Anda di halaman 1dari 16

Referat

KRISIS HIPERTENSI

Disusun Oleh :
Diana Ulfah Rahmanah, S.Ked

Preseptor :
dr. Rina Kriswiastiny, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT PERTAMINA BINTANG AMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
TAHUN 2019
BAB I

PENDAHULUAN

Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan dibidang neurovaskular


yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis ditandai dengan
peningkatan tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala sistemik
yang merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan
komplikasi yang sering dari penderita dengan hipertensi dan membutuhkan
penanganan segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.

Dua puluh persen pasien hipertensi yang datang ke UGD adalah pasien
hipertensi krisis. Data di Amerika Serikat menunjukkan peningkatan prevalensi
hipertensi dari 6,7% pada penduduk berusia 20-39 tahun, menjadi 65% pada
penduduk berusia diatas 60 tahun. Data ini dari total penduduk 30% diantaranya
menderita hipertensi dan hampir 1%-2% akan berlanjut menjadi hipertensi krisis
disertai kerusakan organ target. Sebagian besar pasien dengan stroke perdarahan
mengalami hipertensi krisis.

Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosa adanya


hipertensi (underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau
dengan gejala ringan bagi mereka yang menderita hipertensi. Sedangkan, hipertensi
ini sudah dipastikan dapat merusak organ tubuh, seperti jantung (70% penderita
hipertensi akan merusak jantung), ginjal, otak, mata serta organ tubuh lainnya.
Sehingga, hipertensi disebut sebagai silent killer.

Dari populasi hipertensi, ditaksir 70% menderita hipertensi ringan, 20%


hipertensi sedang dan 10% hipertensi berat. Pada setiap jenis hipertensi ini data
timbul krisis hipertensi yang merupakan suatu kegawatan medik dan memerlukan
pengelolaan yang cepat dan tepat sehingga mencegah kemungkinan kematianatau
kecacatan. Angka kejadian krisis hipertensi menurut laporan dari hasil penelitian
decade lalu di negara maju berkisar 2-7% dari populasi hipertensi, terutama pada
usia 40-60 tahun dengan pengobatan yang tidak teratur selama 2-10 tahun.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh
tekanan darah yang tinggi (tekanan darah sistolik ≥180 mmHg dan atau
diastolik ≥120 mm Hg yang membutuhkan penanganan segera.

Berdasarkan keterlibatan organ target, krisis hipertensi dibagi


menjadi dua kelompok yaitu :

1. Hipertensi emergensi (darurat)


Peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg atau diastoik >
120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ target. Hipertensi
emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu jam
dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi intravena.
2. Hipertensi urgensi (mendesak)
Peningkatan tekanan darah seperti pada hipertensi emergensi
namun tanpa disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini tekanan
darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat-
obatan anti hipertensi oral.

Dikenal beberapa istilah yang berkaitan dengan hipertensi krisis


antara lain :

1. Hipertensi refrakter
Respon pengobatan yang tidak memuaskan dan tekanan darah
> 200/110 mmHg, walaupun telah diberikan pengobatan yang efektif
(triple drug) pada penderita dan kepatuhan pasien.
2. Hipertensi akselerasi
Peningkatan tekanan darah diastolik > 120 mmHg disertai
dengan kelainan funduskopi. Bila tidak diobati dapat berlanjut ke fase
maligna.

3. Hipertensi maligna
Penderita hipertensi akselerasi dengan tekanan darah diastolik >
120130 mmHg dan kelainan funduskopi disertai papil edema,
peninggian tekanan intrakranial, kerusakan yang cepat dari vaskular,
gagal ginjal akut, ataupun kematian bila penderita tidak mendapatkan
pengobatan. Hipertensi maligna biasanya pada penderita dengan
riwayat hipertensi esensial ataupun sekunder dan jarang pada penderita
yang sebelumnya mempunyai tekanan darah normal.
4. Hipertensi ensefalopati
Kenaikan tekanan darah dengan tibatiba disertai dengan keluhan
sakit kepala yang hebat, penurunan kesadaran dan keadaan ini dapat
menjadi reversibel bila tekanan darah tersebut diturunkan.

