan Dynamic.
Konsep yang dipakai pada pengujian ini adalah metode indenter, yaitu pengujian
kekerasan dengan menggunakan Indentor, pengujian pada percoibaan ini dibagi tiga jenis;
Brinell, Vicker dan Rockwell.

Brinell Hardness

Pengujian kekerasan Brinell menggunakan bola baja dengan diameter 10 mm dan


beban 3000 Kg. sesuai dengan ASTM E 10. Beban diberikan kepada spesimen selama 30
detik kemudian diameter jejak yang ditinggalkan diukur dan dihitung dengan persamaan
BHN (Brinell Hardness Number). Prinsip perhitungan adalah dengan menghitung beban
dibagi dengan luas daerah yang ditinggalkan.

Metode Brinell. Dengan indentor bola baja dan beban 3000 kg. Harga kekerasan dapat
dihitung dari proyeksi bola baja pada permukaan spesimen.

2P
BHN 
D( D  D 2  d 2

Metode Meyer. Menggunakan prinsip yang sama dengan Brinell, tetapi yang
dihitung adalah luas lingkaran dari proyeksi bola baja.

Rockwell Hardness

Metode pengujian kekerasan yang palng banyak dipakai adalah metode Rockwell.
Terdapat dua macam pembebanan yaitu mayor dan minor. Beban minor diberikan sebesar
10 Kg dan beban mayor besarnya bervariasi antara 60, 100 dan 150 Kg. Beban Minor
berfungsi untuk meminimalisasi pengaruh bentuk permukaan dan sebagai setting awal
untuk posisi beban mayor. Indentor yang digunakan juga bervariasi. Pengujian ini
distandarkan pada ASTM E 18.

 Rockwell A, indentor kerucut intan dengan sudut 1200 dan beban


mayor 60 kg

 Rockwell B, indentor bola baja berdiameter 1 mm dan beban mayor


100 kg

 Rockwell C, indentor intan dan beban mayor 160 kg.


Harga kekerasan pada metode ini dapat dibaca langsung.Pengukuran pada mikroskop
optik, panjang diameter indentasi dapat dicari dengan :

y
d  0,2 x  .0,2
50

Vickers Hardness

Pengujian kekerasan ini menggunakan Indentor berupa Pyramid Intan yang


membentuk sudut 1360 (ASTM E 92). Masa indentor bervariasi antara 1 – 120 Kg. uji
keras Vicker diterima secara luas untuk keperluan riset karena mempunyai rentang yang
luas. Sehingga dapat digunakan pada material yang keras dan lunak sekaligus.
Perhitungan menggunakan persamaan VHN dengan prinsip pengukuran sama dengan
Brinell hanya saja luas yang dihitung berbeda persamaannya.

Metode Vickers. Dengan indentor piramida intan dan sudut puncak 1360.
Menggunakan beban makro 1-120 kg dan beban mikro < 1 kg untuk mengukur kekerasan
fasa.

1,854 P
VHN 
l2

4. UJI IMPAK

Pada pengujian impak, spesimen diberi takikan (notch) lalu diberi beban tiba-tiba.
Tujuan diberi takikan pada spesimen sebelum diberi beban adalah agar adanya
konsentrasi tegangan pada daerah tersebut. Sehingga patahan hanya terjadi di daerah di
bawah takiakan saja. Besarnya energi yang digunakan untuk mematahkan spesimen
diukur. Selanjutnya besaran yang diukur dalam pengujian ini adalah Harga Impak.

HI = E

HI = Harga Impak ( Joule/ mm2)

E = Energi yang diserap (joule) = mg(h2-h1)

A = Luas penampang di bawah takikan (mm2)


m = masa bandul pemukul

g = percepatan gravitasi

h2 = beda tinggi titik pusat masa bandul pemukul ke spesimen saat sebelum memukul

h1= beda tinggi titik pusat masa bandul sesudah memukul spesimen.

Harga impak dipengaruhi oleh:

1. Jumlah energi yang diserap spesimen.

2. Luas permukaan di bawah bidang takikan

3. Jenis material spesimen

4. Laju pembebanan spesimen.

Metode Pengujian Impak :


Temperatur Transisi adalah temperature dimana material tersebut mengalami
perubahan sifat baik dari getas menjadi ulet ataupun dari ulet menjadi getas. ttidak
keseluruhan material memiliki temperatur transisi. Terjadinya perubahan sifat bahan pada
suatu material bergantung pada struktur mikro bahan tersebut. Secara umum, bahan yang
memiliki struktur BCC mengalami transisi sifat dari getas ke ulet, yaitu pada temperatur
rendah bahan dengan struktur BCC akan bersifat getas, namun pada temperatur tinggi,
bahan cenderung bersifat getas. Hal ini dipengaruhi dari jumlah energi yang dapat
diserapnya dan juga dipengaruhi oleh sistem slip benda tersebut. Pada FCC terdapat 6
buah bidang geser dan 2 arah geser, yang berarti sistem slipnya berjumlah 12 buah.
(jumlah sistem slip = jumlah bidang geser X jumlah arah geser). Sedikitnya sistem slip
yang dimiliki oleh material berstruktur BCC, menyebabkan arah gerak atom-atomnya
sedikit. Sehingga tempat untuk berdeformasi plastisnya relatif lebih sedikit dibanding
yang memiliki sistem slip yang banyak. Hal ini menyebabkan kecenderungan material
berubah sifat pada rentang temperatur yang berbeda. Pada temperatur rendah, material
bersifat getas, karena gerakannya dihalangi oleh gerakan vibrasi. Sedangkan pada
temperatur tinggi bersifat ulet karena atom-atomnya dapat bergerak bebas, sehingga
atom-atom tersebut dapat mengalami deformasi plastis terlebih dahulu.

Temperatur transisi ini juga dapat ditentukan dengan mengamati permukaan


patahan setelah dilakukan pengujian impak pada berbagai temperatur.. Dengan mengukur
luas fibrous atau cleavage pada permukaan patahan maka temperatur transisi dapat
ditentukan. Temperatur transisi yang diukur dengan cara seperti ini dikenal dengan istilah
FATT (Fracture Appearance Transision Temperature) .

Pengukuran ini juga dapat dilakukan dengan melihat diagram berikut :

NDT : Keadaan patahan saat 100 % getas

FATT : Keadaan patahan saat 50 % getas dan 50 % ulet

FTP : Keadaan patahan saat 100 % ulet

Ciri-ciri patah ulet antara lain pada permukaan patahannya terdapat benang-benang
serabut (fibrous), berserat, menyerap cahaya, penmpilannya buram, dan terjadi deformasi
plastis. Ciri-ciri patah getas yaitu permukaannya berkilat dan memantulkan cahaya serta
tidak didahului deformasi plastis. Patah getas lebih berbahaya daripada patah ulet sebab
terjadi secara tiba tiba tanpa ada deformasi plastis terlebih dahulu sehingga tidak tampak
gejala-gejala material tersebut akan patah.

Terdapat tiga factor dasar yang mendukung terjadinya patah getas yaitu

Keadaan tegangan tiga suumbu

Suhu rendah

Laju regangan yang tinggi atau laju pembebanan yang cepat

5. UJI PUNTIR

Uji puntir sangat bermanfaat untuk berbagai penggunaan di bidang teknik juga untuk
penelitian teoritis mengenai aliran plastis. Adapun hasil dari pengujian puntir adalah
mengetahui sifat-sifat dari pengujian ini , yaitu :

A. Sifat Mekanik pada Uji Puntir

 Tegangan alir

Tegangan yang mengalir pada saat benda terdeformasi plastis

 Tegangan luluh geser


Tegangan maksimal yang membuat material terdeformasi plastis.

 Modulus Elastisitas Geser

Modulus elastisitas geser adalah perbandingan antara tegangan dan regangan


geser pada daerah elastis.

 M T .L
G 
 J .

Dimana :

G : Modulus elastisitas geser

 : Tegangan geser

 : Regangan geser

M T : Momen lentur

L : Panjang spesimen

J : Momen inersia

 Modulus Pecah (Modulus of rupture)

Modulus pecah adalah kekuatan geser puntir maksimum, karena tegangan geser
terbesar terjadi di permukaan batang maka

3.M `max
u 
2. .a 3 Dimana :  u : Modulus of rupture ; a : Jari – jari specimen

B. Puntiran pada Batang Padat

Spesimen yang digunakan pada uji puntir adalah batang dengan penampang lingkaran
karena bentuk penampang ini paling sederhana sehingga paling mudah diukur. Dalam
pengujian ini specimen mengalami tegangan – tegangan baik dari luar maupun dari dalam
specimen. Secara umum, tegangan terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
 tegangan normal  tegangan yang tegak lurus
dengan bidang (tegangan tarik dan tekan)

 tegangan geser  tegangan yang sejajar bidang

Pada uji puntir, spesimen hanya dikenai beban puntiran pada salah satu ujungnya karena
dengan dua pembebanan malah akan memberikan ketidak konstanan sudut puntir yang
diperoleh dari pengukuran. Momen puntir ditentang oleh tegangan – tegangan geser yang
bekerja pada penampang lintang spesimen. Secara logis bisa dinyatakan bahwa tegangan
geser pada pusat penampang lintang bernilai nol dan bertambah secara linier terhadap
jari – jari spesimen.

Rumus tegangan dan regangan geser untuk batang padat :

M T .r r.
  
J dan L

sedangkan Momen inersia (J) pada keadaan maksimum adalah

 .D 4
J
32

Hal yang diukur dalam uji puntir adalah pengukuran momen puntir dan sudut puntir
hingga patah. Pengukuran ini kemudian dikonversikan menjadi sebuah grafik momen
puntir tehadap sudut puntir (dalam putaran).
Pada daerah elastis grafik yang terjadi cenderung linier. Namun, pada daerah plastis
hubungan antara momen puntir dengan sudut puntir tidak linear lagi, sehingga diperlukan
rumus yang berbeda pula untuk mencari tegangan geser.

Rumus yang digunakan pada daerah elastis :

16Mt
a 
 .D 3

Rumus yang digunakan pada daerah plastis :

1
a  ( BC  3CD)
2. .a 3

Sedangkan untuk mencari regangan geser, keduanya memiliki rumus yang sama, yaitu :

γ = θ’. r

C. Jenis Patahan pada Uji Puntir

Patahan yang terjadi pada spesimen berbeda – beda menurut sifatnya, yaitu patah getas
atau ulet. Berikut adalah perbandingan antara kedua jenis patahan,

Patah Ulet Patah Getas

Patahan membentuk sudut 90 Patahan membentuk sudut 45

Gaya yang menyebabkan patah Gaya yang menyebabkan patah adalah


adalah tegangan geser maksimum tegangan normal maksimum

Lingkaran Mohr : Lingkaran Mohr :


Keterangan :

Lingkaran Mohr menunjukkan sudut dua kali lebih besar daripada keadaan sebenarnya.
Dengan menggunakan lingkaran mohr, kita dapat menentukan gaya yang menyebabkan
patah pada spesimen.

D. Perbandingan antara Uji Puntir dan Uji Tarik

Keuntungan uji puntir dibandingkan dengan uji tarik :

 Hasil pengukuran yang diberikan mengenai plastisitas lebih mendasar

 Langsung memberikan grafik tegangan geser terhadap regangan geser

 Tidak terjadi keruwetan karena timbulmya necking (pada uji tarik) ataupun
barreling (pada uji tekan)

 Laju regangan yang diperoleh konstan dan besar

Kerugian uji puntir dibandingkan dengan uji tarik :

 Pengolahan data menjadi kurva tegangan – regangan geser sangat lama dan
cenderung sulit sehingga kemungkinan ada kesalahan pada perhitungan sangat
mungkin terjadi.

 Jika spesimen yang digunakan adalah batang padat, maka akan timbul gradien
tegangan yang cukup curam sepanjang penampang lintang spesimen sehingga
mempersulit pengukuran.
Pada uji puntir, tegangan geser kritis untuk aliran plastik dicapai sebelum mencapai harga
tegangan normal kritis untuk terjadinya patah. Sedangkan pada uji tarik, harga tegangan
normal kritis terjadi sebelum mencapai harga tegangan geser untuk aliran plastik.(seperti
pada Gb)

6. UJI STRUKTUR MIKRO

Pada umumnya kita bekerja dengan reflek pemendaran (sinar), pada pemolisan
atau etsa, tergantung pada permukaan logam uji dipolis, dan diperiksa langsung di bawah
mikroskop atau dietsa lebih dulu, baru diperiksa dibawah mikroskop. Adapun beberapa
tahap yang perlu dilakukan sebelum melakukan pengujian struktur mikro yaitu:

a) Sectioning/Pemotongan
b) Mounting/Pemegangan
c) Grinding/Pengamplasan kasar
d) Polishing
e) Attack (etching)
f) Foto (pemotretan)
Langkah langkah pemeriksaan struktur mikro
a) Siapkan material yang akan dilihat struktur mikronya, dan peralatan yang
digunakan
b) Pasang amplas pada mesin pemoles, dimulai dari polis paling kasar.
Pengamplasan dilakukan dalam keadaan basah untuk menghilangkan panas dan
pengotor dari benda uji.
c) Setelah cukup rata, maka ganti amplas dengan amplas yang agak halus yaitu
amplas nomor 800, kemudian amplas nomor 1200, dan yang terakhir
menggunakan amplas yang paling halus yaitu nomor 2000. Kemudian polis
menggunakan autosol
d) Sebelum melakukan pengetsaa, permukaan benda uji harus sudah halus dan datar.
Pengetsaan dilakukan dengan mencelupkan material kedalam reaktan beberapa
saat.
e) Cuci benda uji yang telah dietsa dengan aquades kemudian keringkan sebelum
diamati pada mikroskop
f) Potret gambar apabila gambar yang diperoleh tampak jelas sesuai dengan
pembesaran pada mikroskop.

Anda mungkin juga menyukai