PENDAHULUAN
Orbita secara anatomi merupakan struktur yang kompleks terdiri dari jaringan fibrosa,
jaringan vaskular, jaringan lemak, jaringan penyambung, dan sistem limfatik, dimana setiap
struktur tersebut dapat terjadi pertumbuhan tumor yang memberikan gejala-gejala berbeda. 1
seluruh struktur bola mata mulai dari evaluasi segmen anterior sampai posterior orbita.
Evaluasi pada kelainan orbita haruslah dapat dibedakan kelainan di periorbital, di intraorbita
atau kelainan intraokuler, hal ini dihubungkan dengan diagnose bandingnya. 1,2
Gejala patologis akibat suatu proses diorbita yang timbul haruslah dapat menjadi tanda
bagi dokter ahli mata untuk memeriksa lebih teliti. Gejala yang timbul mulai dari proptosis,
pergeseran bola mata, adanya defek lapangan pandang, menurunnya tajam penglihatan,
A. Anamnesis
Evaluasi dimulai dari anamnesis yang teliti untuk menentukan kemungkinan diagnosis
dan menuntun pada pemeriksaan awal dan penanganan yang tepat. Anamnesis dimulai dari
keluhan utama lalu dikembangkan anamnesis dengan menanyakan awal mula (onset), lamanya
gejala, nyeri,serta progresifitas keluhan utama yang penting untuk mengembangkan diagnosa
banding. Begitu pula gejala okuler sebelumnya dan riwayat pengobatan, riwayat trauma yang
berhubungan dengan keluhan utama juga perlu ditanyakan, riwayat keluarga dengan penyakit
yang sama, untuk beberapa kasus perlu ditanyakan ada tidaknya floaters . Jangan pula
dilupakan tentang kemungkinan adanya metastasis, misalnya ketika pasien yang juga
1
mengeluhkan suara parau pada pasien Karsinoma Nasofaring atau penglihatan kabur pada
keluhan utama sehingga anamnesis menjadi lebih terarah untuk mendapatkan diagnosis.
Sebagai contoh jika pemeriksa mencurigai suatu tumor vascular(Hemangioma Kapiler) dari
anamnesis yakni onsetnya yang lebih cepat muncul pada bulan pertama kelahiran, adanya bola
mata menonjol, maka anamnesis yang perlu ditambahkan adalah apakah bola mata yang
1,2,3,4
menonjol semakin membesar saat menangis atau berkuat.
Proptosis merupakan gejala tumor orbita yang paling sering ditemukan. Penonjolan
pada mata lebih dari 21 mm dari rima orbita atau pergeseran 2 mm dari salah satu bola mata
dapat menjadi dasar untuk mencurigai kelainan orbita. Jika keluhan utama pasien adalah
proptosis , maka onset proptosis haruslah ditanyakan lebih mendetail, apakah nyeri itu diikuti
dengan hiperemis yang akut dan edema palpepbra atau konjungtiva. Apakah disertai dengan
nyeri, apakah nyerinya bertambah atau berkurang selama perlangsungan penyakit ataukah
proptosis tidak nyeri apakah bola mata semakin menonjol ketika pasien batuk atau bersin,
apakah pasien mendengar adanya suara seperti aliran air, apakah pasien mengalami
Nyeri merupakan gejala dari inflamasi dan lesi yang sedang infeksi, perdarahan orbita,
tumor ganas glandula lakrimal, invasi dari karsinoma faringeal atau lesi yang metastatic.
Progresifitas dapat menjadi indikator diagnostik. Kelainan dengan onset beberapa hari sampai
metastase atau granulocytic sarcoma. Keadaan dimana onsetnya terjadi beberapa bulan atau
tahun biasanya disebabkan oleh kista dermoid, Benign Mixed Tumour, Tumor Neurogenik,
2
Progresifitas tumor orbita membantu menegakkan diagnose serta prognosa, tumor orbita yang
namun jika progresifitasnya lambat maka kemungkinan arahnya ke tumor jinak. 2,3,6
B. Pemeriksaan Oftalmologi
Pemeriksaan ini meliputi koreksi maksimal tajam penglihatan , tekanan bola mata
secara aplanasi pada posisi primer, pergerakan bola mata vertical dan horizontal, dan
pemeriksaan pupil , kontras sensitivitas, pemeriksaan penglihatan warna, tes konfrontasi, dan
amsler grid.3.6,7
Berikut ini kami paparkan mengenai pemeriksaan oftalmologi yang penting pada tumor orbita :
1. Inspeksi
Pemeriksaan ini meliputi gambaran wajah dan mengevaluasi simetris okuler, kelopak
mata, dan struktur orbita. Pemeriksaan juga meliputi pemeriksaan pada struktur periorbita
termasuk kelopak mata dan konjungtiva termasuk inspeksi penampakan dan fungsinya.