2.2 Etiologi dan Patofisiologi


Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular,
berupa disfungsi endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor
penyebab hipertensi emergensi dan hipertensi urgensi masih belum
dipahami. Diduga karena terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat
disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan darah yang
mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid
arteriol sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan
kerusakan fungsi autoregulasi.
Tabel 1. Etiologi Hipertensi emergensi
Hipertensi esensial
Penyakit ginjal
 Penyakit parenkim ginjal : pielonefritis kronik,
glomerulonephritis (vascular/kelainan pada glomerulus, SLE,
sistemik sclerosis, vasculitis ginjal)
 Nefritis tubulointersisial
Penyakit vascular pada ginjal
 Stenosis arteri ginjal : fibromuscular dysplasia, penyakit
artesklerosis renovascular
 Makroskopik polyarteritis
Obat-obatan
Kehamilan
 Eklamsia/pre-eklamsia
Endokrin
 Primary aldosteronism
 Renin secreting rumors
 Pheochromocytoma
Kelainan system saraf pusat
 Cedera kepala
 CVA infarction/hemorrhage

Mekanisme autoregulasi
Autoregulasi merupakan penyesuaian fisiologis organ tubuh
terhadap kebutuhan dan pasokan darah dengan mengadakan perubahan pada
resistensi terhadap aliran darah dengan berbagai tingkatan perubahan
kontraksi/ dilatasi pembuluh darah. Bila tekanan darah turun maka akan
terjadi vasodilatasi dan jika tekanan darah naik akan terjadi vasokonstriksi.
Pada individu normotensi, aliran darah otak masih tetap pada fluktuasi
Mean Atrial Pressure (MAP) 60-70 mmHg. Bila MAP turun di bawah batas
autoregulasi, maka otak akan mengeluarkan oksigen lebih banyak dari darah
untuk kompensasi dari aliran darah yang menurun.
Bila mekanisme ini gagal, maka akan terjdi iskemia otak dengan
manifestasi klinik seperti mual, menguap, pingsan dan sinkop. Pada
penderita hipertensi kronis, penyakit serebrovaskular dan usia tua, batas
ambang autoregulasi ini akan berubah dan bergeser ke kanan pada kurva,
sehingga pengurangan aliran darah dapat terjadi pada tekanan darah yang
lebih tinggi.

Pada penelitian Stragard, dilakukan pemgukuran MAP pada penderita


hipertensi dengan yang normotensi. Didapatkan penderita hipertensi
dengan pengobatan mempunyai nilai diantara grup normotensi dan
hipertensi tanpa pengobatan. Orang dengan hipertensi terkontrol cenderung
menggeser autoregulasi ke arah normal.

Dari penelitian didapatkan bahwa baik orang yang normotensi


maupun hipertensi, diperkirakan bahwa batas terendah dari autoregulasi
otak adalah kira-kira 25% di bawah resting MAP. Oleh karena itu dalam
pengobatan hipertensi krisis, penurunan MAP sebanyak 20%-25% dalam
beberapa menit atau jam,tergantung dari apakah emergensi atau urgensi.
Penurunan tekanan darah pada penderita diseksi aorta akut ataupun edema
paru akibat payah jantung kiri dilakukan dalam tempo 15-30 menit dan bisa
lebih cepat lagi dibandingkan hipertensi emergensi lainya. Penderita
hipertensi ensefalopati, penurunan tekanan darah 25% dalam 2-3 jam.
Untuk pasien dengan infark serebri akut ataupun perdarahan intrakranial,
penurunan tekanan darah dilakukan lebih lambat (6-12 jam) dan harus
dijaga agar tekanan darah tidak lebih rendah dari 170-180/100 mmHg.

2.3 Patofisiologi
2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan
organ target yang ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda
setiap pasien. Pada pasien dengan hipertensi krisis dengan perdarahan
intrakranial akan dijumpai keluhan sakit kepala, penurunan tingkat
kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau paresis
nervus cranialis. Pada hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan
kesadaran dan atau defisit neurologi fokal.
Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan retinopati
dengan perubahan arteriola, perdarahan dan eksudasi maupun
papiledema. Pada sebagian pasien yang lain manifestasi kardiovaskular
bisa saja muncul lebih dominan seperti; angina, akut miokardial infark
atau gagal jantung kiri akut. Dan beberapa pasien yang lain gagal ginjal
akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa saja terjadi.

