Anda di halaman 1dari 21

FARMASI SOSIAL

PERILAKU PEMAKAIAN OBAT PADA ANAK DEWASA DAN LANSIA

DOSEN
Drs.TAHOMA SIREGAR, M.Si, Apt
NAMA KELOMPOK
Nanda Ulfah (14334035)
Melissa Pradita (14334046)
Okka Rusmeilina (14334048)
Desy Andriyani (14334049)
Humairoh (14334050)
Putri Widiarti (14334057)
Ariani Agustini (14334080)
M Rizky Anugrah (14334104)
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan
tepat pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai “Perilaku pemakaian obat
obat pada anak dewasa dan lansia”.
Adapun penulisan dalam makalah ini, disusun secara sistematis dan berdasarkan metode-
metode yang ada, agar mudah dipelajari dan dipahami sehingga dapat menambah wawasan
pemikiran para pembaca.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun makalah ini. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita sekalian.

Jakarta, Oktober 2015

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................ 2

PERILAKU PEMAKAIAN OBAT PADA ANAK .................................................................... 2

PERILAKU PEMAKAIAN OBAT PASIEN DEWASA ........................................................... 5

PERILAKU PEMAKAIAN OBAT PADA LANSIA ............................................................... 12

KESIMPULAN ............................................................................................................................. 17

Daftar Pustaka ............................................................................................................................... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Kesembuhan pasien yang menderita penyakit memerlukan kerjasama antara penyedia


jasa layanan kesehatatan, khususnya dokter yang memberikan resep obat, dan pasien selaku
seseorang yang menunjukan perilaku kesehatan. Hasil kerja sama di antara kedua belah pihak di
tunjukan oleh kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat harian. Tujuan dari penulisan ini
adalah untk mendapatkan pemahaman secara teoritis tentang konsep kepatuhn dalam
mengkonsumsi obat harian.

Kepatuhan dalam mengkonsumsi obat harian adalah perilaku untuk mentaati saran-saran
atau prosedur dari dokter tentang penggunan obat, yang sebelumnya didaului oleh proses
konsultasi antara pasien dengan dokter sebagai penyedia pelayanan kesehatan. Beberapa aspek
yang digunakan untuk mengukur kepatuhan dalam mengkonmsi obat harian di antaranya adalah:
presepsi dan perilaku pasien, interaksi antara pasien dan dokter dan komunikasi medis antara
kedua belah pihak, kebijakan dan praktek pengobatan di publik yang dibuat oleh pihak yang
berwenang dan berbagai intervensi yang dilakukan agar kepatuhan dalam mengkonsusi obat
terjadi.

1
BAB II

PEMBAHASAN

PERILAKU PEMAKAIAN OBAT PADA ANAK

Penggunaan obat pada anak harus dipertimbangkan secara khusus karena adanya perbedaan laju
perkembangan/pematangan organ yang juga mencakup fungsi organ tubuh dan sistem dalam
tubuh. Faktor farmakokinetika seperti absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi
obat. Penggolongan usia anak berdasarkan perubahan biologis:
 neonatus/bayi baru lahir (4 minggu pertama setelah kelahiran, terjadi perubahan fungsi
fisiologi yang sangat penting namun masih prematur)
 bayi (1 bulan sampai 12 bulan), merupakan masa awal pertumbuhan yang pesat
 anak-anak (1-12 tahun) adalah masa pertumbuhan secara bertahap, yang bisa terbagi
menjadi anak usia 1-3 tahun, anak usia pra sekolah 3-5 tahun dan anak usia sekolah 6-12
tahun
 remaja (13-17 tahun), merupakan akhir tahap perkembangan secara pesat hingga menjadi
orang dewasa.
1. Faktor yang perlu diperhatikan :
 Farmakokinetika obat pada anak
 Dosis
 Pemberian obat
 Penyuluhan dan kepatuhan
 Efek samping pada anak
 Farmakokinetika obat pada anak
 Absorpsi
 Laju absorpsi dan jumlah yang terabsorpsi
 Waktu pengosongan lambung menyamai orang dewasa, pada bayi diatas 6 bulan
 Absorpsi perkutan pada neonatus dan bayi jauh lebih besar dibandingkan dengan orang
dewasa
 Diare akut (kasus yang sering dijumpai pada anak) mengakibatkan penurunan absorpsi

