Anda di halaman 1dari 15

A.

Latar Belakang
Kelahiran sang buah hati tentunya menjadi waktu yang ditunggu-tunggu oleh setiap ibu hamil,
namun tidak semua kehamilan berakhir dengan persalinan normal. Hal tersebut harus melihat kondisi
ibu maupun janin benar-benar mampu untuk bersalin normal, apabila terindikasi ataupun terancam
jiwa baik ibu maupun bayi maka persalinan dengan tindakanpun harus dilakukan demi
menyelamatkan keduanya.
Peningkatan angka sectio caesarea terus terjadi di Indonesia. Meskipun dictum “Once a
Caesarean always a Caesarean” di Indonesia tidak dianut, tetapi sejak dua dekade terakhir ini telah
terjadi perubahan tren sectio caesareadi Indonesia. Dalam 20 tahun terakhir ini terjadi kenaikan
proporsi sectio caesarea dari 5% menjadi 20%. Menurut Depkes RI (2010) secara umum jumlah
persalinan sectio caesarea di rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20 – 25% dari total persalinan,
sedangkan di rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi, yaitu sekitar 30 – 80% dari total
persalinan. Peningkatan ini disebabkan oleh teknik dan fasilitas operasi bertambah baik, operasi
berlangsung lebih asepsis, teknik anestesi bertambah baik, kenyamanan pasca operasi dan lama
perawatan yang menjadi lebih singkat. Di samping itu morbiditas dan mortalitas maternal dan
perinatal dapat diturunkan secara bermakna (Dewi, 2007).
Menurut Andon dari beberapa penelitian terlihat bahwa sebenarnya angka kesakitan dan
kematian ibu pada tindakan operasi sectio caesarea lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan
pervaginam. Angka kematian langsung pada operasi sesar adalah 5,8 per 100.000 kelahiran hidup.
Sedangkan angka kesakitan sekitar 27,3 persen dibandingkan dengan persalinan normal hanya
sekitar 9 per 1000 kejadian. WHO (World Health Organization) menganjurkan operasi sesar hanya
sekitar 10-15 % dari jumlah total kelahiran. Anjuran WHO tersebut tentunya didasarkan pada analisis
resiko-resiko yang muncul akibat sesar. Baik resiko bagi ibu maupun bayi. (Andon, 2008).
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu atau 42
hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara berlahan akan mengalami perubahan seperti
sebelum hamil. Selama masa nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu
60% terjadi pada masa nifas (Maritalia, 2012).
Masa ini merupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untukselalu melakukan
pemantauan karena pelaksanaan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu mengalami
berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas, seperti sepsis puerperalis.
Jika ditinjau dari penyabab kematian para ibu, infeksi merupakan penyebab kematian terbanyak
nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika para tenaga kesehatan memberikan
perhatian yang tinggi pada masa ini. Adanya permasalahan pada ibu akan berimbas juga kepada
kesejahtaraan bayi yang dilahirkan karena bayi tersebut tidak akan mendapatkan perawatan
maksimal dari ibunya. Dengan demikian, angka morbiditas dan mortalitas bayi pun akan semakin
meningkat (Sulistyawati, 2009).
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, rata-rata angka
kematian ibu (AKI) tercatat mencapai 359/100.000 kelahiran hidup.Menurut Departemen Kesehatan
(Depkes) pada tahun 2010, penyebab langsung kematian ibu di Indonesia terkait kehamilan dan
persalinan terutama yaitu perdarahan 28%, eklampsi 24%, infeksi 11%, partus lama 5% dan abortus
5%. Sedangkan penyebab tidak langsung kematian ibu di Indonesia adalah usia yang terlalu muda,
usia yang terlalu tua saat melahirkan, terlalu sering melahirkan dan terlalu banyak anak yang
dilahirkan atau yang sering disebut dengan istilah empat terlalu. Dalam rangka menekan angka
kelahiran yang menyangkut penyebab tidak langsung angka kematian ibu, pemerintah menganjurkan
pada wanita atau laki-laki dengan kriteria tertentu untuk mengikuti program keluarga berencana
dengan metode kontrasepsi mantab (SDKI, 2012).
Kondisi kependudukan di Indonesia saat ini baik yang menyangkut jumlah, kualitas, maupun
persebarannya merupakan tantangan yang berat yang harus diatasi bagi tercapainya keberhasilan
pembangunan bangsa Indonesia. Situasi dan kondisi kependudukan yang ada pada saat ini
merupakan suatu fenomena yang memerlukan perhatian dan penanganan secara seksama, lebih
sungguh-sungguh dan berkelanjutan (Handayani, 2010).
Indonesia merupakan negara dengan nomor urut ke empat dalam besarnya jumlah penduduk
setelah China, India, dan Amerika Serikat. Menurut data statistik jumlah penduduk Indonesia saat ini
adalah 230 juta jiwa dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) saat ini yaitu 1,35% atau 3,2 juta
jiwa per tahun. Bila tanpa pengendalian yang berarti maka jumlah penduduk Indonesia akan
bertambah menjadi 249 juta jiwa pada tahun 2010 dan 293,7 juta jiwa pada tahun 2015.
Metode kontrasepsi mantap terdiri dari dua macam yaitu Medis Operatif Wanita (MOW) dan
Medis Operatif Pria (MOP). Medis Operatif Wanita (MOW) sering dikenal dengan tubektomi
(sterilisasi) karena prinsip metode ini adalah memotong atau mengikat saluran tuba fallopisehingga
mencegah pertemuan antara ovum dan sperma. Sedangkan Medis Operatif Pria (MOP) sering
dikenal dengan vasektomiyaitu memotong atau mengikat saluran vasdeferens sehingga cairan
sperma tidak diejakulasi (Handayani, 2010).
Data register selama penulis praktik klinik kebidanan di ruang nifas RSUD dr. H. Moch Ansari
Saleh Banjarmasin terdapat sebanyak 15 kasus persalinan Sectio Caesarea dan sebanyak 23 kasus
persalinan normal. Sedangkan data akseptor Keluarga Berencana dengan MOW sebanyak 4 orang.
Oleh karena itu sebagai seorang tenaga kesehatan harus mampu memberikan asuhan kebidanan
yang baik dan benar secara berkesinambungan untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.
Penulis
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk mengambil kasusasuhan kebidanan
pada ibu post sectio caesarea atas indikasi riwayat sectio caesarea dan Medis Operatif Wanita
(MOW) di Ruang Nifas RSUD Dr H Moch Ansari Saleh Banjarmasin.

