PENDAHULUAN
Untuk mengatasi hal tersebut, saat ini sudah dikembangkan teknologi sediaan farmasi
dengan memodifikasi sistem penghantaran obat. Dengan adanya formulasi yang termodifikasi
maka sistem penghantaran obat dapat diatur kecepatan melepas obat. Salah satu contoh
modifikasi sistem penghantaran obat adalah sistem lepas lambat.
Sediaan lepas lambat merupakan sediaan yang dirancang untuk melepaskan obat ke
dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap supaya pelepasannya lebih lama dan
memperpanjang aksi obat (Ansel,1989). Sehingga penggunaan obat yang sebelumnya 2
sampai 3 kali sehari dapat digunakan cukup satu kali sehari, atau bahkan berbulan-bulan
(contohnya implan KB) Sediaan lepas lambat mempunyai beberapa keuntungan dibanding
dengan sediaan konvensional antara lain efek terapi lama, efek obat lebih seragam, efek
samping dapat dikurangi dan mengurangi frekuensi pemberian obat dalam sehari.
Salah satu sediaan modifikasi lepas lambat adalah bentuk sediaan yang dapat
dipertahankan di dalam lambung disebut Gastro Retentive Drug Delivery System (GRDDS).
Keuntungan GRDDS diantaranya adalah mampu meningkatkan bioavailabilitas, mengurangi
obat yang terbuang dengan sia-sia, meningkatkan kelarutan obat-obatan yang kurang larut
pada lingkungan pH yang tinggi. GRDDS dapat memperbaiki pengontrolan penghantaran
obat yang memiliki jendela terapeutik sempit, dan absorbsinya terlalu cepat di lambung.
GRDDS juga memiliki kemampuan untuk menghantarkan obat-obatan secara lokal di dalam
lambung (contoh: antasid dan anti Helicobacter pylori) dan usus kecil bagian atas. Beberapa
metode/sistem yang dapat meningkatkan waktu tinggal obat di lambung meliputi: sistem
penghantaran bioadhesive yang melekat pada permukaan mukosa, sistem penghantaran yang
dapat meningkatkan ukuran obat dengan cara mengembang (Swelling System) sehingga
tertahan karena tidak dapat melewati sfingter pylorus dan sistem penghantaran dengan
mengontrol densitas obat (Floating System dan Sedimentation System)
Swelling drug delivery system merupakan sistem yang membuat obat tertahan di
lambung untuk waktu yang lama sehingga dapat meningkatkan bioavalabilitasnya. Selain itu,
juga meminimalkan iritasi mukosa lambung karena obat dilepaskan secara perlahan-lahan
dan terkontrol. Salah satu kunci agar sediaan dapat bertahan didalam lambung adalah sediaan
tersebut harus mampu menahan gerak peristaltik serta grinding dan churning mechanism
dalam lambung.
1 | GRDDS Swelling
Untuk lebih memahami tentang sistem penghantaran obat yang dimodifikasi dengan
membuat obat tertahan di lambung dengan sistem mengembang (Swelling System), maka
dalam makalah ini akan di bahas lebih dalam tentang sistem penghantaran obat Swelling
Gastroretentive Drug Delivery System.
1.3 Tujuan
2 | GRDDS Swelling
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Lambung
Sumber:http://iahealth.net/wp-content/uploads/2008/11/stomach-picture-low-acid.jpg
Dinding dari lambung sampai usus besar memiliki struktur dasar jaringan yang sama,
lapisan yang berbeda dari lapisan luar ke dalam; lapisan otot longitudinal, lapisan otot
circular dan lapisan otot oblique. Lapisan otot yang ketiga (lapisan yang paling dalam)
disebut oblique muscle layer terletak dari proximal lambung, bercabang ke fundus dan body
lambung. Perbedaan lapisan otot halus ini betanggungjawab terhadap fungsi pergerakan
saluran cerna seperti pengosongan lambung dan transit usus.
