Anda di halaman 1dari 16

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

Nama : Tn. S

Umur : 46 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan :-

Alamat : Kemiling – Bandar Lampung

MR : 121662

II. ANAMNESIS

Dilakukan pada tanggal 06 Februari 2019, didapat secara autoanamnesis.

 Keluhan Utama

Mata kanan merah dan pandangan kabur sejak 4 hari yang lalu.

 Keluhan Tambahan

Pasien juga mengeluh seperti ada yang mengganjal pada mata kanan,

sering berair.

 Riwayat Perjalanan Penyakit

 Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi sejakn 1 tahun yang lalu.

1
 Riwayat Penyakit Keluarga

 Riwayat Pengobatan

Riwayat konsumsi obat rutin (-), riwayat memakai obat tetes dari

apotek sehari sejak keluhan utama muncul.

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda-tanda Vital

Tekanan Darah : 190/100 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Respirasi : 24 x/menit

Suhu : 36.7 c

B. Status Oftalmologi

OD OS
1/300 Visus 6/12

2
Orthoforia Kedudukan bulbus Orthoforia
oculli
Trichiasis (-) Madarosis Silia Trichiasis (-) Madarosis (-)
(-)
Hiperemis (-) nyeri tekan Palprbra superior Hiperemis (-) nyeri tekan (-
(-) )
Edema (-) Edema (-)
Hiperemis (-) nyeri tekan Palpebra inferior Hiperemis (-) nyeri tekan (-
(-) )
Edema (-) Edema (-)
Hiperemis (-) Papil (-) Konjungtiva palpebra Hiperemis (-) Papil (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Hiperemis (-) Papil (-) Konjungtiva fornices Hiperemis (-) Papil (-)
Folikel (-) Folikel (-)
Injeksi konjungtiva (+), Konjungtiva bulbi Injeksi konjungtiva (-)
injeksi silier (+).
Injeksi (-) Sklera Injeksi (-)
infiltrate (-) Kornea infiltrate (+)
Sedang, pus (-) darah (-) Kamera okuli anterior Sedang, pus (-) darah (-)
Bentuk ireguler (+) Iris Arcus sinilis
reflek cahaya (-) Pupil reflek cahaya (+)
Keruh (-) Lensa Keruh (-)
Normal Reatina Normal

3
IV. RESUME

Pasien datang ke poli klinik mata RSPBA dengan keluhan mata


kabur sejak 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh mata merah, merasa
silau ketika melihat cahaya, serta air mata yang mengalir terus-menerus.
Dari hasil pemeriksaan oftalmologi didapatkan visus VOD 6/20 ( koreksi
tidak maju) dan VOS 1/300.
V. PEMERIKSAAN ANJURAN

Pewarnaan gram

VI. DIAGNOSIS BANDING

VII. DIAGNOSIS KERJA

Uveitis Anterior OD

VIII. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologis
Farmakologis
IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : dubia ad bonam


Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Uvea

Uvea atau traktus uvealis merupakan lapisan vascular di dalam bola


mata yang tediri atas iris, badan siliar, dan koroid.

2.1.1 Iris

Iris merupakan suatu membran datar sebagai lanjutan dari badan


siliar ke depan (anterior). Di bagian tengah iris terdapat lubang yang disebut
pupil yang berfungsi untuk mengatur besarnya sinar yang masuk mata.

5
Permukaan iris warnanya sangat bervariasi dan mempunyai lekukan-
lekukan kecil terutama sekitar pupil yang disebut kripte. Pada iris terdapat
2 macam otot yang mengatur besarnya pupil, yaitu : Musculus dilatator
pupil yang berfungsi untuk melebarkan pupil dan Musculus sfingter pupil
yang berfungsi untuk mengecilkan pupil. Kedua otot tersebut memelihara
ketegangan iris sehingga tetap tergelar datar. Dalam keadaan normal, pupil
kanan dan kiri kira-kira sama besarnya, keadaan ini disebut isokoria.
Apabila ukuran pupil kanan dan kiri tidak sama besar, keadaan ini disebut
anisokoria. Iris menipis di dekat perlekatannya dengan badan siliar dan
menebal di dekat pupil.
Pembuluh darah di sekeliling pupil disebut sirkulus minor dan yang
berada dekat badan siliar disebut sirkulus mayor. Iris dipersarafi oleh nervus
nasoiliar cabang dari saraf cranial III yang bersifat simpatik untuk midriasis
dan parasimpatik untuk miosis.