A. Masa Nifas
1. Pengertian
Periode masa nifas (puerperium) adalah periode waktu selama 6-8 minggu setelah persalinan.
Proses ini dimulai setelah selesainya persalinan dan berakhir setelah alat-alat reproduksi kembali
seperti keadaan sebelum hamil/tidak hamil sebagai akibat dari adanya perubahan fisiologi dan
psikologi karena proses persalinan (Saleha, 2009).
2. Tahap Masa Nifas
Tahapan yang terjadi pada masa nifas adalah sebagai berikut :
a. Periode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat
banyak masalah, misalnya pendarahan karena atonia uteri. Oleh karena itu, bidan dengan teratur
harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah, dan suhu.
b. Periode early postpartum (24 jam-1 minggu)
Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan,
lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat
menyusui dengan baik.
c. Periode late postpartum (1 minggu- 5 minggu)
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta
konseling KB (Saleha, 2009).
3. Tujuan asuhan masa nifas
Asuhan yang diberikan kepada ibu nifas bertujuan untuk meningkatkan kesejahtaraan fisik dan
pisikologis bagi ibu dan bayi, pencegahan diagnosa dini dan pengobatan komplikasi pada ibu,
merujuk ibu keasuhan tenaga ahli bilamana perlu, mendukung dan memperkuat keyakinan ibu serta
meyakinkan ibu mampu melaksanakan perannya dalam situasi keluarga dan budaya yang khusus,
imunisasi ibu terhadap tetanus dan mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian
makan anak, serta peningkatan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan anak
(Sulistyawati, 2009).
4. Perubahan fisiologis pada masa nifas
a. Perubahan sistem reproduksi
Perubahan-perubahan alat genital ini dalam keseluruhan disebut involusi. Disamping involusi
ini, terjadi juga perubahan-perubahan penting lain, yakni hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi.
Yang terakhir ini karena pengaruh lactogenic hormone dari kelenjer hipofisis terhadap kelenjar-
kelenjar mammae.
1) Uterus
Tinggi fundus dan kontraksi uterus, akibat proses involusi TFU mengalami penurunan sampai
keadaan sebelum hamil. Kontraksi keras pada uterus berarti baik, dan sebaliknya.