3 | GRDDS Swelling
2.2 Fisiologi Gatrointestinal
Secara anatomis, lambung dibagi dalam 3 bagian; fundus, body dan antrum (pylorus).
Bagian proximal terdiri dari fundus dan body yang berperan sebagai reservoir untuk bahan-
bahan yang tidak dicerna sedangkan antrum merupakan tempat utama untuk gerakan
pencampuran dan sebagai pompa untuk pengosongan lambung. Selama puasa suatu rangkai
yang interdigestive dari proses elektris berlangsung, yang siklusnya baik melalui lambung
dan usus setiap 2 hingga 3 jam. Ini disebut siklus mioelektrik interdigestive atau migrating
myoelectric cycle (MMC), yang selanjutnya dibagi kedalam 4 fase:
1. Fase I (fase dasar) berlangsung 40 - 60 menit dengan tidak ada atau sedikit
kontraksi
3. Fase III (Fase burst) berlangsung selama 4 - 6 menit. Termasuk kontraksi yang
teratur dan intens selama periode yang pendek. Hal ini tergantung pada gelombang,
karena semua bahan-bahan yang tidak tercerna akan disapu dari perut dan
diturunkan ke usus kecil. Hal ini juga disebut sebagai housekeeper wave.
4. Fase IV berlangsung selama 0 - 5 menit dan terjadi antara fase III dan I dari dua
siklus yang berurutan.
Setelah proses pencernaan makanan yang telah bercampur, pola kontraksi berubah dari
puasa hingga makan. Hal ini juga disebut dengan pola motilitas pencernaan dan terdiri dari
kontraksi berkelanjutan seperti pada fase II dari keadaan puasa (Sharma, 2014)
Perbedaan fitur lambung, pH lambung pada saat puasa dan dalam keadaan sehat adalah
1.1 ± 0.15, pH lambung pada saat makan dan dalam keadaan sehat adalah 3.6 ± 0.4. Volume
lambung saat istirahat adalah 25 – 50 ml. Hasil sekresi lambung berupa; HCl, pepsin, gastrin,
mucus dan beberapa enzim sebanyak 60 ml.
4 | GRDDS Swelling
mengurangi eliminasi obat. Obat yang dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan tertahan
dilambung harus memenuhi beberapa kriteria agar didapatkan pengobatan yang optimal.
Berikut ini kriteria obat yang dapat diberikan dengan menggunakan sistem Gastroretentive
Drug Delivery System :
1. Obat yang tempat absorbsi utamanya di lambung, contoh; Amoxicillin
2. Obat yang memiliki kelarutan yang rendah pada pH Alkali, contoh; Furosemid,
diazepam
3. Obat yang memiliki jendela absorbsi yang sempit, contoh; Levopoda, Methotrexate
4. Obat yang tergegradasi di dalam kolon, contoh; Ranitidin, Metformin HCl
5. Obat yang menggangu flora normal kolon, contoh Antibiotik untuk membunuh
Helicobacter pylori
6. Obat yang diabsorbsi dengan cepat di GIT, contoh; Tetracycline
7. Obat yang bekerja lokal di dalam lambung, contoh; obat untuk penyakit peptic
ulser.
Tidak semua bahan obat dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gastroretentive
drug delivery system, yaitu :
1. Obat yang memiliki kelarutan yang terbatas dalam pH Asam (pH lambung),
contoh; Phenitoin
2. Obat yang tidak stabil dalam lingkungan lambung, contoh; Erytromycin
3. Obat yang ditujukan untuk diabsorbsi di usus, contoh; Kortikosteroid
5 | GRDDS Swelling
didalamnya. Lapisan polimer nonbiodegradabel yang mengelilingi, melepaskan obatnya
melalui difusi lambat. Untuk menjaga keseragaman penghantaran obat, ketebalan polimer
yang digunakan harus konsisten. Masalah yang mungkin terjadi pada sistem itu adalah bahwa
reservoir harus dikeluarkan dari dalam tubuh setelah obat keluar sempurna karena
polimernya tetap utuh. Pada sediaan oral, reservoir yang telah melepaskan seluruh bahan aktif
akan dikeluarkan bersama dengan feses. Masalah lain yang mungkin terjadi pada sistem itu
adalah jika membran reservoir bocor, sejumlah besar obat akan dilepaskan ke aliran darah.