edema palpebra, lagoftalmus, kemosis, ataupun dilatasi pembuluh darah konjungtiva 1,2,7
Pergeseran bola mata adalah manifestasi klinis yang sering dari abnormalitas okuler. Hal
ini biasanya akibat dari tumor, kelainan vaskular atau suatu proses inflamasi, atau akibat suatu
trauma. Pada saat pemeriksaan dengan slitlamp biomikroskopi dilihat integritas epitel kornea
dan konjungtiva begitu pula dilatasi pembuluh darah konjungtiva dan subkonjungtiva, distensi
fusiform, berkelok-kelok, dan bendungan. Kemosis juga dapat ditemukan pada pasien tumor
orbita, misalnya pada tumor vaskular. Pemeriksaan ini juga meliputi pemeriksaan segmen
anterior lain seperti bilik mata depan dilihat kedalamannya normal atau menjadi dangkal, ada
3
tidaknya sel-sel radang, hipopion atau hifema lalu periksa juga iris, apakah ada massa di iris,
diperiksa adalah lensa dilihat apakah terjadi katarak , dislokasi lensa, 1,2,5,7
A. B
Gambar 2. A.Bendungan pada konjungtiva dengan pembuluh darah yang berkelok-kelok pada
tumor orbita, B.Kemosis yang kronik pada mata yang proptosis pada Meningioma saraf optic 1.
Pemeriksaan dasar seperti mengukur jarak horisontal fissura interpalpebra dan lebarnya
fissura interpalpebra, jarak antara margo palpebra superior dengan cekungan kelopak mata
4
superior. Perbandingan antara nilai ini dengan mata yang sehat dapat membantu untuk
menegakkan diagnosis karena sebagian besar tumor orbita bersifat unilateral. 1,2
Gambar 3.Perbandingan antara Jarak kelopak mata dan periorbital yang normal dengan
proptosis bilateral, VPF=Vertical Palpebral Fissure, HPF=Horizontal Palpebral Fissure,
MRD=Margin Reflex Distance,MCD=Margin Crease Distance, IPD=Intrapalpebral distance.
Istilah proptosis biasanya digunakan pada saat mata bergeser kedepan akibat dari
adanya massa diorbita, sebagian besar oleh tumor atau kista . Pergeseran bola mata dapat
membantu untuk menegakkan diagnosa. Jika bola mata bergeser kearah bawah dan keluar,
asal massa adalah di superotemporal (contoh tumor glandula lakrimal). Asimetri dari bola mata
juga dapat menjadi parameter, jika pertumbuhannnya lambat maka akan menyebabkan
proptosis asimetrik. Jika arah proptosis kebawah berarti adanya massa di atas orbita. Jika
pergeseran ke lateral akibat lesi orbita sekunder seperti mukokel atau karsinoma sel skuamosa
yang berasal dari sinus eitmoidal. Karsinoma sel skuamous juga dapat menyebabkan
5
pergeseran bola mata ke atas jika asalnya dari sinus maksillaris Pergeseran bola mata kearah
diukur dari lateral rima orbita hingga permukaan kornea Jarak normalnya bervariasi antara
16,5mm sampai 21,5mm pada laki-laki kulit putih dan 15,5mm sampai 20mm pada wanita kulit
putih. Pada orang kulit hitam pengukurannnya bertambah sekitar 2mm. Pergeseran bola mata
diukur menggunakan alat yang disebut exophthalmometer. Alat exoftalmometer yang paling
binokuler yang memungkinkan pemeriksa melihat bayangan cornea dan dilihat pada skala
ukuran. Hertel Exophthalmometer cukup akurat dan pengukuran berulang dan keuntungan
1,2,3,4,
untuk membandingkan dengan mata yang satu pada saat pengukuran.