Table 2. Hipertensi emergensi (darurat)


Hipertensi berat dengan TD >180/120 mmHg disertai dengan satu atau
lebih kondisi akut berikut :
o Perdarahan intracranial atau perdarahan subarachnoid
o Hipertensi ensefalopati
o Diseksi aorta akut
o Oedema paru akut
o Eklamsi
o Feokhromositoma
o Funduskopi KW III atau IV
o Insufisiensi ginjal akut
o Infark miokard akut
o Sindrom kelebihan katekolamin yang lain : sindrom withdrawl
obat hipertensi

Tabel 3. Hipertensi urgensi (mendesak)


Hipertensi berat dengan TD >180/120 mmHg, tetapi dengan minimal atau
tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada table 3
o Funduskopi KW I atau KW II
o Hipertensi post operasi
o Hipertensi tak terkontrol/tanpa diobati pada perioperatif

2.5 Pendekatan Diagnosis


Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi
harus dapat dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi
angka morbiditas dan mortalitas pasien. Anamnesis tentang riwayat
penyakit hipertensinya, obat-obatan anti hipertensi yang rutin diminum,
kepatuhan minum obat, riwayat konsumsi kokain, amphetamine dan
phencyclidine. Riwayat penyakit yang menyertai dan penyakit
kardiovaskular atau ginjal penting dievaluasi. Tanda-tanda defisit
neurologik harus diperiksa seperti sakit kepala,penurunan kesadaran,
hemiparesis dan kejang.
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan seperti hitung jenis,
elektrolit, kreatinin dan urinalisa. Foto thorax, EKG dan CT- scan kepala
sangat penting diperiksa untuk pasien-pasien dengan sesak nafas, nyeri dada
atau perubahan status neurologis. Pada keadaan gagal jantung kiri dan
hipertrofi ventrikel kiri pemeriksaan ekokardiografi perlu dilakukan.
Berikut adalah bagan alur pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi:
2.6 Penatalaksanaan
1. Hipertensi Urgensi
A. Penatalaksanaan Umum
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan
hipertensi urgensi tidak membutuhkan obat-obatan parenteral.
Pemberian obat-obatan oral aksi cepat akan memberi manfaat untuk
menurunkan tekanan darah dalam 24 jam awal Mean Arterial
Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada fase
awal standard goal penurunan tekanan darah dapat diturunkan
sampai 160/110 mmHg.
Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi parenteral maupun
oral bukan tanpa risiko dalam menurunkan tekanan darah.
Pemberian loading dose obat oral anti-hipertensi dapat
menimbulkan efek akumulasi dan pasien akan mengalami hipotensi
saat pulang ke rumah. Optimalisasi penggunaan kombinasi obat oral
merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi urgensi.

B. Obat-obatan spesifik untuk hipertensi urgensi


Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme
(ACE) inhibitor dengan onset mulai 15-30 menit. Captopril dapat
diberikan 25 mg sebagai dosis awal kemudian tingkatkan dosisnya
50-100 mg setelah 90-120 menit kemudian. Efek yang sering terjadi
yaitu batuk, hipotensi, hiperkalemia, angioedema, dan gagal ginjal
(khusus pada pasien dengan stenosis pada arteri renal bilateral).
Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang
sering digunakan pada pasien dengan hipertensi urgensi. Pada
penelitian yang dilakukan pada 53 pasien dengan hipertensi urgensi
secara random terhadap penggunaan nicardipine atau placebo.
Nicardipine memiliki efektifitas yang mencapai 65% dibandingkan
placebo yang mencapai 22% (p=0,002). Penggunaan dosis oral
biasanya 30 mg dan dapat diulang setiap 8 jam hingga tercapai
tekanan darah yang diinginkan. Efek samping yang sering terjadi
seperti palpitasi, berkeringat dan sakit kepala.
Labetalol adalah gabungan antara α1 dan β-adrenergic
blocking dan memiliki waktu kerja mulai antara 1-2 jam. Dalam
penelitian labetalol memiliki dose range yang sangat lebar
sehingga menyulitkan dalam penentuan dosis. Penelitian secara
random pada 36 pasien, setiap grup dibagi menjadi 3 kelompok;
diberikan dosis 100 mg, 200 mg dan 300 mg secara oral dan
menghasilkan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik
secara signifikan. Secara umum labetalol dapat diberikan mulai
dari dosis 200 mg secara oral dan dapat diulangi setiap 3-4 jam
kemudian. Efek samping yang sering muncul adalah mual dan
sakit kepala.
Clonidine adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral
(α2-adrenergicreceptor agonist) yang memiliki mula kerja antara
15-30 menit dan puncaknya antara 2-4 jam. Dosis awal bisa
diberikan 0,1-0,2 mg kemudian berikan 0,05-0,1 mg setiap jam
sampai tercapainya tekanan darah yang diinginkan, dosis
maksimal adalah 0,7 mg. Efek samping yang sering terjadi adalah
sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.
Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang
memiliki pucak kerja antara 10-20 menit. Nifedipine kerja cepat
tidak dianjurkan oleh FDA untuk terapi hipertensi urgensi karena
dapat menurunkan tekanan darah yang mendadak dan tidak dapat
diprediksikan sehingga berhubungan dengan kejadian stroke.