Akhirnya, kadar obat dalam darah mencapai kadar toksik.
Pada sistem matriks, obat didistribusikan secara seragam ke dalam seluruh matriks
polimer dan dilepaskan dari matriks pada kecepatan seragam sehingga partikel obat bergerak
keluar dari jaringan polimer. Pada sistem itu, tidak ada kemungkinan terjadinya pelepasan
obat dalam jumlah besar ke aliran darah bila terjadi kebocoran membran.
6 | GRDDS Swelling
2.3.6 Perbedaan Sistem Penghantaran Konvensional dan GRDDS
7 | GRDDS Swelling
2.4 Sistem Swelling Drug Delivery System
2.4.1 Definisi Swelling Drug Delivery System
Swelling drug delivery system merupakan sistem yang membuat obat tertahan di
lambung untuk waktu yang lama sehingga dapat meningkatkan bioavalabilitasnya. Selain itu,
juga meminimalkan iritasi mukosa lambung karena obat dilepaskan secara perlahan-lahan
dan terkontrol. Salah satu kunci agar sediaan dapat bertahan didalam lambung adalah sediaan
tersebut harus mampu menahan gerak peristaltik serta grinding dan churning mechanisms
dalam lambung.
8 | GRDDS Swelling
dalam air. Tiga elemen yang mengontrol proses mengembang dari suatu swelling Agent
berupa polymer (hidrogel), yaitu :
1. Konten cross-link
Untuk hidrogel yang cross-link, bila rasio air terhadap hidrogel rendah dan waktu
kontak singkat, proses pembentukan gel mirip dengan proses swelling dan bila rasio air
terhadap hidrogel sangat tinggi dan waktu kontak panjang, maka rantai hidrogel
mengalami hidrasi dan akhirnya larut.
Polimer yang memiliki jumlah ikatan silang banyak akan menghambat kemampuan
pembengkakan sistem tetapi dapat menjaga integritas fisik sediaan dalam waktu yang
lama, sedangkan polimer yang memiliki jumlah ikatan silang sedikit akan lebih mudah
mengembang namun polimer lebih cepat terpecah atau terdisolusi. Untuk mengatasi hal
tersebut maka dibutuhkan jumlah ikatan silang yang optimal untuk menjaga
keseimbangannya.
3. Konten hidrofilik
Bagian hidrofilik hidrogel akan mempengaruhi gaya antarmolekul yang
bertanggung jawab untuk difusi dan pengembangan (swelling). Dengan meningkatnya
hidrofilisitas hidrogel, interaksi antara air dan hidrogel akan meningkat juga, ini
memudahkan difusi air dan mengarah ke pembengkakan lebih besar
9 | GRDDS Swelling
2.4.3 Faktor dari Swelling Agent dalam pelepasan obat
1. Sifat mekanik dari gel
Sifat mekanik merupakan faktor penting dalam menentukan onset erosi untuk
nonbiodegradable swellable polymers. Sebuah swellable matrix akan mulai mengerosi
ketika hidrasi yang tinggi terjadi (highly swollen) karena kekuatan antar rantai antar
molekul tidak lebih panjang dapat menahan kekuatan luar.
Sekali hidrogel mengerosi, ia akan pecah menjadi partikel-partikel yang lebih
kecil, kemudian permukaan akan lebih terpapar oleh medium dan menyebabkan lebih
banyak obat akan dilepaskan.
Untuk satu swellable matrix seperti yang ditunjukkan dalam gambar di bawah ini,
sifat mekanik dari lapisan gel akan berbeda tergantung pada laju air atau cairan dapat
diabsorpsi ke dalam struktur hidrogel.
10 | GRDDS Swelling
a. Fase Farmasetik
Fase ini meliputi mulai penggunaan sediaan obat melalui mulut hingga pelepasan zat
aktif ke dalam cairan tubuh. Setelah masuk kedalam lambung dan berkontak dengan cairan
lambung, sediaan akan mengembang menjadi 12-18 mm dari ukuran awalnya (diameter
menjadi lebih besar dibandingkan diameter sfingter pilorus) sehingga tidak dapat meneruskan
perjalanan kedalam usus dan tertahan didalam lambung dalam waktu yang lama. Pelepasan
obat secara terus menerus dan terkontrol dapat dicapai dengan pemilihan polimer yang sesuai
dilihat dari berat molekul serta swelling properties dari polimer tersebut.
b. Fase Farmakokinetik
Fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan, setelah obat
dilepas dari bentuk sediaan. Obat harus diabsorbsi ke dalam darah, yang akan segera
didistribusikan melalui tiap-tiap jaringan dalam tubuh. Dalam darah obat dapat mengikat
protein darah dan mengalami metabolisme, terutama dalam melintasi hepar (hati). Meskipun
obat akan didistribusikan melalui badan, tetapi hanya sedikit yang tersedia untuk diikat pada
struktur yang telah ditentukan.
c. Fase Farmakodinamik
Bila obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor biasanya protein membran akan
menimbulkan respon biologik. Tujuan pokok dari fase ini adalah optimasi dari efek biologik
(Anief, 1990).
11 | GRDDS Swelling
Gambar 1 menunjukkan perbandingan profil kadar obat di dalam darah yang diperoleh
dari pemberian bentuk sediaan konvensional, terkontrol (prolonged release), lepas lambat
(sustained-release). Tablet konvensional atau kapsul hanya memberikan kadar puncak
tunggal dan sementara (transient). Efek farmakologi kelihatan sepanjang jumlah obat dalam
interval terapetik. Masalah muncul ketika konsentrasi puncak dibawah atau diatas interval
terapetik, khususnya untuk obat dengan jendela terapetik sempit. Pelepasan orde satu yang
lambat yang dihasilkan oleh sediaan lepas lambat dicapai dengan memperlambat pelepasan
dari bentuk sediaan obat. Pada beberapa kasus, hal ini dapat diperoleh melalui proses
pelepasan yang kontinyu (Jantzen dan Robinson, 1996).
Kebanyakan bentuk sustained release dirancang supaya pemakaian satu unit dosis
tunggal menyajikan penglepasan sejumlah obat segera setelah pemakaiannya, secara tepat
menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan secara berangsur-angsur dan terus-menerus
melepaskansejumlah obat lainnya untuk memelihara tingkat pengaruhnya selama periode
waktu yang diperpanjang, biasanya 8 sampai 12 jam. Keunggulan tipe bentuk sediaan ini
menghasilkan kadar obat dalam darah yang merata tanpa perlu mengurangi pemberian unit
dosis.
12 | GRDDS Swelling
BAB III
PEMBAHASAN
Swelling drug delivery system merupakan sistem yang membuat obat tertahan di
lambung untuk waktu yang lama sehingga dapat meningkatkan bioavalabilitasnya. Selain itu,
juga meminimalkan iritasi mukosa lambung karena obat dilepaskan secara perlahan-lahan
dan terkontrol. Salah satu kunci agar sediaan dapat bertahan didalam lambung adalah sediaan
tersebut harus mampu menahan gerak peristaltik serta grinding dan churning mechanisms
dalam lambung.
Swelling adalah suatu polimer kontak dengan air, maka terjadi penyerapan air yang
menyebabkan polimer dapat mengembang, sehingga obat yang terdispersi di dalam polimer
akan berdifusi keluar. Akibatnya, pelepasan obat bergantung pada dua proses kecepatan yang
simultan yaitu antara proses berdifusinya air ke dalam polimer dan peregangan rantai
polimer, sehingga dapat bertahan didalam lambung dalam waktu lebih lama.
