BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme
ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari
orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 2001 ).
Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,
cenderungmeningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah
tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam tifoid
adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konvalesen, dan kronik karier.
(http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html)
Demam typhoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim. Kebersihan perorangan
yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun lingkungan hidup umumnya adalah baik.
Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana air yang baik dapatmengurangi penyebaran penyakit ini.
(http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html)
Penyebaran geografis dan musim : Kasus-kasus demam typhoid terdapat hampir di seluruh bagian
dunia. Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim. Penyakit itu sering merebak di
daerah yangkebersihan lingkungan dan pribadi kurang diperhatikan.
Penyebaran usia dan jenis kelamin: Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada perbedaan antara
jenis kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih sering diderita anak-anak. Orang
dewasa seringmengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh
sendiri.Persentase penderita dengan usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di
bawahini. Usia persentase: 12 – 29 tahun 70 – 80 %,30 – 39 tahun 10 – 20 %, > 40 tahun 5 – 10 %.
(http://sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com/2011/01/thypoid-fever.html)
Adapun ruang lingkup penulis dalam karya tulis ilmiah adalah tentang asuhan keperawatan pada
klien dengan diagnosa medis Typhoid Fever di Ruang Isolasi
(H) RumahSakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pontianak. Dengan lama perawatan selama 3 hari
dari tanggal 16 April 2012 - 18 April 2012. Karya tulis iliah dibahas dan dilakukan dengan pendekatan
keperawatan yang komprehensif.
C. Tujuan Penulisan
Tujuan Umum:
Tujuan umum dari penulisan karya tulis ilmiah adalah sebagai berikut :
Diharapkan mahasiswa dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik dan tepat waktu.
Tujuan khusus:
b. Memberikan asuhan keperawatan secara tepat melalui dari tahap pengkajian, perumusan dari
diagnosa keperawatan, pembuatan rencana tindakan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi terhadp
tindakan dan evaluasi terhadap tindakan yang telah dilakukan.
c. Menggunakan sebagai bahan perbandingan antara konsep dan teori yang didapat dengan
khusus yang ada dilapangan.
D. Metode Penulisan
Dalam menyusun karya tulis ilmiah ini, penulis menggunakan metode deskrptif yaitu dengan
mengungkapkan faktor-faktor dan data yang didapat.dapun cara-cara pengumpulan data yang di
gunakan adalah sebagai berikut:
2. Studi kasus yaitu Berdasarkan pengkajian kasus yang dilakukan dilapangan pada
pasien Ny.B.dengan Typhoid Fever serta pemberian asuhan langsung.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan pada laporan hasil studi kasus ini adalah:
Bab I : Terdiri dari, Pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah terjadinyaTyphoid
Fever, Tujuan Penulisan, Ruang Lingkup Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan.
Bab II : Terdiri dari, menjelasakan konsep teori tentang Tyhpoid Fever dan Asuhan Keperawatan.
Bab IV : Terdiri dari, menguraikan tentang pembahasan dari hasil laporan kasus Typhoid Fever pada
klien Ny. B
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Dasar
Pada bab ini akan menguraikan konsep dasar Typhoid Fever serta dengan asuhan keperawatan
secara teoritis.
1. Definisi
Deman Typhoid adalah penyakit akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan segala
deman, gangguaan pada saluran pencernaan.(Mansjoer, 2002,; 432)
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme
ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari
orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 2001 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme
ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari
orang yang terinfeksi kuman salmonella. (www.sehat-jasmanidanrohani.blogspot.com)
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit
infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral,
fecal, makanan dan minuman yang terkontaminasi.
