Disusun Oleh :
Rostina SR172110044
MUHAMMADIYAH PONTIANAK
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang ASUHAN KEPERAWATAN Pada Pasien
dengan Sindrom Nefrotik.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................2
1. Tujuan Umum.................................................................................................2
2. Tujuan Khusus................................................................................................2
D. Manfaat...........................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI........................................................................................3
A. Definisi Sindrom Nefrotik..............................................................................3
B. Etiologi............................................................................................................3
C. Patofisiologi....................................................................................................4
D. Tanda dan Gejala............................................................................................5
E. Pemeriksaan Diagnostik.....................................................................................5
F. Penatalaksanaan..................................................................................................6
G. Pengobatan Sindrom Nefrotik.........................................................................8
H. Komplikasi......................................................................................................8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................................11
A. Konsep Asuhan Keperawatan pada Sindrom Nefrotik.................................11
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................25
A. Kesimpulan...................................................................................................25
B. Saran.............................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................26
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam tubuh manusia terdapat salah satu organ penting yang berkaitan erat
dengan sindrom nefrotik, yaitu ginjal. Ginjal berfungsi mengatur keseimbangan tubuh
dan mengekskresikan zat-zat yang sudah tidak berguna dan beracun jika terus berada
di dalam tubuh. Ginjal sangat penting bagi tubuh kita, karena ginjal bertugas
mempertahankan hommeostatis bio kimiawi normal dii dalam tubuh manusia, dengan
cara mengeluarkan zat sisa melalui proses filtrasi, absorbs, dan augmentasi. Pada saat
proses urinasi, bladder berkontraksi dan urin dikeluarkan melalui uretra. Tetapi
semua fungsi organ tersebut tidak luput dari adanya abnormalitas fungsi yang mana
jika hal itu terjadi dapat menyebabkan suatu masalah atau gangguan salah satunya
yaitu sindrom nefrotik (Siburian, 2013 ; Astuti 2014).
1
2
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, masalah yang dapat kami kaji dalam makalah ini
diantaranya:
1. Bagaimana konsep dasar penyakit sindrom nefrotik?
2. Bagaimana asuhan keperawatan sindrom nefrotik?
C. Tujuan
Tujuan penyusunan dalam askep ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Tujuan Umum
Tujuan umu dalam penyusunan askep ini yaitu untuk mengetahui dan memahami
tentang konsep dasar penyakit sindrom nefrotik dan asuhan keperawatan yang
benar pada pasien dengan sindrom nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom
nefrotik yang meliputi definisi sindrom nefrotik, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, pathways, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan.
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada klien
dengan sindrom nefrotik yang meliputi pengkajian, diagosa keperawatan,
intervensi, dan evaluasi keperawatan.
D. Manfaat
E. Etiologi
4
d. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (membranoproliferative
glomerulonephritis)
5
6
2. Sindrom nefrotik sekunder yang penyebabnya berasal dari ekstra renal (diluar
ginjal). Penyebab SN sekunder adalah sangat banyak, diantaranya ialah:
a. Infeksi yang disebabkan oleh cirus hepatitis B (HBV), HIV, infeksi
streptococcal, serta endokardtitis
b. Neoplasma seperti limfoma, leukemia, serta karsinoma (karnker)
c. Obat-obatan seperti penicillamine, captropril, heroin
d. Penyakit sistemik, contohnya SLE, amiloidosis, kencing manis (Diabetes),
dll.
e. Obesitas dan penyakit-penyakit metabolic serta penyakit-penyakit
multisystem lainnya.
3. SN bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi matemofetal, Resisten
terhadap suatu pengobatan, Gejala edema pada masa neonatus, Pernah dicoba
pencangkokan ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk
biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.
F. Patofisiologi
Manifestasi primer sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein,
terutama albumin, ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan
produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus
mempertahankannya jika albumin terus menerus hilang melalui ginjal.
Akhirnya terjadi hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia disebabkan oleh
hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di
ginjal menyebabkan edema. Sintesis protein di hati biasanya meningkat
(namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin).
Hipotesis menunjukan kehilangan albumin mengakibatkan penurunan tekanan
onkotik dalam saluran darah. Ini mengakibatkan kebocoran cairan dari dalam
darah ke intestitium. Isi dari cairan yang berkurang dalam saluran darah
seterusnya akan mengaktifkan renin- angiotensin- aldosteron sistem. Hormon
7
H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Urinalisa (protein, eritrosit, silinder)
a. Protein urin – meningkat
b. Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
c. Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
d. Berat jenis urin – meningkat
2. Clearance kreatinin (BUN / SC)
3. Uji darah
8
I. Penatalaksanaan
1. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan
keadaan tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk
mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat
badan yang cepat.
2. Diet. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200
ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi
diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan
masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif
nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan
protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak
yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan
yang adekuat.
3. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit.
Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau
verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus
diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara
mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum
harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan
menggosok kulit.
9
4. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata
dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air
hangat.
5. Kemoterapi:
a. Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai
efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis
pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya
sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat
dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya
pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan
hipertensi.
b. Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat
cairan berlebihan, misalnya obat-obatan spironolakton dan sitotoksik
( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan
imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-
merkaptopurin dan siklofosfamid.
6. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan
mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma
intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
7. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung
mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga
merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
8. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat,
penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
9. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu
dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang
penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan
masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini
harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti
10
perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka
karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
J. Pengobatan Sindrom Nefrotik
K. Komplikasi
1. Kelainan koagulasi dan timbulnya trombosis. Dua mekanisme kelainan
hemostasis pada sindrom nefrotik:
Peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan:
a. Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein di dalam urin
seperti antithrombin III (AT III), protein S bebas, plasminogen dan α
antiplasmin.
b. Hipoalbuminemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2.
c. meningkatnya sintesis protein prokoagulan dan tertekannya fibrinolisis.
2. Aktivasi sistem hemostatik di dalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan
monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerolus yang
selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.
3. Infeksi sekunder terutama infeksi kulit oleh streptococcus, staphylococcus,
bronkopneumonia, TBC. Erupsi erisipelas pada kulit perut atau paha sering
ditemukan. Pinggiran kelainan kulit ini batasnya tegas, tapi kurang menonjol
seperti erisipelas dan biasanya tidak ditemukan organisme apabila kelainan kulit
dibiakan.
4. Gangguan klirens renali pada pasien sindrom nefrotik mungkin disebabkan
kurangnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan berkurangnya hantaran
natrium dan air ke ansa henle tebal. Gangguan pengasaman urin ditandai
dengan ketidakmampuan menurunkan pH urin sesudah pemberian beban
asam.
5. Gagal ginjal akut terjadi bukan karena nekrosis tubulus atau fraksi filtrasi
berkurang, tapi karena edema interstisial dengan akibatnya meningkatnya
tekanan tubulus proksimalis yang menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG).
6. Anemia yang disebabkan protein pengangkut Fe yaitu transferin serumyang
menurun akibat proteinuria. Anemia hipokrom mikrositik, karena defisiensi
12
besi yang tipikal, namun resisten terhadap pengobatan preparat Fe. Universitas
Sumatera Utara
7. Peritonitis karena adanya edema di mukosa usus membentuk media yang baik
untuk perkembangan kuman-kuman komensal usus. Biasanya akibat infeksi
streptokokus pneumonia, E.coli.
8. Gangguan keseimbangan hormon dan mineral.
a. Karena protein pengikat hormon hilang melalui urin . Hilangnya globulin
pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien sindrom nefrotik dan
laju ekskresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinuria.
b. Hipokalsemia disebabkan albumin serum yang rendah, dan
berakibat menurunkan kalsium terikat, tetapi fraksi yang terionisasi
normal dan menetap. Disamping itu pasien sering mengalami
hipokalsiuria, yang kembali menjadi normal dengan membaiknya
proteinuria. Absorbsi kalsium yang menurun di GIT, dengan eksresi
kalsium dalam feses lebih besar daripada pemasukan. Hal-hal seperti di atas
dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan serta
mental anak pada fasa pertumbuhan. Hubungan antara hipokalsemia,
hipokalsiuria, dan menurunnya absorpsi kalsium dalam GIT menunjukan
kemungkinan adanya kelainan metabolisme vitamin D namun penyakit
tulang yang nyata pada penderita sindrom nefrotik jarang ditemukan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
13
14
3. Intervensi
No. Tujuan &
Intervensi Rasional
Dx. Kriteria Hasil
1. Setelah Timbang berat badan Estimasi penurunan
dilakukan setiap hari dan monitor edema tubuh
tindakan status pasien
keperawatan
selama … x 24
valuasi harian
jam, Jaga intake/asupan yang
keberhasilan terapi
diharapkan akurat dan catat output
dan dasar penentuan
kelebihan
tindakan
volume cairan
tidak terjadi
menentukan
dengan kriteria Kaji lokasi dan luasnya
intervensi lebih
hasil : edema
lanjut
a. Terjadi
penurunan
mencegah edema
edema dan Berikan cairan dengan
bertambah parah
ascites tepat
b. Tidak
Diberikan dini
terjadi Berikan diuretik yang
pada fase
19
nafas
5. Setelah Monitor denyut dan Mengetahui kelainan
dilakukan irama jantung jantung
tindakan
keperawatan Ukur intake dan outtake Mengetahui
selama … x 24 cairan kelebihan atau
jam, kekurangan
diharapkan
perfusi Berikan oksigen sesuai Meningkatkan
jaringan kebutuhan perfusi
perifer efektif,
dengan kriteria Lakukan perawatan Menghindari
hasil : kulit, seperti pemberian gangguan integritas
a. Waktu lotion kulit
pengisian
kapiler < 3 Hindari terjadinya Mempertahankan
detik palsava manuver seperti pasukan oksigen
b. Tekanan mengedan, menahan
sistol dan napas, dan batuk
diastol (NIC, 2013)
dalam
rentang
yang
diharapkan
c. Tingkat
kesadaran
membaik
6. Setelah Monitor jumlah Mengetahui status
dilakukan pernapasan, pernapasan
23
4. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom nefrotik
diharapkan sebagai berikut :
a. Kelebihan volume cairan teratasi
b. Meningkatnya asupan nutrisi
c. Meningkatnya citra tubuh
26
A. Kesimpulan
Sindrom Nefrotik adalah gangguan klionik yang ditandai dengan peningkatan
protein urine (proteinuria), edema,penurunan albumin dalam darah
(hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini
diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam urine karena
peningkatan permeabilitas membrane kapiler glomerulus. Penyebab sindrom nefrotik
dibagi menjadi dua, primer dan sekunder. Primer yaitu berkaitan dengan berbagai
penyakit ginjal, dan sekunder yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan otot, dan
penyakit sistemik lainnya.
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya protenuria. Kelanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan
osmotik plasma menurun sehingga cairan intraveskular berpindah ke dalam interisial.
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis yaitu urinalisis, pemeriksaan
sedimen urin, pengukuran protein urin, albumin serum, pemeriksaan seologis untuk
infeksi dan kelainan immunologis, USG renal, biopsy ginjal, dan darah.
L. Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca materi askep ini saja karena masih banyak
referensi yang lebihlengkap yang membahas materi dari makalah ini. Oleh karena itu,
27
pembaca sebaiknya membaca referensi dan literatur lain untuk menambah wawasan
yang lebih luas tentang materi ini.
28
DAFTAR PUSTAKA
Mutaqqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta: Salemba Medika
29