Pada sistem swelling, obat yang telah ditelan akan dipertahankan berada di lambung
dengan cara meningkatkan ukuran sediaan lebih besar dari pylorus, sehingga obat dapat
bertahan lama di lambung. Pada sistem swelling, sediaan akan mengembang setelah berada
dalam lambung dalam waktu cepat dan sediaan tidak terbawa bersama gerakan lambung
melewati pylorus. Sediaan ini membutuhkan polimer yang akan mengembang dalam waktu
13 | GRDDS Swelling
tertentu ketika kontak dengan cairan lambung, kemudian akan tererosi menjadi ukuran yang
lebih kecil. Polimer yang digunakan harus memiliki berat molekul yang tepat dan dapat
mengembangkan sediaan obat. Contoh polimer yang dapat digunakan seperti senyawa
selulosa, poliakrilat, poliamida, poliuretan. Cross linking (pautan silang) pada sistem swelling
harus optimum sehingga tautan silang ini dapat menjaga keseimbangan antara mengembang
dan disolusi.
Mekanisme dasar yang mempengaruhi pelepasan obat yaitu kandungan air dari
hidrogel bertambah dari inti ke permukaan sementara kandungan hidrogel berkurang.
Pelepasan obat secara umum dipengaruhi oleh ukuran obat dan polimer, kelarutan obat, jenis
polimer, interaksi obat-polimer dan transisi glass-rubber dari partikel hidrogel. Dua hal
utama yang penting dalam pelepasan obat dengan sistem swelling yaitu, penetrasi air ke
dalam matriks hidrogel dan pelepasan obat dari matriks hidrogel. pelepasan obat akan lebih
dikendalikan oleh difusi (untuk obat-obat yang larut dalam air) atau dikontrol oleh erosi
(untuk obat yang tidak larut dalam air).
14 | GRDDS Swelling
Pengembangan meningkat pelepasan obat yang larut air atau tidak larut air akan lebih
mengontrol difusi atau erosi-terkontrol seperti pada Gambar II.4
Gambar II.4. Suatu matrik yang mengembang yang mengandung partikel obat
Ketika suatu polimer kontak dengan air, maka terjadi penyerapan air yang
menyebabkan polimer dapat mengembang, sehingga obat yang terdispersi di dalam polimer
akan berdifusi keluar. Akibatnya, pelepasan obat bergantung pada dua proses kecepatan
yang simultan yaitu antara proses berdifusinya air ke dalam polimer dan peregangan
rantai polimer.
15 | GRDDS Swelling
Saat berkontak dengan cairan lambung, karbonat pada komponen pembentuk gas
bereaksi dengan asam lambung membentuk karbondioksida. Karena diformulasikan untuk
pelepasan segera, lapis pertama akan segera terdiintegrasi dan garam bismut akan segera
terlepas dari sediaan tablet itu. Sedangkan lapis kedua, hidrokoloidnya akan mengembang.
Adanya karbondioksida yang terperangkap dalam hidrokoloid yang mengembang
menyebabkan sistem menjadi mengapung. Dan hidrokoloid yang mengembang itu akan
menjadi gel penghalang pelepasan bahan aktif ke dalam cairan lambung, sehingga
pelepasannya dikatakan diperlambat.
Sebaliknya, jika hidrogel menyerap air atau cairan yang sedikit, maka sifat hidrogel
kuat dan sulit mengerosi. Hal ini menyebabkan semakin panjang waktu pelepasan obat dari
struktur hidrogel.
16 | GRDDS Swelling
swellable hydrogel disebut kesetimbangan kapasitas pengembangan (equilibrium swelling
capacity). Hal ini bergantung pada beberapa faktor termasuk hydrogel structure, cross-link
density, ionic content, and hydrophilic content.
