STASE ANAK
BBLR
Oleh:
Luthfiyyah Khanuun
NIPP 20184030026
A. Definisi Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah, baik oleh faktor
fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai dengan ikterus (Mathindas, Wilar, &
Wahani, 2013). Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya kadar bilirubin dalam darah lebih dari 10
mg% pada minggu pertama yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas pada
kulit, mukosa sklera dan urin, serta organ lain, sedangkan kadar bilirubin pada bayi normal serum
totalnya 5mg% (Sembiring, 2017). Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah
> 13mg/dL (Ristica, Maita, Saputri, & Yulviana, 2014).
Jadi, dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubinemia adalah suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan kadar bilirubin dalam darah lebih dari 10 mg% pada minggu pertama sehingga dapat
mengakibatkan jaundice pada bayi baru lahir.
B. Klasifikasi Hiperbilirubinemia
Menurut Sembiring (2017), klasifikasi hiperbilirubinemia terbagi menjadi 2, sebagai berikut:
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis disebabkan oleh belum matangnya metabolisme bilirubin dan
transportasi pada BBL yang berhubungan dengan kenaikan masa bilirubin dari pemecahan sel
darah merah. Warna kuning akan timbul pada hari kedua dan ketiga dan tampak jelas pada hari
ke 5-6, kemudian menghilang dengan sendirinya pada minggu pertama kelahiran bayi atau
pada hari ke 10.
Bayi dapat diklasifikasikan pada ikterus fisiologis jika:
a. Ikterus timbul pada hari kedua dan ketiga
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan dan 12,5 mg% pada
bayi kurang bulan
c. Peningkatan kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5mg% perhari
d. Kadar bilirubin direk tidak lebih dari 1mg%
e. Tidak berhubungan pada keadaan patologis
2. Ikterus Patologis
Bayi dapat diklasifikasikan pada ikterus patologis jika:
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
b. Kadar bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan dan 12,5 mg% pada bayi kurang
bulan
c. Peningkatan kadar bilirubin lebih dari 5mg% perhari. Ikterus menetap setelah 2 minggu
pertama
d. Kadar bilirubin direk melebihi 1mg%
e. Berkaitan dengan proses hemolitik
C. Etiologi
Menurut Sembiring (2017), Nurarif dan Kusuma (2013) etiologi hiperbilirubinemia sebagai
berikut:
Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoronil transferase) atau bayi yang menderita
gangguan eksresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra atau
ekstra hepatik. Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tetapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak ini
disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah
otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, BBLR, hipoksia, hiperkarbia atau hiperkapnia
(kadar CO2 meningkat dalam tubuh), hipoglikemi, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi
karena trauma atau infeksi.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Monitja dkk dalam Nurarif & Kusuma (2013), manifestasi klinik atau dianggap
hiperbilirubinemia jika :
E. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Pada proses kehamilan, bilirubin dalam fetus akan diekskresikan menyeberangi plasenta dan
masuk ke ibu untuk diekskesikan melalui hati ibu. Namun setelah lahir, satu-satunya cara
menghilangkan bilirubin adalah hari neonatus sendiri, yang mana selama minggu pertama
kehidupan hati neionatus tidak dapat mengkinjugasikan bilirubun dengan asam glutamat untuk
diekskresikan ke empedu. Akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi bilirubin dalam darah yang
lebih dari batas normal yaitu kurang dari 1 mg/dL (Guiton & Hall, 2012).
Bilirubin merupakan produk akhir dari katabolisme hame yang terjadi di retikulumrendotelial
yang terjadi melalui oksidasi reduksi. Proses pertama adalah heme dioksidasi dan terbentuk
biliverdin dan terjadi pelepasan CO dan Fe. Fe akan digunakan kembali sementara CO akan
diekresikan melalui sistem pernafasan. Biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin yang tidak larut
air. Bilirubin yang tidak terkonjugasi akam masuk ke dalam plasma dan berikatan dengan albumin.
Bila terjadi gangguan pada proses pengikatan antara albumin dan bilirubin maka bilirubin yang
tidak terkonjugasi ini akan melewati membran yang mengandung lemak, termasuk penghalang
darah ke otak sehingga dapat terjadi neurotoksisitas. Jika bilirubin yang tidak terkonjugasi
melewati subkutan atau jaringa lemak kulit maka dapat terjadi deposit bilirubin pada kulit sehingga
terjadi ikterik (Mathindas, Wilar, & Wahani, 2013).
F. Pathway
Hemoglobin
Globin
Hemo
Feco
Biliverdin
3) Tangisan bayi
Tangisan melengking ditemukan pada kelainan neurologis, sedangkan tangisan lemah
dan merintih ditemukan pada kesulitan bernafas
b. Tanda-tanda Vital
HR, RR, Suhu (normalnya 36,5-37,5°C). Beberapa metode pengukuran suhu:•
1) Aksiler
Tempat pengukuran paling tepat. Pada Hipotermi, hasil lebih tinggi daripada rektal
karena tertimbunnya brown fat di daerah ketiak
2) Rektal
Digunakan pada pemeriksaan fisik sekaligus memastikan anus ada atau jika temperatur
aksiler tidak normal. Lebih traumatik dibanding aksiler. •
3) Timpani (telinga)
Dipengaruhi suhu lingkungan sehingga kurang akurat.•
4) Kulit
Perabaan kulit diperlukan untuk pengukuran cepat. Dilakukan di bagian dahi, punggung
atau leher•
5) Pita Pengukur
Metode non - invasif, aman dan bisa dilakukan dengan mudah
c. Ukuran Antropometri
Adalah ukuran fisik yang dapat diukur dengan alat pengukur seperti timbangan atau pita
pengukur, terdiri dari:
Berat Badan
- Ukuran normal 31-35 cm, pengukurnnya dilakukan saat bernafas biasa pada tulang
xipoideus, ukur lingkar dada dari daerah dada ke punggung kembali ke dada melalui
kedua puting susu
- Ukuran lingkar dada biasanya 2 cm kurang dr lingkar kepala/ kadang sama namun tidak
melebihi lingkar kepala.
Lingkar Lengan Atas
- Ukuran lingkar lengan atas mencerminkan pertumbuhan jaringan lemak dan otot.
- Berguna untuk menilai keadaan gizi.
- Ukuran normal LiLA saat lahir kira -kira 11 cm
d. Kulit
1) Warna
- Normalnya BBL berwarna merah muda BBL yg kulitnya berwarna merah sekali
menunjukkan kerapuhan system vasomotor
- Akrosianosis (kebiruan pada ekstremitas) menunjukkan bayi kedinginan
- Sianosis (kebiruan) menunjukkan bayi kekurangan O2
- Kulit seperti marmer (cutis marmorata) menunjukkan penyakit berat
- Pewarnaan mekonium (mekonium staining) pada verniks caseosa, kulit, kuku, dan tali
pusat ditemukan pada bayi dengan riwayat fetal distress
- Ikterus (warna kuning) paling mudah dilihat di daerah dahi
2) Rash, lesi, bintik-bintik ada atau tidak. Jika ada seperti apa warna, bentuknya, ada cairan
atau tidak
3) Vernix caseosa, lanugo ada atau tidak Vernix Caseosa: subtansi putih yang berlemak yang
disekresi oleh kelenjar sebasea dan sel epitel yang melapisi tubuh BBL. Ini akan
menghilang sendiri beberapa hari setelah lahir, berfungsi untuk menjaga suhu bayi. Dapat
dibersihkan dengan kapas dan minyak kelapa yang steril.
4) Lanugo: rambut halus yang melapisi permukaan tubuh, sering pada kulit kepala, dahi dan
muka.
5) Kelembaban, turgor kulit baik atau tidak Kulit bayi prematur tipis, halus dan berwarna
merah. Kulit bayi lebih bulan tampak seperti kertas perkamen dan mengelupas
6) Tanda lahir ada atau tidak . Jika ada di mana letaknya, bentuk, warna seperti apa
e. Kepala
1) Sutura ada molase atau tidak
2) Fontanela anterior dan posterior (bentuk, ukuran, rata, cekung atau mencembung)
3) Tulang--tulang tengkorak ada fraktur atau tidak
4) Simetris atau tidak, adakah molding
5) Kaput suksedaneum, cephalhematomaada atau tidak
Cephal Hematom Caput uksedaneum
- Lunak, berisi cairan, bengkak di salah - Edema jaringan lunak lokal, melewati
satu sisi kepala sutura
- Muncul beberapa jam setelah lahir - Muncul segera setelah lahir
- Membesar dalam 2-3 hari - Tidak membesar
- \Menghilang 2-6 bulan - Hilang beberapa hari
- Berbatas tegas - Tidak berbatas tegas
- Disebabkan perdarahan subperiosteal - Disebabkan adanya cairan akibat
pembengkakan jaringan lunak
- Komplikasi: ikterik, fraktur tulang - Jarang ada komplikasi
kepala, perdarahan intrakranial, syok
f. Wajah
Adakah kelainan khas misal: Sindrom Down atau bayi Mongol
g. Mata
Sklera tampak tanda perdarahan atau tidak, ada sekret atau tidak, ukuran dan reaktivitas
pupil baik atau tidak , arah pandangan, jarak dan bentuk mata, gerak bola mata simetris atau
tidak. Jarak antara kantus medial mata tidak boleh lebih dari 2.5 cm. BBL kadang
menunjukkan gerak mata berputar dan tidak teratur (strabismus)
h. Telinga
1) Posisi dan hubungan dengan mata dan kepala
Jika ditarik garis horisontal melewati mata, seharusnya melewati sedikit
bagian atas telinga. Daun telinga yang letaknya rendah (low set ears) terdapat pada
bayi yang mengalami sindrom tertentu (Pierre-robin). Kemiringan telinga terhadap
garis vertikal maksimal 10°.
2) Adakah daun telinga, posisi lubang, bentuk lekukan bagaimana, tulang rawan terbentuk
atau tidak. Bayi prematur biasanya tulang rawan belum terbentuk.
i. Hidung
Bentuk, posisi, lubang, ada lendir atau tidak, adakah milia (bintik keputihan yg khas terlihat
di hidung, dahi dan pipi yg menyumbat kelenjar sebasea yg belum berfungsi), adakah
pernafasan cuping atau tidak. Adanya sekret yang mukopurulen yang terkadang berdarah, hal
ini kemungkinan adanya sifilis kongenital. Adanya pernapasan cuping hidung (gangguan
pernapasan)
j. Mulut
Bentuk bibir, lihat dan raba langit2 keras (palatum durum) dan lunak (palatum molle),
tenggorokan, bentuk dan ukuran lidah, lesi, sekret. Daerah bibir dan palatum diraba apakah
utuh atau tidak. Ketidaksimetrisan bibir menunjukkan adanya palsi wajah. Salivasi tidak
terdapat pd bayi normal, krn grandula saliva belum matur. Bila terdapat sekret yg berlebihan
mungkin ada kelainan di esofagus.
k. Leher
Massa, pembesaran kelenjar ada atau tidak, pergerakan leher apakah ada hambatan, kesan
nyeri saat bayi menggerakkan kepala.
l. Dada
1) Kesimetrisan saat tarikan nafas, adakah rintihan, adakah retraksi. Rintihan dan retraksi
dada tidak normal, menunjukkan gangguan nafas
2) Payudara tampak membesar atau tidak, adakah sekresi seperti susu
BBL payudara kadang membesar dan tampak sekresi susu akibat pengaruh hormon
estrogen maternal.
3) Tulang klavikula.
Ada fraktur atau tidak, dilihat dari gerakan ekstremitas
m. Abdomen
Raba hepar, limpa, ginjal, adakah distensi, massa, hernia, perdarahan tali pusat, jumlah
arteri dan vena umbilikalis. Jika perut sangat cekung kemungkinan terdapat hernia
diafragmatika. Abdomen yang membuncit kemungkinan karena hepatosplenomegali atau
tumor lainnya. Jika bayi menangis dan muncul benjolan di perut, menunjukkan hernia di
dinding abdomen.
o. Ekstremitas atas
Kesimetrisan, bentuk dan ukuran, jumlah jari, ada selaput atau tidak, tampak garis telapak
tangan atau tidak
p. Ekstremitas bawah
Dislokasi kongenital, kesimetrisan, bentuk, ukuran, jumlah jari, ada selaput atau tidak, tampak
garis telapak kaki atau tidak. Tes Ortolani dan Barlow positif atau negative
q. Punggung
Bentuk, adakah tonjolan di kulit, adakah celah, adakah rambut abnormal
Daftar Pustaka
Astuti, N. T. (2014). Hand Out: Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Balita. 1-7.
Guiton, & Hall. (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi11. Jakarta: EGC.
Herdman, T. H. (Ed.). (2015). NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi
2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.
Mathindas, S., Wilar, R., & Wahani, A. (2013). Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Jurnal Biomedik
Volume 5 Nomor 1, S4-10.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (Eds.). (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.
Ristica, O. D., Maita, L., Saputri, E. M., & Yulviana, R. (2014). Bahan Ajar: Asuhan Kebidanan Neonatus,
Bayi/Balita, dan Anak Prasekolah untuk Para Bidan. Yogyakarta: Deepublish.
Sembiring, J. B. (2017). Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah. Yogyakarta: Deepublish.