2.2.1 Corpus Siliar

Korpus siliaris merupakan susunan otot melingkar dan mempunyai


sistem eksresi dibelakang limbus. Badan siliar dimulai dari pangkal iris ke
belakang sampai koroid terdiri atas otot-otot siliar dan prosesus siliaris.
Otot-otot siliar berfungsi untuk akomodasi.
Badan siliar berbentuk cincin yang terdapat di sebelah dalam dari
tempat tepi kornea melekat di sklera. Badan siliar merupakan bagian uvea
yang terletak antara iris dan koroid. Badan siliar menghasilkan humor
akuos. Humor akuos ini sangat menentukan tekanan bola mata (tekanan
intraokular = TIO). Humor akuos mengalir melalui kamera okuli posterior
ke kamera okuli anterior melalui pupil, kemudian ke angulus iridokornealis,
kemudian melewait trabekulum meshwork menuju canalis Schlemm,
selanjutnya menuju kanalis kolektor masuk ke dalam vena episklera untuk
kembali ke jantung.

2.3.1 Choroid

6
Koroid merupakan bagian uvea yang paling luar, terletak antara
retina (di sebelah dalam) dan sklera (di sebelah luar). Koroid berbentuk
mangkuk yang tepi depannya berada di cincin badan siliar. Koroid adalah
jaringan vascular yang terdiri atas anyaman pembuluh darah. Retina tidak
menempati (overlapping) seluruh koroid, tetapi berhenti beberapa
millimeter sebelum badan siliar. Bagian koroid yang tidak terselubungi
retina disebut pars plana.
Vaskularisasi uvea berasal dari arteri siliaris anterior dan posterior
yang berasal dari arteri oftalmika. Vaskularisasi iris dan badan siliaris
berasal dari sirkulus arteri mayoris iris yang terletak di badan siliaris yang
merupakan anastomosis arteri siliaris anterior dan arteri siliaris posterior
longus. Vaskularisasi koroid berasal dari arteri siliaris posterior longus dan
brevis.
Fungsi dari uvea antara lain : Regulasi sinar ke retina,Imunologi
(bagian yang berperan dalam hal ini adalah khoroid), Produksi akuos humor
oleh korpus siliaris, dan sebagai nutrisi.

2.2 Uveitis
2.2.1 Definisi
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan
traktus uvealis yang meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan

7
koroid yang disebabkan oleh infeksi, trauma, neoplasia, atau proses
autoimun.

2.2.2 Klasifikasi
Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi empat kelompok utama, yaitu
klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis. Penyakit
peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng
dewasa dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak
diketahui.
1) Klasifikasi berdasarkan anatomis
a. Uveitis Anterior
Merupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus
siliaris atau disebut juga dengan iridosiklitis.
b. Uveitis Posterior
Merupakan inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer
yang disertai dengan peradangan vitreous.
c. Uveitis Posterior
Merupakan inflamasi yang mengenai koroid (koroiditis)
d. Panuveitis
Merupakan inflamasi yang mengenai seluruh lapisan uvea.
2) Klasifikasi berdasarkan Klinis
a. Uveitis akut
Uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan
bersifat simptomatik.
b. Uveitis kronik
Uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai
berbulan-bulan atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas
dan bersifat asimtomatik.
3) Klasifikasi berdasarkan Etiologis
a. Uveitis infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh infeksi virus, parasit, dan bakteri

8
b. Uveitis non-infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh kelainan imunologi atau autoimun.
4) Klasifikasi berdasarkan patologis
a. Uveitis non-granulomatosa
Infiltrat dominan limfosit pada koroid.
b. Uveitis granulomatosa
Infiltrat dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus
2.2.3 Etiologi
Penyebab eksogen seperti trauma uvea atau invasi mikroorganisme
atau agen lain dari luar. Secara endogen dapat disebabkan idiopatik,
autoimun, keganasan, mikroorganisme atau agen lain dari dalam tubuh
pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herper simpleks. Etiologi uveitis
dibagi dalam :
Berdasarkan spesifitas penyebab :
1. Penyebab spesifik (infeksi) Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi,
ataupun parasit yang spesifik.
2. Penyebab non spesifik (non infeksi) atau reaksi hipersensitivitas
Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau
antigen yang masuk kedalam tubuh dan merangsang reaksi antigen
antibodi dengan predileksi pada traktus uvea.