Perjalanan obat dalam bentuk sediaan Swelling Gastroretentive Drug Delivery System
baik itu kapsul maupun tablet yang diberikan secara oral dimulai dari Fase farmasetik, Fase
farmakokinetik dan Fase Farmakodinamik.
a. Fase Farmasetik
Fase ini meliputi mulai penggunaan sediaan obat melalui mulut hingga pelepasan zat
aktif ke dalam cairan tubuh. Setelah masuk kedalam lambung dan berkontak dengan cairan
lambung, sediaan akan mengembang menjadi 12-18 mm dari ukuran awalnya (diameter
menjadi lebih besar dibandingkan diameter sfingter pilorus) sehingga tidak dapat meneruskan
perjalanan kedalam usus dan tertahan didalam lambung dalam waktu yang lama. Pelepasan
obat secara terus menerus dan terkontrol dapat dicapai dengan pemilihan polimer yang sesuai
dilihat dari berat molekul serta swelling properties dari polimer tersebut.
Setelah terpapar dengan air, tiga bagian dalam matriks hidrogel dapat dibedakan.
Pertama, bagian yang paling cepat mengembang dalam air, secara mekanik lemah lapisan
hidrogel ini akan bertindak sebagai barrier difusi untuk air yang tersisa. Kedua, bagian ini
dicirikan dengan mengembang sedang dan relatif kuat. Ketiga, bagian yang belum
mendapatkan air dan hampir dalam bentuk glassy untuk waktu yang lama.
17 | GRDDS Swelling
Difusi air ke dalam matriks hidrogel akan membedakan matriks dalam 3 bagian: “glass”
(mostly hydrogel), “tough rubber” (significant proportion of water and hydrogel) and “soft
rubber” (mostly water) regions.
1. Konten cross-link
Polimer yang memiliki jumlah ikatan silang banyak akan menghambat kemampuan
pembengkakan sistem tetapi dapat menjaga integritas fisik sediaan dalam waktu yang
lama, sedangkan polimer yang memiliki jumlah ikatan silang sedikit akan lebih mudah
mengembang namun polimer lebih cepat terpecah atau terdisolusi. Untuk mengatasi hal
tersebut maka dibutuhkan jumlah ikatan silang yang optimal untuk menjaga
keseimbangannya.
18 | GRDDS Swelling
hidrofilisitas hidrogel, interaksi antara air dan hidrogel akan meningkat juga, ini
memudahkan difusi air dan mengarah ke pembengkakan lebih besar
b. Fase Farmakokinetik
Fase ini meliputi waktu selama obat diangkut ke organ yang ditentukan, setelah obat
dilepas dari bentuk sediaan. Kecepatan absorbsi obat ke sirkulasi sistemik tergantung dari
pelepasan obat dari bentuk sediaannya. Hal ini juga tergantung pada kecepatan difusi obat
dan kecepatan erosi dari hidrogel. Semakin cepat hidrogel mengerosi, semakin banyak obat
yang dilepaskan, dan semakin cepat proses absorbsi yang kemudian masuk ke sirkulasi
sistemik.
Obat harus diabsorbsi ke dalam darah, yang akan segera didistribusikan melalui tiap-
tiap jaringan dalam tubuh. Dalam darah obat dapat mengikat protein darah dan mengalami
metabolisme, terutama dalam melintasi hepar (hati). Meskipun obat akan didistribusikan ke
seluruh tubuh, tetapi hanya sedikit yang tersedia untuk diikat pada reseptor yang dituju.
Kurva B
menunjukkan profil
obat dalam darah pada sediaan sustained release. Pelepasan obat pertama mencapai
efek terapi, dan pelepasan obat selanjutnya secara perlahan-lahan sehingga profil
19 | GRDDS Swelling
kadar obat dalam darah berada pada efek terapi pada waktu yang cukup lama. Hal
ini yang menjadi alasan mengapa sustained release dirancang untuk pemakaian
tunggal .
c. Fase Farmakodinamik
Bila obat telah berinteraksi dengan sisi reseptor biasanya protein membran akan
menimbulkan respon biologik. Tujuan pokok dari fase ini adalah optimasi dari efek biologik
(Anief, 1990).