2. Anatomi Fisiologi
a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri dari dua bagian yaitu:
1) Bagian atas: gusi, gigi, bibir, dan pipi.
b. Faring
Faring merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus).
c. Esofagus
Terletak di mediastrium rongga torakal, anterior terhadap tulang punggung dan posterior terhadap
trakea dan jantung. Selang yang dapat mengempis ini, yang panjangnya kira-kira 25 cm (10 inci),
menjadi distensi bila maknan melewatinya.
d. Lambung
Ditempatkan dibagian atas abdomen sebelah kiri dari garis tengah tubuh, tepat di bawah diafragma
kiri. Lambung adalah suatu kantung yang dapat berdistensi dengan kapasitas sekitar 1500 ml. Intlet
ke lambung disebut pertemuan esofagogastirk. Bagian ini dikelilingi oleh cincin otot halus , disebut
sfringter esofagus bawah atau springter kardia. Yang pada saat kontraksi, menutup lambung dari
esofagus. Lambung dapat dibagi kedalam empat bagian anatomi: kardia (jalan masuk), fundus,
korpus dan pilarus ( outtlet).
e. Springter piloris
Otot halus serkuler di diding pilorus yang berfungsi mengontol lubang diantara lambung dan usus
halus.
f. Usus halus
Usus halus adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan
berakhir pada seikum, dengan panjangnya kurang lebih 2 m.
1) Lapisan mukosa
2) Lapisan otot
Dengan panjang kurang lebih 25 cm, pada duo denim terdapat muara saluran empedu dan saluran
pankreas.
Dengan panjang kurang lebih 6 m, ujung bawah illeum berhubungan dengan perantaraan lubang
yang bernama orifisim illeoseikal.
Fungsi usus halus:
1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler oleh darah dan
saluran limpa.
Dalam usus halus teradapat kelenjar yang menghasilkan getah usus antara lain:
g. Usus besar
Usus besar panjangnya kurang lebih 1,5 m, lebarnya 5-6 cm. Lapisan usus besar terdiri dari (dari
dalam keluar):
1) Selaput lendir
2) Lapisan otot
3) Lapisan ikat
4) Jaringan ikat
3) Tempat feses
1. Sekum
2. Kolon asenden
Terletak diabdomen sebelah kanan, membujur keatas dari illeum sampai ke hati, panjangnya kurang
lebih 13 cm.
Membujur dari kolon asenden sampai ke kolon desenden dengan panjang kurang lebih 38 cm.
5. Kolon desenden
Terletak dalam rongga abdomen sebelah kiri membujur dari atas ke bawah dengan panjangnya
kurang lebih 25 cm.
6. Kolon sigmoid
Terletak di dalam rongga pelvis sebelah kiri yang membentuk huruf ‘S’, ujung bawah berhubungan
dengan rektum.
7. Rektum
Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus.
3. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber
penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier
adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam
tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
4. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu
Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang
lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan
yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan
kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella thypi
masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung,
sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus
bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak,
lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman
selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi
berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan
penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena
membantu proses inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang
meradang.
PATHWAY TYPHOID
Salmonella typhosa
Saluran pencernaan
Perubahan nutrisi
a. Minggu I
pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan malam hari. Dengan keluhan dan
gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala, anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi / diare,
perasaan tidak enak di perut.
b. Minggu II
pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi, lidah yang khas (putih, kotor,
pinggirnya hiperemi), hepatomegali, meteorismus, penurunan kesadaran
6. Kompikasi
a. Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
hepatitis, kolesistitis.
dan perinepritis.
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri
dari :
a. Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat leukopenia dan
limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan
kasus demam typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal
bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh
karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal setelah
sembuhnya typhoid.
c. Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid, tetapi bila biakan darah negatif tidak
menutup kemungkinan akan terjadi demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah
tergantung dari beberapa faktor :
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh
perbedaan teknik dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah
pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu pertama dan berkurang pada
minggu-minggu berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif kembali.
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan antibodi dalam darah klien,
antibodi ini dapat menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba pertumbuhan kuman
dalam media biakan terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
d. Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin). Aglutinin yang
spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada
orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji widal ini adalah untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi
oleh salmonella thypi, klien membuat antibodi atau aglutinin yaitu :
a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh kuman).
b) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel kuman).
c) Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari simpai kuman)
Pada orang normal, agglutinin O dan H positif. Aglutinin O bisa sampai 1/10 sedangkan agglutinin H
normal bisa 1/80 atau 1/160.
