Anda di halaman 1dari 33

ASUHAN KEPERAWATAN

Pada Pasien dengan Sindrom Nefrotik

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

Dosen Pengampu : Ditha Astuti, M. Kep

Disusun Oleh :

Dyah Wuni SR172110059

Dwike Andhika Berliana SR172110056

M. Ridhwan Arif SR172110057

Rostina SR172110044

Jihan Milenia Trivani SR172110058

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN

MUHAMMADIYAH PONTIANAK

2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ilmiah tentang ASUHAN KEPERAWATAN Pada Pasien
dengan Sindrom Nefrotik.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang ASUHAN


KEPERAWATAN Pada Pasien dengan Sindrom Nefrotik dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Pontianak, 20 Februari 2019

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................2
C. Tujuan.............................................................................................................2
1. Tujuan Umum.................................................................................................2
2. Tujuan Khusus................................................................................................2
D. Manfaat...........................................................................................................2
BAB II LANDASAN TEORI........................................................................................3
A. Definisi Sindrom Nefrotik..............................................................................3
B. Etiologi............................................................................................................3
C. Patofisiologi....................................................................................................4
D. Tanda dan Gejala............................................................................................5
E. Pemeriksaan Diagnostik.....................................................................................5
F. Penatalaksanaan..................................................................................................6
G. Pengobatan Sindrom Nefrotik.........................................................................8
H. Komplikasi......................................................................................................8
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.......................................................................11
A. Konsep Asuhan Keperawatan pada Sindrom Nefrotik.................................11
BAB IV PENUTUP.....................................................................................................25
A. Kesimpulan...................................................................................................25
B. Saran.............................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................26

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di dalam tubuh manusia terdapat salah satu organ penting yang berkaitan erat
dengan sindrom nefrotik, yaitu ginjal. Ginjal berfungsi mengatur keseimbangan tubuh
dan mengekskresikan zat-zat yang sudah tidak berguna dan beracun jika terus berada
di dalam tubuh. Ginjal sangat penting bagi tubuh kita, karena ginjal bertugas
mempertahankan hommeostatis bio kimiawi normal dii dalam tubuh manusia, dengan
cara mengeluarkan zat sisa melalui proses filtrasi, absorbs, dan augmentasi. Pada saat
proses urinasi, bladder berkontraksi dan urin dikeluarkan melalui uretra. Tetapi
semua fungsi organ tersebut tidak luput dari adanya abnormalitas fungsi yang mana
jika hal itu terjadi dapat menyebabkan suatu masalah atau gangguan salah satunya
yaitu sindrom nefrotik (Siburian, 2013 ; Astuti 2014).

Sampai pertengahan abad ke-20 morbiditas Sindrom Nefrotik pada anak


masih tinggi yaitu melebihi 50%, sedangkan angka mortalitas mencapai 23%. Angka
kejadian di Indonesia pada Sindrom Nefrotik mencapai 6 kasus pertahun dari 100.000
anak berusia kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002). Mortalitas dan prognosis anak
dengan sindrom nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas, kerusakan ginjal,
usia anak,, kondisi yang mendasari dan responnya terhadap pengobatan (Betz &
Sowden, 2002).

Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting karena


pada pasien sindrom nefrotik seing timbul berbagai masalah yang berkaitan dengan
pemenuhan kebutuhan manusia. Perawatan diharapkan memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang memadai. Fokus asuhan keperawatan adalah mengidentifikasi
masalah yang timbul merumuskan diagnosa keperawatan, membuat rencana

1
2

keperawatan, melaksanakan dan mengevaluasi tindakan yang telah diberikan apakah


sudah diatasi atau belum atau perlu modifikasi.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, masalah yang dapat kami kaji dalam makalah ini
diantaranya:
1. Bagaimana konsep dasar penyakit sindrom nefrotik?
2. Bagaimana asuhan keperawatan sindrom nefrotik?