Involusi uterus TFU


Hari ke-1 Setinggi pusat
Hari ke-2 1-2 jari dibawah pusat
Hari ke-3 Pertengahan simpisis
Hari ke-7 3 jari diatas simpisis
Hari ke-9 1 jari diatas simpisis
Hari ke-10 atau ke-12 Tidak teraba dari luar
Sumber : Sarwono, 2007
2) Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina selama masa
nifas. Jenis – Jenis Lochea menurut Suherni (2009), yaitu :
1) Lochea rubra (Cruenta) : ini berisi darah segar sisa – sisa selaput ketuban, sel – sel desidua, vernix
caseosa, lanugo dan meconium, selama 2 hari pasca persalinan.
2) Lochea sanguinolenta : warnanya merah kuning berisi darah dan lender. Ini terjadi pada hari ke – 3 –
7 pasca persalinan.
3) Lochea serosa : berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi pada hari ke – 7 – 14 pasca
persalinan.
4) Lochea alba : cairan putih yang terjadinya pada hari setelah 2 minggu pasca persalinan.
5) Lochea parulenta : ini karena terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
6) Lochiotosis : lochea tidak lancar keluarnya.
3) Endometrium
Perubahan pada endometrium adalah trombosis, degenerasi, dan nekrosis ditempat implantasi
plasenta. Pada hari pertama tebal endometrium 2,5 mm, mempunyai permukaan yang kasar akibat
pelepasan desidua, dan selaput janin. Setelah tiga hari mulai rata, sehingga tidak ada pembentukan
jaringan parut pada bekas implantasi plasenta (Saleha, 2009).
4) Serviks
Perubahan yang terjadi pada servik ialah bentuk servik agak mengangah seperti corong,
segera setelah bayi lahir. Bentuk ini disebabkan oleh corpus uteri yang dapat mengadakan kontraksi,
sedangkan servik tidak berkontraksi sehingga seolah-olah pada perbatasan antara korvus dan servik
berbentuk semacam cincin (Sulistyawati, 2009).
b. Perubahan sistem pencernaan
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini disebabkan karena makanan
padat dan kurang berserat selama persalinan. Disamping itu rasa takut buang air besar, sehubungan
dengan jahitan pada perinium, jangan sampai lepas dan jangan takut akan rasa nyeri. Buang air
besar harus dilakukan tiga sampai empat hari setelah persalinan (Sulistyawati, 2009).
c. Perubahan perkemihan
Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8 minggu, tergantung pada keadaan sebelum
persalinan, lamanya partus kala dua dilalui, besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat
persalinan (Rahmawati, 2009).
d. Perubahan sistem muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah melahirkan. Pembuluh-pembuluh darah yang
berada diantara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan pendarahan
setelah plasenta dilahirkan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang meregang pada
waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tak jarang uterus
jatuh kebelakang dan menjadi retropleksi karena ligamentum rotundum menjadi kendor. Tidak jarang
pula wanita mengeluh kandungannya turun setelah melahirkan karena ligamen, fasia, jaringan
penunjang alat genetalia menjadi kendor. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu
setelah persalinan (Sulistyawati, 2009).
e. Perubahan tanda-tanda vital
1) Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat celsius. Sesudah partus dapat naik kurang
lebih 0,5 derajat celsius dari keadaan normal, namun tidak akan melebihi 8 derajat celsius. Sesudah
dua jam pertama melahirkan umumnya suhu badan akan kembali normal. Nila suhu lebih dari 38
derajat celsius, mungkin terjadi infeksi pada pasien.
2) Nadi berkisar antara 60-80 denyutan permenit setelah partus, dan dapat terjadi Bradikardia. Bila
terdapat takikardia dan suhu tubuh tidak panas. Mungkin ada pendarahan berlebihan atau ada vitium
kordis pada penderita pada masa nifas umumnya denyut nadi labil dibandingkan dengan suhu tubuh.
3) Pernafasan akan sedikit meningkat setelah partus kemudian kembali seperti keadaan semula.
4) Tekanan darah pada beberapa kasus ditemukan keadaan hipertensi postpartum akan menghilang
dengan sendirinya apabila tidak terdapat penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam setengah
bulan tanpa pengobatan (Saleha, 2009)