6
Hal-hal yang dapat ditemuka
Lokasi/Patologi Pergeseran (biasa ditemukan atau tidak
ditemukan)
Tumor Jinak Fossa Lakrimal Proptosis inferonasal Lipatan pada coroid, gerakan
(misalnya Kista Adenoma bola mata kesegala arah
Pleomorfik)
Tumor Ganas Fossa Proptosis inferonasal Nyeri, gangguan gerakan bola
Lakrimal(misalnya Adenokarsinoma, mata, pembesaran kelenjar
Adenoid Cystic Carsinoma) limfe
Tumor Jinak Superonasal (misalnya Proptosis Biasanya tanpa lipatan koroid
dermoid) inferotemporal
Tumor di Anterior (misalnya Proptosis ringan Mempengaruhi konjungtiva
dermoid, limfoma) menjauhi letak tumor atau palpebra
Tumor di Muscle cone (misalnya Proptosis aksial Lipatan koroid, bendungan
Cavernosus hemangioma, vena, edema papil
schwannoma)
Tumor extraconal dan intraconal Proptosis hebat Mempengaruhi konjungtiva
(misalnya tumor vaskular, dan palpebra, lipatan pada
Rhabdomyosarcoma) koroid, gangguan pada saraf
optik dan edema papil,
amblyopia
Diffusely infiltrating lesions Proptosis aksial atau Gerakan bola mata
(misalnya Karsinoma yang enoftalmus terhambat, gangguam saraf
metastasis, Pseudotumor yang difus) optic, pembesaran kelenjar
limfe
Tumor yang diinferior (misalnya Proptosis ke superior Nyeri, gangguan sensorik
Karsinoma sel skuamosa dari sinus pada daerah bawah
maksilla) periorbital
Tumor di medial(misalnya mukokel, Proptosis lateral dan Nyeri, gangguan gerakan bola
Karsinoma sel skuamosa sekunder superolateral mata horisontal atau difus
dari sinus eithmoidal)
Tumor di Apikal posterior orbita Minimal, proptosis Gangguan saraf optic dengan
(misalnya mengioma,glioma, muncul belakangan diskus normal, gangguan
paraganglioma) gerakan bola mata
7
Gambar.5.Posisi ”Worm’s eye view”. Perhatikan proptosis pada mata kiri 2
Pada pasien dengan proptosis juga harus diperiksa gerakan bola mata pada cardinal
posisi dan membandingkan dengan mata yang sehat. Pergerakan okular mungkin dibatasi
kearah tertentu oleh neoplasma atau peradangan seperti selulitis orbita, pseudotumor,
karsinoma sel skuamosa yang berasal dari sinus eitmoidal yang meluas sampai posterior orbita
Umumnya , gangguan pergerakan bola mata diakibatkan kelainan inflamasi akut yang
berkembang cepat dan sangat nyeri. Oftalmoplegi akibat Graves’ disease tidak nyeri danmuncul
mendahului eksoftalmus. Pasien dengan hipertiroid, oftalmoplegia pada pergerakan bola mata
keatas akibat infiltasi glikoprotein dan sel-sel radang pada otot rektus superior. 2,5,7,
Pemeriksaan pada bagian luar harus juga meliputi ada tidaknya perubahan pada
jaringan lunak seperti kelopak mata, konjungtiva, dan kulit diperiorbita. Adanya hiperemis,
edema, dan kekenyalan dari jaringan ini dapat menjadi gambaran tumor orbita, jika tumor
berlokasi ke anterior seperti limfoma maka akan menimbukan edeme pada kelopak mata
bawah dan kemosis konjungtiva. Jika edema pada kelopak mata bawah lebih besar pada
kelopak mata atas kemungkinan hemangioma , tumor neurogenik. JIka terjadi edema disertai
retraksi kemungkinan disebabkan oleh Graves’ disease dan pseudotumor Hiperemis juga dapat
8
ditemukan pada lesi inflamasi yang akut. Hiperemis pada kelopak mata dapat ditemukan pada
tumor ganas yang lokasinya dianterior seperti limfoma, Leukemia, Rhabdomyosarkoma, tumor
metastasis .1,2,3
2.Palpasi1,2,4,9
Palpasi pada tumor orbita yang diperiksa adalah keras/lunak, tekstur dan mobilitas
massa, jika kita mencurigai adanya metastasis maka perlu dilakukan palpasi kelejar limfe
disekitar tumor. Palpasi pada jaringan tumor dan struktur orbita kadang-kadang dirasakan tidak
nyaman oleh pasien maka pada beberapa kasus hal ini dilakukan dibawah pengaruh anestesi.