C. Tujuan

Tujuan penyusunan dalam askep ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu:
1. Tujuan Umum

Tujuan umu dalam penyusunan askep ini yaitu untuk mengetahui dan memahami
tentang konsep dasar penyakit sindrom nefrotik dan asuhan keperawatan yang
benar pada pasien dengan sindrom nefrotik.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat mengetahui dan memahami tentang konsep dasar penyakit sindrom
nefrotik yang meliputi definisi sindrom nefrotik, etiologi, patofisiologi,
manifestasi klinis, pathways, pemeriksaan penunjang, dan penatalaksanaan.
b. Dapat mengidentifikasi konsep asuhan keperawatan yang benar pada klien
dengan sindrom nefrotik yang meliputi pengkajian, diagosa keperawatan,
intervensi, dan evaluasi keperawatan.

D. Manfaat

1. Menambah keragaman ilmu pengetahuan bagi mahasiswa keperawatan


3

2. Memberikan referensi mengenai pembahasan yang menyeluruh meliputi berbagai


hal yang berkaitan dengan ASUHAN KEPERAWATAN Pada Pasien dengan
Sindrom Nefrotik
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Definisi Sindrom Nefrotik


Sindroma Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangan
urinarius yang massif (Whaley & Wong, 2003). Sindroma nefrotik adalah kumpulan
gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein karena kerusakan glomerulus yang
difus (Luckman, 1996). Sindrom Nefrotik ditandai dengan proteinuria masif ( ≥ 40
mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu >2mg/mg),
hipoproteinemia, hipoalbuminemia (≤2,5 gr/dL), edema, dan hiperlipidemia
(Behrman, 2001).

Nefrotik sindrom merupakan gangguan klinis ditandai oleh (1) peningkatan


protein dalam urin secara bermakna (proteinuria) (2) penurunan albumin dalam darah
(3) edema, dan (4) serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah
(hiperlipidemia). Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap kondisi yang sangat
merusak membran kapiler glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas
glomerulus (Brunner & Suddarth, 2001)

E. Etiologi

Menurut pembagian berdasarkan etiologi (penyebab) dibagi menjadi:


1. Sindrom nefrotik primer yang atau disebut juga Sindrom nefrotik Idiopatik, yang
diduga ada hubungan dengan genetik, imunoligik dan alergi, Meliputi:
a. Nefropati lesi minimal (minimal change disease)
b. Nefropati membranosa
c. Glomerulo sklerosis fokal segmentral (focal segmental glomerulosclerosis)

4
d. Glomerulonefritis membrano-proliferatif (membranoproliferative
glomerulonephritis)

5
6

2. Sindrom nefrotik sekunder yang penyebabnya berasal dari ekstra renal (diluar
ginjal). Penyebab SN sekunder adalah sangat banyak, diantaranya ialah:
a. Infeksi yang disebabkan oleh cirus hepatitis B (HBV), HIV, infeksi
streptococcal, serta endokardtitis
b. Neoplasma seperti limfoma, leukemia, serta karsinoma (karnker)
c. Obat-obatan seperti penicillamine, captropril, heroin
d. Penyakit sistemik, contohnya SLE, amiloidosis, kencing manis (Diabetes),
dll.
e. Obesitas dan penyakit-penyakit metabolic serta penyakit-penyakit
multisystem lainnya.
3. SN bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi matemofetal, Resisten
terhadap suatu pengobatan, Gejala edema pada masa neonatus, Pernah dicoba
pencangkokan ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil. Prognosis buruk
biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan pertama kehidupannya.

F. Patofisiologi
Manifestasi primer sindrom nefrotik adalah hilangnya plasma protein,
terutama albumin, ke dalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan
produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus
mempertahankannya jika albumin terus menerus hilang melalui ginjal.
Akhirnya terjadi hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia disebabkan oleh
hilangnya albumin melalui urin dan peningkatan katabolisme albumin di
ginjal menyebabkan edema. Sintesis protein di hati biasanya meningkat
(namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin dalam urin).
Hipotesis menunjukan kehilangan albumin mengakibatkan penurunan tekanan
onkotik dalam saluran darah. Ini mengakibatkan kebocoran cairan dari dalam
darah ke intestitium. Isi dari cairan yang berkurang dalam saluran darah
seterusnya akan mengaktifkan renin- angiotensin- aldosteron sistem. Hormon
7

vasopresin (ADH) akan dirembes untuk menstabilkan kandungan cairan


dalam saluran darah seperti sediakala. Meskipun demikian, pengumpulan
cairan ini menyebabkan kehilangan cairan yang terus- menerus ke interstitium
karena protein terus – menerus hilang kedalam urin diikuti dengan kerusakan
pada membran basal glomerulus. Ini menyebabkan penumpukan cairan secara
berlebih dalam jaringan dan mengakibatkan edema. Hilangnya protein dalam
serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati dan peningkatan konsentrasi
lemak dalam darah (hiperlipidemia) hal ini menyebabkan intake nutrisi
berkurang sehingga menyebabkan terjadinya malnutrisi. Menurunnya respon
imun karena sel imun tertekan, kemungkinan disebabkan oleh karena
hipoalbuminemia, hyperlipidemia.

G. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik adalah:
1. Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
2. Proteinuria dan albuminemia.
3. Hipoproteinemi dan albuminemia.
4. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
5. Lipid uria.
6. Mual, anoreksia, diare.
7. Anemia, pasien mengalami edema paru.

H. Pemeriksaan Diagnostik
1. Urinalisa (protein, eritrosit, silinder)
a. Protein urin – meningkat
b. Urinalisis – cast hialin dan granular, hematuria
c. Dipstick urin – positif untuk protein dan darah
d. Berat jenis urin – meningkat
2. Clearance kreatinin (BUN / SC)
3. Uji darah
8

a. Albumin serum – menurun


b. Kolesterol serum – meningkat
c. Hemoglobin dan hematokrit – meningkat (hemokonsetrasi)
d. Laju endap darah (LED) – meningkat
e. Elektrolit serum – bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan
4. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal merupakan uji diagnostik yang tidak dilakukan secara rutin (Betz,
Cecily L, 2002 : 335).

I. Penatalaksanaan
1. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan
keadaan tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk
mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat
badan yang cepat.
2. Diet. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200
ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi
diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan
masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif
nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan
protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak
yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan
yang adekuat.
3. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit.
Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau
verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus
diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara
mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum
harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan
menggosok kulit.
9

4. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata
dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air
hangat.
5. Kemoterapi:
a. Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai
efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis
pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya
sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat
dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya
pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan
hipertensi.
b. Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat
cairan berlebihan, misalnya obat-obatan spironolakton dan sitotoksik
( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan
imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-
merkaptopurin dan siklofosfamid.
6. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan
mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma
intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
7. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung
mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga
merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
8. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat,
penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
9. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu
dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang
penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan
masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini
harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti
10

perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka
karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
J. Pengobatan Sindrom Nefrotik

Penanganan sindrom nefrotik berbeda-beda untuk tiap penderita.


Penentuan jenis pengobatan tergantung pada penyakit yang menyebabkan
kondisi tersebut. Dokter umumnya menganjurkan obat-obatan untuk
mengurangi gejala atau mengatasi komplikasi yang Anda alami. Contoh obat-
obatan tersebut adalah:
 Diuretik yang berfungsi untuk membuang cairan yang berlebihan dari dalam
tubuh melalui urine.
 Obat antihipertensi untuk menurunkan tekanan darah tinggi.
 Obat antikoagulan yang digunakan untuk menurunkan risiko penggumpalan
darah.
 Steroid untuk menangani peradangan atau glomerulonefritis perubahan
minimal.
 Imunosupresan yang digunakan untuk mengurangi inflamasi dan menekan
respons abnormal dari sistem kekebalan tubuh.
 Penisilin untuk menekan risiko infeksi dalam tubuh.
Untuk penderita glomerulonefritis perubahan minimal, 90 persen
penderitanya dapat diobati secara efektif dengan steroid dalam waktu 6-8
minggu.
Bagi anak yang mengidap sindrom nefrotik bawaan atau kongenital, dokter akan
memberikan albumin melalui infus. Dokter juga mungkin akan menyarankan dialisis
atau cuci darah, operasi pengangkatan atau transplantasi ginjal sebagai pengobatan.
Tingkat kesembuhan dari kondisi ini sangat bergantung pada
penyebab, tingkat keparahan, dan respon tubuh terhadap pengobatan.
Umumnya anak-anak dapat sembuh dari kondisi ini walau sekitar 70 persen
kembali mengalaminya lagi di masa depan.
11