1/10. 1/80, 1/160 ini merupakan titer atau konsentrasi. Pada orang normal tetap ditemukan positif
karena setiap waktu semua orang selalu terpapar kkuman Salmonella. Tes widal dikatakan positif
jika
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnosa,
makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
2. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit: aglutinin baru dijumpai dalam darah setelah klien
sakit 1 minggu dan mencapai puncaknya pada minggu ke-5 atau ke-6.
3. Penyakit – penyakit tertentu : ada beberapa penyakit yang dapat menyertai demam typhoid yang
tidak dapat menimbulkan antibodi seperti agamaglobulinemia, leukemia dan karsinoma lanjut.
4. Pengobatan dini dengan antibiotika : pengobatan dini dengan obat anti mikroba dapat
menghambat pembentukan antibodi.
7. Infeksi klien dengan klinis/subklinis oleh salmonella sebelumnya : keadaan ini dapat mendukung
hasil uji widal yang positif, walaupun dengan hasil titer yang rendah.
8. Reaksi anamnesa : keadaan dimana terjadi peningkatan titer aglutinin terhadap salmonella thypi
karena penyakit infeksi dengan demam yang bukan typhoid pada seseorang yang pernah tertular
salmonella di masa lalu.
b. Faktor-faktor Teknis
1. Aglutinasi silang : beberapa spesies salmonella dapat mengandung antigen O dan H yang sama,
sehingga reaksi aglutinasi pada satu spesies dapat menimbulkan reaksi aglutinasi pada spesies yang
lain.
2. Konsentrasi suspensi antigen : konsentrasi ini akan mempengaruhi hasil uji widal.
Strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen : ada penelitian yang berpendapat bahwa
daya aglutinasi suspensi antigen dari strain salmonella setempat lebih baik dari suspensi dari strain
lain.
8. Penataksanaan
a. Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk mencegah komplikasi
perdarahan usus.
b. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi bila ada komplikasi
perdarahan.
c. Diet.
f. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
g. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari.
h. Obat-obatan.
i. Klorampenikol
j. Tiampenikol
k. Kotrimoxazol
B. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah factor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek
pemeliharaan, rehabilitas dan preventif perawatan kesehatan. Ketika pasien memasuki system
pelayanan kesehatan, perawat menggunakan dengan langkah-langkah pada proses keperawatan,
mengumpulkan data, mengidentifikasi masalah. Kebutuhan diagnose keperawatan) menetapkan
tujuan-tujuan mengidentifikasi hasil dan memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil serta
tujuan ini. (Doengoes : 2000).
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari proses keperawatan
tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti sehingga didapatkan informasi yang tepat. Ada
beberapa faktor yang harus diperhatiakn antara lain:
Faktor presipitasi dari demam typhoid adalah disebabkan oleh makanan yang tercemar oleh
salmonella typhoid dan salmonella paratyphoid A, B dan C yang ditularkan melalui makanan, jari
tangan, lalat dan feses, serta muntah diperberat bila klien makan tidak teratur. Faktor
predisposisinya adalah minum air mentah, makan makanan yang tidak bersih dan pedas, tidak
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, dari wc dan menyiapkan makanan
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah penulisan klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas
tentang masalah kesehatan/ proses keperawatan yang actual dan potensial (Doengos, dkk.:2000).
a. Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah
b. Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari
kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan muntah
f. Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi
yang tidak adekuat
3. Perencanaan
Menurut Carperito dan Moyet, (2007 : 83) perencanaan dalam proses keperawatan adalah metode
pemberian langsung kepada klien terdiri atas tiga fase yaitu menentukan prioritas, merumuskan
tujuan dan membuat intervensi keperawatan.
Berdasarkan diagnosa keperawatan secara teoritis, maka rumusan perencanaan keperawatan pada
klien dengan typhoid, adalah sebagai berikut:
Diagnosa. 1
Resiko tinggi gangguan ketidak seimbangan volume cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan hipertermia dan muntah.
Tujuan
Ketidak seimbangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria hasil
Membran mukosa bibir lembab, tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-
tanda dehidrasi tidak ada
Intervensi
Kaji tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis dan peningkatan
suhu tubuh, pantau intake dan output cairan dalam 24 jam, ukur BB tiap hari pada waktu dan jam
yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah nyeri dan distorsi lambung. Anjurkan
klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
(Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui
parenteral sesuai indikasi.
Diagnosa. 2
Resiko tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat
Tujuan
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi
Kriteria hasil
Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai bising usus/peristaltik usus
normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak
pucat.
Intervensi
Kaji pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien, anjurkan tirah
baring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap hari. Anjurkan klien makan
sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual, muntah, nyeri dan distensi lambung,
kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet, kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium
seperti Hb, Ht dan Albumin dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgesik seperti
(ranitidine).
Diagnosa 3
Kriteria hasil
Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari kedinginan dan tidak terjadi komplikasi
yang berhubungan dengan masalah typhoid.
Intervensi
Observasi suhu tubuh klien, anjurkan keluarga untuk membatasi aktivitas klien, beri kompres dengan
air dingin (air biasa) pada daerah axila, lipat paha, temporal bila terjadi panas, anjurkan keluarga
untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti katun, kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat anti piretik.
Diagnosa 4
Tujuan
Kebutuhan sehari-hari terpenuhi
Kriteria hasil
Intervensi
Berikan lingkungan tenang dengan membatasi pengunjung, bantu kebutuhan sehari-hari klien
seperti mandi, BAB dan BAK, bantu klien mobilisasi secara bertahap, dekatkan barang-barang yang
selalu di butuhkan ke meja klien, dan kolaborasi dengan dokter dalam pemberian vitamin sesuai
indikasi.
Diagnosa 5
Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil
Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas dari sekresi purulen/drainase serta
febris.
Intervensi
Observasi tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR). Observasi kelancaran tetesan infus, monitor tanda-
tanda infeksi dan antiseptik sesuai dengan kondisi balutan infus, dan kolaborasi dengan dokter
dalam pemberian obat anti biotik sesuai indikasi.
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang
tidak adekuat
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Menunjukkan pemahaman tentang penyakitnya, melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam
pengobatan.
Intervensinya
Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya, Beri pendidikan
kesehatan tentang penyakit dan perawatan klien, beri kesempatan keluaga untuk bertanya bila ada
yang belum dimengerti, beri reinforcement positif jika klien menjawab dengan tepat, pilih berbagai
strategi belajar seperti teknik ceramah, tanya jawab dan demonstrasi dan tanyakan apa yang tidak di
ketahui klien, libatkan keluarga dalam setiap tindakan yang dilakukan pada klien
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan kategori dan prilaku keperawatan, dimana perawat melakukan tindakan
yang diperlukan untuk mencaspai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
Potter dan Perry (1999) pelaksanaan mencakup melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja
aktivitas sehari-hari dengan kata lain pelaksanaan mencangkup melakukan, membantu atau
mengarahkan kinerja aktivitas sehari-hari.
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan keputuana atau pendapat tentang Carpenito dan Moyet (2007) sedangkan
menurut Rubenfeld dan Scheffer (1999). Evaluasi adalah tindakan memeriksa setiap aktivitas dan
apakah hasil yang diharapkan telah tercapai.
Adapun tipe-tipe evaluasi yang harus perawat lakukan dalam asuhan keperawatan kepada klien
meliputi : evaluasi masalah kolaboratip yaitu mengumpulkan data yang telah dipilih,
membandingkan data untuk mencapai data normal. Menilai data yang di dapat dengan nilai normal.
Evaluasi diagnosis keperawatan dan peningkatan pencapaian tujuan dan evaluasi dari status
perencanaan keperawatan dan hasil yang di dapat.
Berdasarkan implementasi yang di lakukan, maka evaluasi yang di harapkan untuk klien dengan
gangguan sistem pencernaan typhoid adalah : tanda-tanda vital stabil, kebutuhan cairan terpenuhi,
kebutuhan nutrisi terpenuhi, tidak terjadi hipertermia, klien dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari
secara mandiri, infeksi tidak terjadi dan keluaga klien mengerti tentang penyakitnya.
BAB III
LAPORAN KASUS
Pada bab tiga ini penulis akan membahas laporan kasus pada Ny.B dengan gangguan
system pencernaan : Typhoid Fever diruang Isolasi (H) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso
Pontianak
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Nama : Ny. B
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
No. RM : 587827
Klien mengatakan muntah ± 5 x dalam sehari dan demam sejak 6 hari yang lalu, pusing (berputar-
putar), sesak nafas, typus, menggigil.
Klien mengatakan menggigil, nafsu makan berkurang, mual dan muntah, nyeri pada ulu hati saat
bergerak.
Q : ditusuk-tusuk
S : 6 (sedang)
33
Keterangan
Laki-laki :
Perempuan :
Pasien :
Meninggal :
e. Data Biologis
1) Pola nutrisi
Di rumah : Klien mengatakan makan dan minum 3 x sehari dengan menu makanan
berbeda. BB 48 kg
Di rumah sakit : Klien mengatakan makan dengan porsi ditentukan di RS sangatlah tidak nyaman
baginya dan terasa mual dan muntah saat makan, klien hanya menghabiskan makan 4-6 sendok
saja. BB 46 kg
2) Pola minum
Dirumah sakit : Klien mengatakan hanya minum 1-3 gelas/ hari hari
3) Pola eliminasi
Di rumah : Klien mengatakan biasanya BAB ± 1-2 kali perhari dan BAK ± 3-4 kali perhari.
Di rumah sakit : Klien mengatakan selama di RS BAB hanya ± 2-3 kali dalam seminggu dan
BAK ± 2-3 kali perhari.
Di rumah : Klien mengatakan tidur pada malam hari ± 8 jam dan sering terbangun
dikarenakan nyeri pada ulu hati.
Di rumah sakit : Klien mengatakan tidur tidak lama ± 5-6 jam saja karena klien merasa gelisah
dan merasakan nyeri pada ulu hati.
5) Pola kebersihan
Di rumah : Klien mengatakan mandi 2-3 kali sehari dengan menggunakan sabun dan shampo.
Di rumah sakit : Di rumah sakit klien mengatakan mandi 2 kali sehari dengan menggunakan sabun
dan menggosok gigi.
6) Pola aktivitas
Di rumah sakit : Klien mengatakan hanya bisa terbaring lemah, makan dan minum saja.Skala
aktivitas 2 (50% dibantu)
f. Pemeriksaan Fisik
3. Tanda-tanda vital :
S : 38 °C BB : 46 kg
4. Pemeriksaan Persistem :
a) Sistem Pernafasan
Inspeksi : Bentuk simetris, tidak ada massa dan sputum pergerakan paru kanan dan kiri normal
dengan frekuensi 20 kali/ menit .
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, pada sinus prontalit maksilanus nyeri tekan tidak ada
Auskultasi : Normal
b) Sistem Kardiovaskuler:
Inspeksi : Dada simetris, tidak ada pembesaran dada kanan atau kiri
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, dengan frekuensi nadi 102 x/ menit
Auskultasi : Terdengar suara jantung S1 (lub) dan S2 (dub), Gallop (-), Murmur (-).
c) Sistem Persyarafan
3) Nervus okulomotorius. : Pergerakan bola mata klien normal dan klien tidak juling
d) Sistem Pencernaan
Inspeksi : Bentuk mulut simetris, mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis
Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada abdomen atas atau bagian ulu hati skala 5
Perkusi : Timpani
e) Sistem Perkemihan
f) Sistem Pengindraan
(1) Mata
Inspeksi : Bentuk simetris, konjungtiva berwarna merah muda penglihatan baik, tidak ada alat
bantu penglihatan.
(2) Hidung
(3) Pendengar
(4) Pengecap
Inspeksi : Mukosa bibir lembab, bibir simetris dan tidak terlihat bercak putih atau kotor.
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada leher dan reflek menelan
(5) Peraba
g) Sistem Endokrin
b. Bawah : Tidak ada oedema pada tangkai, kekuatan otot kiri. kanan.
