Anda di halaman 1dari 18

“Muhammadiyah Sebagai Gerakan Pendidikan”

AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN

Dosen pengampu :

Disusun Oleh :

M. Ridhwan Arif SR172110057

Rahayu Setianingsih SR172110048

Alma SR172110063

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN

MUHAMMADIYAH PONTIANAK

2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang Muhammadiyah Sebagai Gerakan
Pendidikan.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang Muhammadiyah


Sebagai Gerakan Pendidikan dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.

Pontianak, 22 November 2018

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ................................................................................................................. 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 4
A. Latar Belakang ................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 5
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 5
D. Manfaat Penulisan .............................................................................................. 5
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................................... 6
A. Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Gerakan Muhammadiyah ...................... 6
B. Cita-cita Pendidikan Muhammadiyah ................................................................ 9
C. Bentuk & Model Pendidikan Muhammadiyah ................................................ 12
D. Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhammadiyah ........................................ 13
E. Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah ................................ 14
BAB III PENUTUP .................................................................................................... 17
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 17
B. Saran ................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 18
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat kolonial Belanda menjajah bumi nusantara, Pendidikan Islam telah
tersebarluas dalam wujud “pondok pesantren”, dimana islam diajarkan di
musholla/langgar/masjid. Sistem yang digunakan seperti sistem sorogan, bandongan,
dan wetonan.Sorogan adalah sistem pendidikan dimana secara perorangan
menghadap kyai dengan membawa kitab, kyai membacakan dan mengartikan
kemudian sang santri menirukannya. Bandongan atau Wetonan adalah sang kyai
membaca, mengartikan dan menjelaskan maksud teks dari kitab tertentu namun sang
santri hanya mendengarkan penjelasan dari sang kyai.Sistem pendidikan semasa itu
hanya berorientasi pada hafalan teks semata, sehingga tidak merangsang santri untuk
berdiskusi.
Cabang ilmu agama yang diajarkan sebatas Hadits dan Mustholah Hadist,
Fiqih dan Usul Fiqih, Ilmu Tauhid, Ilmu Tasawuf, Ilmu Mantiq, Ilmu Bahasa Arab.
Ini berlangsung hingga awal abad ke-20. Sudah barang tentu di sekolah Belanda para
murid tidak diperkenalkan pendidikan Islam sehingga menjadikan cara berfikir dan
tingkah laku mereka banyak yang menyimpang dari ajaran Islam.Melihat kenyataan
ini K.H Ahmad Dahlan beserta para tokoh bertekad untuk memperbaharui pendidikan
bagi umat Islam.Pembaharuan yang dimaksud meliputi dua segi, yaitu segi cita-cita
dan segi teknik. Segi cita-cita adalah untuk membentuk manusia muslim yang
berakhlaqul karimah, alim, luas pandangan dan paham terhadap masalah keduniaan,
cakap, serta bersedia berjuang untuk kemajuan agama Islam. Sedang dari Segi teknik
adalah lebih banyak berhubungan dengan cara-cara penyelenggaraan pendidikan
modern terutama system/model pembelajaran yang diterapkan selama pelaksanaan
pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa faktor-faktor yang melatarbelakangi pendidikan muhammadiyah?
2. Apa Cita-cita pendidikan muhammadiyah?
3. Apa bentuk dan model pendidikan muhammdiyah?
4. Apa tantangan dan revitalisasi pendidikan muhammadiyah?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Khusus
Untuk memberi pengetahuan dan wawasan tentang apa Muhammadiyah itu
Sebagai Gerakan Pendidikan.
2. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi pendidikan
muhammadiyah
b. Untuk mengetahui Cita-cita pendidikan muhammadiyah
c. Untuk mengetahui bentuk dan model pendidikan muhammdiyah
d. Untuk mengetahui tantangan dan revitalisasi pendidikan muhammadiyah

D. Manfaat Penulisan
1. Menambah keragaman ilmu pengetahuan dan wawasan bagi mahasiswa STIK
Muhammadiyah Pontianak
2. Memberikan referensi mengenai pembahasan yang menyeluruh meliputi
berbagai hal yang berkaitan dengan
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Gerakan Muhammadiyah