2
 Distribusi
Selama usia bayi, kadar air total dalam tubuh terhadap BB total memiliki prosentase yang
lebih besar daripada anak yang lebih tua/orang dewasa. Obat yang larut air, diberikan dosis yang
lebih besar pada neonatus untuk mendapat efek terapetik yang dikehendaki. Kadar albumin dan
globulin pada bayi, rendah, sehingga obat tidak terikat pada protein lebih banyak shg kadar
dalam darah meningkat.

2. Farmakokinetika obat pada anak


 Metabolisme : Pada saat lahir, sebagian besar enzim yang terlibat dalam metabolisme
obat belum terbentuk atau sudah ada namun dalam jumlah yang sangat sedikit.
 Ekskresi : Laju filtrasi glomerulus pada bayi yang baru lahir lebih rendah
dibandingkan dengan orang dewasa karena ginjalnya relatif belum berkembang dengan
baik.
 Dosis : Dosis obat untuk anak tidak dapat diekstrapolasikan dari dosis lazim
orang dewasa. Metode yang dapat digunakan : Perhitungan dosis dalam
mg/kg; Perhitungan dosis dalam mg/m2 ; Prosentase terhadap dosis dewasa (langkah
terakhir yang dapat dilakukan, jika informasi diatas tidak tersedia)
 Pemberian obat : Faktor yang menjadi pertimbangan sebelum suatu obat diberikan
kepada seorang pasien anak :
a. Rute pemberian yang diinginkan
b. Usia anak
c. Ketersediaan bentuk sediaan
d. Pengobatan lain yang sedang dijalani
e. Kondisi penyakit
f. Penyuluhan dan kepatuhan
Kepatuhan anak terhadap pengobatan sangat tergantung pada orang tua, atau
pengasuh. Penyuluhan dengan melibatkan pasien anak dapat dilakukan pada pasien usia 8-10
tahun.
Hal-hal yang dapat mempengaruhi kepatuhan :
 Formulasi (rasa)
 Penampilan obat

3
 Kemudahan cara penggunaan
 Waktu pemberian obat (berhubungan dengan waktu tidur, waktu sekolah)
Efek samping pada anak : Hal-hal yang harus diperhatikan untuk menghindari kemungkinan
terjadinya efek samping :
 Informasikan jika anak sedang minum obat bebas, suplemen makanan
 Tanyakan efek samping dari obat
 Amati apakah terjadi perubahan pada anak
 Ikuti petunjuk dosis dan cara pakai
 Untuk obat jangka panjang, jangan dihentikan mendadak

4
PERILAKU PEMAKAIAN OBAT PASIEN DEWASA

Berdasarkan beberapa penelitian Schaffer,dkk, (2004), Malbasa, dkk, (2007), Hayers,


dkk. (2009) menunjukan bahwa pada berbagai penyakit kronis, pasien yang tergolong tidak
patuh mengkonsumsi obat lebih dari 50% bahkan penelitian Jarbose (2002) menunjukan bahwa
pasien yang tidak patuh pada akhirnya akan diikuti dengan berhentinya pasien untuk
mengkonsumsi obat. Ketidakpatuhan minum obat dapat dilihat terkait dengan dosis, cara minum
obat, waktu minum obat dan periode minum obat yang tidak sesuai dengan aturan. Jenis-jenis
ketidakpatuhan meliputi ketidakpatuhan yang disengaja (intentional non compliance) dan
ketidakpatuhan yang tidak sengaja (unintentional non compliance). Ketidakpatuhan yang
disengaja (intentional non compliance) disebabkan karena keterbatasan biaya pengobatan, sikap
apatis pasien,dan ketidakprcayaan pasien akan efektivitas obat. Ketidakpatuhan yang tidak di
sengaja (unintentional non compliance) karena pasien lupa minum obat, kesalahan dalam hal
pembacaan etiket.
Beberapa dampak ketidakpatuhan pasien dalam mengkomsumsi obat antara lain di
kemukakan oleh hayers,dkk. (2009), yaitu : terjadinya efek samping obat yang dapat merugikan
kesehatan pasien ,membengkaknya biaya pengobatan dan rumah sakit. Selain hal tersebut,pasien
juga dapat mengalami resistensi terhadap obat tertentu. Ada sebagian obat yang bila penggunaan
nya berhenti sebelum batas waktu yang di tentukan justru dapat berakibat harus di ulang lagi dari
awal, untuk penyakit HIV /AIDS , ketidakpatuhan dapat berakibat pada penekanan virus menjadi
tidak sempurna, infeksi terus berlanjut, muncuknya jenis virus yang resisten , dan pilihan
pengobatan di masa datang menjadi terbatas. Contoh lain pada penyakit TBC, ketidakpatuhan
dalam minum obat yang seharusnya diminum secara berturut turut selama enam bulan, dapat
berakibat penderita TBC harus mengulang pengobatan lagi dari selama enam bulan, dapat
berakibat penderita TBC harus mengulang pengobatan lagi dari awal meskipun pasien sudah
minum selama 1-2 minggu berturut-turut. Hal tersebut tentu saja akan memakan waktu dan biaya
yang lebih banyak lagi dan kesembuhan pasien menjadi terhambat/lebih lama. Pada kasus
hipertensi, kepatuhan minum obat juga akan menurunkan resiko kematian, risiko kerusakan
organ penting tubuh dan risiko penyakit jantung. Berdasarkan hal tersebut ,beberapa penelitian
menunjukan bahwa agar khasiat obat dapat meningkatkan tingkat kesembuhan pasien secara
signifikan, tingkat kepatuhan dalam mengonsumsi obat oleh pasien harus minimal 80%

5
(schaffer, dkk,2004), bahkan untuk penyakit tertentu, misalnya pasien yang terkena infeksi
HIV/AIDS, tingkat kepatuhan dalam megonsumsi obat minimal 90% (malbasa,dkk.,2007).
Kepatuhan dalam mengonsumsi obat merupakan aspek utama dalam penanganan
penyakit-penyakit kronis. Memperhatikan kondisi tersebut diatas, kepatuhan dalam
mengonsumsi obat harian menjadi focus dalam mencapai derajat kesehatan pasien, dalam hal ini
perilaku ini dapat di lihat dari sejauhmana pasien mengikuti atau mentaati perencanaan
pengobatan yang telah di sepakati oeh pasien dan profesional medis untuk menghasilkan sasaran-
sasaran terapiutik (frain, dkk.,2009).

Kepatuhan dalam mengnsumsi obat harian


1. Pengertian kepatuhan dalam mengkonsumsi obat
Terdapat beberapa terminologi yang menyangkut kepatuhan dalam mengonsumsi
obat, seperti yang di kemukakan oleh Home (2006), yaitu : compliance , adherence dan
concordance, national council on patient informations & educations menambahkan satu
istilah lagi, yaitu persistence. Menurut national council on patient information & educations,
perbedaan cara pandang dalam hal hubungan antara pasien dan penyedia jasa kesehatan
(dokter), termasuk terjadi kebingungan dalam hal bahasa untuk menggambarkan perilaku
mengonsumsi obat sesuai dngan saran pemberi resep (dokter). Sebelumnya mengemukakan
compliance menunjukan posisi pasien yang cenderung lemah karena kurangnya keterlibatan
pasien dalam pengambilan keputusan mengenai obat yang dikonsumsi. Dalam pengertian
ppersistance, pasin menunjukan prilaku yang secara kontinyu mengkonsumsi obat, yang
dimulai dari resep pertama sampai resep berikutnya, dan seterusnya.
Lutfey dan wishner (1999) menjelaskan bahwa dalam pengertian adherence lebih
tinggi komplesitasnya dalam medical care.yang dicirikan olehadanya kebebasan penggunaan
inteligensi.kemandirian oleh pasien yang bertindak lebih aktif dan perannya lebih bersifat
suka rela dalam menjelaskan dan menentukan sasaran-sasaran dari treatment pengobatan.
Pengertian adherence pasien menjadi lebih kontinyu dalam proses pengobatan.
Horne, mendefinisikan adherence sebagai prilaku mengkonsumsi obat merupakab
kesepakatan antara pasien dan pemberi resep. Dalam, pengertian ini kelebihannyaa adalah
adanya kebebasan dari pasien dalam memutuskan apakah menyetuui rekomendasi dari
dokter atau tidak, jika proses ini gagal bukan pasien untuk disalahkan. Adherence

6
merupakan berkembang dari engertian compliance, hanya saja adherence lebih menekan
padakebutuhan pasien.
Pengertian concordance, yaitu perilaku dalam mematuhi resep dokter yang
sebelumnya terdapat hubungan yang bersifat dialogis antara pasien dan dokter, dan
mempersentasikan keputusan dilakukan bersama, yang dalam poses ini kepercayaan dan
pikiran pasien menjadi pertimbangan. Dalam concordance terjadi proses konsultasi, yang
didalamnya terdapat komunikasi dari dokter dengan pasien untuk mendukung keputusan
dalam pengobatan.
Dari beberapa pengertian yang telah dijelaskan diatas, pengertian kepatuhan dalam
mengkonsumsi obat. Yang disimpulkan sebagai perilaku untuk mentaati saran-saran atau
prosedurdari dokter tentang penggunaan obat, yang sebelumnya didahului oleh proses
konsultasi antara pasien ( dan atau keluarga pasien sebagai orang kunci dalam kehidupan
pasien ) dengan dokter sebagai penyedia jasa medis.

7
ASPEK-ASPEK DAN METODE UNTUK MENGUKUR KEPATUHAN DALAM
MENGKONSUMSI OBAT HARIAN.

Dalam pnjelsan Horne(2006) merangkum beberapa metode untuk mengukur kepatuhan


dalam mengkonsumsi obat, seperti tabel berikut :

Metode Kekuatan Kelemahan


a. Metode langsung
Observasi langsung Paling akurat Pasien dapat menyembunyikan
pil dalam mulut, kemudian
membuangnya, kurang praktis
untuk penggunaan rutin
Mengukur tingkat Objektif Variasi-variasi dalam
metabolisme dalam tubuh metabolisme bisa membuat
impresi yang salah
Mengukur aspek biologis Objektif, dalam penelitian Memerlukan perhitungan
dalam darah klinis, dapat juga digunakan kuantitatif yang mahal
untuk mengukur placebo
b. Metode tidak langsung
Kuesioner kepada Simpel, tidak mahal, paling Sangat mungkin terjafi
pasien/pelaporan diri pasien banyak dipakai dalam seting kesalahan, dalam waktu antar
klinis kunjungan dapat terjadi distorsi
Jumlah pil/obat yang Objektif, kuantitatif dan Data dapat dengan mudah
dikonsumsi mudah dilakukan diselewengkan oleh pasien
Rate beli ulang resep Objektif, mudah untuk Kurang ekuivalen dengan
(kontinuitas) mengumpulkan data prilaku minum obat,
memerlukan sistem armasi yang
lebih tertutup
Assessmen terhadap respon Simpel, umumnya mudah Faktor-faktor lain selain
klinis pasien digunakan pengobatan tidak dapat
dikendalikan

8
Monitoring pengobatan secara Sangat akurat, hasil mudah Mahal
elektronik dikuantitatif, pola minum
obat dapat diketahui
Mengukur ciri-ciri fisiologis Sering mudah untuk Ciri-ciri fisiologis mungkin
( misal detak jantung ) dilakukan tidak nampak karena alasan-
alasan tertentu
Catatan harian pasien Membantu untuk Sangat mudah dipengaruhi
mengoreksi ingatan yang kondisi pasien
rendah
Kuesioner terhadap orang- Simpel, objektif Terjadi distorsi
orang terdekat pasien

Berdasarkan tabel di atas, tampak bahwa untuk mengukur kepatuhan sebagai perilaku,
aspek-aspek yang diukur sangat tergantung pada metode yang digunakan seperti frekuensi,
jumlah pil/obst lain, kontinuitas, metabolisme dalam tubuh, aspek biologis dalam darah, serta perubahan
fisiologis dalam tubuh.

TEORI-TEORI MUNCULNYA KEPATUHAN DALAM MENGKONSUMSI OBAT HARIAN

a) Health Belief Model (HBM)


HBM menjelaskan model perilaku sehat (misal memeriksakan diri) merupakan fungsi
dari keyakinan personal tentang besarnya ancaman penyakit dan penularannya, serta
keuntungan dari rekomendasi yang diberikan petugas kesehatan. Ancaman yang dirasakan
terhadap penyakit dan kerentanan orang tersebut. Individu kemudian menilai keuntungan
tindakan yang diaambil (misal: berobat akan memperingan simptom), meskipun dibayang-
bayangi oleh resiko-resiko dari tindakan yang diambilnya.

b) Theory of Planned Behavior (TPB)


Teori ini berusaha menguji hubungan antara sikap dan prilaku yang fokus utamanya
adalah pada intensi (niat) yang mengantarkan hubungan antaara sikap dan perilaku. Sikap

9
terhadap perilaku merupakan produk dari keyakinan tentang hasil akhir ( misal: frekuensi
kekambuhan epilepsi berkurang ) dan nilai yang dirasakan dari hasil akhir ( kondisi jarang
kambuh sangat penting bagi orang tersebut).

c) Model of Adherance
Teori ini mengacu pada hambatan pasien dalam proses pengobatan. Hambatan-hambatan
dapat muncul dari keterbatasan-keterbatasan sumbe-sumber dari pasien , misalnya:
 Defisiensi memori (lupa untuk berobat )
 Keterampilan ( kesulitan dalam membuka penutup obat atau mengunakan jarum suntik)
 Pengetahuan (tidak menyadari akan kebutuhan untuk minum obat)
Intentional Nonadherence, menggambarkan cara pasien yang terlibat dalam mengambil
keputusan dalam pengobatan.
Dalam secara umum terdapat empat hal yang mempengaruhi kepatuhan dalam
mengkonsumsi obat, yaitu:
a) Presepsi dan prilaku pasien (misal: presepsi berat ringan penyakit, sosiodermografis,
kepribadian, sikap harapan-harapan yang akhirnya mempengaruhi motivasi pasien untuk
mulai dan menjaga perilaku minum obata selama proses pengobatan berlangsung ).
b) Interaksi antara pasien dengan dokter dan komunikasi medis antara kedua belah pihak (
misl: keterampilan dalam memberi konsultasi dapat memperbaiki kepatuhan dan pesan-
pesan yang berbeda dari sumber yang berbeda ternyata dapat mempengaruhi kepatuhan
pasien dalam minum obat )
c) Kebijakan dan praktek pengobatan di publik yang dibuat dengan pihak yang berwenang (
misal: sistem pajak dalam resep, diregulasi tetang resep dan hak-hak konsumen dalam
proses pembuatan resep )
d) Berbagai intervensi yang dilakukan agar kepatuhan dalam mengkonsumsi obat terjadi (
misal: intervensi-intervensi yang menggunakan model teon ASE atau Attitude-social
influance-self afficacy yang diterapkan dalam rumah sakit saat perawat kunjungan ke
bangsal, perwat meminta pasien mengingat tentang peraturan dalam mengkonsumsi obat
untuk mengecek ingatan dan juga pemahaman pasien akan informasi yang diberikan,
dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan stimulan)

10
Cara meningkatkan kepatuhan
a. Memberikan informasi kepada pasien akan manfaat pentingnya kepatuhan untuk mencapai
keberhasilan pengobatan.
b. Mengingatkan pasien untuk melakukansegala sesuatu yang harus dilakukan demi
keberhasilan pengobatan melalui telpon atau alat komunikasi.
c. Menunnjukan kepada pasien kemasan obat yang sebenarnya atau dengan cara menunjukan
obat aslinya.
d. Memberikan keyakinan kepada pasien akan efektivitas obat dalam penyembuahan
e. Memberikan informasi resiko ketidakpatuhan
f. Memberikan layanan kefarmasian dengan langsung mengunjungi rumah pasien dan
memberikan konsultasi kesehatan
g. Menggunakan alat bantu kepatuhan, seperti multikompartemen atau sejenisnya.
h. Adanya dukungan dari pihak keluarga teman dan orang-orang sekitarnya untuk selalu
mengingatkan pasien agar teratur minum obat demi keberhasilan pengobatan
i. Apabila obat yang digunakan hanya dikonsumsi sehari satu kali, kemudian pemberian obat
yang digunakan lebih dari satu kali dalam sehari mengakibatkan pasien sering lupa,
akibatnya tidak teratur minum obat.

11
PERILAKU PEMAKAIAN OBAT PADA LANSIA

Penggunaan Obat pada Pasien LansiaTerdapat perubahan-perubahan fungsi, kemampuan


organ menurun,dosis dalam darah meningkat sehingga menjadi racun, serta laju darah dalam
ginjal menurun. Proses penuaan akan mengakibatkan terjadinya beberapa perubahan fisiologi,
anatomi, psikologi, dan sosiologi. Perubahan fisiologi yang terkait usia dapat menyebabkan
perubahan yang bermakna dalam penatalaksanaan obat.
Farmasis sebaiknya perlu memiliki pengetahuan menyeluruh tentang perubahan-
perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik yang muncul. Peresepan yang tidak tepat dan
poli farmasi merupakan problem utamadalam terapi dengan obat pada pasien lanjut usia.
Keahlian klinis farmasis, termasuk evaluasi terhadap pengobatan, dapat digunakan
untuk memperbaiki pelayanan dalam bidang ini.
Tujuan terapi obat pada pasien lanjut usia harus ditetapkan dalam rangka mengoptimalkan
hasil terapi. Perbaikan kualitas hidup, titrasi dosis, pemilihan obat, dan bentuk sediaan obat yang
tepat serta pengobatan penyebab penyakit bukan sekedar gejalanya merupakan semua tindakan
yang sangat diperlukan. Efek samping obat lebih sering terjadi pada populasi lanjut usia. Pasien
lanjut usia tiga kali lebih beresiko masuk rumah sakit akibat efek samping obat. Hal ini
berpengaruh secara bermakna terhadap segi finansial seperti halnya implikasi teraupetik.
Kepatuhan penggunaan obat sering kali mengalami penurunan karena beberapa gangguan
pada lanjut usia. Kesulitan dalam hal membaca,bahasa, mendengar dan ketangkasan, semuanya
dapat berperan dalam masalah ini.
Tabel 1 kuesioner berikut menggambarkan alasan perilaku lansia membaca petunjuk
penggunaan obat atau tidak membaca petunjuk penggunaan obat. Sebagian besar lansia yang
membaca petunjuk penggunaan obat menyatakan bahwa mereka membaca petunjuk tersebut agar
tidak salah dalam menggunakan obat/menjamin kebenaran penggunaan obat. Sementara alasan
terbanyak dari tidak membaca petunjuk adalah karena mereka sudah hafal bagaimana cara
menggunakan obat tersebut. Hal ini dapat dimengerti karena para lansia tersebut mendapat obat
untuk penyakit kronis yang diderita. Tenaga kesehatan khususnya apoteker harus mewaspadai
apabila ada perubahan terapi dengan memberikan konseling obat yang lebih lengkap.

12
2. Kesulitan lansia dalam menggunakan obat
1. Perilaku lansia terhadap petunjuk
Penyebab kesulitan
penggunaan obat beserta alasannya dalam penggunaan n (%)
obat
Topik dalam kuesioner n (%)
Pikun 10 (55,6)
Alasan selalu membaca
petunjuk penggunaan Lumpuh (stroke) 2 (11,1)
Agar tidak salah 116 (85,3) Pandangan kabur 2 (11,1)
Tidak menjawab 17 (12,5) Lain-lain 4 (22,4)
Sering lupa 1 (0,7) TOTAL 18
Agar tahu dosis 1 (0,7)

Obat yang diberikan


Selain membaca petunjuk penggunaan, hal
banyak 1 (0,7)
yang sangat penting untuk menjamin penggunaan
Alasan tidak membaca
obat yang benar oleh lansia adalah kemampuan
petunjuk penggunaan
dalam menggunakan obat secara benar. Dalam
Sudah hafal 49 (79,0)
penelitian ini terdapat 18 lansia yang merasa
Sudah diberitahu dokter 4 (6,4) kesulitan dalam menggunakan obat yang disebabkan

Sudah disiapkan 2 (3,2) kondisi fisik. Alasan kesulitan tersebut antara lain
pikun, lumpuh, gangguan penglihatan, dll (Tabel 3).
Tidak bisa membaca 2 (3,2)
Berdasarkan penelitian Fulmer et al (2001),
Sering lupa 2 (3,2) menurunnya kemampuan secara fisik dalam
Malas membaca 1 (1,6) penggunaan obat secara benar pada lansia seperti
mudah bingung, gangguan keseimbangan dan gerak,
Tidak menuliskan alas
an 2 (3,2) serta menurunnya vitalitas tubuh sangat berperan
dalam terjadinya DRPs. Terutama pada pasien yang
Missing data 1 (1,6)
mendapatkan jumlah terapi obat yang banyak
TOTAL 199
dengan regimentasi dosis yang bermacam-macam.

13
3. Alasan tidak minum obat

Alasan tidak minum


obat n (%)

Lupa 90 (73,8)

Merasa kondisinya
sudah baik 9 (7,4)

Malas 4 (3,3)

Ketiduran 4 (3,3)

Khawatir efek
samping obat 4 (3,3)

Mencoba tanpa obat 3 (2,4)

Bosan 3 (2,4)

Lain-lain 5 (4,0)

TOTAL 122

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa 9 responden tidak minum obat apabila merasa
kondisinya sudah baik. Beberapa penyakit seperti jantung dan hipertensi tidak selalu
memberikan gejala yang dapat dikenali oleh pasien. Pengobatan yang teratur dapat mencegah
perkembangan penyakit lebih lanjut yang tentu saja akan membutuhkan penanganan yang lebih
rumit dan mahal. Oleh karena itu penting bagi apoteker untuk menjelaskan rencana tujuan terapi
kepada pasien untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat. Penghentian
penggunaan obat oleh pasien tanpa pengawasan dokter juga dapat menimbulkan adverse drug
withdrawal events. Kejadian tersebut

14
4. Alasan tidak menghabiskan obat

Alasan tidak
menghabiskan obat n (%)

Lupa 35 (44,9)

Merasa sudah sehat 8 (10,2)

Hanya diminum saat sakit 6 (7,7)

Malas 5 (6,4)

Khawatir efek samping


obat 5 (6,4)

Obat berlebih/sisa 5 (6,4)

Diganti oleh dokter 4 (5,1)

Lain-lain 3 (3,9)

Missing data 7 (9,0)

TOTAL 78

Sebagian besar responden dalam penelitian ini menghabiskan obat yang didapat
sekalipun tidak diminum setiap hari. Mereka baru mengunjungi dokter atau puskesmas setelah
obat yang diterima pada kunjungan sebelumnya sudah habis atau hampir habis. Sehingga jadwal
kunjungan ke dokter atau puskesmas tidak rutin setiap bulan namun bergantung kepatuhan
responden menggunakan obat. Penanganan terhadap obat yang tersisa harus mendapat perhatian
dari tenaga kesehatan terutama apoteker. Penanganan yang keliru oleh pasien dapat
menyebabkan penyalahgunaan obat maupun penggunaan obat yang salah

15
5. Yang dilakukan terhadap obat yang tersisa

Yang dilakukan terhadap


obat yang tersisa n (%)

Dibuang 24 (30,8)

Meneruskan sampai habis 24 (30,8)

Disimpan 14 (18,0)

Tetap ke dokter sesuai jadwal 4 (5,1)

Diberikan ke orang lain 3 (3,8)

Kalau gejala muncul obat


diminum lagi 3 (3,8)

Lain-lain 3 (3,8)

Missing data 3 (3,8)

TOTAL 78

Tabel 5 menggambarkan bagaimana 78 responden tersebut memperlakukan obat yang


tersisa, sekitar 60% responden membuang atau meneruskan sampai habis obat yang tersisa.
Polifarmasi bisa disebabkan karena kecenderungan masyarakat Indonesia yang melakukan upaya
kesehatan di beberapa tempat sekaligus. Pelayanan kesehatan yang tidak melalui satu prosedur
yang tetap atau tidak melalui satu pintu menyebabkan kondisi medis maupun terapi yang
diberikan tidak terekam dengan baik, termasuk dalam hal terapi dengan obat. Hal ini
menyebabkan terjadinya duplikasi terapi, polifarmasi dan penggunaan obat yang tidak sesuai,
serta meningkatkan kejadian interaksi obat (LeSage, 1991).

16
KESIMPULAN

Perilaku kepatuhan dalam mengkonsumsi obat harian merupakan faktor spikologis


penting dalam menetukan tingkat kronis, sehingga para penyedia jasa layanan serta keluarga
pasien harus berusaha keras agar perilaku patuh yang ditunjukan oleh pasien muncul erdasarkan
atas komitmen yang sebelumnya telah disepakati oleh dokter dan pasien.
Saran yang diajukan adalah dilakukannya berbagai intervensi baik melalui pendekatan
kognitif maupun perilakuan agar kesadaran pasien untuk patuh dalam mengkonsumsi obat harian
terwujud.
Pada Lansia, terdapat berbagai alasan dari perilaku penggunaan obat yang tidak benar .
Kondisi fisiologis lansia yang relatif menurun, ditambah keterbatasan fisik semakin
meningkatkan risiko ketidakpatuhan minum obat pada lansia yang memiliki penyakit kronis.
Apoteker sebagai tenaga kesehatan yang memiliki akses besar untuk bertemu pasien lansia harus
dapat meningkatkan dan mengembangkan pelayanan kefarmasian untuk membantu pasien lansia
mencapai outcome terapi yang diharapkan.

17
Daftar Pustaka

Horne, R.200. Compliance, Adherence & Concordance: Implications for Asthma Treatment
CHEST. Oficial Publication of America Colladge of Chest Physicians, 130:65-72

Weinman, R. & Horne, R. 2005 Patient Provider Interacton & Health Care Communication.
Report For the national Co-ordinating Centre for NHS Service Delivery & Organisation R
& D (NCCSDO). Centre for Health Care Research. University of Brighton, Falmer,
Brighton.

http://www.scribd.com/doc/22919598/cara-pemakaian-obat#scribd

18

Anda mungkin juga menyukai