B. Sectio Caesarea
1. Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr,
melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (intact) (Syaifuddin, 2006)
Bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah irisan
pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau
lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui vagina akan mengarah pada komplikasi-
komplikasi, kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran normal (Dewi, 2007).
Dapat disimpulkan bahwa sectio caesarea adalah pengeluaran hasil konsepsi dengan cara
pembedahan yang menembus abdomen sampai ke uterus.
2. Indikasi
Berdasarkan waktu dan pentingnya dilakukan sectio caesarea, maka dikelompokkan 4 kategori
(Edmonds,2007) :
a. Kategori 1 atau emergency
Dilakukan sesegera mungkin untuk menyelamatkan ibu atau janin. Contohnya abrupsio plasenta,
atau penyakit parah janin lainnya.
b. Kategori 2 atau urgent
Dilakukan segera karena adanya penyulit namun tidak terlalu mengancam jiwa ibu ataupun janinnya.
Contohnya distosia.
c. Kategori 3 atau scheduled
Tidak terdapat penyulit.
d. Kategori 4 atau elective
Dilakukan sesuai keinginan dan kesiapan tim operasi.
Menurut Impey dan Child (2008), mengelompokkan 2 kategori, yaitu emergency dan elective
Caesarean section. Disebut emergency apabila adanya abnormalitas pada power atau tidak
adekuatnya kontraksi uterus. Passenger bila malaposisi ataupun malapresentasi. Serta Passage bila
ukuran panggul sempit atau adanya kelainan anatomi.
a. Indikasi Ibu
1) Panggul Sempit Absolut
2) Tumor yang dapat mengakibatkan Obstruksi
3) Plasenta Previa
4) Ruptura Uteri
5) Disfungsi Uterus (Prawirohardjo, 2009)
6) Solutio Plasenta
b. Indikasi Janin
Kelainan Letak
1) Letak Lintang
2) Presentasi Bokong (Decherney,2007)
3) Presentasi Ganda atau Majemuk (Prawirohardjo, 2009)
4) Gawat Janin (Prawirohardjo, 2009).
5) Ukuran Janin
c. Indikasi Ibu dan Janin
1) Gemelli atau Bayi Kembar
2) Riwayat Sectio Caesarea
3) Preeklampsia dan Eklampsia (Decherney,2007).
d. Indikasi Sosial
3. Komplikasi
Kemungkinan komplikasi dilakukannya pembedahan SC menurut Wiknjosastro (2002)
a. Infeksi puerperal
Komplikasi yang bersifat ringan seperti kenaikan suhu tubuh selama beberapa hari dalam masa nifas
yang bersifat berat seperti peritonitis, sepsis.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria uterine ikut terbuka atau
karena atonia uteri.
c. Komplikasi lain seperti luka kandung kemih, kurang kuatnya jaringan parut pada dinding uterus
sehingga bisa terjadi ruptur uteri pada kehamilan berikutnya
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien Post SC diantaranya:
a. Penatalaksanaan secara medis
1) Analgesik diberikan setiap 3 – 4 jam atau bila diperlukan seperti Asam Mefenamat, Ketorolak,
Tramadol.
2) Pemberian tranfusi darah bila terjadi perdarahan partum yang hebat.
3) Pemberian antibiotik seperti Cefotaxim, Ceftriaxon dan lain-lain. Walaupun pemberian antibiotika
sesudah Sectio Caesaria efektif dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya
dianjurkan.
4) Pemberian cairan parenteral seperti Ringer Laktat dan NaCl.
b. Penatalaksanaan secara keperawatan
1) Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 4 jam
kemudian.
2) Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat
3) Mobilisasi
a) Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur dengan dibantu paling
sedikit 2 kali.
b) Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.
4) Pemulangan
Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima setelah operasi (Bobak,
2004)

C. Medis Operatif Wanita (MOW)


1. Pengertian
Kontrasepsi merupakan suatu usaha untuK mencegah kehamilan. Alat
kontrasepsi ini ada yang berjangka pendek dan berjangka panjang (Handayani, 2010).
MOW (Medis Operatif Wanita) adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan
fertilitas atau kesuburan perempuan dengan mengokulasi tuba
fallopi (mengikat dan memotong atau memasang cincin) sehingga
sperma tidak dapat bertemu dengan ovum (Noviawati dan Sujiyatini, 2009).
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk
menghentikan fertilitas atau kesuburan perempuan dengan
mengokulasi tuba fallopi (mengikat dan memotong atau memasang
cincin) sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan ovum (Noviawati dan Sujiayatini, 2009).
Jadi, dasar dari MOW ini adalah mengokulasi
tubafallopi sehingga spermatozoa dan ovum tidak dapat bertemu (Hartanto, 2004)
2. Program MOW
Program MOW sendiri dibagi menjadi 2 yaitu diantaranya:
a. Program rumah sakit
1) Pelaksanaan MOW pasca operasi /pasca melahirkan
2) Mempunyai penyakit ginekologi
b. Reguler: MOW dapat dilakukan pada masa interval
3. Syarat melakukan MOW (Medis Operatif Wanita)
Syarat dilakukan MOW yaitu sebagai berikut:
a. Syarat Sukarela
Syarat sukarela meliputi antara lain pengetahuan pasangan
tentang cara cara kontrasepsi lain, resiko dan keuntungan kontrasepsi mantap serta
pengetahuan tentang sifat permanen pada kontrasepsi ini (Wiknjosastro, 2005)
b. Syarat Bahagia
Syarat bahagia dilihat dari ikatan perkawinan yang syah dan
harmonis, umur istri sekurang kurangnya 25 dengan sekurang kurangnya 2 orang anak hidup
dan anak terkecil lebih dari 2 tahun (Wiknjosastro, 2005)
c. Syarat Medik
Setiap calon peserta kontrasepsi mantap wanita harus dapat
memenuhi syarat kesehatan, artinya tidak ditemukan hambatan atau kontraindikasi untuk
menjalani kontrasepsi mantap. Pemeriksaan seorang dokter diperlukan untuk dapat
memutuskan apakah seseorang dapat menjalankan kontrasepsi
mantap. Ibu yang tidak boleh menggunakan metode kontrasepsi mantap antara lain ibu yang
mengalami peradangan dalam rongga panggul, obesitas berlebihan dan ibu yang sedang hamil
atau dicurigai sedang hamil (BKKBN, 2006)

BAB III
TINJAUAN KASUS

Tanggal pengkajian : Selasa, 15 Desember 2015


Jam : 11.00 WITA
Tempat pengkajian : Ruang Nifas

A. DATA SUBJEKTIF
1. Identitas pasien

Istri Suami
Nama Ny. H Tn. Z
Umur 32 Tahun 45 Tahun
Agama Islam Islam
Suku/ Bangsa Banjar/Indonesia Banjar/Indonesia
Pendidikan SD SMP
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga Swasta
Alamat Desa Sungai Punggu Desa Sungai Punggu
Baru RT 8 Baru RT 8

2. Keluhan Utama
Ibu mengeluh nyeri perut pada bagian luka bekas operasi pada jam 08.50 WITA, serta keluar
darah melalui kemaluan cair merembes dan bergumpal sebanyak 1/3 bagian pampers ibu saat
menggerakkan kaki.

3. Riwayat Perkawinan
Kawin 1 kali, kawin pertama umur 17 tahun dengan suami sekarang sudah 15 tahun.

4. Riwayat Obtetri
PIVA0

Kehamilan Persalinan Bayi


Penyul
N Tahu Peny Peny Keadaa Ket
Car Tempat/ P Sek it
o n UK u- UK Penolon u- BB n .
a B s Nifas
lit g lit Lahir
250
39 39 49
Spt RS/ Tdk 0 Normal
1. 2001 mg - mg c Lk - -
BK Bidan ada gra Hidup
g g m
m
230
40 40 48
RS / Tdk 0 Normal
2. 2006 mg - mg SC c Lk - -
Dokter ada gra Hidup
g g m
m
230
39 39 50
RS / Tdk 0 Normal
3. 2013 mg - mg SC c Lk - -
Dokter ada gra Hidup
g g m
m

4. 2015 Ini

5. Riwayat Persalinan Sekarang


a. Umur kehamilan saat melahirkan: 40 minggu
b. Tanggal / jam melahirkan : Selasa, 15 Desember 2015 /
08.50 WITA
c. Tempat / penolong : Rumah Sakit / Dokter
d. Cara persalinan : Sectio Caesarea
e. Penyulit saat persalinan : Preeklamsi Berat
Riwayat Sectio Caesarea 2 kali
f. Keadaan bayi : Hidup, Segera menangis
JK : Laki-laki
BB : 3350 gram
PB : 49 cm

6. Riwayat Keluarga Berencana


a. Jenis : Suntik 3 bulan
b. Lama : 1 tahun
c. Masalah : tidak ada
7. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan ibu
Ibu mengatakan menderita tekanan darah tinggi saat hamil, ibu tidak pernah menderita
penyakit keturunan seperti Asma, Diabetes Mellitus dan penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS
serta tidak ada riwayat kembar.
b. Riwayat kesehatan keluarga
Ibu mengatakan dari pihak keluarga tidak pernah menderita penyakit keturunan seperti Asma,
jantung, Diabetes Mellitus dan penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS serta tidak ada riwayat
kembar.

8. Pola Kebutuhan
Pukul 08.50 – 11.00 WITA
a. Nutrisi
Selama menjalani perawatan ibu hanya diberikan nutrisi melalui cairan infus RL dan D5%
b. Eliminasi
1) BAB : Ibu belum BAB
2) BAK
a) Dower Cateter : Terpasang
b) Volume : 700 cc sejak setelah operasi
c) Warna : Kuning
d) Masalah : Tidak ada
c. Personal Hygiene
1) Frekuensi mandi : Hanya diseka
2) Frekuensi gosok gigi :-
3) Frekuensi ganti pakaian : Sesuai kebutuhan
d. Aktifitas : Menggerakkan kaki
e. Pola stirahat/ Tidur
Selama 2 jam post operasi ibu hanya istirahat selama 30 menit

f. Pemberian ASI
Ibu belum memberikan ASI kepada bayi karena mobilisasi ibu 2 jam terakhir baru bisa menggerakkan
kaki dan bayi masih dirawat di ruang bayi.

