Anda di halaman 1dari 16

PEMBAHASAN

Definisi
Campak adalah penyakit akut yang sangat menular disebabkan oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak. Campak memiliki
gejala gejala klinis khas yang terdiri dari 3 stadium yang masing-masing mempunyai ciri khusus : (1) stadium masa tunas berlangsung kira-kira
10-12 hari, (2) stadium prodronal dengan gejala pilek dan batuk yang meningkat dan ditemukan enantem pada mukosa pipi (bercak Koplik), faring
dan peradangan mukosa konjungtiva, dan (3) stadium akhir dengan keluarnya ruam mulai dari belakang telinga menyebar ke muka, badan, lengan
dan kaki. Ruam timbul di dahului dengan suhu badan yang meningkat, selanjutnya ruam menjadi menghitam dan mengelupas.

Etiologi
Virus campak berada di sektor nasofaring dan di dalam darah, minimal selama masa tunas dan dalam waktu yang singkat sesudah
timbulnya ruam. Virus masih tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu pada pengawetan beku, minimal 4 minggu disimpan
dalam temperatur 350C, beberapa hari pada suhu 00C. Virus tidak aktif pada pH rendah.

Bentuk Virus
Virus campak termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat dengan tepi yang yang kasar dan bergaris tengah 140 nm, dibungkus
oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat nukleokapsit yang berbentuk bulat lonjong, terdiri dari bagian protein
yang mengelilingi asam nukleat (RNA) – yang merupakan struktur heliks nukleoprotein dan mixovirus. pada selubung luar seringkali terdapat
tonjolan pendek. Salah satu protein yang berada di selubung luar berfungsi sebagai hemoglobin.

Ketahanan Virus
Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi. Apalagi berada di luar tubuh manusia, keberadaannya tidak
kekal. Pada temperatur kamar ia akan kehilangan 60% sifat infektivitasnya setelah 3-5 hari, pada suhu 370C waktu paruh usianya 2 jam, sedangkan
pada suhu 560C hanya satu jam. Sebaliknya virus ini mampu bertahan dalam keadaan dingin. Pada suhu -700C dengan media protein ia dapat hidup
selama 5,5 tahun, sedangkan dalam lemari pendingin dengan suhu 4-60C, dapat hidup selama 5 bulan. Tetapi bila tanpa media protein, virus ini
hanya mampu bertahan selam 2 minggu, dan dapat dengan mudah dihancurkan oleh sinar ultraviolet.
Oleh karena selubungnya terdiri dari lemak maka virus campak termasuk mikroorganisme yang bersifat ether labile. Pada suhu kamar,
virus ini akan mati dalam 20% ether setelah 10 menit dan dalam 50% aseton setelah 30 menit. Virus campak juga sensitif terhadap 0,01%
betapropiacetone – pada suhu 370C dalam 2 jam, ia akan kehilangan sifat infektivitasnya namun tetap memiliki anti genitas penuh. Sedangkan
dalam formalin 1/4.000, virus ini menjadi tidak efektif setelah 5 hari, tetapi tetap tidak kehilangan antigenitasnya. Penambahan tripsin akan
mempercepat hilangnya potensi antigenik.

Pertumbuhan Virus
Virus campak dapat tumbuh pada berbagai macam tipe sel, tetapi untuk isolasi primer digunakan biakan sel ginjal manusia atau kera.
Pertumbuhan virus campak lebih lambat daripada virus lainnya, baru mencapai kadar tertinggi pada fase larutan setelah 7-10 hari. Virus tidak akan
tumbuh dengan baik pada perbenihan primer yang terdiri dari continuous cell lines, tetapi dapat diisolasi dari biakan primer sel manusia atau kera
terlebih dahuludan selanjutnya virus ini akan dengan mudah menyesuaikan diri dengan berbagai macam biakan yang terdiri dari continuous cell
lines yang berasal dari sel ganas maupun sel normal manusia. Sekali dapat menyesuaikan diri pada perbenihan tersebut, ia dapat tumbuh dengan
cepat dibandingkan dalam perbenihan primer, dan mencapai kadar maksimumnya dalam 2-4 hari.
Virus campak menyebabkan dua perubahan tife sitopatik. Perubahan sitopatik yang pertama berupa perubahan pada sel yang batas
tepinya menghilang sehingga sitoplasma dari banyak sel akan sering bercampur dan membentuk anyaman dengan pengumpulan 40 nukleus di
tengah. Inclusion bodies tampak pada kedua sitoplasma dan intinya. Efek sitopatik yang kedua menyebabkan perubahan bentuk sel perbenihan
dari poligonal menjadi bentuk gelondong. Sel ini menjadi lebih hitam dan lebih membias daripada sel normal dan jika dicat menunjukkan inclusion

1
bodies yang berada di dalam inti. Efek pada sel gelondong ini lebih sering terjadi pada sub-kultur yang berurutan, terutama apabila virus lebih
menyesuaikan diri dalam sel amnion manusia.
Ada atau tidak adanya glutamin dalam media mungkin menentukan efek sitopatik utama mana yang akan timbul, terutama bila virus di
tumbuhkan dalam sel H.Ep2. tipe efek sitopatik yang bervariasi ini tergantung pada tipe sel penjamu, media, jalur virus yang dilalui dan genetik
strain virus itu sendiri. Struktur serat dan pipa kecil terlihat dalam inti sel yang terinfeksi virus campak, namun struktur tersebut bukan merupakan
partikel virus melainkan tanda istimewa dari infeksi virus campak. Struktur serupa juga terlihat pada kasus subacule sclerosing encephalitis.

Patogenesis
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi
secara droplet melalui udara, sejak 1-2 hari sbelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Ditempat awal infeksi, penggandaan
virus sanat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk kedalam limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel
mononukluer, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Disini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dimulailah
penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limfa. Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak
(sel Warthin ), sedangakan limfosit-T ( termasuk T-supresor dan T-helper ) yang rentan terhadap infeksi, turut aktif membelah.
Gambaran kejadian awal dijaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, terbentuklah
fokus infeksi yaitu ketika virus masuk kedalam pembuluh darah menyebar kepermukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran napas, kulit,
kandung kemih, dan usus.
Pada hari ke 9-10, fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, akan menyebabkan timbulnya nekrosis pada satu sampai dua
lapis sel. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran
nafas di awali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah proses peradangan
epitel pada sisitem saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan suatu ulsera kecil pada
mukosa pipi yang disebut Koplik, yang dapat dijadikan sebagai tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun. Sebagai akibat respon delayed hypersensitivity terhadap antigen virus, muncul ruam
makulopapular pada hari 14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi pada kulit. Kejadian ini tidak tampak pada
kasus yang mengalami defisit sel-T.
Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil
tumbuh dikulit. Penelitian dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan antigen campak dan di duga terjadi suatu reaksi Arthus. Daerah
epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernapasan memberikan kesempatan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, ototis media
dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu pnemonia juga dapat terjadi, selain itu campak dapat menyebabkan gizi kurang.