Tumor yang lokasi lebih ke anterior seperti limfoma, tumor glandula lakrimal, mukokel dan
kista dermoid cenderung lebih mudah dipalpasi. Pemeriksa dapat melihat permukaannya
tumor, adanya tidaknya nyeri tekan; pada palpasi pada rima orbita pemeriksa dapat
Diagnosa banding dari massa yang terpalpasi pada kuadran superonasal dapat meliputi
terpalpasi dikuadran superotemporal dapat berupa glandula lakrimal yang prolaps, kista
dermoid, tumor glandula lakrimal, limfoma, atau NSOI. Lesi dibelakang ekuator bola mata
Pulsasi pada mata disebabkan oleh tranmisi denyut pembuluh darah melalui orbita. Hal
ini dapat disebakan oleh aliran vaskular yang abnormal atau transmisi pulsasi normal
intracranial melalui defek pada tulang dinding orbita. Aliran pem buluh darah yang abnormal
dapat disebabkan oleh adanya hubungan arteriovenous, seperti Carotid Cavernosus Fistula
(CCF) atau fistel dural cavernosus. Defek pada dinding orbita dapat berupa akibat sinus
mukokel, pengambilan tulang pada suatu prosedur operasi, trauma, atau perkembangan
9
abnormalitas, termasuk encepalokel, meningokel, atau displasi sphenoid(akibat
neurofibromatosis).
3.Auskultasi1,
Auskultasi dengan stetoskop diatas bolamata atau di tulang mastoid dapat mendeteksi
bruits pada kasus Carotid Cavernosus Fistula. Pasien juga dapat secara subjektif dapat juga
mendengar bruits. Pasien dengan fistel arteriovenous biasanya memiliki pembuluh darah
C. Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan juga pemeriksaan indirect ophtalmoscope dengan pupil dilatasi sempurna dan
indentasi sclera pada semua pasien karena banyak penyakit orbita menyebabkan perubahan
pada pemeriksaan funduskopik, yang dapat memberikan informasi tentang lokasi,ukuran, dan
sumber kelainan di orbita. Evaluasi dimulai dari korpus vitreus dengan melihat ada tidaknya
pada pemeriksaan funduskopi adanya tidaknya massa yang mengisi dilipatan chorioretinal,
perubahan vaskular retina, dan edema diskus optik atau atrofi nervus optik. 1,2,9
Lipatan chorioretinal tampak seperti striae, yang sering kita lihat pada pada polus
posterior, kadang juga tampak mukokel dan kista pada kasus trauma, namun lipatan
korioretinal biasanya tanpa gejala dan tidak mempengaruhi ketajaman penglihatan. Lipatan
korioretinal penyebabnya belum diketahui secara pasti namun diduga kompresi bola mata
akibat adanya massa di orbita.Bendungan dan meningkatnya kelok-kelok vena retina akibat
adanya massa di midorbita,yang menyebabakan statis pada vena vortex. Edema diskus,atrofi
10
nervus optik merupakan tanda-tanda yang didapatkan pada pemeriksaan funduskopi yang
Chorioretinal Folds Retinal Retinal vascular Optic disk edema Optociliary shunts
Detachment abnormalities and atrophy
Primary and Primary and Primary and Optic Nerve Optic Nerve
secondary tumors secondary tumors secondary tumors Mengioma Meningioma
Optic Nerve Glioma Optic Nerve Glioma
Metastatic tumors Metastatic tumors Metastatic tumors Intraconal Cavernosus
hemangiomas Hemangioma
Choroidal tumors Choroidal tumors Choroidal tumors Nerve tumors Orbital vascular
Specific inflamation Trauma Trauma Dermoid cyst Hamartomas
Pseudotumor Cavernous sinus Mucocele Glaukoma
thrombosis
Mucocele and cysts Wegener’s Fibrous dysplasia High Myopia
granulomatosis,
sarcoidosis
Hyperopia Phacomycoses
Hypotony Postradiation
treatment
Scleritis, uveitis
Retinal detachment
Scleral Buckle
11
2.Laboratorium
mulai dari pemeriksaan tes fungsi tiroid, pemeriksaan darah Total Leukocyte Account(jumlah