Berdasarkan asalnya:
1. Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi
intraokuler, ataupun iatrogenik.
2. Endogen : disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme
atau agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis,
herpes simpleks.

2.2.4 Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek
langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik

9
biasanya mengikuti suatu trauma tembus okuli, walaupun kadang-kadang
dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi oleh
mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.
Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi merupakan
reaksi hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau
antigen dari dalam (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar
berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan
uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya
mekanisme hipersensitivitas. Radang iris dan badan siliar menyebabkan
rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi peningkatan protein,
fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan
biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel
kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan
sel-sel radang berupa pus di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun
migrasi eritrosit ke dalam COA, dikenal dengan hifema. Apabila proses
radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang dapat
melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada
dua jenis keratic precipitate, yaitu :
1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen
yang difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.
2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma,
terdapat pada jenis non granulomatosa.

Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan


akan berjalan terus dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang,
fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan perlekatan antara iris dengan
kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun dengan
endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan
pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil
tertutup oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil.

10
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya
trabekular oleh sel-sel radang, akan menghambat aliran akuos humor dari
bilik mata belakang ke bilik mata depan sehingga akuos humor tertumpuk
di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang tampak
sebagai iris bombans (iris bombe). Selanjutnya tekanan dalam bola mata
semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder.
Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang
menyebabkan lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila
peradangan menyebar luas, dapat timbul endoftalmitis (peradangan
supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan abses
di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata
termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga
abses).
Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak
segera ditangani, dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata
sebelahnya yang semula sehat. Komplikasi ini sering didapatkan pada
uveitis anterior yang terjadi akibat trauma tembus, terutama yang mengenai
badan silier.

2.2.5 Manifestasi Klinis


1. Uveitis anterior
Keluhan pasien dengan uveitis anterior adalah mata sakit, mata
merah, fotofobia, penglihatan turun ringan dengan mata berair. Keluhan
sukar melihat dekat pada pasien uveitis dapat terjadi akibat ikut
meradangnya otot-otot akomodasi. Dari pemeriksaan mata dapat
ditemukan tanda antara lain : Hiperemia perikorneal, yaitu dilatasi
pembuluh darah siliar sekitar limbus, dan keratic precipitate. Pada
pemeriksaan slit lamp dapat terlihat flare di bilik mata depan dan bila
terjadi inflamasi berat dapat terlihat hifema atau hipopion. Iris edema dan
warna menjadi pucat, terkadang didapatkan iris bombans. Dapat pula dijumpai sinekia
posterior ataupun sinekia anterior. Pupil kecil akibat peradangan otot sfingter

11
pupil dan terdapatnya edema iris. Lensa keruh terutama bila telah terjadi katarak
komplikata. Tekanan intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma sekunder.
Pada proses akut dapat terjadi miopisi akibat rangsangan badan siliar
dan edema lensa. Pada uveitis non-granulomatosa dapat terlihat
presipitat halus pada dataran belakang kornea. Pada uveitis
granulomatosa dapat terlihat presipitat besar atau mutton fat noduli
Koeppe (penimbunan sel pada tepi pupil) atau noduli Busacca
(penimbunan sel pada permukaan iris).
2. Uveitis intermediate
Tanda uveitis intermediet yang terpenting yaitu adanya peradangan
vitreus. Uveitis intermediet biasanya bilateral dan cenderung mengenai
pasien remaja akhir atau dewasa muda. Pria lebih banyak yang terkena
dibandingkan wanita. Gejala- gejala yang khas meliputi floaters dan
penglihatan kabur. Nyeri, fotofobia dan mata merah biasanya tidak ada
atau hanya sedikit. Temuan pemeriksaan yang menyolok adalah vitritis
seringkali disertai dengan kondensat vitreus yang melayang bebas
seperti bola salju (snowballs) atau menyelimuti pars plana dan corpus
ciliare seperti gundukan salju (snow-banking). Peradangan bilik mata
depan minimal tetapi jika sangat jelas peradangan ini lebih tepat disebut
panuveitis. Penyebab uveitis intermediate tidak diketahui pada sebagian
besar pasien, tetapi sarkoidosis dan multipel sklerosis berperan pada 10-
20% kasus. Komplikasi uveitis intermediate yang tersering adalah
edema makula kistoid, vaskulitis retina dan neovaskularisasi pada
diskus optikus.
3. Uveitis posterior
Uveitis posterior adalah peradangan yang mengenai uvea bagian
posterior yang meliputi retinitis, koroiditis, vaskulitis retina dan papilitis
yang bisa terjadi sendiri-sendiri atau secara bersamaan. Gejala yang
timbul adalah floaters, kehilangan lapang pandang atau scotoma,
penurunan tajam penglihatan. Sedangkan pada koroiditis aktif pada

12
makula atau papillomacular bundle menyebabkan kehilangan
penglihatan sentral dan dapat terjadi ablasio retina.

2.2.6 Penatalaksanaan
Tujuan utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan
atau memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan
fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan
tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan
terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan. Adapun terapi uveitis dapat
dikelompokkan menjadi :
Terapi non spesifik :
1. Penggunaan kacamata hitam
Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat
pemberian midriatikum.
2. Kompres hangat
Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang,
sekaligus untuk meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel
radang dapat lebih cepat.
3. Midritikum/ sikloplegik
Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier
relaks, sehingga dapat mengurangi nyeri dan mempercepat
penyembuhan. Selain itu, midriatikum sangat bermanfaat untuk
mencegah terjadinya sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah ada.
Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:
a. Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes
b. Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
c. Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes
4. Anti inflamasi
Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan
dosis sebagai berikut:

13
Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %.
Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler
::
a. Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
b. Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
c. Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
d. Methylprednisolone acetate 20 mg
Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80
mg per hari sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap
hari.
Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali.
Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-komplikasi
yang mungkin terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada penggunaan lokal
selama lebih dari dua minggu, dan komplikasi lain pada penggunaan
sistemik.

Terapi spesifik
Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari
uveitis anterior telah diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah
bakteri, maka obat yang sering diberikan berupa antibiotik, yaitu :
Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid.
Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.
Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti
disebutkan diatas harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi
adalah sama tanpa memandang penyebabnya.

2.2.7 Komplikasi
Komplikasi dari uveitis dapat berupa :
a. Glaucoma, peninggian tekanan bola mata
Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga
mengakibatkan hambatan aliran aquos humor dari bilik posterior ke

14
bilik anterior. Penumpukan cairan ini bersama-sama dengan sel radang
mengakibatkan tertutupnya jalur dari out flow aquos humor sehigga
terjadi glaucoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan midriatika.
b. Katarak
Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan
penggunaan terapi kortikosteroid pada terapi uveitis dapat
mengakibatkan gangguan metabolism lensa sehingga menimbulkan
katarak. Operasi katarak pada mata yang uveitis lebih komplek lebih
sering menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak dikelola dengan
baik. Sehingga dibutuhkan perhatian jangka panjang terhadap pre dan
post operasi. Operasi dapat dilakukan setelah 3 bulan bebas inflamasi.
Penelitian menunjukan bahwa fakoemulsifikasi dengan penanaman
IOL pada bilik posterior dapat memperbaiki visualisasi dan memiliki
toleransi yang baik pada banyak mata dengan uveitis.
c. Sinekia posterior  perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian
anterior akibat sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas.
d. Sinekia anterior  perlekatan iris dengan endotel kornea akibat sel-sel
radang, fibrin, dan fibroblas.
e. Seklusio pupil  perlekatan pada bagian tepi pupil
f. Oklusio pupil  seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang
g. Endoftalmitis  peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan
struktur di dalamnya dengan abses di dalam badan kaca akibat dari
peradangan yang meluas.
h. Panoftalmitis  peradangan pada seluruh bola mata termasuk sklera
dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses.
i. Ablasio retina

15
BAB III
KESIMPULAN

16

Anda mungkin juga menyukai