Anda di halaman 1dari 2

Mempraktikkan Gagasan

Dari refleksi yang sudah dipaparkan di halaman sebelumnya, beberapa


orang yang memang mempunyai komitmen pada persoalan perubahan
sosial dan selama ini melakukan proses bersama dalam Institute for
Social Transformation (INSIST) seperti: Dr. Mansour Fakih, Dr. PM
Laksono, Dr. Silvia Tiwon, Toto Raharjo, Room Topatimasang, dan Sita
Kayam, mengimpikan adanya sebuah organisasi yang bergerak dalam
bidang kebudayaan untuk melakukan perubahan sosial. Maka, lahirlah
Akademi Kebudayaan Yogyakarta pada awal tahun 2002, yang
selanjutnya di kelola oleh beberapa penulis muda dan pekerja
kebudayaan diantaranya: Puthut EA, Eka Kurniawan, Faiz Ahsoul, SM.
Anasrullah, EM.Ali, dan pada proses perjalanannya dibantu oleh Asrid
Reza Widjaya, serta Suzi Caroline.

Melihat peta kebudayaan Indonesia yang sampai sekarang hanya


didominasi oleh issu-issu elit kebudayaan, maka AKY merumuskan
program organisasi yang bergerak pada dua tingkat; tingkat atas (elit)
dan tingkat bawah (grassroot). Makna tingkat atas adalah dalam
rangka mengambil alih wacana dan sebagai ajang kampanye bagi
kebudayaan yang dimaksudkan oleh AKY (demokratis dan kerakyatan).
Sedangkan pada level bawah (grassroot) adalah dalam rangka
membangun, menata, memperjuangkan kebudayaan-kebudayaan yang
dimarjinalkan agar kembali menemukan kemampuannya bukan saja
untuk survive, namun juga secara sinergis mampu menjadikan
kebudayaan dalam teritori dan issu yang lebih luas supaya tercipta
sebuah kebudayaan yang demokratis dan kerakyatan.

Syarat-syarat agar kebudayaan yang demokratis dan kerakyatan dapat


tercipta adalah dengan membuat sebuah jaringan kebudayaan. Makna
jaringan kebudayaan ini menjadi penting sebab pada tingkat
efektivitasnya yakni: untuk memassalkan kesadaran akan kebudayaan
yang demokratis dan berorientasi kerakyatan.

Dua level perjuangan yang diambil oleh AKY sesungguhnya merupakan


dua hal yang memang tidak bisa ditinggalkan salah satunya. Level atas
mempunyai makna peluasan issu dan kampanye serta kemampuannya
yang besar untuk menggalang opini, sedangkan tingkat bawah adalah
membangun dan mengorganisir dari kantong-kantong kebudayaan
paling bawah untuk memahami dan memperjuangkan kebudayaan yang
demokratis dan berorientasi kerakyatan.

Hal tersebut diwujudkan dalam kerja-kerja: penulisan, diskusi,


workshop, penelitian, pendokumentasian dan penerbitan, yang
semuanya itu berlandaskan pada kepentingan untuk memperjuangkan
dan membangun sistem kebudayaan yang demokratis dan berbasis
kerakyatan. Selanjutnya kerja-kerja tersebut diturunkan dalam tiga
bidang kerja: bidang pendidikan kritis, bidang penerbitan, dan bidang
media.

Anda mungkin juga menyukai