leukosit), Differentiate Leukocyte Count,Erotcycte Sedimen Rate, pemeriksaan urin rutin untuk
multiple myeloma.15
3.Pemeriksaan Radiologik
pasien dengan kelainan pada orbita. Dengan berkembangnya beberapa teknik pemeriksaan
radiografi baru seperti Computed Tomography dan Magnetic Resonance Imaging maka
pemeriksaan ini lebih sering dilakukan. Ultrasonography pada kasus tertentu dapat sangat
menyerap sinar X. Gambaran 2 dimensi dibentuk oleh pengukuran kepadatan. CT adalah teknik
yang bermakna untuk menggambarkan bentuk, lokasi, dan luasnya lesi di orbita. CT membantu
tindakan operasi apa yang dibutuhkan berdasarkan ruang lesi di orbita atau ruang di orbita.
Dengan ini CT scan juga membantu untuk mengetahui massa tumor yang lebih detail dan
metastasenya.1,2,,3
Lesi pada orbita dan ekstraorbita dengan atau tanpa penonjolan dapat tergambarkan
dengan CT scan. CT scan memiliki resolusi dan kemampuan kontras jaringan yang dapat
12
member gambaran jaringan lunak, tulang, pembuluh darah yang berisi zat kontras, dan benda
asing.-1,2
Gambaran orbita dapat berupa potongan aksial, pararel dengan nervus optic; potongan
koronal , memperlihatkan mata, nervus optic, dan otot ekstraokuler pada potongan melintang:
atau potongan sagital pararel dengan septum nasal. Jika ingin memeriksa otot-otot
ekstraokuler dapat dilihat pada potongan aksial dan coronal namun jika ingin melihat seluruh
otot-otot ekstraokuler maka dilakukan potongan coronal. Jika ingin melihat saraf optik dalam
orbita dan yang melalui kanalis optic sampai ke khiasma optikum maka diminta potongan
parasagittal, namun untuk melihat khiasma optikum atau glandula lakrimal lebih jelas maka
13
Gambar 7. A.Potongan Aksial dengan kontras, B.Memperlihatkan kanalis optic, C.Potongan
Parasagittal dapat dilihat saraf optik, D.Potongan koronal pada level tengah orbita, E.Potongan
koronal pada level ekuator pada bola mata1
CT scan juga sangat sensitive untuk mendeteksi kalsifikasi pada lesi diorbita yang sangat
membantu untuk mendiagnosa banding. Untuk tumor yang melibatkan tulang CT Scan
memerlukan radiasi ion dan tidak memiliki efek samping biologis. Ada 2 tipe relaxation yaitu
T1(longitudinal) dan T2 (tranversal). Pemeriksaan ini sangat membantu untuk mengevaluasi lesi
massa orbita karena alat ini memberikan resolusi jaringan yang bagus. MRI sangat sensitif
mendeteksi lesi di otak, lesi di intra konal dan ekstra konal, saraf optic dan kiasma optic, deteksi
untuk kelainan pada mata seperti retinal detachment atau choroidal detachment, dan
penekanan sklera akibat tumor orbita. Lesi kistik atau vascular dapat dievaluasi dengan MRI,
14
Gambar 8. A.Potongan koronal melalui posterior orbita, B.Gambaran aksial melalui saraf optic,
C.T2 koronal-weighted image- melalui kiasma optikum, D.Potongan koronal T2 pada midorbita 1
Signal type
Tissue Type
TI-weighted T2- weighted Fat suppression
Globe Hypo (dark gray) Hyper (white) Hypo (dark gray)
Fat Hyper (white) Hyper (white) Intermediate (gray)
Extraocular muscle Hypo (dark gray) Hypo (light gray) Hyper (white)
Optic nerve Hyper (light gray) Hypo (light gray) Hyper (light gray)
Corebrospinal Fluid Hypo (dark gray) Hyper (white) Hypo (dark gray)
Bone Void (black) Void (black) Void (black)
Vessels Void (black) Void (black) Void (black)
CT Scan MRI
15
Perdarahan orbitokranial Evaluasi orbita dan massa orbita
Keuntungan CT scan adalah waktu pemeriksaannnya lebih cepat dan baik untuk
mengevaluasi struktur tulang terutama pada pasien-pasien trauma, namun MRI mampu