Kekuatan otot: 5 5
5 5
l) Sistem Integumen
g. Data Psikologis
5) Pola koping :
h. Data Sosial
i. Data Spiritual
Klien beragama islam, dan klien rajin sembahyang atau sholat tepat waktu
k. Pengobatan
· RL : 20 tetes/menit
· Cefotaxime : 3 x 1 gr/iv
· Ranitidin : 3 x 4 gr/iv
· Ondansetron : 3 x 1 gr/iv
· Paracetamol : 3 x 1 tablet
· Antrain : 2 x 1 amp/iv
l) Analisa Data
TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 102 x/menit
S : 38 °C
Q : ditusuk-tusuk
S : 6 (sedang)
- Klien gelisah
- BB sebelum masuk 48 kg
- BB Sesudah masuk 46 kg
B. Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukannya pengkajian dan analisa data, maka tahap selanjutnya perumusan diagnosa
keperawatan adapun diagnose yang muncul pada Ny. B dengan Hipertensi diruangan Isolasi (H) Di
Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso Pontianak adalah:
TTV :
TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 102 x/menit
S : 38 °C
Do:
- Klien gelisah
3. Anoreksia berhubungan dengan perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
- BB sebelum masuk 48 kg
- BB Sesudah masuk 46 kg
C. Intervensi
Dalam tahap ini dirumuskan tujuan dan intervensi berdasarkan diagnosa keperawatan yang ada
pada Ny. B dengan Tipoid Fever diruangan Isolasi (H) Di Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso
Pontianak.
N : 102 x/menit
S : 38 °C
D. Implementasi
Dalam tahap ini penulis akan menguraikan pelaksanaan dari kasus Ny. B dengan Typhoid Fever
diruangan Isolasi (H) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso
No
No Hari/Tanggal Implementasi (DAR)
Dx Paraf
R:
09.10
A: F. Loling
09.45
09.50 III D : Klien mengatakan nafsu makan
berkurang, terasa mual dan muntah
F. Loling
A:
10.10 - BB klien 46 kg
R:
10.20
10.30
- Mengkolaborasikan pemberian
obat piretik
08.50 R:
09.10
09.30
10.20 II D : Klien mengatakan nyeri pada ulu hati
A: F. Loling
11.00
12.00 R:
12.10
R:
08.20 - Klien tidak demam lagi
- Suhu tubuh 36 °C
08.25
08.30
08.35
R:
09.45 R:
10.00
E. Evaluasi
Dalam tahap ini penulis akan menguraikan pelaksanaan dari kasus Ny. B dengan Typhoid Fever
diruangan Isolasi (H) Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Soedarso
No
No Tanggal/jam Perkembangan (SOAPIE) Paraf
Dx
A : Masalah teratasi
11.20
P : Intervensi ditentukan
I:
E:
11.35
- Klien terlihat tenang pada saat di
kompres
11.50
16-04-12 II O:
- Skala nyeri 6
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
12.25
12.30
- BB Sesudah masuk 46 kg
12.40
- Klien hanya menghabiskan 4-6
12.45 sendok makan
P : Intervensi dilanjutkan
13.00 I:
- Mengkolaborasi menganjurkan
makan sedikit tapi sering
E:
13.30
17-04-12 O:
- S = 37 °C
P : Lanjutkan intervensi
- Skala nyeri 6
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
- BB Sesudah masuk 46 kg
P : Intervensi dilanjutkan
- S = 36 °C
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
- BB Sesudah naik 47 kg
A : masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA
Brunners & Suddart, (2002), Buku Ajar Keperawatan, Edisi 8, Penerbit EGC, Jakarta.
Doengoes, Marilyn E., (2002), Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan
pendokumentasian Tujuan Perawatan Pasien, Edisi III, EGC, Jakarta.
Evelyn C., Pearce, (2002), Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Definisi Typoid. Diambil pada tanggal 8 Juni 2012. Asuhan Keperawatan dengan Demam Tipoid.
Diambil tanggal 9 Juni 2012. http://denfirman.blogspot.com/2010/06/asuhan-keperawatan-
typoid.html
Sudoyo, Aru W., (2006) , Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV, Jilid III, FKUI, Jakarta.
Tarwono, Wartonah, (2004), Kebutuhan Dasar Manusi dan Proses Keperawatan, Salemba Medika,
Jakarta.