1. Ukuran – Bentuk sediaan yang memiliki diameter lebih besar dari diameter sfingter
pilorus membuat obat tetap di wilayah lambung dan tidak bisa bergerak pergi
bersama dengan isi lambung ke dalam usus atau ukuran diameter yang lebih besar
dari sfingter pilorus tidak dapat dipengaruhi oleh waktu pengosongan lambung .
2. Bentuk Sediaan - Tetrahedron dan bentuk cincin dengan modulus lentur dari 48 dan
22,5 kilo pound per square inch ( KSI ) dilaporkan memiliki retensi yang lebih baik
GRT 90 % sampai 100 % pada 24 jam dibandingkan dengan bentuk lainnya .
3. Dalam keadaan puasa atau tidak - dalam keadaan puasa, mortilitas gastrointestinal
memiliki aktivitas gerak yang kuat atau MMC terjadi setiap 1.5 sampai 2 jam. MMC
menyapu material yang tidak dicerna dari lambung, jika waktu pemberian formulasi
bertepatan dengan MMC , GRT dapat menjadi sangat pendek . Namun, pada saat
makan , MMC tertunda dan GRT menjadi lebih lama lagi
4. Sifat Makanan - Makan makanan polimer atau asam lemak dapat meruba pola
mortilitas dari lambung, waktu pengosongan lambung menjadi lebih lama dan
pelepasan zat aktif menjadi lebih lama
5. Konten kalori - GRT dapat ditingkatkan menjadi 4 sampai 10 jam dengan makanan
yang tinggi protein dan lemak
6. Frekuensi makan - GRT dapat meningkat lebih dari 400 menit ketika makanan
diberikan berturut-turut dibandingkan dengan makan sekali karena frekuensi rendah
dari MMC
7. Gender - GRT pada laki-laki ( 3,4 ± 0,6 jam ) lebih cepat dibandingkan dengan
perempuan ( 4,6 ± 1,2 jam ) , terlepas dari berat badan , tinggi badan dan luas
permukaan tubuh.
8. Umur - Orang tua , terutama yang lebih dari 70 tahun , memiliki GRT signifikan
lebih lama.
9. Keadaan penyakit - Penyakit seperti diabetes , Penyakit Crohn dan lain-lain
mengubah Waktu Retensi Lambung
20 | GRDDS Swelling
BAB IV
KESIMPULAN
22 | GRDDS Swelling
DAFTAR PUSTAKA
2. Anief, Moh. 1990. Perjalanan dan Nasib Obat dalam Badan. Jakarta: Gadjah Mada
University Press
3. Badoni, A et al. 2012. Review on Gastro Retentive Drug Delivery System. Dalam
THE PHARMA INNOVATION Vol. 1 No. 8 2012. Online Available at
www.thepharmajournal.com
4. Omidian, H and K. Park. 2008. Swelling agents and devices in oral drug delivery.
Dalam JOURNAL DRUG DEL. SCI. TECH., 18 (2) 83-93 2008
5. Kumar, Sunil et al. 2012. Gastro Retentive Drug Delivery System: Features and
Facts. Dalam International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical
Sciences IVol. 3 (1) Jan – Mar 2012.
7. Sharma, Devkant and Anjali sharma. 2014. Gastroretentive Drug Delivery System – A
Mini Review. Dalan Asian Pac. J. Health Sci., 2014; 1(2): 80-89
9. Shargel, L., Andrew, B.C. dan YU. (2005). Biofarmaseutika dan Farmokokinetika
Terapan. Edisi Kedua. Surabaya: Airlangga University Press.
10. Sulaiman, T.N.S. (2007). Teknologi dan Formulasi Sediaan Tablet, Cetakan Pertama.
Yogyakarta: Mitra Communications Indonesia. Halaman 149-153
23 | GRDDS Swelling