K. Komplikasi
1. Kelainan koagulasi dan timbulnya trombosis. Dua mekanisme kelainan
hemostasis pada sindrom nefrotik:
Peningkatan permeabilitas glomerulus mengakibatkan:
a. Meningkatnya degradasi renal dan hilangnya protein di dalam urin
seperti antithrombin III (AT III), protein S bebas, plasminogen dan α
antiplasmin.
b. Hipoalbuminemia menimbulkan aktivasi trombosit lewat tromboksan A2.
c. meningkatnya sintesis protein prokoagulan dan tertekannya fibrinolisis.
2. Aktivasi sistem hemostatik di dalam ginjal dirangsang oleh faktor jaringan
monosit dan oleh paparan matriks subendotel pada kapiler glomerolus yang
selanjutnya mengakibatkan pembentukan fibrin dan agregasi trombosit.
3. Infeksi sekunder terutama infeksi kulit oleh streptococcus, staphylococcus,
bronkopneumonia, TBC. Erupsi erisipelas pada kulit perut atau paha sering
ditemukan. Pinggiran kelainan kulit ini batasnya tegas, tapi kurang menonjol
seperti erisipelas dan biasanya tidak ditemukan organisme apabila kelainan kulit
dibiakan.
4. Gangguan klirens renali pada pasien sindrom nefrotik mungkin disebabkan
kurangnya reabsorbsi natrium di tubulus proksimal dan berkurangnya hantaran
natrium dan air ke ansa henle tebal. Gangguan pengasaman urin ditandai
dengan ketidakmampuan menurunkan pH urin sesudah pemberian beban
asam.
5. Gagal ginjal akut terjadi bukan karena nekrosis tubulus atau fraksi filtrasi
berkurang, tapi karena edema interstisial dengan akibatnya meningkatnya
tekanan tubulus proksimalis yang menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG).
6. Anemia yang disebabkan protein pengangkut Fe yaitu transferin serumyang
menurun akibat proteinuria. Anemia hipokrom mikrositik, karena defisiensi
12

besi yang tipikal, namun resisten terhadap pengobatan preparat Fe. Universitas
Sumatera Utara
7. Peritonitis karena adanya edema di mukosa usus membentuk media yang baik
untuk perkembangan kuman-kuman komensal usus. Biasanya akibat infeksi
streptokokus pneumonia, E.coli.
8. Gangguan keseimbangan hormon dan mineral.
a. Karena protein pengikat hormon hilang melalui urin . Hilangnya globulin
pengikat tiroid (TBG) dalam urin pada beberapa pasien sindrom nefrotik dan
laju ekskresi globulin umumnya berkaitan dengan beratnya proteinuria.
b. Hipokalsemia disebabkan albumin serum yang rendah, dan
berakibat menurunkan kalsium terikat, tetapi fraksi yang terionisasi
normal dan menetap. Disamping itu pasien sering mengalami
hipokalsiuria, yang kembali menjadi normal dengan membaiknya
proteinuria. Absorbsi kalsium yang menurun di GIT, dengan eksresi
kalsium dalam feses lebih besar daripada pemasukan. Hal-hal seperti di atas
dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan serta
mental anak pada fasa pertumbuhan. Hubungan antara hipokalsemia,
hipokalsiuria, dan menurunnya absorpsi kalsium dalam GIT menunjukan
kemungkinan adanya kelainan metabolisme vitamin D namun penyakit
tulang yang nyata pada penderita sindrom nefrotik jarang ditemukan
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Asuhan Keperawatan pada Sindrom Nefrotik


1. Pengkajian
a. Identitas Klien
1) Umur: Lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6
th). Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan
kelainan genetik sejak lahir.
2) Jenis kelamin: Anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak
perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6
tahun terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada fase
oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari
beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi
kebersihan diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa ini
juga sering bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini
nantinya juga dapat memicu terjadinya infeksi.
3) Agama
4) Suku/bangsa
5) Status
6) Pendidikan
7) Pekerjaan
b. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan
hubungannya dengan klien.
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: Kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut
membesar (adanya acites)