2. Hipertensi emergensi
A. Penatalaksanaan Umum
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap
individu tergantung pada kerusakan organ target. Manajemen
tekanan darah dilakukan dengan obat-obatan parenteral secara
tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan ICU agar
monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan
yang tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih belum
jelas, tetapi penurunan Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama
1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam berikutnya. Penurunan tekanan
darah secara cepat dan berlebihan akan mengakibatkan jantung dan
pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi.

B. Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi


Neurologic emergency. Kegawatdaruratan neurologi sering
terjadi pada hipertensi emergensi seperti hypertensive
encephalopathy, perdarahan intrakranial dan stroke iskemik akut.
American Heart Association merekomendasikan penurunan tekanan
darah > 180/105 mmHg pada hipertensi dengan perdarahan
intrakranial dan MAP harus dipertahankan di bawah 130 mmHg.
Pada pasien dengan stroke iskemik tekanan darah harus dipantau
secara hati-hati 1-2 jam awal untuk menentukan apakah tekanan
darah akan menurun secara sepontan. Secara terus-menerus MAP
dipertahankan > 130 mmHg.
Cardiac emergency. Kegawatdaruratan yang utama pada
jantung seperti iskemik akut pada otot jantung, edema paru dan
diseksi aorta. Pasien dengan hipertensi emergensi yang melibatkan
iskemik pada otot jantung dapat diberikan terapi dengan
nitroglycerin. Pada studi yang telah dilakukan, bahwa nitroglycerin
terbukti dapat meningkatkan aliran darah pada arteri koroner. Pada
keadaan diseksi aorta akut pemberian obat-obatan β-blocker
(labetalol dan esmolol) secara IV dapat diberikan pada terapi awal,
kemudian dapat dilanjutkan dengan obat-obatan vasodilatasi seperti
nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat menurunkan tekanan
darah sampai target tekanan darah yang diinginkan (TD sistolik >
120mmHg) dalam waktu 20 menit.
Kidney Failure. Acute kidney injury bisa disebabkan oleh
atau merupakan konsekuensi dari hipertensi emergensi. Acute
kidney injury ditandai dengan proteinuria, hematuria, oligouria dan
atau anuria. Terapi yang diberikan masih kontroversi, namun
nitroprusside IV telah digunakan secara luas namun nitroprusside
sendiri dapat menyebabkan keracunan sianida atau tiosianat.
Pemberian fenoldopam secara parenteral dapat menghindari potensi
keracunan sianida akibat dari pemberian nitroprussidedalam terapi
gagal ginjal.
Hyperadrenergic states. Hipertensi emergensi dapat
disebabkan karena pengaruh obat-obatan seperti katekolamin,
klonidin dan penghambat monoamin oksidase. Pasien dengan
kelebihan zat-zat katekolamin seperti pheochromocytoma, kokain
atau amphetamine dapat menyebabkan over dosis. Penghambat
monoamin oksidase dapat mencetuskan timbulnya hipertensi atau
klonidin yang dapat menimbukan sindrom withdrawal. Pada orang-
orang dengan kelebihan zat seperti pheochromocytoma, tekanan
darah dapat dikontrol dengan pemberian sodium nitroprusside
(vasodilator arteri) atau phentolamine IV (ganglion-blocking
agent). Golongan β-blockers dapat diberikan sebagai tambahan
sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Hipertensi yang
dicetuskan oleh klonidinterapi yang terbaik adalah dengan
memberikan kembali klonidin sebagaidosis inisial dan dengan
penambahan obat-obatan anti hipertensi yang telah dijelaskan di
atas.
Untuk hipertensi emergensi (darirat) lebih dianjurkan untuk
pemakaian obat parenteral :
Tabel 4. Obat parenteral untuk hipertensi emergensi
Obat Dosis Efek / Lama Perhatian khusus
Kerja
Sodium 0,25-10 mg / langsung/2-3 Mual, muntah, penggunaan jangka
nitroprusside kg / menit menit setelah panjang dapat menyebabkan
sebagai infus infus keracunan tiosianat,
IV methemoglobinemia, asidosis,
keracunan sianida.
Selang infus lapis perak
Nitrogliserin 5-100 mg 2-5 min /5- Sakit kepala, takikardia, muntah, ,
sebagai infus 10 min methemoglobinemia; membutuhkan
IV sistem pengiriman khusus karena
obat mengikat pipa PVC
Nicardipine 5-15 mg / jam 1-5 min/15- Takikardi, mual, muntah, sakit
sebagai infus 30 min kepala, peningkatan tekanan
IV intrakranial; hipotensi
Klonidin 150 ug, 6 amp 30-60 min/ Ensepalopati dengan gangguan
per 250 cc 24 jam koroner
Glukosa 5%
mikrodrip
5-15 1-5 min/ 15- Takikardi, mual, muntah, sakit
Diltiazem ug/kg/menit 30 min kepala, peningkatan tekanan
sebagi infus intrakranial; hipotensi
IV

Pada hipertensi emergensi dengn komplikasi memerlukan pemilihan obat


yang tepat sehingga tidak memperparah keadaannya.

Tabel 5. Obat Hipertensi Emergensi dengan Komplikasi


Komplikasi Obat Pilihan Target Tekanan Darah
Diseksi aorta Nitroprusside + esmolol SBP 110-120 sesegera
mungkin
AMI, iskemia Nitrogliserin, nitroprusside, Sekunder untuk bantuan
nicardipine iskemia
Edema paru Nitroprusside, nitrogliserin, 10% -15% dalam 1-2 jam
labetalol
Gangguan Ginjal Fenoldopam, nitroprusside, 20% -25% dalam 2-3 jam
labetalol
Kelebihan Phentolamine, labetalol 10% -15% dalam 1-2 jam
katekolamin
Hipertensi Nitroprusside 20% -25% dalam 2-3 jam
ensefalopati
Subarachnoid Nitroprusside, nimodipine, 20% -25% dalam 2-3 jam
hemorrhage nicardipine
Stroke Iskemik nicardipine 0% -20% dalam 6-12 jam

2.7 Prognosis
Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%) , gagal ginjal
(19%) dan gagal jantun (13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila
penangannannya tepat dan segera.
BAB III

KESIMPULAN

Krisis hipertensi merupakan keadaan klinis yang perlu penanganan segera


dan tepat. Perlu dibedakan antara hipertensi emergensi dan urgensi. Hipertensi
emergensi disertai dengan kerusakan target organ. Penurunan tekanan darahnya
harus dilakukan dalam waktu menit hingga jam. Namun untuk hipertensi urgensi
tidak terdapat kerusakan target organ/kerusakan minimal. Penurunannya perlahan
dalam hitungan hari. Penurunan terlalu cepat dapat menyebabkan hipoperfusi target
organ. Besarnya penurunan tekanan darah 20-25% dari nilai MAP.
Obat antihipertensi parenteral yang bekerja cepat, dapat dikontrol
penurunan tekanan darahnya dan minimal efek sampingnya merupakan obat
pilihan. Pemakaian obat parenteral untuk hipertensi emergensi lebih aman karena
TD dapat diatur sesuai dengan keinginan, sedangkan dengan obat oral kemungkinan
penurunan TD melebihi diingini sehingga dapat terjadi hipoperfusi organ. Drug of
choice untuk hipertensi emergensi adalah Sodium Nitroprusside, sedangkan
Nifedipine, Clinidine, merupakan oral anti hipertensi yang terpilih untuk hipertensi
urgensi.

Anda mungkin juga menyukai