mendeteksi kelainan diorbitakranial lebih baik karena gambar yang ditampilkan lebih jelas dan
tidak mengandung radiasi pengion. Dibanding dengan CT scan, MRI memberikan kontras
jaringan yang lebih baik struktur dari apex orbita, intrakanalikular nervus optik, struktur ruang
periorbital, dan tumor intrakranial. Tulang dan kalsifikasi memberi sinyal yang lemah pada MRI.
Walaupun CT lebih baik daripada MRI untuk evaluasi fraktur, destruksi tulang, dan kalsifikasi
jaringan. Kontraindikasi MRI adalah pasien dengan benda asing ferromagnetic di orbita dan
jaringan periorbita, klip vaskular periorbital, filter magnetik intravaskuler, atau peralatan
c. Ultrasonography
Teknik contemporer ultrasonography dapat menilai ukuran, bentuk, posisi normal atau
abnormal dari jaringan orbita. WEvaluasi orbita dapat menggunakan scanning mode A scan-B
scan. Gambaran 2 dimensi jaringan ini dapat dilakukan dengan Ultrasonografi B-scan. 1,2
dapat memberikan informasi spesifik termasuk aliran darah (kecepatan dan aliran darah pada
pasien dengan penyakit sumbatan pembuluh darah atau abnormalitas pembuluh darah
16
dihubungkan peningkatan aliran darah), namun untuk pemeriksaan tumor sendiri terutama
d.Angiography1,2
d.1Venografi
Sebelum jaman CT scan dan MRI, venografi orbital digunakan untuk menegakkan
diagnosis dan terapi orbital varices, dan pemeriksaan sinus kavernosus. Material kontras
disuntikkan di vena frontalis atau angular untuk melihat kelainan sistem vena. Malformasi
vaskular orbitokranial atau fistel dapat dimasukkan melalui vena oftalmik superior. 1,2
d.2.Arteriography
Arteriografi adalah pemeriksaaan utama untuk lesi diarteri seperti aneurisma atau
pada arteri femoralis. Visualisasi dapat lebih maksimal jika disuntikkan pada arteri karotis
17
Perkembangan perangkat keras dan lunak pada CT dan MRI membuat gambaran pada
malformasi arteriovenous, aneurisma, dan fistel arterivena menjadi lebih jelas, lebih murah,
lebih nyaman, dan tanpa resiko akibat kateterisasi intravascular dan injeksi zat kontras.
Namun, MR angiografi kurang sensitif daripada angiografi yang langsung untuk mendeteksi
fistula carotid atau dural sinus cavernosus. Namun ketika menentukan pemeriksaan mana yang
akan dipilih ahli mata akan mengkonsultasikan kepada ahli radiologi untuk mendiskusikan
tentang lesi yang dicurigai dan jenis pemeriksaan yang cocok dengan pasien. 1,2
Pengambilan jaringan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ada beberapa teknik biopsy pada
orbita yaitu :
jaringan yang diambil cukup banyak jadi dapat membantu untuk menegakkan diagnosis
yang lebih baik. Biopsi eksisi dilakukan pada tumor yang jinak, memiliki batas yang tegas
jaringan. Pengambilan jaringan dilakukan dalam anesthesia umum dan tidak dilakukan
kauterisasi dan jaringan tidak boleh hancur. Biopsi insisi dilakukan pada tumor orbita
kepastian diagnosis untuk melanjutkan keperluan terapi lain seperti kemoterapi atau
tumor yang memerlukan pengangkatan lebih luas seperti eksenterasi contohnya pada
18
3. Fine Needle Aspiration biopsy(FNAB); teknik ini dilakukan jika pemeriksa masih memilih
antara observasi dan operasi. Teknik ini tidak terlalu nyeri sehingga kadang-kadang
todak diperlukan anestesi lokal, sangat mudah dan tidak menganggu sel tumor. Fine
Needle Aspiartion Biopsy ini dilakukan pada tumor yang bisa dipalpasi. Pemeriksaan ini
tidak boleh dilakukan pada anak-anak yang dicurigai menderita retinoblastoma atau
pada keadaan dimana pemeriksa tidak dapat melihat intraokuler dengan jelas.
- Spoit 10ml atau 20ml dengan Luer Lok atau butterfly needle
- Pemegang aspirasi (Aspiration Handle , misalnya Cameco syringe pistol atau Aspir
gun)
- Vial yang berisi 50% alcohol, sebagai media untuk membawa jaringan
4. Biopsi Intraoperatif (Frozen Section); tujuan utama dilakukan frozen section ini adalah
untuk membantu dalam menentukan terapi yang dapat berubah pada intraoperatif.
untuk mementukan batas tumor untuk memperkuat batas eksisi bebas tumor. 1,14
19
Diagram 1. Dari teknik pengambilan jaringan mulai dari batas eksisi biopsy dari batas tumor, kemudian
memberikan tanda pada batas tunmor yang akan diambil dengan cermat sehingga pada eksisi dapat
ditentukan batas dengan akurat, T=Tumor 1
Gambar 10. Penandaan contoh jaringan (contohnya M1,L2) untuk pemeriksaan frozen section,
M=medial, L=Lateral, T=tumor1
20
5. Teknik Mohs, teknik ini lebih sering dipakai untuk lesi pada palpebra seperti karsinoma
sel basal atau karsinoma sel skuamosa. Teknik ini digunakan untuk lesi yang letaknya
Gambar 11. Teknik memberikan label pada multiple frozen section pada eksisi tumor adalah
prinsip utama pada teknik Mohs microsurgical1
21
PENUTUP
Teknik pemeriksaan tumor sangat kompleks karena pemeriksaan ini meliputi seluruh
struktur bola mata. Evaluasi meliputi anamnesis yang terarah mulai dari keluhan utama yang
utama, letak lesi dan hasil pemeriksaan oftalmologi akan membantu untuk mentukan jenis
pemeriksaan penunjang yang akan digunakan karena tiap pemeriksaan penunjang memiliki
Dengan memahami cara pemeriksaan tumor orbita diharapkan dapat membantu dalam
menegakkan diagnose tumor orbita dengan tepat sehingga penanganannya pun tepat dan
22
DAFTAR PUSTAKA
2. Karcioglu, Zeynel A. Orbital Tumours, Diagnosis and Treatment. Springer Sciences Inc. New
Orleans, USA : 2004
3. Skuta, Gregory L, et al. Orbit, Eyelids, and Lacrimal System. AAO. San Fransisco, USA : 2011
8. Lang,Gerard K MD. Ophthalmology, A Pocket Textbook Atlas, 2 nd ed. Thieme Stuggart. New York.
2006
9. Olver, Jane M FRCS, FRCOphth . Orbital Tumours, Condition, Examination, Treatment. Available
in http://www.clinicalondon.co.uk/orbital-tumours/. accessed on 27th January 2013
23
11. Rigdway, James M MD et al. Orbital Tumors. Available in www.ent.uci.edu/.../Orbital
%20Tumors.ppt. Acessed on 27th January 2013
12. Kanski, Jack J MD MS FRCS FRCOphth, Brad Bowling FRCSEd(Ophth. Clinical Ophthalmology : A
Systematic Approach, 7thed.
15. Dorran, Marriane. Fine Needle Aspiration Biopsy in Ocular and Orbital tumor. Available in
http://www.aao.org/aao/publications/eyenet/201207/oncology.cfm. Acessed on 11th March
2013
24