13
14

2) Riwayat Kesehatan Sekarang


Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu
menanyakan hal berikut:
3) Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
4) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai
dengan adanya keluhan pusing dan cepat lelah
5) Kaji adanya anoreksia pada klien
6) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat perlu mengkaji:
1) Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
2) Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan
penyakit hipertensi pada masa sebelumnya?
3) Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu
dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu
timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik
f. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
1) Pola nutrisi dan metabolisme: Anoreksia, mual, muntah.
2) Pola eliminasi: Diare, oliguria.
3) Pola aktivitas dan latihan: Mudah lelah, malaise
4) Pola istirahat tidur: Susah tidur
5) Pola mekanisme koping :  Cemas, maladaptif
6) Pola persepsi diri dan konsep diri : Putus asa, rendah diri
g. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
15

2) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat


3) Kesadaran: biasanya compos mentis
4) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
5) Pemeriksaan sistem tubuh
a) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas
walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut.
Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan
nafas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi
pleura.
b) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari
peningkatan beban volume.
c) B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya
azotemia pada sistem saraf pusat.
d) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada
abdomen.
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari
edema tungkai dari keletihan fisik secara umum
b. Pemeriksaan Diagnostik
16

Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama


albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas
membran glomerulus.
(Astuti, 2014; Munandar, 2014)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
Batasan Karakteristik :
1) Edema
2) Ansietas
3) Anasarka
4) Gangguan pola nafas
5) Oliguria
6) Penambahan berat badan dalam waktu singkat
7) Perubahan berat jenis urine
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
faktor biologis (hipoproteinemia) dan kurang asupan makanan (anoreksia)
Batasan Karakteristik :
1) Cepat kenyang setelah makan
2) Gangguan sensasi rasa
3) Kurang minat pada makanan
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit (edema) Batasan
Karakteristik :
1) Berfokus pada penampilan masa lalu
2) Menghindari melihat tubuh
3) Menghindari menyentuh tubuh
4) Menyembunyikan bagian tubuh
5) Takut reaksi orang lain
17

d. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mokus dengan


jumlah berlebihan (efusi pleura) Batasan Karakteristik :
1) (NANDA, 2015) Suara nafas tambahan
2) Perubahan frekuensi dan irama napas
3) Sianosis
4) Dipsneu
5) Gelisah
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penekanan
tubuh terlalu dalam akibat edema Batasan Karakteristik :
1) Perubahan karakteristik kulit (warna, elastisitas, rambut, kelembapan,
kuku, sensasi, suhu)
2) Waktu pengisian kapiler > 3 detik
3) Warna tidak kembali ke tungkai saat tungkai diturunkan
4) Edema
5) Paresresia
f. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan nafas tidak adekuat Batasan
Karakteristik :
1) Perubahan kedalaman pernapasan
2) Penurunan tekanan ekspirasi
3) Bradipnea
4) Dipsnea
5) Penurunan ventilasi semenit
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum Batasan
Karakteristik :
1) Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
2) Dipsnea setelah beraktivitas
3) Menyatakan merasa letih
4) Menyatakan merasa lemah
18

h. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuensi jantung


Batasan Karakteristik :
1) Bradikardia
2) Palpitasi jantung
3) Perubahan elektrokardiogram (EKG) (mis., aritmia, abnormalitas konduksi,
iskemia)
4) Takikardia

3. Intervensi
No. Tujuan &
Intervensi Rasional
Dx. Kriteria Hasil
1. Setelah Timbang berat badan Estimasi penurunan
dilakukan setiap hari dan monitor edema tubuh
tindakan status pasien
keperawatan
selama … x 24
valuasi harian
jam, Jaga intake/asupan yang
keberhasilan terapi
diharapkan akurat dan catat output
dan dasar penentuan
kelebihan
tindakan
volume cairan
tidak terjadi
menentukan
dengan kriteria Kaji lokasi dan luasnya
intervensi lebih
hasil : edema
lanjut
a. Terjadi
penurunan
mencegah edema
edema dan Berikan cairan dengan
bertambah parah
ascites tepat
b. Tidak
Diberikan dini
terjadi Berikan diuretik yang
pada fase
19