 Demam

Droplet Infection (virus masuk)



Virus memasuki aliran darah

Sampai dan mempengaruhi termostat dalam hipotalamus

Titik setel termostat meningkat

Suhu tubuh meningkat

Hipertermia

 BAB cair (Diare)


Diare dapat disebabkan oleh beberapa mekanisme yaitu:

2
1. Gangguan osmotik akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap kemudian menyebabkan tekanan osmotik dalam lumen usus
meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akanmerangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
2. Gangguan sekresi akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam
lumen usus dan selanjutnyatimbul diare karena peningkatan isi lumen usus.
3. Gangguan motilitas usus. Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul
diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapattimbuldiare.

 Batuk berdahak
Batuk berdahak terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini bertujuan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena
terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang berminggu-minggu sampai
berbulan-bulan peradangan dimulai. Sifat batuk dimulai dari batuk nonproduktif (kering) kemudian setelah timbul peradangan menjadi batuk
produktif. Batuk pada morbili terjadi sebagai manifestasi klinis akibat virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah, pada focus
infeksi di saluran nafas yang sebelumnya telah mengalami nekrosis akibat viremia pertama.

 Bercak Koplik (Koplik’s spots)


Bercak koplik diambil dari nama henry koplik, seorang dokter spesialis anak di Amerika Serikat yang pertama mendeteksi tanda tersebut.
Bercak Koplik seringkali digambarkan seperti garam yang di taburkan di atas permadani merah, yang sebenarnya gambarannya berupa titik-titik
putih kecil dikelilingi oleh dasar mukosa mulut yang merah. Bercak ini hanya muncul pada masa inkubasi dan cepat menghilang (3-5 hari) setelah
gejala pertama (1-2 hari stelah munculnya bercak koplik), demam menjadi semakin tinggi, lalu diikuti dengan munculnya ruam-ruam kemerahan
pada kulit.

 Ruam pada kulit


Pada pasien yang menderita morbili, setelah 2-4 hari, virus campak menginfeksi jaringan getah bening lokal, kemungkinan dibawa oleh
makrofag paru. Setelah amplifikasi virus campak di kelenjar getah bening regional, terutama viremia terkait sel menyebar virus ke berbagai organ.
Pada kulit terjadi ploriferasi sel-sel endotel kalpiler di dalam korium, kemudian terjadi eksudasi serum dan kadang-kadang eritrosit dalam
epidermis yang kemudian menimbulkan rash/ ruam kulit. Ruam-ruam ini berupa ruam makulo-papular dengan dasar eritematous.

 Konjungtivitis
Konjungtiva berhubungan dengan dunia luar kemungkinan konjungtiva terinfeksi dengan mikro organisme sangat besar. Pertahanan
konjungtiva terutama oleh karena adanya tear film, pada permukaan konjungtiva yang berfungsi melarutkan kotoran dan bahan-bahan yang toksik
kemudian mengalirkan melalui saluran lakrimalis ke meatus nasi inferior. Tear film mengandung beta lysine, lysozyne, Ig A, Ig G yang berfungsi
menghambat pertumbuhan kuman. Apabila ada kuman pathogen yang dapat menembus pertahanan tersebut sehingga terjadi infeksi konjungtiva
yang disebut konjungtivitis. Pada pasien morbili, focus infeksi juga bisa terdapat pada saluran lakrimalis, viremia pada tempat tersebut dapat
mengakibatkan peradangan yang memunculkan konjungtivitis.

Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Diagnosis campak dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang sanagt berkaitan yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk
dan demam tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki ciri khas, yaitu diawali dari belakang telinga kemudian menyebar
kemuka, dada, tubuh, lengan dan kaki bersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami hiperpigmentasi dan mengelupas.
Pada stadium prodormal dapat ditemukan enantema di mukosa pipi yang merupakan tanda patognomonis campak ( bercak Koplik ).
Meskipun demikian menuntukan diagnosis perlu ditunjang data epidemiologi. Tidak semua kasus manifestasi sama dan jelas. Sebagai contoh,
pasien yang mengidap gizi kurang ruamnya dapat sampai berdarah dan mengelupas atau bahkan sudah meninggal sebelum ruam timbul. Pada
kasus gizi kurang juga dapat terjadi diare yang berkelanjutan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa diagnosis campak dapat ditegakkan secara klinis, sedangkan pemeriksaan sekedar membantu; seperti
pada pemeriksaan sitologik ditemukan sel raksasa pada lapisan mukosa hidung dan pipi, pada pemeriksaan serologi didapatkan IgM spesifik.
Campak yang bermanifestasi tidak khas disebut campak atifikal; diagnosis banding lainnya adalah rubela, demam skarlatina, ruam akibat obat-
obatan, eksantema subitum, dan infeksi Stafilokokus.

3
Penyulit
a. Laringitis akut
Laringitis timbul akibat adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, yang bertambah parah pada saat demam mencapai
puncaknya. Ditandai dengan distress pernapasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam keadaan akan membaik dan gejala akan
menghilang

b. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun akibat invasi bakteri. Ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan
adanya ronki basah halus. Pada saat suhu turun, apabila disebabkan oleh virus gejala pneumonia akan menghilang, kecuali batuk
yang masih dapat berlanjut sampai beberapa hari lagi. Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan dan gejala saluran
nafas masih terus berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia karena bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang
telah dirusak oleh virus. Gambaran infiltrat pada foto thorak dan adanya leukositosis dapat mempertegas diagnosis. Dinegara sedang
berkembang dimana malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri bisa terjadi dan dapat menjadi fatal bila tidak
diberi antibiotik.
c. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode demam, umumnya pada puncak demam pada saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini
diklasifikasikan sebagai kejang demam.
d. Ensefalitis
Merupakan penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya pada hari ke 4-7 setelah timbulnya ruam. Kejadian ensefalitis
sekitar 1 dalam 1000 kasus campak, dengan mortalitas antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme imunologik
maupun melalui invasi langsung virus campak kedalam otak. Gejala ensefalitis dapat berupa kejang, letragi, koma, dan iritabel.
Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching, disorientasi juga dapat ditemukan. Pemeriksaan cairan serebrospinal
menunjukkan pleositosis ringan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam
batas normal.
e. SSPE ( Subacute Sclerosing Panencephalitis )
Subacute sclerosing panencephalitis merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh infeksi virus
campak yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah menderita camapak adalah 0.6-
2,2 per 100.000 infeksi campak. Resiko terjadi SSPE lebih besar pada usian yang lebih muda, dengan masa inkubasi rata-rata 7
tahun. Gejala SSPE didahului denngan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik,
kejang umumnya bersifat mioklonik. Laboratorium meunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, antibodi terhadap
campak dalam serum ( CF dan HAI ) meningkat ( 1:1280 ).Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala
sampai meninggal antara 6-9 bulan.
f. Otitis media
Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang telinga biasanya hiperemis pada fase prodormal dan
stadium erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus akan terjadi otitis media purulenta.
Dapat pula terjadi mastoiditis.
g. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase prodormal, keadaan invasi virus kedalam sel
mukosa usus. Dapat pula timbul enteropati yang menyebabkan kehilangan protein ( protein losing enteropathy ).
h. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtivitis, yang ditandai dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata,
lakrimasi, dan fotopobia. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya dapat dideteksi pada
lessi konjungtiva pada hari-hari pertama sakit. Konjungtivitis dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis
hingga menyebabkan kebutaan. Dapat pula timbul ulkus kornea.
i. Sistem kardiovaskuler
Pada EKG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan gelombang T, kontraksi prematur aurikel dan perpanjangan interval A-V.
Perubahan tersebut bersifat sementara dan tidak atau hanya sedikit mempunyai arti klinis.
4
j. Adenitis servikal
k. Purpura trombositopenik dan non-trombositopenik
l. Pada ibu hamil dapat terjadi abortus, partus prematurus, dan kelainan konginental pada bayi.
m. Aktivasi tuberkulosis
n. Pneumoniamediastianal
o. Emfisema subkutan
p. Apendisitis
q. Gangguan gizi sampai kwasiorkhor
r. Infeksi piogenik pada kulit
s. Kankrum oris ( noma )

Diagnosa Banding

Morbili Rubella
Gejala klinis:
• Nyeri pada mata pada gerakan
mata lateral dan ke atas
a. Stadium kataral (prodormal) (keluhan sangat mengganggu)
 ditandai oleh demam ringan hingga • Konjungtivitis
sedang, batuk kering ringan, coryza, • Sakit tenggorokan
fotofobia dan konjungtivitis • Sakit kepala
 Menjelang akhir stadium kataral dan • Demam yang tidak terlalu tinggi
24 jam sebelum timbul enantema, • Menggigil
timbul bercak koplik • Anoreksia
b. Stadium erupsi • Mual
 Coryza dan batuk-batuk bertambah. • Pembengkakan kelenjar getah bening
 Timbul enantema auricularis posterior
 Terjadinya eritema yang berbentuk dan terutama kelenjar getah
makula papula disertai dengan bening suboccipital
menaiknya suhu tubuh. Eritema • Tanda Forchheimer (suatu
Manifestasi Klinis
timbul dibelakang telinga dibagian enanthem diamati pada 20% pasien
atas lateral tengkuk, sepanjang dengan rubella selama
rambut dan bagian belakang bawah periode prodromal, terdapat pada
 Terdapat pembesaran kelenjar getah beberapa pasien selama
bening disudut mandibula dan fase awal exanthem; terdiri dari
didaerah leher belakang petechiae pinpoint atau yang lebih
c. Stadium konvalesensi besar yang biasanya terjadi
 Suhu menurun sampai menjadi pada palatum mole)
normal kecuali bila ada komplikasi • Gejala utama

 Erupsi berkurang meninggalkan infeksi virus rubella adalah

bekas yang berwarna lebih tua munculnya ruam(exanthem) pada

(hiperpigmentasi) yang bisa hilang wajah yang menyebar ke batang tubuh

sendiri dananggota badan dan


biasanya memudar setelah tiga
hari (itu sebabnya sering disebut
sebagai campak tiga hari)

5
 Pemeriksaan darah lengkap  Adanya rubella-specific
menunjukkan immunoglobulin M (IgM) antibody
Data leukopenia dengan limfositosis relatif atau rubella-specific IgG antibody
Laboratorium dan trombositopenia yang meningkat 4 kali

Pengobatan
Pasien campak tampa penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan, sedangkan pengobatan bersifat simptomatik
dengan pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperluka. Sedangkan pada campak dengan penyulit, pasien perlu di
rawat inap. Dirumah sakit pasien campak dirawat di bangsal isolasi sistem pernafasan, diperlukan perbaikan keadaan umum dengan memperbaiki
kebutuhan cairan dan diet yang memadai. Vitamin A 100.000 IU peroral diberiakan satu kali apabila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500.000 IU
tiap hari.
Untuk konjungtivitis ringan dengan cairan mata yang jernih, tidak diperlukan pengobatan. Jika mata bernanah, bersihkan mata dengan
kain katun yang telah direbus dalam air mendidih, atau lap bersih yang direndam dalam air bersih. Oleskan salep mata kloramfenikol/tetrasiklin,
3 kali sehari selama 7 hari. Jangan menggunakan salep steroid. Jaga kebersihan mulut, beri obat kumur antiseptik bila pasien dapat berkumur.
Apabila terdapat penyulit, maka dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyulit yang timbul, yaitu:
 Bronkopneumonia
Diberikan antibiotik ampisilin 100mg/kgBB/hari dalam 4 dosis intravena dikombinasikan dengan klorampenikol 75mg/kgBB/hari
intravena dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat peroral. Antibiotik diberikan sampai 3 hari demam
reda. Apabila dicurigai infeksi spesifik, maka uji tuberkulin dilakukan setelah anak sehat kembali ( 3-minggu kemudian ) oleh karena
uji tuberkulin biasanya negatig anergi ( pada saat anak menderita campak. Gangguan reaksi delayed hipersensitivity disebabkan oleh sel
limposit-T yang terganggu fungsinya
 Enteritis
Pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila enteritis+dehidrasi.
 Otitis media
Seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder, sehingga perlu diberikan antibiotik kotrimoksazol-sulfametoksazol ( TMP
4mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis )
 Ensefalopati
Perlu reduksi jumlah pemberian cairan hinggs ¾ kebutuhan untuk mengurangi edem otak, disamping pemberian kortikosteroid. Perlu
dikoreksi elektrolit dan gangguan gas darah.

Vitamin A 100.000 IU
Suplemen vitamin A telah dikaitkan dengan penurunan sekitar 50% pada morbiditas dan mortalitas dan muncul untuk
membantumencegah kerusakan mata dan kebutaan.
Karena kekurangan vitamin A berhubungan dengan penyakit yang parah dari penyakit campak, WHO merekomendasikan semua
anak yang didiagnosis dengan campak harus menerima suplemen vitamin A terlepas dari negara mereka tinggal, berdasarkan usia mereka,

Paracetamol
Terapi simptomatik dapat diberikan dengan pertimbangan untuk perbaikan keadaan umum penderita, yakni antipiretik (penurun panas)
untuk kenyamanan penderita terutama anak.
Obat ini mempunyai nama generik acetaminophen. Parasetamol adalah drivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik / analgesik.
Paracetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan yang disebabkan oleh karena infeksi atau sebab yang lainnya. Disamping itu,
paracetamol juga dapat digunakan untuk meringankan gejala nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Ia aman dalam dosis standar, tetapi
karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja sering terjadi.
Mekanisme kerja yang sebenarnya dari parasetamol masih menjadi bahan perdebatan. Parasetamol menghambat produksi prostaglandin
(senyawa penyebab inflamasi), namun parasetamol hanya sedikit memiliki khasiat anti inflamasi. Telah dibuktikan bahwa parasetamol mampu
mengurangi bentuk teroksidasi enzim siklooksigenase (COX), sehingga menghambatnya untuk membentuk senyawa penyebab inflamasi (4,5).

6
Sebagaimana diketahui bahwa enzim siklooksigenase ini berperan pada metabolisme asam arakidonat menjadi prostaglandin H2, suatu molekul
yang tidak stabil, yang dapat berubah menjadi berbagai senyawa pro-inflamasi.
Kemungkinan lain mekanisme kerja parasetamol ialah bahwa parasetamol menghambat enzim siklooksigenase seperti halnya aspirin,
namun hal tersebut terjadi pada kondisi inflamasi, dimana terdapat konsentrasi peroksida yang tinggi. Pada kondisi ini oksidasi parasetamol juga
tinggi, sehingga menghambat aksi anti inflamasi.
Hal ini menyebabkan parasetamol tidak memiliki khasiat langsung pada tempat inflamasi, namun malah bekerja di sistem syaraf pusat
untuk menurunkan temperatur tubuh, dimana kondisinya tidak oksidatif.
Dosis: 10-15 mg/KgBB/kali

GG (Gliseril guaiakolat)
GG memiliki aktivitas sebagai ekspektoran dengan meningkatkan volume dan mengurangi kekentalan sputum yang terdapat di trakhea
dan bronki. Dapat meningkatkan reflek batuk dan memudahkan untuk membuang sputum. Mekanisme kerjanya berdasarkan stimulasi mukosa
lambung dan selanjutnya secara reflek merangsang sekresi kelenjar saluran nafas lewat N. Vagus, sehingga menurunkan viskositas dan
mempermudah pengeluaran dahak.
Dosis : 4mg/kgBB/kali

Efedrin
Merupakan obat dekongestan ini merupakan golongan simpatomimetik yang beraksi pada reseptor adrenergic pada mukosa hidung untuk
menyebabkan vasokonstriksi, menciiutkan mukosa yang membengkak, dan memperbaiki pernafasan. Efek sentral lebih kuat dengan efek
bronchodilatasi lebih ringan dan bertahan lebih lama (4 jam).
Dosis : 0,8-1,6 mg/kgBB/hari

Daftar Pustaka

1. Sumarno, S, Sudarmo, P, Hadinegoro, S, Satari H. Campak. Dalam : Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis. Cetakan Kedua. 2010.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) : Jakarta Hal : 109-116

2. Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit. 2009.Departemen Kesehatan RI: Jakarta Hal : 81

7
TINJAUAN PUSTAKA

Morbili adalah penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus Morbili, menular,cenderung meningkat pada musim – musim
tertentu, dan banyak ditemukan pada pemukiman padat Penyebab kematian pada morbili terutama akibat komplikasi dari penyakit tersebut, antara
lain ensefalitis, diare akut dengan dehidrasi berat, dan bronkopneumonia.. Bronkopneumonia sebagai komplikasi sering ditemukan pada penyakit
Morbili, dengan gejala klinis demam, sesak nafas dan ditemukannya ronki basah, halus, nyaring pada pemeriksaan jasmani thoraks.
Untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian maka penanganan penyakit morbili, khususnya dengan komplikasi harus adekuat.
Selain hal tersebut, sebagai tindakan preventif, Departemen Kesehatan telah melaksanakan Program Pengembangan Imunusasi sebagaimana yang
telah dikampanyekan oleh WHO
Penulisan ini dibuat untuk mengingat kembali penatalaksanaan morbili, khususnya morbili dengan komplikasi bronkopneumonia.

PATOLOGI DAN PATOGENESIS


Penularan camp ak terjadi secara droplet melalui udara, terjadi antara 1 – 2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul
ruam. Morbili ditandai dengan 3 stadium, yaitu :
1. Stadium prodormal (kataral)
- Biasanya stadium ini berlangsung selam 4 – 5 hari
- disertai gejala – gejala panas, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza yang timbul dalam 24 jam, bertambah hebat secara bertahap
dan mencapai puncaknya pada saat timbul erupsi pada hari keempat.
- bercak Koplik, salah satu tanda patognomonik morbili, yaitu gambaran bercak-bercak kecil yang ireguler sebesar ujung jarum/pasir yang
berwarna merah terang dan pada bagian tengah berwarna putih kelabu, terletak di mukosa buccalis berhadapan dengan molar bawah .

2. Stadium erupsi
- Koriza bertambah, dan timbul enantema atau titik merah di palatum durum dan palatum mole. Terjadinya eritema yang berbentuk makula –
papula disertai meningkatnya suhu badan.
- Mula – mula eritema timbul di belakang telinga, di bagian lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah, disertai rasa gatal
dan muka bengkak.
- Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang sesuai dengan urutan timbulnya..

3. Stadium Konvalesensi
- Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama – kelamaan akan hilang sendiri
- pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hperpigmentasi ini mrupakan gejala patognomonik untuk Morbili.
- Demam turun sampai suhu tubuh menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
- Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan adanya leukopenia dan limfositosis.
- Dalam sputum, sekresi nasal, sedimen urine dapat ditemukan adanya multinucleated giant cell yang khas.
- Pemeriksaan serologis Haemmaglutination Inhibition Test dan Complement Fixation Test : antibodi spesifik dalan 1 – 3 hari, setelah
timbulnya rash dan mencapai puncaknya pada 2 – 4 minggu kemudian.

Morbili dengan komplikasi bronkopneumonia


- Merupakan penyebab kematian utama dari morbili, akibat perluasan infeksi virus
Secara klinis manifestasinya dapat berubah bronkiolitis, bronkopneumonia dan pneumonia lobaris.
Bronkopneumonia akibat komplikasi dari Morbili sering disebabkan oleh Streptotokus, Pneumokokus, Stafilokokus, Haemofilus Influenza, virus
Morbili dan kadang-kadang dapat disebabkan oleh Pseudomonas dan Klebsiela.
8
Komplikasi ini harus dicurigai bila anak dengan morbili menunjukan adanya gangguan pernafasan disertai panas yang menetap. Diagnosis
diperkuat dengan foto toraks.

PENGOBATAN
- Morbili merupakan suatu penyakit self-limiting, sehingga pengobatannya bersifat simptomatis yaitu memperbaiki keadaan umum,
antipiretika bila suhu tinggi, sedativum, dan obat batuk.
- Antibiotika diberikan bila ternyata terdapat infeksi sekunder, misalnya pada morbili dengan bronkopneumonia, ensefalitis.
- Kortikosteroid dosis tinggi biasanya diberikan kepada penderita morbili yang mengalami ensefalitis yaitu:
- Hidrokortison 100-200 mg/hari selama 3-4 hari
- Prednison 2 mg/kg.bb/hari untuk jangka waktu 1 minggu
- Indikasi Masuk Rumah Sakit Dianjurkan Bila:
o Morbili yang disertai komplikasi berat
o Morbili dengan kemungkinan terjadinya komplikasi berat yaitu bila ditemukan:
 Bercak/exenthem merah kehitaman yang menimbulkan desquamasi dengan squama yang lebar dan tebal
 Suara parau, terutama disertai tanda penyumbatan seperti langritis dan pneumonia
 Dehidrasi berat
 Kejang dengan Kesadaran menurun
 PEM berat

PENANGANAN MORBILI DENGAN KOMPLIKASI BRONKOPNEUMONIA


- Penanganannya adalah dengan pemberian oksigen dan pemberian bronkodilator untuk mengurangi sesak, antipiretik untuk demam, dan
antibiotik.
- Antibiotik diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi. Tetapi hal ini tidak selalu dikerjakan. Biasanya penanganannya adalah
pemberian antibiotic polifragmasi, yaitu kombinasi antibiotik untuk kuman gram (+), contohnya Ampicillin, dan antibiotik untuk kuman
gram (-), misalnya Kloramfenikol. Atau dapat juga diberikan Sefalosporin generasi III.

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Morbili atau dengan Campak, Measles, Rubeola merupakan penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang
pada umumnya menyerang anak. Virus campak dapat menyebabkan penyakit akut pada anak yang dimulai dari traktus respiratorius bagian atas,
selanjutnya menyebar ke organ dan jaringan sehingga mengakibatkan berbagai gejala klinis.

Etiologi
Penyebabnya adalah virus yang tergolong dalam famili Paramyxovirus yaitu genus virus morbili. Virus ini terdapat dalam sekret
nasofaring dan darah selama masa prodromal dan dalam waktu yang singkat setelah timbul ruam.
Virus ini sangat sensitif terhadap panas dan dingin, dan dapat diinaktifkan pada suhu 30 0C dan -200C, sinar ultraviolet, eter, tripsin, dan
betapropiolakton. Cara penularan penyakit ini dengan droplet dan kontak langsung dengan penderita.

Epidemiologi
Biasanya penyakit ini timbul pada masa kanak-kanak dan menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang
pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan
mulai berkurang sehingga bayi dapat menderita morbili.
Bila ibu menderita morbili pada trimester pertama, kedua dan ketiga kehamilan, maka mungkin akan melahirkan anak dengan kelainan
bawaan, berat badan lahir rendah, lahir mati, atau anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.
Bila ibu tidak /belum menderita morbili maka bayi yang dilahirkan tidak memiliki kekebalan terhadap morbili. Sedangkan ibu yang
menderita morbili pada usia kehamilan 1-2 bulan, 50 % kemungkinan dapat menyebabkan abortus.
Di Indonesia, menurut survei Kesehatan Rumah Tangga, campak menduduki tempat ke-5 dalam urutan 10 penyakit utama pada bayi
(0,7%) dan tempat ke-5 dalam urutan 10 macam penyakit utama pada anak umur 1-4 tahun (0,77%).

9
Telah diketahui bahwa campak menyebabkan penurunan daya tahan tubuh secara umum, sehingga mudah terjadi infeksi sekunder atau
penyulit. Penyulit yang sering dijumpai bronkopneumonia (75,2%), gastroenteritis (7,1%), ensefalitis (6,7%) dan lain-lain (7,9%).

Faktor Resiko :

 Daya tahan tubuh yang lemah


 Belum pernah terkena campak
 Belum pernah mendapat vaksinasi campak

Patofisiologi
Penularannya sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penyakit ini sangat
mudah menular dimana penularan dapat terjadi melalui:

 Percikan ludah yang mengandung virus (droplet infection)


 Kontak langsung dengan penderita
 Penggunaan peralatan makan dan minum bersama

Penderita dapat menularkan penyakitnya sejak 2-4 hari sebelum timbulnya ruam pada kulit sampai ± 5 hari sejak ruam timbul. Tingkat
infektivitas campak sangat tinggi.

Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui secara lengkap, tetapi 5-6 hari sesudah infeksi awal, fokus infeksi
terwujud yaitu ketika virus masuk ke dalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran nafas, kulit,
kandung kemih dan usus.