1. Faktor Internal
a. Kelemahan dan praktek ajaran islam
1) Tradisionalisme
Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan
pengukuhan yang kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan
menutup kemungkinan untuk melakukan ijtihad dan pembaharuan –
pembaharuan dalam bidang agama. Paham dan praktek agama seperti ini
mempersulit agenda umat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan
baru yang banyak datang dari luar(barat). Tidak jarang, kegagalan dalam
melakukan adaptasi itu termanifestasikan dalam bentuk – bentuk sikap
penolakan terhadap perubahan dan kemudian berapologi terhadap
kebenaran tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup selama ini.
2) Sinkretisme
Pertemuan Islam dengan budaya lokal disanping telah memperkaya
khasanah budaya Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format –
format sinkretik, percampuradukkan antara sistem kepercayaan asli
masyarakat – masyarakat budaya setempat. Sebagai proses budaya,
percampuradukkan budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang –
kadang menimbulkan persoalan ketika percampuradukkan itu
menyimpang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam tinjauan
aqidah Islam. Orang Jawa misalnya, meski secara formal mengaku
sebagai muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli mereka yang
animistik tidak berubah. Kepercayaan terhadap roh – roh halus,
pemujaan arwah nenek moyang, takut pada yang angker, kuwalat dan
sebagainya menyertai kepercayaan orang Jawa. Islam, Hindu, Budha,
dan animisme hadir secara bersama – sama dalam sistem kepercayaan
mereka, yang dalam aqidah Islam banyak yang tidak dapat dipertanggung
jawabkan secara Tauhid.
b. Kelemahan lembaga pendidikan islam
Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan siste
pendidikan Islam yang khas Indonesia. Transformasi nilai – nilai keIslamaan
ke dalam pemahaman dan kesadran umat secara institusional sangat berhutang
budi pada lembaga ini. Namun terdapat kelemahan dalam sistem pendidikan
Pesantren yang menjadi kendala untuk mempersiapkan kader – kader umat
Islam yang dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan zaman. Salah satu
kelemahan itu terletak pada mmateri pelajaran yang hanya mengajarkan
pelajaran agama, seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist, Ilmu Kalam, Tasawuf
dan ilmu falak. Pesantren tidak mengajarkan materi – materi pendidikan
umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika, ekonomi dan lain
sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam untuk memahami
perkembangan zaman dan dalam rangka menunaikan tugas sebagai khalikfah
di muka bumi. Ketiadaan lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua
materi inilah yang menjadi salah satu latar belakang dan sebab kenapa K.H.
Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yakni untuk melayani kebutuhan
umat terhadap ilmu pengetahuan yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu
duniawi.
2. Faktor Eksternal
a. Kristenisasi
Faktor eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran
Muhammadiyah adalah Kristenisasi, yakni kegiatan – kegiatan yang
terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang
muslim maupun bukan, menjadi Kristen. Kristenisasi ini mendapatkan
peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme
Belanda. Misi Kristen, baik Katholik maupun Protestan di Indonesia,
memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan
– kegiatan Kristenisasi ini didukung dan dibantu dana – dana negara
Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristenisasi inilah yang terutama
menggugah K.H. Ahmad Dahlan untuk membentengi umat Islam dari
pemurtadan.
b. Kolonialisme Belanda
Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi
perkembangan Islam di wilayah Nusantara ini, baik secara sosial politik,
ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam
Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin
menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk
melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, K.H. Ahmad Dahlan dengan
mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap
kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya
meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan.
c. Gerakan Pembaharuan Timur Tengah
Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah
satu mata rantai dari sejarah panjang gerakan pebaharuan yang dipelopori oleh
Ibnu Taymiyah, Ibnu Qayyim, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al
- Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya. Persentuhan
itu terutama diperoleh melalui tulisan – tulisan Jamaluddin al – Afgani yang
dimuat dala majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh K.H. Ahmad
Dahlan. Tulisan – tulisan yang membawa angin segar pembaharuan itu,
ternyata sangat mempengaruhi K.H. Ahmad Dahlan, dan merealisasikan
gagasan – gagasan pembaharuan ke dalam tindakan amal yang riil secara
terlembaga.
B. Cita-cita Pendidikan Muhammadiyah
Cita-cita pendidikan yang digagas Kyai Dahlan adalah lahirnya manusia-
manusia baru yang mampu tampil sebagai “ulama-intelek” atau “intelek-ulama”,
yaitu seorang muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat
jasmani dan rohani. Dalam rangka mengintegrasikan kedua sistem pendidikan
tersebut, Kyai Dahlan melakukan dua tindakan sekaligus; memberi pelajaran agama
di sekolah-sekolah Belanda yang sekuler, dan mendirikan sekolah-sekolah sendiri di
mana agama dan pengetahuan umum bersama-sama diajarkan. Kedua tindakan itu
sekarang sudah menjadi fenomena umum; yang pertama sudah diakomodir negara
dan yang kedua sudah banyak dilakukan oleh yayasan pendidikan Islam lain. Namun,
ide Kyai Dahlan tentang model pendidikan integralistik yang mampu melahirkan
muslim ulama-intelek masih terus dalam proses pencarian. Sistem pendidikan
integralistik inilah sebenarnya warisan yang musti kita eksplorasi terus sesuai dengan
konteks ruang dan waktu, masalah teknik pendidikan bisa berubah sesuai dengan
perkembangan ilmu pendidikan atau psikologi perkembangan.Dalam rangka
menjamin kelangsungan sekolahan yang ia dirikan maka atas saran murid-muridnya
Kyai Dahlan akhirnya mendirikan persyarikatan Muhammadiyah tahun 1912. Metode
pembelajaran yang dikembangkan Kyai Dahlan bercorak kontekstual melalui proses
penyadaran. Contoh klasik adalah ketika Kyai menjelaskan surat al-Ma’un kepada
santri-santrinya secara berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu
menganjurkan supaya kita memperhatikan dan menolong fakir miskin, dan harus
mengamalkan isinya. Setelah santri-santri itu mengamalkan perintah itu baru diganti
surat berikutnya. Ada semangat yang mesti dikembangkan oleh
pendidikan Muhammadiyah, yaitu bagaimana merumuskan sistem pendidikan ala
al-Ma’un sebagaimana dipraktekkan Kyai Dahlan.Anehnya, yang diwarisi oleh warga
Muhammadiyah adalah teknik pendidikannya bukan cita-cita pendidikan, sehingga
tidak aneh apabila ada yang tidak mau menerima inovasi pendidikan. Inovasi
pendidikan dianggap sebagai bid’ah. Sebenarnya, yang harus kita tangkap dari Kyai
Dahlan adalah semangat untuk melakukan perombakan atau etos pembaruan, bukan
bentuk atau hasil ijtihadnya. Menangkap api tajdid, bukan arangnya.
Dalam konteks pencarian pendidikan integralistik yang mampu memproduksi
ulama-intelek-profesional, gagasan Abdul Mukti Ali menarik disimak. Menurutnya,
sistem pendidikan dan pengajaran agama Islam di Indonesia ini yang paling baik
adalah sistem pendidikan yang mengikuti sistem pondok pesantren karena di
dalamnya diresapi dengan suasana keagamaan, sedangkan sistem pengajaran
mengikuti sistem madrasah/sekolah, jelasnya madrasah/sekolah dalam pondok
pesantren adalah bentuk sistem pengajaran dan pendidikan agama Islam yang
terbaik. Dalam semangat yang sama belakangan ini sekolah-sekolah Islam tengah
berpacu menuju peningkatan mutu pendidikan. Salah satu model pendidikan terbaru
adalah full day school, sekolah sampai sore hari, tidak terkecuali di lingkungan
Muhammadiyah.Satu dekade terakhir ini virus sekolah unggul benar-benar
menjangkiti seluruh warga Muhammadiyah.Lembaga pendidikan Muhammadiyah
mulai Taman Kanak-kanak (TK) hingga Perguruan Tinggi (PT) berpacu dan
berlomba-lomba untuk meningkatkan kualitas pendidikan untuk menuju pada
kualifikasi sekolah unggul. Sekarang ini hampir di semua daerah kabupaten atau kota
terdapat sekolah unggul Muhammadiyah, terutama untuk tingkat TK dan Sekolah
Dasar. Sekolah yang dianggap unggul oleh masyarakat sehingga mereka
menyekolahkan anak-anak di situ pada umumnya ada dua tipe; sekolah model
konvensional tetapi memiliki mutu akademik yang tinggi, atau sekolah model baru
dengan menawarkan metode pembelajaran mutakhir yang lebih interaktif sehingga
memiliki daya panggil luas.
Apabila Muhammadiyah benar-benar mau membangun sekolah/universitas
unggul maka harus ada keberanian untuk merumuskan bagaimana landasan filosofis
pendidikannya sehingga dapat meletakkan secara tegas bagaimana posisi lembaga-
lembaga pendidikan Muhammadiyah dihadapan pendidikan nasional, dan
kedudukannya yang strategis sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta fungsinya sebagai wahana dakwah Islamiyah. Ketiadaan orientasi
filosofis ini jelas sangat membingungkan; apa harus mengikuti arus pendidikan
nasional yang sejauh ini kebijakannya belum menuju pada garis yang jelas karena
setiap ganti menteri musti ganti kebijakan. Kalau memang memilih pada
pengembangan iptek maka harus ada keberanian memilih arah yang berbeda dengan
kebijakan pemerintah.Model pondok gontor bisa dijadikan alternatif, dengan bahasa
dan kebebasan berpikir terbukti mampu mengantarkan peserta didik menjadi
manusia-manusia yang unggul. Filsafat pendidikan memanifestasikan pandangan ke
depan tentang generasi yang akan dimunculkan. Filsafat yang dianut dan diyakini
oleh Muhammadiyah adalah berdasarkan agama Islam, maka sebagai konsekuensinya
logika, Muhammadiyah berusaha dan selanjutnya melandaskan filsafat pendidikan
Muhammadiyah atas prinsip-prinsip filsafat yang diyakini dan dianutnya.
Sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar, Muhammadiyah
dituntut untuk mengkomunikasikan pesan dakwahnya dengan menanamkan khazanah
pengetahuan melalui jalur pendidikan.Secara umum dapat dipastikan bahwa ciri khas
lembaga pendidikan Muhammadiyah yang tetap dipertahankan sampai saat adalah
dimasukkannya mata pelajaran AIK/lsmuba di semua lembaga pendidikan (formal)
milik Muhammadiyah. Hal tersebut sebagai salah satu upaya Muhammadiyah agar
setiap individu senantiasa menyadari bahwa ia diciptakan oleh Allah semata-mata
untuk berbakti kepada-Nya.Usaha Muhammadiyah mendirikan dan
menyelenggarakan sistem pendidikan modern, karena Muhammadiyah yakin bahwa
Islam bisa menjadirahmatan lil-‘alamin, menjadi petunjuk dan rahmat bagi hidup dan
kehidupan segenap manusia jika disampaikan dengan cara-cara modern.Dasarnya
adalah Allah berfirman: “Wahai jama’ah jin dan manusia, jika kalian sanggup
menembus (melintasi) pejuru langit dan bumi, maka lintasilah. Kamu sekalian tidak
akan sanggup melakukannya melainkan dengan kekuatan (ilmu pengetahuan)”(QS.
Ar-rahman/55:33).
C. Bentuk & Model Pendidikan Muhammadiyah
Pendidikan, menurut KH. Ahmad Dahlan, hendaknya diarahkan pada usaha
untuk membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, luas pandangan dan
paham masalah ilmu keduniaan serta bersedia berjuang untuk kemajuan
masyarakat. Pandangan pendidikan yang diinginkan oleh KH. Ahmad Dahlan inilah
yang sekarang akan digunakan sebagai pendidikan karakter.
Sebenarnya, pendidikan karakter sudah ada sejak organisasi Muhammadiyah
berdiri. Mengapa pendidikan Muhammadiyah dapat berkembang dengan pesat
? Sebab, Muhammadiyah memiliki model yang berbeda dalam kemasannya.Mulai
sistem pembelajaran hingga sistem administatif yang tertata rapi.
Model pendidikan Muhammadiyah yang didasarkan atas nilai-nilai
tertentu. Pertama, pendidikan Muhammadiyah merujuk pada nilai-nilai yang
bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi sebagai sumber sepanjang masa. Kedua,
ikhlas dan inspiratif dalam ikhtiar menjalankan tujuan
pendidikan. Ketiga, menerapakan prinsip musyawarah dan kerjasama dengan tetap
memelihara sikap kritis. Keempat, selalu memelihara dan menghidupkan prinsip
inovatif dalam menjalankan tujuan pendidikan. Kelima, memiliki kultur atau budaya
memihak kepada kaum yang mengalami kesengsaraan dengan melakukan proses-
proses kreatif. Hal tersebut, sesuai dengan tantangan dan perkembangan yang terjadi
pada masyarakat Indonesia.Keenam, memperhatikan dan menjalankan prinsip
keseimbangan dalam mengelolah lembaga pendidikan antara akal sehat dan kesucian
hati.
Dalam penyelenggaraannya pendidikan Muhammadiyah memiliki model yang
tidak selebihnya mengikuti pendidikan yang diselenggarakan pemerintah atau sekolah
umum lainnya. Model pendidikan Muhammadiyah lebih cenderung pada sistem
pendidikan moral atau yang sekarang lebih dikenal dengan pendidikan berbasis
karakter.Sejak awal, pendidikan Muhammadiyah bukan lagi berpatokan dengan
pendidikan berbasis kognitif.Pendidikan Muhammadiyah sudah sejak awal
berpatokan pada sistem pendidikan moral. Moral akan menjadikan sebuah
pendewasaan diri setiap siswa-siswi untuk bisa menghadapi masa depan. Justru
dengan adanya sistem pendidikan moral siswa-siswi akan tertantang untuk maju
menghadapi sistem pendidikan akademis dengan mudah.
Model icon adalah salah satu model yang dimiliki pendidikan
Muhammadiyah.Mulai dari ramah anak, ramah otak, ramah lingkungan, ramah
moral yangakan terus dikembangkan untuk kekhasan pendidikan Muhammadiyah.