peningkata diresepkan oleh dokter oliguria untuk meng


n berat ubah ke fase
badan (NIC, 2013) nonoliguria, dan
meningkatkan
volume urine
adekuat
2. Setelah Monitor kalori dan Membantu dan
dilakukan asupan makanan mengidentifikasi
tindakan defisiensi dan
keperawatan kebutuhan diet
selama … x 24
jam, Lakukan atau bantu Mulut yang bersih
diharapkan pasien terkait perawatan dapat meningkatkan
ketidakseimba mulut sebelum makan nafsu makan
ngan nutrisi
kurang dari Pastikan makanan Meningkatkan selera
kebutuhan disajikan secara dan nafsu makan
tubuh tidak menarik dan pada suhu
terjadi, dengan yang paling cocok
kriteria hasil : untuk konsumsi secara
a. Nafsu optimal
makan
klien Anjurkan pasien terkait Pasien dapat
meningkat dengan kebutuhan diet kooperatif dan
b. Tidak untuk kondisi sakit melakukan apa yang
terjadi dianjurkan
hipoprotein Kolaborasi dengan ahli
emia gizi untuk mengatur Diet yang tepat dapat
c. porsi meningkatkan status
20

makan diet yang diperlukan nutrisi pasien


yang (NIC, 2013)
dihidangka
n
dihabiskan
3. Setelah Monitor apakah anak Mengidentifikasi
dilakukan bisa melihat bagian respon anak terhadap
tindakan tubuh mana yang perubahan tubuhnya
keperawatan berubah
selama … x 24
jam, Identifikasi strategi- Respon orangtua
diharapkan strategi penggunaan menentukan
gangguan citra koping oleh orangtua bagaimana persepsi
tubuh dapat dalam berespon anak terhadap
teratasi, terhadap perubahan tubuhnya
dengan kriteria penampilan anak
hasil :
a. Citra tubuh Bangun hubungan Memudahkan
positif saling percaya dengan komunikasi personal
b. Mendeskri anak dengan anak
pisikan
secara Gunakan gambaran Mekanisme evaluasi
faktual mengenai gambaran diri dari persepsi citra
perubahan diri anak
fungsi
tubuh Ajarkan untuk melihat Membantu
c. Mempertah pentingnya respon meningkatkan citra
ankan mereka terhadap tubuh anak
interaksi perubahan tubuh anak
21

sosial dan penyesuaian di


masa depan, dengan
cara yang tepat.
(NIC, 2013)

4. Setelah Monitor respirasi dan Data dasar dalam


dilakukan status O2 menentukan
tindakan intervensi lebih
keperawatan lanjut
selama … x 24
Auskultasi suara nafas.
jam, Suara nafas
Catat adanya suara
diharapkan tambahan
nafas tambahan
bersihan jalan mengidentifikasikan
nafas dapat ada sumbatan dalam
efektif, dengan jalan nafas
kriteria hasil :
Atur intake untuk
a. Klien Mencegah edema
cairan
mampu bertambah parah
bernafas
Posisikan pasien
dengan Memaksimalkan
semifowler
mudah ventilasi
Lakukan fisioterapi
b. Mampu Membantu
dada jika perlu
mengidenti mengeluarkan sekret
(NIC, 2013)
fikasi dan
mencegah
faktor yang
dapat
menghamb
at jalan
22

nafas
5. Setelah Monitor denyut dan Mengetahui kelainan
dilakukan irama jantung jantung
tindakan
keperawatan Ukur intake dan outtake Mengetahui
selama … x 24 cairan kelebihan atau
jam, kekurangan
diharapkan
perfusi Berikan oksigen sesuai Meningkatkan
jaringan kebutuhan perfusi
perifer efektif,
dengan kriteria Lakukan perawatan Menghindari
hasil : kulit, seperti pemberian gangguan integritas
a. Waktu lotion kulit
pengisian
kapiler < 3 Hindari terjadinya Mempertahankan
detik palsava manuver seperti pasukan oksigen
b. Tekanan mengedan, menahan
sistol dan napas, dan batuk
diastol (NIC, 2013)
dalam
rentang
yang
diharapkan
c. Tingkat
kesadaran
membaik
6. Setelah Monitor jumlah Mengetahui status
dilakukan pernapasan, pernapasan
23

tindakan penggunaan otot bantu


keperawatan pernapasan, batuk,
selama … x 24 bunyi paru, tanda vital,
jam, warna kulit, AGD
diharapkan
pola nafas Berikan oksigen sesuai Mempertahankan
dapat efektif, program oksigen arteri
dengan kriteria
hasil : Atur posisi pasien Meningkatkan
a. Pasien fowler pengembangan paru
dapat
mendemon Alat-alat emergensi Kemungkinan terjadi
strasikan disiapkan dalam kesulitan bernapas
pola keadaan baik akut
pernapasan (NIC, 2013)
yang
efektif
b. Pasien
merasa
lebih
nyaman
dalam
bernafas
7. Setelah Monitor keterbatasan Merencanakan
dilakukan aktivitas, kelemahan intervensi dengan
tindakan saat aktivitas tepat
keperawatan
selama … x 24 Catat tanda vital Megkaji sejauh mana
jam, sebelum dan sesudah perbedaan
24

diharapkan aktivitas peningkatan selama


intoleran aktivitas
aktivitas dapat
teratasi, Lakukan istirahat yang Membantu
dengan kriteria adekuat setelah latihan mengembalikan
hasil : dan aktivitas energi
a. Kelemahan
yang Berikan diet yang Metabolisme
berkurang adekuat dengan membutuhkan energi
b. Mempertah kolaborasi ahli diet
ankan (NIC, 2013)
kemampua
n aktivitas
semaksima
l mungkin
8. Setelah Kaji suara nafas dan Data dasar dalam
dilakukan suara jantung menentukan
tindakan intervensi lebih
keperawatan lanjut
selama … x 24
jam, Ukur CVP pasien Mengetahui
diharapkan kelebihan atau
curah jantung kekurangan cairan
mengalami tubuh
peningkatan,
dengan kriteria
hasil : Monitor aktivitas pasien Mengurangi
a. Menunjukk kebutuhan oksigen
an curah
25

jantung Monitor saturasi Mengetahui


yang oksigen manifestasi
memuaska penurunan curah
n jantung
dibuktikan
oleh Kolaborasi pemberian Mengejan dapat
efektifitas laksatif memperparah
pompa penurunan curah
jantung, (NIC, 2013) jantung
status
sirkulasi,
perfusi
jaringan,
dan status
TTV
b. Tidak ada
edema
paru,
perifer, dan
asites

4. Evaluasi
Setelah mendapat intervensi keperawatan, maka pasien dengan sindrom nefrotik
diharapkan sebagai berikut :
a. Kelebihan volume cairan teratasi
b. Meningkatnya asupan nutrisi
c. Meningkatnya citra tubuh
26

d. Bersihan jalan nafas efektif


e. Perfusi jaringan perifer efektif
f. Pola nafas efektif
g. Aktivitas dapat ditoleransi
h. Curah jantung mengalami peningkatan
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindrom Nefrotik adalah gangguan klionik yang ditandai dengan peningkatan
protein urine (proteinuria), edema,penurunan albumin dalam darah
(hipoalbuminemia), dan kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini
diakibatkan oleh kelebihan pecahan plasma protein ke dalam urine karena
peningkatan permeabilitas membrane kapiler glomerulus. Penyebab sindrom nefrotik
dibagi menjadi dua, primer dan sekunder. Primer yaitu berkaitan dengan berbagai
penyakit ginjal, dan sekunder yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan otot, dan
penyakit sistemik lainnya.

Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah
proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder.
Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular akan berakibat pada
hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadinya protenuria. Kelanjutan dari
proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia. Dengan menurunnya albumin, tekanan
osmotik plasma menurun sehingga cairan intraveskular berpindah ke dalam interisial.
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis yaitu urinalisis, pemeriksaan
sedimen urin, pengukuran protein urin, albumin serum, pemeriksaan seologis untuk
infeksi dan kelainan immunologis, USG renal, biopsy ginjal, dan darah.

L. Saran

Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca materi askep ini saja karena masih banyak
referensi yang lebihlengkap yang membahas materi dari makalah ini. Oleh karena itu,

27
pembaca sebaiknya membaca referensi dan literatur lain untuk menambah wawasan
yang lebih luas tentang materi ini.

28
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria, dkk. 2013. Nursing Intervensions Classification (NIC) Edisi


Bahasa Indonesia, Edisi Keenam. Mosby: Elsevier Inc.

NANDA Internasional Inc. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi


2015-2017, Edisi 10. Jakarta: EGC.
Brunner & Sudarth. 2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi :8
vol:3.Jakarta: EGC

Mutaqqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Integumen. Jakarta: Salemba Medika

29

Anda mungkin juga menyukai