Pada hari ke-9-10 fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, satu sampai dua lapisan mengalami nekrosis. Pada
saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali
dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respons imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem
saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit-berat dan ruam yang menyebar ke seluruh tubuh,
tampak suatu ulser kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak Koplik, merupakan tanda pasti untuk menegakkan diagnosis.
Akhimya muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi.
Selanjutnya daya tahan tubuh menurun, sebagai akibat respons delayed hypersensitivity terhadap antigen virus terjadilah ruam pada kulit, kejadian
ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke pembuluh darah. Vesikel tampak secara
mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil tumbuh di kulit. Penelitian dengan imunofluoresens dan histologik menunjukkan bahwa
antigen campak dan gambaran histologik pada kulit berupa suatu reaksi Arthus. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan
memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-lain. Dalam keadaan tertentu
adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak, selain itu campak dapat menyebabkan gizi kurang.

10
Gejala Klinis
Penyakit ini merupakan salah satu self limiting disease yang memiliki masa tunas 10-20 hari dan dibagi dalam 3 stadium, yaitu :
1. Stadium kataral (prodromal)

11
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4- 5 hari disertai panas (38,5 ºC), malaise, batuk, nasofaringitis, fotofobia, konjungtivitis dan
koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat
jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya di mukosa bukalis
berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan di bibir bawah tengah atau palatum. Kadang-kadang terdapat makula halus yang kemudian
menghilang sebelum stadium erupsi. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai
influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan penderita pernah kontak
dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.
2. Stadium erupsi
Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula
bercak koplik. Terjadinya eritema yang berbentuk makula-papula disertai menaiknya suhu badan. Diantara makula terdapat kulit yang normal.
Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang
terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan
urutan seperti terjadinya. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan di daerah leher belakang. Terdapat pula sedikit
splenomegali. Tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah “black measles”, yaitu morbili yang disertai
perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lama-kelamaan akan hilang sendiri. Selain
hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk
morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema dan eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi
normal kecuali bila ada komplikasi.
Berdasarkan gejala yang timbul, morbili dapat berupa :
 Panas

Panas dapat meningkat hingga hari kelima atau keenam yaitu pada saat puncak timbulnya erupsi. Kadang-kadang temperatur dapat
bifasis dengan peningkatan awal yang cepat dalam 24-48 jam pertama diikuti dengan periode normal selama 1 hari dan selanjutnya terjadi
peningkatan yang cepat sampai 39°C-40,6°C pada saat erupsi ruam mencapai puncaknya. Pada morbili yang tidak mengalami komplikasi,
temperatur turun diantara hari ke 2-3, sehingga timbulnya eksantema. Bila tidak disertai komplikasi, maka 2 hari setelah timbul ruam yang lengkap,
panas biasanya turun. Bila panas menetap, maka kemungkinan penderita mengalami komplikasi.
 Coryza

Tidak dapat dibedakan dengan common cold. Batuk dan bersin diikuti dengan hidung tersumbat dan sekret yang mukopurulen dan
menjadi profus pada saat erupsi mencapai puncaknya serta menghilang bersamaan dengan menghilangnya panas.
 Konjungtivitis

Pada stadium awal periode prodromal dapat ditemukan transverse marginal line injection pada palpebra inferior. Gambaran ini sering
dihubungkan dengan adanya inflamasi konjungtiva yang luas dengan disertai adanya edema palpebra. Keadaan ini dapat disertai dengan
peningkatan lakrimasi dan fotofobia. Konjungtivitis akan menghilang setelah demam turun
 Batuk

Batuk disebabkan oleh reaksi inflamasi mukosa saluran pernafasan. Intensitas batuk meningkat dan mencapai puncaknya pada saat
erupsi. Namun demikian batuk dapat bertahan lebih lama dan menghilang secara bertahap dalam waktu 5-10 hari.
 Bercak Koplik’s

Nama tersebut diambil dari Henry Koplik, nama seorang dokter spesialis anak di Amerika Serikat yang pertama mendeteksi tanda itu.
Merupakan gambaran bercak-bercak kecil yang ireguler sebesar ujung jarum/ pasir yang berwarna merah terang dan pada bagian tengahnya
berwarna putih kelabu. Gambaran ini merupakan salah satu tanda patognomonik morbili. Pada hari pertama timbulnya ruam sudah dapat ditemukan
adanya bercak Koplik’s dan menghilang hari ketiga timbulnya ruam.
 Ruam

Timbul setelah 3-4 hari panas. Ruam mulai sebagai eritema makulo-papuler, mulai timbul dari belakang telinga pada batas rambut,
kemudian menyebar kedaerah pipi, leher, seluruh wajah dan dada serta biasanya dalam waktu 24 jam sudah menyebar sampai ke lengan atas dan
selanjutnya ke seluruh tubuh, mencapai kaki pada hari ketiga. Pada saat ruam sudah sampai ke kaki, maka ruam yang timbul lebih dulu mulai
berangsur-angsur menghilang.

2.6 Pemeriksaan Laboratorium


Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan adanya leukopeni. Dalam sputum, sekresi nasal, sedimen urine dapat ditemukan adanya
multi nucleated giant cell yang khas. Pada kasus-kasus atipik, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk memastikannya. Teknik pemeriksaan
yang dapat digunakan adalah:
1. Fiksasi komplemen
2. Inhibisi hemaglutinasi
3. Metode antibodi fluoresensi tidak langsung

Diagnosis
Diagnosa biasanya ditegakkan berdasarkan temuan klinis. Pada tahap awal, sulit untuk menegakkan diagnosa campak. Adanya
konjungtivitis merupakan petunjuk berharga dalam upaya pengambilan diagnosa. Bila kita berhasil menemukan bercak Koplik, maka diagnosa
12
dini dapat kita tegakkan.

Hal-hal yang membantu penegakan diagnosa:

 Riwayat kontak dengan penderita campak


 Gejala demam, batuk, pilek dan konjungtivitis
 Bercak Koplik (patognomonik)
 Erupsi makulopapula dengan tahap-tahap pemunculan yang khas
 Bercak berwarna kehitaman pada kulit setelah sembuh

Diagnosis didasarkan atas gejala dan tanda sebagai berikut :


Anamnesis :
1. Anak dengan panas 3-5 hari (biasanya tinggi, mendadak), batuk, pilek harus dicurigai atau di diagnosis banding morbili.
2. Mata merah, tahi mata, fotofobia, menambah kecurigaan.
3. Dapat disertai diare dan muntah.
4. Dapat disertai dengan gejala perdarahan (pada kasus yang berat) : epistaksis, petekie, ekimosis.
5. Anak resiko tinggi adalah bila kontak dengan penderita morbili (1 atau 2 minggu sebelumnya) dan belum pernah vaksinasi campak.
Pemeriksaan fisik :
1. Pada stadium kataral manifestasi yang tampak mungkin hanya demam (biasanya tinggi) dan tanda-tanda nasofaringitis dan konjungtivitis.
2. Pada umunya anak tampak lemah.
3. Koplik spot pada hari ke 2-3 panas (akhir stadium kataral).
4. Pada stadium erupsi timbul ruam (rash) yang khas : ruam makulopapular yang munculnya mulai dari belakang telinga, mengikuti
pertumbuhan rambut di dahi, muka, dan kemudian seluruh tubuh.

Diagnosis Banding
1. German measles (Rubela)
Gejala lebih ringan dari morbili, terdiri dari gejala infeksi saluran nafas bagian atas, demam ringan, namun terdapat pembesaran kelenjar
regional di daerah suboccipital dan post aurikuler. Ruam lebih halus yang mula-mula timbul pada daerah wajah lalu menyebar ke batang tubuh
dan menghilang dalam waktu 3 hari.
2. Eksantema subitum
Ruam akan muncul bila suhu badan menjadi normal. Rubeola infantum (eksantema subitum) dibedakan dari campak dimana ruam dari
roseola infantum tampak ketika demam menghilang. Ruam rubella dan infeksi enterovirus cenderung untuk kurang mencolok daripada ruam
campak, sebagaimana tingkat demam dan keparahan penyakit. Walaupun batuk ada pada banyak infeksi ricketsia, ruam biasanya tidak melibatkan
muka, yang pada campak khas terlibat. Tidak adanya batuk atau riwayat injeksi serum atau pemberian obat biasanya membantu mengenali penyakit
serum atau ruam karena obat. Meningokoksemia dapat disertai dengan ruam yang agak serupa dengan ruam campak, tetapi batuk dan konjungtivitis
biasanya tidak ada. Pada meningokoksemia akut ruam khas purpura petekie. Rash karena obat-obatan lebih bersifat urtikaria, sehingga rashnya
lebih besar, luas, menonjol dan umumnya tidak disertai panas.
3. Infeksi oleh Ricketsia
Gejala prodromal lebih ringan, rash tidak dijumpai di wajah dan koplik’s spot tidak ada.
4. Infeksi mononucleolus
Dijumpai limfadenopati umum dan peningkatan jumlah monosit.
5. Rash karena obat-obatan
Bersifat urtikaria, sehingga rashnya lebih besar, luas, menonjol dan umumnya tidak disertai panas.

Komplikasi
a. Laringitis akut
Laringitis timbul karena adanya edema hebat pada mukosa saluran nafas, bertambah parah pada saat demam mencapai puncaknya, ditandai
dengan distres pernafasan, sesak, sianosis dan stridor. Ketika demam menurun, keadaan akan membaik dan gejala akan menghilang.

b. Bronkopneumonia
Dapat disebabkan oleh virus campak maupun oleh invasi bakteri, ditandai dengan batuk, meningkatnya frekuensi nafas, dan adanya ronki
basah halus. Pada saat suhu menurun, gejala pneumonia karena virus akan menghilang, kecuali batuk yang masih terus sampai beberapa hari lagi.

13
Apabila suhu tidak juga turun pada saat yang diharapkan, dan gejala saluran nafas masih terus berlangsung, dapat diduga adanya pneumonia karena
bakteri yang telah mengadakan invasi pada sel epitel yang telah dirusak oleh virus. Gambaran infiltrat pada fototoraks dan adanya leukositosis
dapat mempertegas diagnosis. Di negara sedang berkembang malnutrisi masih menjadi masalah, penyulit pneumonia bakteri biasa terjadi dan
menjadi fatal bila tidak diberi antibiotik.

c. Kejang demam
Kejang dapat timbul pada periode dernam, umumnya pada puncak demam saat ruam keluar. Kejang dalam hal ini diklasifikasikan sebagai
kejang demam.

d. Ensefalitis
Ensefalitis adalah penyulit neurologik yang paling sering terjadi, biasanya terjadi pada hari ke-4-7 setelah tirnbulnya ruarn. Kejadian
ensefalitis sekitar 1 dalam 1.000 kasus campak, dengan mortalitas berkisar antara 30-40%. Terjadinya ensefalitis dapat melalui mekanisme
imunologik maupun melalui invasi langsung virus campak ke dalam otak. Gejala, ensefalitis dapat berupa kejang, letargi, koma dan intobel.
Keluhan nyeri kepala, frekuensi nafas meningkat, twitching, disgrientasi juga dapat diternukan. Pemeriksaan cairan serebrpspinal menunjukkan
pleositpsis ringan, dengan predominan sel mononuklear, peningkatan protein ringan, sedangkan kadar glukosa dalam batas normal.
e. SSPE (Subacute Sclerosing PanEncepluilitis)
Subacute sclerosing panenceplmlitis merupakan kelainan degeneratif susunan saraf pusat yang jarang disebabkan oleh karena infeksi oleh
virus campak yang persisten. Kemungkinan untuk menderita SSPE pada anak yang sebelumnya pernah menderita campak adalah 0,6-2,2 per
100.000 infeksi campak. Risiko lebih besar pada umur yang lebih muda, masa inkubasi timbulnya SSPE rata-rata 7 tahun. Gejala SSPE didahului
dengan gangguan tingkah laku dan intelektual yang progresif, diikuti oleh inkoordinasi motorik, kejang umumnya bersifat miokionik.
Laboratorium menunjukkan peningkatan globulin dalam cairan serebrospinal, anribodi terhadap campak dalam serum (CF dan HAI) meningkat
(1:1280). Tidak ada terapi untuk SSPE. Rata-rata jangka waktu timbulnya gejala sampai meninggal antara 6-9 bulan.
f. Otitis media
Invasi virus ke dalam telinga tengah umumnya terjadi pada campak. Gendang telinga biasanya hiperemia pada fase prodromal dan stadium
erupsi. Jika terjadi invasi bakteri pada lapisan sel mukosa yang rusak karena invasi virus, terjadi otitis media purulenta.

g. Enteritis
Beberapa anak yang menderita campak mengalami muntah dan mencret pada fase prodromal. Keadaan ini akibat invasi virus ke dalam sel
mukosa usus.

h. Konjungtivitis
Pada hampir semua kasus campak terjadi konjungtiviris, yang ditandai dengan adanya mata merah, pembengkakan kelopak mata, lakrimasi
dan fotofobia. Kadang-kadang terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Virus campak atau antigennya dapat dideteksi pada lesi konjungtiva pada hari-
hari pertama sakit. Konjungtiva dapat memburuk dengan terjadinya hipopion dan pan-oftalmitis dan menyebabkan kebutaan.

i. Sistem kardiovaskular
Pada ECG dapat ditemukan kelainan berupa perubahan pada gelombang T, kontraksi prematur aurikel dan perpanjangan interval A-V.
Perubahan tersebut bersifat sementara dan tidak atau hanya sedikit mempunyai arti klinis.

Pengobatan
Morbili merupakan self limiting desease, sehingga pengobatannya hanya bersifat simptomatis yaitu ; memperbaiki keadaan umum,
antipiretik bila suhu tinggi, sedativum, dan obat batuk. Tindakan lain adalah pengobatan segera terhadap komplikasi yang timbul.
Obat-obat yang dapat diberikan antara lain:

 Penurun panas (antipiretik) paracetamol 7,5-10mg/kg bb/kali, interval 6-8 jam.


 Pengurang batuk : ekspektoran, gliseril guaiakolat anak 6-12 tahun : 50 – 100 mg tiap 2-6 jam, dosis maksimum 600 mg/hari. Antitusif
perlu diberikan bila batuknya hebat/mengganggu, narcotic antitussive (codein) tidak boleh digunakan. Mukolitik bila perlu.

 Vitamin A dosis tunggal


 Di bawah 1 tahun : 100.000 unit
 Di atas 1 tahun : 200.000 unit

14
 Antibiotika
 Antibiotika hanya diberikan bila terjadi komplikasi berupa infeksi sekunder (seperti otitis media dan pnemonia)

Pasien campak tanpa penyulit dapat berobat jalan dan indikasi masuk Rumah Sakit dianjurkan bila :
- Morbili yang disertai komplikasi
- Morbili dengan kemungkinan komplikasi yang berat, yaitu bila ditemukan :
 Bercak/ eksantema merah kehitaman yang menimbulkan desquamasi dengan squama yang lebar dan tebal.
 Suara parau terutama disertai tanda penyumbatan seperti laringitis dan pneumonia
 Dehidrasi berat
 Kejang dengan penurunan kesadaran
 PEM berat

Pencegahan
 Hindari kontak dengan penderita campak
 Imunisasi campak pada usia 9 bulan
 Imunisasi MMR pada usia 15 bulan
 Gamma globulin
 Dapat diberikan pada anak berusia 6 bulan sampai 2 tahun bila ada riwayat kontak dengan penderita
 Hanya memberikan perlindungan singkat (± 3 bulan)
 Dosis: 0.2 ml/kgBB

Vaksinasi biasanya dapat memberikan perlindungan seumur hidup pada penerimanya. Walau demikian, pada beberapa kasus, orang
yang telah mendapat vaksinasi masih bisa terkena penyakit campak. Bila ini terjadi, gejala yang dialami biasanya bersifat ringan.

Morbili dapat dicegah dengan pemberian imunisasi. Imunisasi yang diberikan dapat berupa imunisasi aktif dan pasif.

Imunisasi aktif
Vaksin yang diberikan ialah “Live attenuated measles vaccine”. Mula-mula diberikan strain Edmonson B, tetapi strain ini dapat
menimbulkan panas tinggi dan eksantema pada hari ke 7-12 post vaksinasi, sehingga strain vaksin ini sering diberikan bersama-sama dengan
gamma globulin di lengan lain.
Sekarang digunakan strain Schwarz dan Moraten dan tidak diberikan bersama gamma globulin. Di Indonesia digunakan vaksin virus
morbili hidup yang telah dilemahkan yaitu strain Schwarz. Vaksin ini diberikan sebanyak 0,5 ml secara subkutan dan dapat menimbulkan
kekebalan yang berlangsung lama.
Vaksin ini diberikan secara subcutan sebanyak 0,5 ml pada umur 9 bulan. Pada anak dibawah umur 9 bulan umumnya tidak dapat
memberikan kekebalan yang baik, karena gangguan antibodi yang dibawa sejak lahir.
Pemberian imunisasi ini akan menyebabkan anergi terhadap tuberkulin selam 2 bulan setelah vaksinasi. Bila anak telah mendapat
imunoglobulin atau tranfusi darah sebelumnya, maka vaksinasi ini harus ditangguhkan sekurang-kurangnya 3 bulan.
Vaksinasi tidak boleh dilakukan bila :
- Menderita infeksi saluran nafas akut atau infeksi akut lainnya yang disertai dengan demam lebih dari 38°C
- Memiliki riwayat kejang demam
- Terdapat defisiensi imunologik
- Penderita leukimia, dalam pengobatan kortikosteroid dan imunosupresif
- Memiliki riwayat alergi (ditunda sampai dengan 2 minggu sembuh)
- Dalam masa kehamila

Imunisasi pasif
Tidak banyak dianjurkan karena terdapat risiko terjadinya ensefalitis dan aktivasi tuberkulosis.

Prognosis
Morbili merupakan self limiting disease dan berlangsung 7-10 hari sehingga bila tanpa disertai dengan komplikasi maka prognosisnya
baik.

15
Morbiditas morbili dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :
 Diagnosis dini, pengobatan yang adekuat terhadap komplikasi yang timbul
 Kesadaran dan pengetahuan yang rendah dari orang tua penderita.
 Masih percaya mitos
 Penggunaan fasilitas kesehatan yang kurang

DAFTAR PUSTAKA

Burnett M., 2007. Measles, Rubeola. http://www.e-emedicine.com


FKUI-RSCM. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak – Jakarta: FKUI. 2007.
Made Setiawan, Agus Sjahrurachman, Fera Ibrahim, Agus Suwandono.
Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Bagian Mikrobiologi FK-UI, Litbangkes Departemen Kesehatan RI. Sari Pediatri, Vol.
10, No. 3, Oktober 2008.
Rampengan, T.H. Laurentz, I.R. Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak. Jakarta: EGC. 2008.
Ranuh, I.G.N, Et Al. Pedoman Imunisasi Di Indonesia, Satgas Imunisasi-Ikatan Dokter Anak Indonesia – Jakarta: BP3 IDAI. 2008.
Rahman M. Dardjat M.T (Editor), Segi-Segi Praktis Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 2. Jakarta 2002.
Soedarmo, P.S.S, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Infeksi Dan Penyakit Tropis. Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2008.

16

Anda mungkin juga menyukai