9. Data Psikologis, sosial dan spiritual


a. Tanggapan ibu dan keluarga terhadap kelahiran bayinya: Senang
b. Tanggapan ibu terhadap perubahan fisiknya : Baik
c. Tanggapan ibu terhadap proses persalinan : Tidak mudah
d. Pengetahuan ibu terhadap perawatan bayi : Orang tua
Dan Bidan
e. Pengambil keputusan dalam keluarga : Suami
f. Hubungan sosial ibu dengan keluarga : Baik
g. Orang yang membantu merawat bayi : Orang Tua
h. Adat kebiasaan yang berkaitan dengan perawatan bayi : Tasmiyah,
dan Aqiqah
i. Kegiatan spiritual yang dilakukan pada masa nifas : Berdoa
B. DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan Umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Berat badan : 65 kg
d. Tinggi : 150 cm
e. Tanda Vital : Tekanan Darah : 120/90 mmHg
Suhu : 36 ºC
Respirasi : 24 x/menit
Nadi : 80 x/menit
a Nyeri : 1-3, Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat
berkomunikasi dengan baik
Smeltzer, S.C bare B.G (2002)

2. Pemeriksaan Khusus

a. Inspeksi
Kepala : Kulit kepala bersih, rambut hitam, tidak rontok
dan tidak ada ketombe.
Muka : Tampak pucat, tidak tampak oedema.
Mata : Simetris, sklera putih, konjungtiva pucat
Telinga : Simetris, tidak ada pengeluaran serumen.
Hidung : Tidak tampak pergerakan cuping hidung, tidak
ada polip dan tidak ada pengeluaran secret.
Mulut : Bibir tidak pucat, tidak sariawan, tidak pecah-
pecah.
Leher : Tidak tampak pembesaran vena jugularis dan
pembengkakkan kelenjar tiroid.
Dada : Tidak ada retraksi dada saat inspirasi dan
ekspirasi.
Mamae : Simetris, puting susu menonjol
Abdomen : Tampak luka bekas operasi dan tidak ada
tanda-tanda infeksi
Genetalia : Tampak selang DC, pengeluaran darah cair
sedikit merembes dan menggumpal sebanyak ±
500 ml
Tungkai : Simetris, tampak oedem dan tidak tampak
varises.

b. Palpasi
Leher : Tidak teraba pembesaran vena jugularis
dan pembengkakkan kelenjar tiroid.
Mamae : Tidak ada nyeri tekan atau massa, terdapat
pengeluaran colostrum.
Abdomen : TFU teraba keras 2 jari dibawah pusat
Tungkai : Teraba oedem dan tidak teraba varises.
c. Perkusi
Reflek Patella : kiri / kanan, (+) / (+)
Cek Ginjal : tidak dilakukan karena pasien belum bisa duduk

3. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 12 Desember 2015
Haemoglobin : 6,4 gr/dl normal 11-16 gr/dl

C. ANALISA DATA
1. Diagnosa Kebidanan : PIVA0 post Sectio Caesarea atas indikasi riwayat
Sectio Caesarea 2kali dan Medis Operatif Wanita
(MOW) hari ke-0
2. Masalah : Anemia berat, nyeri perut luka bekas operasi
3. Kebutuhan : KIE, Kolaborasi dengan Dokter

D. PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa keadaan umum ibu baik, TD: 120/90 mmHg, N: 80 x/menit,
R: 24 x/menit, T: 36oC, konjungtiva ibu pucat, TFU: 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik, pengeluaran
darah sebanyak 1/3 bagian pampers ibu dan HB : 6,4 gr/dl
“Ibu mengetahui hasil pemeriksaan”
2. Memberitahu ibu bahwa ibu mengalami anemia berat dimana kadar haemoglobin dalam darah ibu <7
gr/dl
“Ibu mengetahui keadaan yang ibu alami”
3. Memberitahu ibu bahwa nyeri perut yang dirasakan adalah pengaruh obat oksitosin yang dicampur
kedalam infus untuk merangsang kontraksi uterus proses pengembalian uterus kedalam bentuk
seperti sebelum hamil dan mencegah terjadinya perdarahan.
“Ibu mengerti penyebab keluhan”
4. Mengajarkan ibu teknik relaksasi dengan cara menarik nafas dalam melalui hidung, kemudian
menghembuskan secara perlahan melalui mulut dan mengompres bagian yang nyeri dengan air
hangat.
“Ibu mengetahui teknik relaksasi”
5. Mengobservasi keadaan umum ibu,vital sign dan jumlah pengeluaran darah pervaginam
6. Membantu ibu dalam melakukan mobilisasi bertahap yaitu menggerak-gerakan kedua kaki ibu.
“Ibu mampu melakukan mobilisasi bertahap”
7. Memberikan terapi sesuai dengan advis dokter, yaitu:
a. Cairan infus D5 % : RL,1:1 20 tetes/menit
b. Drip Oksitosin 1 ampul dalam cairan RL 20 tetes/menit
c. Drip Ketorolac 2x1 ampul dalam cairan RL 20 tetes/menit
d. Injeksi ceftriaxone 2x1 gram per IV

CATATAN PERKEMBANGAN
No Hari, Tanggal / Catatan Perkembangan
Jam
1. Rabu, 16 Desember S:
2015 Ibu mengatakan nyeri luka operasi
Dinas Pagi berkurang, pengeluaran darah pervaginam
berkurang, sudah bisa duduk
O:
- k/u : baik Kesadaran : CM
- Konjungtiva pucat
- Kontraksi uterus baik
- TFU 2 jari dibawah pusat
- Lochea Rubra, tanda-tanda infeksi luka
post operasi (-), perdarahan aktif (-)
- TD :130/90 mmHg, N : 90 x/menit
R : 21 x/menit, T : 37oC DC : 700 ml
A:
PIVA0 post Sectio Caesarea atas indikasi
riwayat Sectio Caesarea 2kali dan Medis
Operatif Wanita (MOW) hari ke-1 dengan
anemia berat
P:
- Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
- Mengajarkan ibu teknik relaksasi
- Membantu memenuhi kebutuhan nutrisi
makan dan minum ibu
- Mengobservasi keadaan umum, tanda
vital dan jumlah pengeluaran darah
pervaginam
- Memberikan terapi sesuai dengan advis
dokter, yaitu:
Injeksi ceftriaxone 2x1 gram per IV
Drip Oksitosin 1 ampul
Drip Ketorolac 2x1 ampul
Rencana transfusi darah 2 kolf
2. Rabu, 17 Desember S:
2015 Ibu mengatakan nyeri luka operasi
Dinas Malam berkurang, pengeluaran darah pervaginam
sedikit, sudah bisa berjalan
O:
- k/u : baik Kesadaran : CM
- Konjungtiva kemerahan
- Kontraksi uterus baik
- TFU 2 jari dibawah pusat
- Lochea Rubra, tanda-tanda infeksi luka
post operasi (-), perdarahan aktif (-)
- TD :140/100 mmHg, N : 88 x/menit
R : 24 x/menit, T : 36,9oC BAK :+
A:
PIVA0 post Sectio Caesarea atas indikasi
riwayat Sectio Caesarea 2kali dan Medis
Operatif Wanita (MOW) hari ke-2 dengan
anemia berat
P:
- Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
- Mengajarkan ibu teknik relaksasi
- Menganjurkan ibu makan/minum yang
bergizi
- Menganjurkan ibu untuk tetap menjaga
kebersihan diri, daerah genetalia dan luka
bekas operasi
- Memotivasi ibu untuk tetap memberikan
ASI kepada bayi secara on demand
- Memberikan terapi sesuai dengan advis
dokter, yaitu:
IVFD RL 20 tpm
Injeksi ceftriaxone 2x1 gram per IV
Drip Ketorolac 2x1 ampul
Injeksi Lasix 1x1 ml per IV

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada tanggal 14 Desember 2015 ibu datang ke IGD RSUD dr. H. Moch. Ansari Saleh
Banjarmasin bersama dengan suaminya mengeluh perut mules dan ingin melahirkan. Setelah
dilakukan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang, kemudian ibu diantar ke ruang bersalin. Dari
hasil anamnesa ibu berumur 32 tahun, ini adalah kehamilan keempat, ibu sudah pernah melahirkan
melalui operasi sectio caesarea sebanyak 2 kali. Ibu mengatakan ingin dilakukan sterilisasi atas
dasar suka rela dan diketahui oleh suami. Hal ini sesuai dengan teori menurut Decherney (2007)
bahwa indikasi dilakukannya sectio caesarea yaitu atas indikasi ibu dan bayi salah satunya adalah
riwayat sectio caesarea. Sehingga pada tanggal 15 Desember 2015, ibu direncanakan untuk operasi
sectio caesarea. Dan berdasarkan program rumah sakit MOW dilakukan setelah operasi serta syarat
MOW salah satunya adalah syarat suka rela.
Setelah operasi ibu diantar ke ruang nifas untuk diobservasi dan menjalani perawatan. Selama
di ruang nifas ibu dilakukan observasi pemeriksaan dan pencatatan tanda-tanda vital tiap 15 menit
jam pertama, 30 menit 4 jam selanjutnya, diberikan terapi sesuai dengan advis dokter yaitu
pemberian cairan melalui intra vena, analgetik, antibiotik, kateterisasi serta mobilisasi bertahap.
Karena ibu mengalami penurunan kadar haemoglobin maka ibu harus mendapatkan transfusi darah
sesuai dengan advis dokter. Setelah dirawat selama 2 hari, keadaan ibu mulai membaik, dihari ketiga
hasil pemeriksaan dokter mengatakan bahwa keadaan ibu sudah lebih baik dari hari kedua. Ibu
diizinkan pulang tetapi sebelumnya dilakukan perawatan luka operasi, ganti perban, melepas infus
dan kateterisasi. Sebelum ibu pulang, petugas kesehatan memberikan konseling tentang perawatan
luka operasi untuk tetap bersih dan kering, menjaga personal hygene ibu dan bayi, cara merawat tali
pusat bayi, diet tinggi protein seperti mengkonsumsi tahu, tempe, ikan, susu dan sebagainya, serta
menganjurkan ibu untuk kontrol ulang di poli kebidanan RSUD dr. H. Moch. Ansari Saleh Banjarmasin
pada tanggal 22 Desember 2015. Hal ini sesuai dengan teori menurut Bobak (2004), bahwa
perawatan post SC dilaksanakan berdasarkan perawatan medis dan keperawatan yaitu observasi
tanda-tanda vital pasca operasi, pemberian analgetik, antibiotik, kateterisasi, mobilisasi dan transfusi
darah bila terjadi perdarahan. Apabila keadaan ibu sudah membaik dan tidak ada komplikasi lain
maka ibu diperbolehkan pulang.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Laporan kasus asuhan kebidanan yang diberikan kepada Ny. H mulai dari anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan sesuai dengan teori yang ada
bahwa Ny.H telah memiliki riwayat sectio caesarea dan kurang dari 2 tahun sehingga untuk
kehamilan yang sekarang ibu harus dilakukan sectio caesarea kembali. Serta untuk mencegah ibu
tidak hamil kembali dan sudah disetujui oleh suami dengan suka rela ibu melakukan medis operatif
wanita (MOW). Penatalaksanaan selama post operasi yang dilakukan di ruang nifas sesuai dengan
teori yang ada, Penatalaksanaan perawatan medis dan keperawatan yaitu observasi tanda-tanda vital
pasca operasi, pemberian analgetik, antibiotik, kateterisasi, mobilisasi dan transfusi darah bila terjadi
perdarahan. Serta ibu tidak mengalami komplikasi sehingga ibu diperbolehkan pulang.

B. Saran
1. Bagi Institusi
Diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan
informasi bagi institusi pendidikandalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dimasa
yang akan datang.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan, keterampilan dan mutupelayanan yang
profesional oleh tenaga kesehatan untuk memberikan asuhan kebidanan khususnya pada ibu post
sectio caesarea atas indikasi riwayat sectio caesarea dan medis operatif wanita (MOW)

3. Bagi Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat
menambah wawasan keilmuan dan pengalaman sertaketerampilan dalam melakukan asuhan
kebidanan pada ibu post sectio caesarea atas indikasi riwayat sectio caesarea dan medis operatif
wanita (MOW)
4. Bagi Pasien
Diharapkan klien dapat mengetahui dan mengerti asuhan yang diberikan selama masa nifas post
sectio caesarea atas indikasi riwayat sectio caesarea dan medis operatif wanita (MOW)
DAFTAR PUSTAKA
Andon, H., Tabloid Nakita, No.493/Th. X13 September 2008
Badan Pusat Statistik. 2013. Survei Demografi Dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.
BKKBN.2006. Buku Saku Bagi Petugas Lapangan Program KB Nasional Materi Konseling. Jakarta
Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas / Maternity Nursing (Edisi 4), Alih
Bahasa Maria A. Wijayati, Peter I. Anugerah. Jakarta: Egc
Depkes RI. 2010. Survei Kesehatan Rumah Tangga Tahun 2010. Jakarta: Departement Kesehatan RI.
Dewi, Y. 2007. Operasi Caesar. Pengantar Dari A Sampai Z. Jakarta : Edsa Mahkota
Handayani, Sri. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta: Pustaka Rihanna.
Hartanto Hanafi, 2004, Keluarga Berencana dan Kontrasepsi, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Edmonds, Dk. 2007. Dewhurst’s Textbook Of Obstetrics And Gynaecology, Seventh Edition. Blackwell

Anda mungkin juga menyukai