D. Pemikiran dan Praksis Pendidikan Muhammadiyah


1. Pemikiran Pendidikan Muhammadiyah
a. Pendidikan moral, akhlak yaitu sebagai usaha menanamkan karakter
manusia yang baik berdasarkan al-qur’an dan as-sunnah.
b. Pendidikan individu, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan kesadran
individu yang utuh berkesinambungan antara perkembangan mental dan
gagasan antara keyakinan dan intelek, serta antara dunia dan akhirat
c. Pendidikan kemasyarakatan, yaitu sebagai usaha untuk menumbuhkan
kesediaan dan keinginan hidup bermasyarakat.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa dalam proses pendidikan haruslah mampu
menghasilkan lulusan:
a. Memiliki kepribadian yang utuh, seimbnag antara aspek jasmani dan rohani,
pengetahuan umum dan agama, duniawi dan akhirat
b. Memiliki jiwa sosial yang penuh dedikasi
c. Bermoral yg bersumber al-qur’an dan as-sunnah
2. Praksis Pendidikan Muhammadiyah
Muhammadiyah adalah salah satu gerakan dakwah islam yg berpengaruh
dalam perkembangan pendidikan di indonesia. Salah satu buktinya
muhammadiyah membangun pondok pesantren dg sistem pembelajaran yg
modern. Muhammadiyah sampai saat ini tetap konsekuen untuk mencetak elit
muslim lewat jalur pendidikan.
E. Tantangan dan Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah
1. Tantangan Pendidikan Muhammadiyah
a. Masalah Kualitas Pendidikan
Perekembangan amal usaha Muhammadiyah khususnya dalam bidang
pendidikan yang sangat pesat secara kuantitatif belum diimbangi peningkatan
kualitas yang sepadan, sehingga sampai batas tertentu kurang memiliki daya
saing yang tinggi, serta kurang memberikan sumbangan yang lebih luas dan
inovatif bagi pengembangan kemajuan umat dan bangsa.
Bahwa amal usaha Muhammadiyah dalam hal kualitas mengalami dua
masalah sekaligus, yaitu pertama terlambatnya pertumbuhan kualitas
dibandingkan dengan penambahan jumlah yang spektakuler, sehingga dalam
beberapa hal kalah saing dengan pihak lain. Kedua, tidak meratanya
pengembangan mutu lembaga pendidikan. Dalam jumlah aspek banyak
disoroti kelemahan amal usaha khususnya di bidang pendidikan yang kurang
mampu menunjukkan daya saing di tingkat nasional apalagi internasional.
Amal usaha Muhammadiyah tidak mengalami proses inovasi yang merata dan
signifikan, sehingga cenderung berjalan di tempat, kendati beberapa lainnya
mulai bangkit mengembangkan ide-ide dan metode baru dalam peningkatan
kualitas dan keberadaan amal usaha Muhammadiyah.
b. Permasalahan Profesionalisme Guru
Salah satu komponen penting dalam kegiatan pendidikan dann proses
pembelajaran adalah pendidik atau guru. Betapapun kemajuan teknologi telah
menyediakan berbagai ragam alat bantu untuk meningkatkan efektifitas proses
pembelajaran, namun posisi guru tidak sepenuhnya dapat tergantikan. Itu
artinya guru merupakan variable penting bagi keberhasilan pendidikan.
c. Masalah kebudayaan (alkulturasi)
Kebudayaan yaitu suatu hasil budi daya manusia baik bersifat material
maupun mental spiritual dari bangsa itu sendiri ataupun dari bangsa lain.
Suatu perkembangan kebudayaan dalam abad modern saat ini adalah tidak
dapat terhindar dari pengaruh kebudayaan bangsa lain. Kondisi demikian
menyebabkan timbulnya proses alkulturasi yaitu pertukaran dan saling
berbaunya antara kebudayaan yang satu dengan yang lainnya.
d. Permasalahan Strategi Pembelajaran
Era globalisasi pada saat ini mempunyai pengaruh yang sangat signifikan
terhadap pola pembelajaran yang mampu memberdayakan para peserta didik.
Tuntutan global telah merubah paradigma pembelajaran dari paradigma
pembelajaran antar disional ke paradigma pembelajaran baru mengambarkan
paradigma pembelajaran sebagai berpusat pada guru menggunakan media
tunggal, berlangsung secara terisolasi, interaksi guru-murid berupa pemberian
informasi dan pengajaran berbasis faktual atau pengetahuan.
e. Masalah Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Sebagaimana telah kita sadari bersama bahwa dampak positif daripada
kemajuan teknologi sampai kini adalah bersifat fasiliatis (mempermudahkan).
Teknologi menawarkan berbagai kesantaian dan ketenangan yang semakin
beragam.
Dampak negatif dari teknologi modern telah mulai menampakkan diri di
depan mata kita,, yang pada prinsipnya melemahkan daya mental-
spiritual/jiwa yang sedang tumbuh berkembang dalam berbagai bentuk
penampilannya. Pengaruh negatif dari teknologi elektronik dan informatika
dapat melemahkan fungsi-fungsi kejiwaan lainnya seperti kecerdasan pikiran,
ingatan, kemauan dan perasaan (emosi) diperlemah kemampuan aktualnya
dengan alat-alat teknologi-elektronis dan informatika seperti komputer, foto
copy, dan sebagainya.
f. Tantangan era globalisasi terhadap pendidikan agama Islam di antaranya,
krisis moral
Melalui tayangan acara-acara di media elektronik dan media massa lainnya,
yang menyuguhkan pergaulan bebas, sex bebas, konsumsi alcohol dan
narkotika, perselingkuhan, pornografi, kekerasan, liar dan lain-lain. Hal ini
akan berimbas pada perubahan negatif generasi muda seperti tawuran,
pemerkosaan, hamil di luar nikah, penjambretan, pencopetan, penodongan,
pembunuhan oleh pelajar, malas belajar dan tidak punya integritas dan krisis
akhlaq lainnya.
g. Dampak negatif dari era globalisasi adalah krisis kepribadian
Di era globalisasi sekarang ini, bangsa Indonesia sedang mengalami sebuah
perubahan yang besar disegala sektor. Ini dibuktikan dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang begitu cepat. Dengan kemajuan teknologi
dan informasi seperti televisi, komputer, internet, media cetak dan elektronik
mengakibatkan bangsa Indonesia dapat dengan mudah mengakses informasi
baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Selain itu, dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi juga dapat menimbulkan kemerosotan norma-
norma dalam kehidupan bermasyarakat, kebobokran akhlak (perilaku), serta
bentuk penyimpangan lainnya yang kini telah merebak dalam masyarakat
Indonesia khususnya generasi muda dalam hal ini pelajar atau mahasiswa.
Mereka lebih mementingkan urusan duniawi daripada urusan akhirat.
2. Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai