Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

STASE ANAK

BBLR

Oleh:

Luthfiyyah Khanuun

NIPP 20184030026

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
HIPERBILIRUBINEMIA : IKTERIK NEONATUS

A. Definisi Hiperbilirubinemia

Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam darah, baik oleh faktor
fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis ditandai dengan ikterus (Mathindas, Wilar, &
Wahani, 2013). Hiperbilirubinemia adalah berlebihnya kadar bilirubin dalam darah lebih dari 10
mg% pada minggu pertama yang mengakibatkan jaundice, warna kuning yang terlihat jelas pada
kulit, mukosa sklera dan urin, serta organ lain, sedangkan kadar bilirubin pada bayi normal serum
totalnya 5mg% (Sembiring, 2017). Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam darah
> 13mg/dL (Ristica, Maita, Saputri, & Yulviana, 2014).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa hiperbilirubinemia adalah suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan kadar bilirubin dalam darah lebih dari 10 mg% pada minggu pertama sehingga dapat
mengakibatkan jaundice pada bayi baru lahir.

B. Klasifikasi Hiperbilirubinemia
Menurut Sembiring (2017), klasifikasi hiperbilirubinemia terbagi menjadi 2, sebagai berikut:
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis disebabkan oleh belum matangnya metabolisme bilirubin dan
transportasi pada BBL yang berhubungan dengan kenaikan masa bilirubin dari pemecahan sel
darah merah. Warna kuning akan timbul pada hari kedua dan ketiga dan tampak jelas pada hari
ke 5-6, kemudian menghilang dengan sendirinya pada minggu pertama kelahiran bayi atau
pada hari ke 10.
Bayi dapat diklasifikasikan pada ikterus fisiologis jika:
a. Ikterus timbul pada hari kedua dan ketiga
b. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan dan 12,5 mg% pada
bayi kurang bulan
c. Peningkatan kecepatan kadar bilirubin tidak melebihi 5mg% perhari
d. Kadar bilirubin direk tidak lebih dari 1mg%
e. Tidak berhubungan pada keadaan patologis
2. Ikterus Patologis
Bayi dapat diklasifikasikan pada ikterus patologis jika:
a. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
b. Kadar bilirubin melebihi 10mg% pada bayi cukup bulan dan 12,5 mg% pada bayi kurang
bulan
c. Peningkatan kadar bilirubin lebih dari 5mg% perhari. Ikterus menetap setelah 2 minggu
pertama
d. Kadar bilirubin direk melebihi 1mg%
e. Berkaitan dengan proses hemolitik
C. Etiologi
Menurut Sembiring (2017), Nurarif dan Kusuma (2013) etiologi hiperbilirubinemia sebagai
berikut:

1. Produksi bilirubin yang berlebihan


2. Gangguan dalam proses up take dan konjugasi hepar
3. Gangguan transportasi
4. Gangguan dalam sel otak
5. Gangguan dalam ekskresi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam hal. Penyebab tersering yaitu
hemolisis yang timbul akibat inkompatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD.
Hemolisis ini timbul karena adanya perdarahan tertutup (sefal hematoma, perdarahan
subaponeoratik) atau inkompatibilitas golongan darah Rh. Selain itu, infeksi memegang peranan
penting pada terjadinya hiperbilirubinemia: keadaan ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan
gastroenteritis. Faktor lain yang dapat menjadi penyebab yaitu hipoksia atau anoksia, dehidrasi dan
asidosis, hipoglikemia dan polisitemia. Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat
penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila
terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur eritrosit janin atau
bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain atau terdapatnya peningkatan sirkulasi
enterohepatik.

Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan
gangguan konjugasi hepar (defisiensi enzim glukoronil transferase) atau bayi yang menderita
gangguan eksresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu intra atau
ekstra hepatik. Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tetapi
mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak ini
disebut kernikterus atau ensefalopati biliaris. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah
otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, BBLR, hipoksia, hiperkarbia atau hiperkapnia
(kadar CO2 meningkat dalam tubuh), hipoglikemi, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi
karena trauma atau infeksi.

Sumber : (Sembiring, 2017)

D. Manifestasi Klinis
Menurut Monitja dkk dalam Nurarif & Kusuma (2013), manifestasi klinik atau dianggap
hiperbilirubinemia jika :

1. Ikterus terjadi pada 24 jam pertama


2. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih setiap 24 jam
3. Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus kurang bulan dan 12,5mg% pada
neonatus cukup bulan
4. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompabilitas darah, defisiensi enzim G-6-PD dan
sepsis)
5. Ikterus yang disertai keadaan sebagai berikut:
a. BBL kurang dari 2000 gram
b. Masa gestasi kurang dari 36 minggu
c. Asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernapasan
d. Infeksi
e. Trauma lahir pada kepala
f. Hipoglikemi, hiperkarbia
g. Hiperosmolaritas darah
Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer:

Rata-rata serum bilirubin indirek


Zona Bagian
(µmol/l)
1 Kepala dan leher 100
2 Pusar – leher 150
3 Pusar – paha 200
4 Lengan + tungkai 250
5 Tangan + kaki > 250
Sumber : kapita selekta FKUI jilid 2 ed 3 dalam Nurarif & Kusuma (2013)

E. Patofisiologi Hiperbilirubinemia

Pada proses kehamilan, bilirubin dalam fetus akan diekskresikan menyeberangi plasenta dan
masuk ke ibu untuk diekskesikan melalui hati ibu. Namun setelah lahir, satu-satunya cara
menghilangkan bilirubin adalah hari neonatus sendiri, yang mana selama minggu pertama
kehidupan hati neionatus tidak dapat mengkinjugasikan bilirubun dengan asam glutamat untuk
diekskresikan ke empedu. Akibatnya terjadi peningkatan konsentrasi bilirubin dalam darah yang
lebih dari batas normal yaitu kurang dari 1 mg/dL (Guiton & Hall, 2012).

Bilirubin merupakan produk akhir dari katabolisme hame yang terjadi di retikulumrendotelial
yang terjadi melalui oksidasi reduksi. Proses pertama adalah heme dioksidasi dan terbentuk
biliverdin dan terjadi pelepasan CO dan Fe. Fe akan digunakan kembali sementara CO akan
diekresikan melalui sistem pernafasan. Biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin yang tidak larut
air. Bilirubin yang tidak terkonjugasi akam masuk ke dalam plasma dan berikatan dengan albumin.
Bila terjadi gangguan pada proses pengikatan antara albumin dan bilirubin maka bilirubin yang
tidak terkonjugasi ini akan melewati membran yang mengandung lemak, termasuk penghalang
darah ke otak sehingga dapat terjadi neurotoksisitas. Jika bilirubin yang tidak terkonjugasi
melewati subkutan atau jaringa lemak kulit maka dapat terjadi deposit bilirubin pada kulit sehingga
terjadi ikterik (Mathindas, Wilar, & Wahani, 2013).
F. Pathway

Hemoglobin

Globin

Hemo

Feco

Biliverdin

Peningkatan destruksi eritrosit Pemecahan bilirubin berlebih


(gangguan konjugasi bilirubin /
gangguan transport bilirubin/
peningkatan siklus enteropetik) Hb dan
eritrosit abnormal Suplai bilirubin melebihi tampungan hepar

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi


Peningkatan bilirubin berlebih dalam
darah -> pengeluaran mekonium
terlambat/obstruksi usus -> tinja Sebagian masuk kembali ke siklus emerohepatik
berwarna pucat

Ikterik Ikterus pada sklera, Kerusakan integritas Kulit


Neonatus leher, dan badan,
peningkatan bilirubin
indirect > 12 mg/dL
Indikasi Fototerapi

Sinar dengan intensitas tinggi

Risiko kekurangan Resiko Cedera Gangguan suhu


volume cairan tubuh

Resiko Hipotermi Ketidakefektifan


Sumber : (Nurarif & Kusuma, 2013) Termoregulasi
G. Penatalaksanaan
Hiperbilirubinemia ringan tidak memerlukan pengobatan. Bayi dianjurkan untuk lebih banyak
menyusu sehingga mempercepat pembuangan isis usus dan dapat mengurangi penyerapan kembali
bilirubin dari usus sehingga menurunkan kadar bilirubin dalam darah. Jika kadar bilirubin sangat tinggi
dianjurkan dengan terapi tukar yaitu darah bayi ditukar dengan darah segar untuk membuang bilirubin
dalam darah bayi pada darah sebelumnya (Sembiring, 2017).

Penatakasanaan hiperbilirubin yang dapat dilakukan adalah:


1. Fototerapi
Foto terapi dapat dilakukan tunggal atau dikombinasikan dengan transfusi pengganti untuk
menurunkan bilirubin serum. Secara umum foto terapi dapat diberikan pada kondisi dengan kadar
bilirubinseru 4-5 mg/dl. Neonatus dengan BB < 1000 g dan kadar bilirubin indirek 5 mg/dl harus
dilakukan fototerapi. Beberapa pakar menjelaskan fototerapi harus diberikan pada 24 jam pertama
pada bayi yang beresiko tinggi dan BBLR (Mathindas, Wilar, & Wahani, 2013).

Menurut Hidayat (2012), cara melakukan foto terapi adalah:

a. Buka pakaian bayi agar semua tubuh terkena sinar


b. Tutup kedua mata dan gonad dengan penutup yang memantulkan cahaya
c. Jarak bayi dan lampu kurang lebih 40 cm
d. Posisi dayi sebaiknya diubah setiap 6 jam
e. Lakukan pengukuran suhu setiap 4-6 jam
f. Pemeriksaan kadar bilirubin setiap 8 jam atau sekurang-kurangnya 24 jam
g. Lakukan pemeriksaan HB terutama pada bayi yang mengalami hemolisis
h. Lakukan dan carata lama terapi sinar
i. Berikan ASI yang cukup, dengan cara dipangku, penutup mata dibuka dan diobservasi keadaan
bayi.
2. Intravena imunoglobulin (IVIG)
Pemberian IVIG terutama pada kasus yang berhubungan dengan imunoglobulin. Pada
hiperbilirubin yang terjadi karena inkompatibititas golongan darah ibu dan bayu, pemberian IVIG
dapat menurunkan kemungkin dilakukannya transfusi tukar (Wong dalam Mathindas, Wilar, &
Wahani, 2013).
3. Transfusi tukar/pengganti
Transfusi tukar/pengganti merupakan cara yang dilakukan untuk mengeluarakan darah
bayi untuk ditukar dengan darah yang tidak sesuai atau patologis dengan tujuan mencegah
peningkatan kadar bilirubin dalam darah (Hidayat, 2012). Selain itu transfusi tukar dilakukan
untuk mangtasi anemia, mengeluarkan bilirubin serum, meningkatkan albumin yang masih bebas
bilirubin dan meningkatkan keterikatannya dengan bilirubin serum (Wong dalam Mathindas,
Wilar, & Wahani, 2013).
4. Terapi medikamentosa
Phenobarbital dapat merangsang hati untuk mengeluarkan enzim yang meningkatkan
konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Dapat diberikan pada ibu hamil beberapa mingu
sebelum melahirkan. Pemberian phenobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena
efek samping yang menyebabkan letargi. Colostrain dapat mengurangi bilirubin dengan
mengeluarkan melalui urin sehingga dapat menurunkan kerja enterohepatika (Martin, 2004;
Sukardi, 2010 dalam Mathindas, Wilar, & Wahani, 2013).
H. Pengkajian

1. Pemeriksaan di Ruang Rawat


a. Pemeriksaan Umum
1) Tonus otot
2) Keaktifan
Dinilai dengan melihat posisi dan gerakan tungkai dan lengan. Pada BBL cukup bulan
yang sehat, ekstremitas dalam keadaan fleksi, dengan gerakan tungkai serta lengan aktif
dan simetris

3) Tangisan bayi
Tangisan melengking ditemukan pada kelainan neurologis, sedangkan tangisan lemah
dan merintih ditemukan pada kesulitan bernafas

b. Tanda-tanda Vital
HR, RR, Suhu (normalnya 36,5-37,5°C). Beberapa metode pengukuran suhu:•

1) Aksiler
Tempat pengukuran paling tepat. Pada Hipotermi, hasil lebih tinggi daripada rektal
karena tertimbunnya brown fat di daerah ketiak

2) Rektal
Digunakan pada pemeriksaan fisik sekaligus memastikan anus ada atau jika temperatur
aksiler tidak normal. Lebih traumatik dibanding aksiler. •

3) Timpani (telinga)
Dipengaruhi suhu lingkungan sehingga kurang akurat.•

4) Kulit
Perabaan kulit diperlukan untuk pengukuran cepat. Dilakukan di bagian dahi, punggung
atau leher•
5) Pita Pengukur
Metode non - invasif, aman dan bisa dilakukan dengan mudah

c. Ukuran Antropometri
Adalah ukuran fisik yang dapat diukur dengan alat pengukur seperti timbangan atau pita
pengukur, terdiri dari:

Berat Badan

- Kain alas atau pelindung diletakkan


- Skala penimbangan diatur ke titik nol sebelum penimbangan.
- Hasil timbangan dikurangi berat alas dan pembungkus bayi
- BBL normal berat lahirnnya 2500-4000 gram
Panjang Badan

- Bayi diletakkan di tempat yang datar


- Panjang badan diukur dari kepala sampai tumit dengan kaki/badan bayi diluruskan
- Bayi aterm panjang kepala ke tumit rata -rata 45 – 53 cm
Lingkar Kepala

- Lingkar kepala bayi aterm 34-39 cm.


- Lingkar kepala diukur dari oksiput mngelilingi kepala, tepat di atas alis
- Pengukuran lingkar kepala dimaksudkan untuk menaksir pertumbuhan otak.
Lingkar Dada

- Ukuran normal 31-35 cm, pengukurnnya dilakukan saat bernafas biasa pada tulang
xipoideus, ukur lingkar dada dari daerah dada ke punggung kembali ke dada melalui
kedua puting susu
- Ukuran lingkar dada biasanya 2 cm kurang dr lingkar kepala/ kadang sama namun tidak
melebihi lingkar kepala.
Lingkar Lengan Atas

- Ukuran lingkar lengan atas mencerminkan pertumbuhan jaringan lemak dan otot.
- Berguna untuk menilai keadaan gizi.
- Ukuran normal LiLA saat lahir kira -kira 11 cm
d. Kulit
1) Warna
- Normalnya BBL berwarna merah muda BBL yg kulitnya berwarna merah sekali
menunjukkan kerapuhan system vasomotor
- Akrosianosis (kebiruan pada ekstremitas) menunjukkan bayi kedinginan
- Sianosis (kebiruan) menunjukkan bayi kekurangan O2
- Kulit seperti marmer (cutis marmorata) menunjukkan penyakit berat
- Pewarnaan mekonium (mekonium staining) pada verniks caseosa, kulit, kuku, dan tali
pusat ditemukan pada bayi dengan riwayat fetal distress
- Ikterus (warna kuning) paling mudah dilihat di daerah dahi
2) Rash, lesi, bintik-bintik ada atau tidak. Jika ada seperti apa warna, bentuknya, ada cairan
atau tidak
3) Vernix caseosa, lanugo ada atau tidak Vernix Caseosa: subtansi putih yang berlemak yang
disekresi oleh kelenjar sebasea dan sel epitel yang melapisi tubuh BBL. Ini akan
menghilang sendiri beberapa hari setelah lahir, berfungsi untuk menjaga suhu bayi. Dapat
dibersihkan dengan kapas dan minyak kelapa yang steril.
4) Lanugo: rambut halus yang melapisi permukaan tubuh, sering pada kulit kepala, dahi dan
muka.
5) Kelembaban, turgor kulit baik atau tidak Kulit bayi prematur tipis, halus dan berwarna
merah. Kulit bayi lebih bulan tampak seperti kertas perkamen dan mengelupas
6) Tanda lahir ada atau tidak . Jika ada di mana letaknya, bentuk, warna seperti apa
e. Kepala
1) Sutura ada molase atau tidak
2) Fontanela anterior dan posterior (bentuk, ukuran, rata, cekung atau mencembung)
3) Tulang--tulang tengkorak ada fraktur atau tidak
4) Simetris atau tidak, adakah molding
5) Kaput suksedaneum, cephalhematomaada atau tidak
Cephal Hematom Caput uksedaneum

- Lunak, berisi cairan, bengkak di salah - Edema jaringan lunak lokal, melewati
satu sisi kepala sutura
- Muncul beberapa jam setelah lahir - Muncul segera setelah lahir
- Membesar dalam 2-3 hari - Tidak membesar
- \Menghilang 2-6 bulan - Hilang beberapa hari
- Berbatas tegas - Tidak berbatas tegas
- Disebabkan perdarahan subperiosteal - Disebabkan adanya cairan akibat
pembengkakan jaringan lunak
- Komplikasi: ikterik, fraktur tulang - Jarang ada komplikasi
kepala, perdarahan intrakranial, syok

f. Wajah
Adakah kelainan khas misal: Sindrom Down atau bayi Mongol

Apakah wajah simetris atau tidak

g. Mata
Sklera tampak tanda perdarahan atau tidak, ada sekret atau tidak, ukuran dan reaktivitas
pupil baik atau tidak , arah pandangan, jarak dan bentuk mata, gerak bola mata simetris atau
tidak. Jarak antara kantus medial mata tidak boleh lebih dari 2.5 cm. BBL kadang
menunjukkan gerak mata berputar dan tidak teratur (strabismus)

h. Telinga
1) Posisi dan hubungan dengan mata dan kepala
Jika ditarik garis horisontal melewati mata, seharusnya melewati sedikit
bagian atas telinga. Daun telinga yang letaknya rendah (low set ears) terdapat pada
bayi yang mengalami sindrom tertentu (Pierre-robin). Kemiringan telinga terhadap
garis vertikal maksimal 10°.
2) Adakah daun telinga, posisi lubang, bentuk lekukan bagaimana, tulang rawan terbentuk
atau tidak. Bayi prematur biasanya tulang rawan belum terbentuk.
i. Hidung
Bentuk, posisi, lubang, ada lendir atau tidak, adakah milia (bintik keputihan yg khas terlihat
di hidung, dahi dan pipi yg menyumbat kelenjar sebasea yg belum berfungsi), adakah
pernafasan cuping atau tidak. Adanya sekret yang mukopurulen yang terkadang berdarah, hal
ini kemungkinan adanya sifilis kongenital. Adanya pernapasan cuping hidung (gangguan
pernapasan)

j. Mulut
Bentuk bibir, lihat dan raba langit2 keras (palatum durum) dan lunak (palatum molle),
tenggorokan, bentuk dan ukuran lidah, lesi, sekret. Daerah bibir dan palatum diraba apakah
utuh atau tidak. Ketidaksimetrisan bibir menunjukkan adanya palsi wajah. Salivasi tidak
terdapat pd bayi normal, krn grandula saliva belum matur. Bila terdapat sekret yg berlebihan
mungkin ada kelainan di esofagus.

k. Leher
Massa, pembesaran kelenjar ada atau tidak, pergerakan leher apakah ada hambatan, kesan
nyeri saat bayi menggerakkan kepala.
l. Dada
1) Kesimetrisan saat tarikan nafas, adakah rintihan, adakah retraksi. Rintihan dan retraksi
dada tidak normal, menunjukkan gangguan nafas
2) Payudara tampak membesar atau tidak, adakah sekresi seperti susu
BBL payudara kadang membesar dan tampak sekresi susu akibat pengaruh hormon
estrogen maternal.

3) Tulang klavikula.
Ada fraktur atau tidak, dilihat dari gerakan ekstremitas

m. Abdomen
Raba hepar, limpa, ginjal, adakah distensi, massa, hernia, perdarahan tali pusat, jumlah
arteri dan vena umbilikalis. Jika perut sangat cekung kemungkinan terdapat hernia
diafragmatika. Abdomen yang membuncit kemungkinan karena hepatosplenomegali atau
tumor lainnya. Jika bayi menangis dan muncul benjolan di perut, menunjukkan hernia di
dinding abdomen.

n. Genitalia dan Rektum


1) Lubang anus ada atau tidak
2) Meconium dan urin sudah keluar atau belum
3) Testis sudah turun ke skrotum atau belum, jumlah skrotum 2, lubang kencing ada atau
tidak, letaknya di mana, hidrokel ada atau tidak;
4) Labia mayora menutupi labia minora, lubang vagina, adakah sekcret atau bercak darah
Pada bayi wanita, terkadang tampak adanya sekret atau bercak darah dari vagina, hal ini
disebabkan oleh pengaruh hormon ibu

o. Ekstremitas atas
Kesimetrisan, bentuk dan ukuran, jumlah jari, ada selaput atau tidak, tampak garis telapak
tangan atau tidak

p. Ekstremitas bawah
Dislokasi kongenital, kesimetrisan, bentuk, ukuran, jumlah jari, ada selaput atau tidak, tampak
garis telapak kaki atau tidak. Tes Ortolani dan Barlow positif atau negative

q. Punggung
Bentuk, adakah tonjolan di kulit, adakah celah, adakah rambut abnormal

r. Pemeriksaan Sistem Syaraf (Refleks Primitif)


a. Refleks rooting: Reflek ini karena stimulasi taktil pd pipi dan daerah mulut, bayi
akan memutar kepala, Seakan - akan mencari puting susu. Pola perkembangan
:menghilang di usia 3 – 7 bulan. Bila tak ada respons: Bayi kurang bulan
(prematur) atau kemungkinan adanya kelainan sensorik
b. Reflek sucking: Reflek menghisap bila ada objek disentuhkan / dimasukkan ke
mulut. Pola perkembangan menghilang di usia 3 -7 bulan. Bila tdk ada respon :
kelainan saluran pernapasan dan kelainan pada mulut termasuk langit-langit mulut
c. Refleks Moro/Startle: Reflek dimana bayi akan mengembangkan tangan & jari
lebar-lebar, lalu mengembalikan dengan yg cepat seakan –akan memeluk jika tiba
-tiba dikejutkan oleh suara atau gerakan. Pola perkembangan:hilang di usia 3 -4
bulan. Bila tak ada respons, menunjukkan : fraktur atau cedera pada bagian tubuh
tertentu
d. Refleks menggenggam (Grasp): Reflek yg timbul bila ibu jari diletakkan pd
telapak tangan bayi, maka bayi akan menutup telapak tangannya. Menghilang di
usia 3-4 bulan. Bila tak ada respons:menunjukkan kelainan pada saraf otak.
e. Reflek Plantar: Reflek yg timbul bila telapak kaki disentuh, maka bayi akan
menutup telapak kakinya. Menghilang di usia 8 bulan
f. Reflek Babinski: Reflek bila ada rangsangan pd telapak kaki ibu jari akan
bergerak ke atas & jari-jari lain membuka. Pola perkembangan : menghilang di
usia 1 -2 tahun. Bila tak ada respons: menunjukkan kelainan pd saraf otak (bila
menetap)
g. Reflek Galant: Ketika bayi tengkurap goresan pada punggung menyebabkan
pelvis membengkok ke arah goresan. Pola perkembangan : hilang pd usia 2-3
bulan.
h. Reflek tonic neck : Reflek jika bayi mengangkat leher & menoleh ke kanan /
kekiri jika diposisikan tengkurap. Pola perkembangan : reflek ini dpt diamati
sampai bayi berusia 3-4 bulan. Reflek ini tidak dapat dilihat pd bayi yg berusia 1
hari.
i. Reflek Walking & Stepping: Reflek timbul jika bayi dalam posisi berdiri akan
ada gerakan spontan kaki melangkah ke depan. Pola perkembangan : menghilang
di usia 3-4 bulan. Bila tak ada respons:menunjukkan kelainan pada motorik kasar
Sumber : (Astuti, 2014)
I. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Mathindas, Wilar, & Wahani (2013), hiperbilirubin dapat dideteksi dengan beberapa cara
yaitu:
1. Visual
Cara ini dapat menimbulkan bias terutama pada bayi dengan kulit berwarna, namun jika terdapat
keterbatasan maka dapat digunakan. Menurut WHO cara menentukan ikterus secra visual adalah:
a. Pemeriksaan dilakukan pada pemeriksaan yang cukup (lebih baik pada siang hari dengan
cahaya matahari), karena ikterus dapat terlihat lebih parah pada pencahayaan buatan, dan akan
tidak terlihat pada pencahayaan yang kurang.
b. Kulit bayi ditekan secra lembut untuk mengetahui warna di bawah kulit dan subkutan
c. Keparahan dapat ditentukan berdasarkan usia bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.
2. Pemeriksaan bilirubin serum
Pemeriksaan bilirubin merupakan baku emas penegakan diagnosa ikterus neonatus serta untuk
menentukan perlu tidaknya dilakukan intervensi lanjutan. Pemeriksaan bilirubin serum butuh
pertimbangan karena prosedur ini merupakan prosedur infasi yang dianggap meningkatkan
morbiditas neonatus.
3. Pemeriksaan bilirubin bebeas dan CO
Pemecahan heme dapat menghasilkan bilirubin dan CO, pemeriksaan konsentrasi CO yang
dikeluarkan melalui pernafasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.
J. Diagnosa Keperawatan
a. Ikterik neonatus
b. Resiko hipotermi
c. Diskontuinitas pemberian ASI
d. Kerusakan integritas kulit
e. Resiko cidera
K. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Kep NOC NIC


1 (00194) Ikterik Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 (6924) Fototerapi: Neonatus
Neonatus jam, masalah ikterik neunatus teratasi - Observasi tanda-tanda (warna) kuning
dengan kriteria hasil : - Periksa kadar serum bilirubin
- Tutupi kedua mata bayi hindari
(1101) Integritas Jaringan: Kulit & penekanan yang berlebihan
Membran Mukosa - Tempatkan lampu fototerapi di atas
- Pigmentasi abnormal berkurang / warna bayi dengan tinggi yang sesuai
kuning berkurang - Monitor tanda vital bayi
(0118) Adaptasi BBL - Dorong pemberian makan 8 kali
- Kadar bilirubin menurun mendekati perhari
normal
- Bayi dapat mempertahankan berat
badan/ tidak terjadi penurunan
2 (00253) Resiko Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 (3900) Pengaturan Suhu
Hipotermia jam, masalah resiko hipotermi teratasi
dengan kriteria hasil : - Monitor suhu setiap 2 jam
- Monitor suhu bayi baru lahir sampai
(0801) Termoregulasi : Baru Lahir stabil
No Diagnosa Kep NOC NIC
- Suhu bayi stabil (dalam rentang 36,5- - Selimuti bayi setelah lahir untuk
37,5) mencegah kehilangan panas
- Berat badan tidak menurun - Tempatkan bayi baru lahir di bawah
penghangat
(0407) Perfusi Jaringan : perifer - sesuaikan suhu lingkungan untuk
- suhu ekstremitas atas dan bawah kebutuhan pasien
menjadi hangat - tingkatkan intake cairan dan nutrisi
adekuat
(6840) Perawatan Kanguru
- Siapkan lingkungan yang tenang,
hangat dan sediakan privasi yang
cukup
- pastikan bahwa status fisiologi bayi
memenuhi kondisi untuk
berpartisipasi dalam perawatan
- Berikan orangtua kursi yang nyaman
- jelaskan keuntungan dan implikasi dari
mengaplikasikan kontak kulit ke kulit
dengan bayi
- instruksikan orangtua untuk memakai
sesuatu yang nyaman, kain yang
dapat dibuka didepan.
- posisikan bayi yang memakai popok
dengan posisi telungkup tegak lurus
di dada orangtua yang terbuka
- miringkan kepala bayi pada satu sisi
dengan posisi sedikit ekstensi untuk
memfasilitasi kontak mata dengan
orang tua dan jalan napas terbuka
- hindari mendorong kepala bayi fleksi
dan hiperekstensi
- Lakukan KMC bersama dengan orang
tua pasien.
3. Diskontinuitas Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 (5244) Konseling Laktasi
Pemberian ASI jam, masalah diskontinuitas pemberian
ASI teratasi dengan kriteria hasil : - Beri kesempatan pada ibu untuk
menyusui setelah melahirkan
(1002) Mempertahankan Pemberian ASI - Instruksikan pada ibu untuk
- Ibu dan bayi puas dengan proses membiarkan bayi menyelesaikan
menyusui proses menyusui yang pertama
(1000) Keberhasilan Menyusui: Bayi sebelum proses menyusui yang kedua
- Mengenali bayi menghisap - Monitor kemampuan menghisap bayi
(1020) Status Nutrisi Bayi - Berikan materi pendidikan perawatan
- intake makanan (susu) lewat per oral kangguru
meningkat - dukung ibu dan bayi kurang bulan
untuk meneruskan pemberian ASI di
rumah
No Diagnosa Kep NOC NIC
4. (00046) Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 (3590) Pengecekan Kulit
Kerusakan jam, masalah kerusakan integritas kulit - Monitor warna dan suhu kulit
Integritas Kulit teratasi dengan kriteria hasil : - Dokumentasikan perubahan membran
mukosa
(1101) Termoregulasi : Baru Lahir - lakukan langkah-langkah untuk
- Suhu menjadi stabil mencegah kerusakan lebih lanjut
- Warna kuning pada kulit berkurang (dari
kramer 4 ke 2) (6924) Fototerapi: Neonatus
- Hiperbilirubinemia berkurang - Observasi tanda-tanda warna kuning
- Periksa kadar serum bilirubin sesuai
kebutuhan, protokol, atau permintaan
dokter
- Cek intensitas lampu setiap hari
- Tempatkan lampu fototerapi di atas
bayi dengan tinggi yang sesuai
5. (00035) Resiko Setelah dilakukan perawatan selama 2x24 (3900) Pengaturan Suhu
Cedera jam, masalah resiko cedera teratasi
dengan kriteria hasil: - Monitor suhu BBL sampai stabil
- Monitor dan laporkan adanya tanda
(1922) Kontrol Risiko: Hipertermia dan gejala dari hipertermia
- Mengetahui hubungan usia dengan suhu - Sesuaikan suhu lingkungan untuk
tubuh kebutuhan pasien
- Memodifikasi intake cairan sesuai - Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
kebutuhan adekuat
- Mengidentifikasi tanda dan gejala
hipertermia

Daftar Pustaka
Astuti, N. T. (2014). Hand Out: Asuhan Kebidanan Neonatus Bayi dan Balita. 1-7.

Guiton, & Hall. (2012). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi11. Jakarta: EGC.

Herdman, T. H. (Ed.). (2015). NANDA International Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi & Klasifikasi
2015-2017 Edisi 10. Jakarta: EGC.

Hidayat, A. A. (2012). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta: Salemba Medika.

Mathindas, S., Wilar, R., & Wahani, A. (2013). Hiperbilirubinemia pada Neonatus. Jurnal Biomedik
Volume 5 Nomor 1, S4-10.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (Eds.). (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
& NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.
Ristica, O. D., Maita, L., Saputri, E. M., & Yulviana, R. (2014). Bahan Ajar: Asuhan Kebidanan Neonatus,
Bayi/Balita, dan Anak Prasekolah untuk Para Bidan. Yogyakarta: Deepublish.

Sembiring, J. B. (2017). Buku Ajar Neonatus, Bayi, Balita, Anak Pra Sekolah. Yogyakarta: Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai