Anda di halaman 1dari 19

NAMA-NAMA KELOMPOK :

No Nama NPM

1 DISTIA INTAN 08170100001

2 BENTA SANDI WULANDARI 08170100015

3 ANIRIH PUSPITA DEWI 08170100016

4 ISTU FAUZIAH 08170100019

5 DADI KUSNAEDI 08170100025

6 ARNI SUNARTI 08170100026

7 DENI NUGRAHA 08170100031

8 ANIS TRI JUNIARTI 08170100034

9 MILAD RAUSHAN FIKRI 08170100035

10 NURHAYATI 08170100038

11 BUDI ERVANDI 08170100041

12 USWATUN HASANAH 08170100042

13 ADE MUTTAQIN 08170100048

14 MILA KARTIKA 08170100051

15 HELMIATI RIAPROZA 08170100104

16 YELLY TOBING 08170100105

17 IPAH SARIPAH 08170100108

18 MARYATI 08170100110

19 MIMI SUMARYANTI 08170100113

20 FENY MARYANI 08170100114

21 HASNARIA SIDAURUK 08170100115

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak merupakan anugrah dari Tuhan yang sangat dinantikan

kehadirannya, namun tidak semua anak beruntung dengan mendapatkan

kesempurnaan. Terdapat beberapa anak yang istimewa, berbeda dari yang

lain yang harus mendapatkan perhatian khusus. Anak berkebutuhan khusus

adalah mereka yang memerlukan penanganan khusus yang berkaitan

dengan keunikannya, (Fadhli, 2010). Sama halnya dengan anak yang

normal, anak yang berkebutuhan khusus juga berhak mendapatkan

perhatian yang sama, dimana pertumbuhan dan perkembangan anak sangat

penting dijaga untuk menentukan masa depan mereka.

Pendidikan adalah hak seluruh warga negara tanpa membedakan

asal-usul, status sosial ekonomi, maupun keadaan fisik seseorang, termasuk

anak-anak yang mempunyai kelainan sebagaimana di amanatkan dalam

UUD 1945 pasal 31. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, hak anak untuk memperoleh pendidikan

dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang

mempunyai kelainan atau anak yang berkebutuhan khusus. Anak dengan

kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan secara simpel

sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan (retarded) yang

tidak akan pernah berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak pada

2
umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan

khusus, seperti disability, impairment, dan Handicap. Menurut World

Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah sebagai

berikut: a. Disability : keterbatasan atau kurangnya kemampuan (yang

dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan

aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level

individu; b. Impairment: kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal

psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada

level organ; c. Handicap : Ketidak beruntungan individu yang dihasilkan

dari impairment atau disability yang membatasi atau menghambat

pemenuhan peran yang normal pada individu.

Khususnya untuk anak yang mengalami gangguan kognitif seperti

autism, hiperaktif, down sindrom dan retardasi mental, membutuhkan

perhatian yang lebih terutama dari orang-orang sekitar, sehingga perawat

perlu melibatkan lingkungan untuk memberikan asuhan keperawatan pada

anak. Untuk itu akan dibahas bagaimana asuhan keperawatan pada anak

yang berkebutuhan khusus.

B. Tujuan

1. Mahasiswa memahami tentang Konsep Anak Berkebutuhan Khusus.

2. Mahasiswa memahami tentang Asuhan Keperawatan pada anak-anak

Berkebutuhan Khusus.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi

ABK adalah anak yang memerlukan perhatian, kasih sayang yang

lebih spesifik, baik itu di lingkungan rumah dan sekolah. Spesifikasi

tersebut ada karena memiliki berbagai hambatan dalam pertumbuhannya

dan memiliki karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada

umumnya.

Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan

penanganan khusus yang berkaitan dengan kekhususanya.(Fadhli, 2010).

Anak yang memiliki gangguan kognitif juga termasuk anak yang

berkebutuhan khusus. Gangguan kognitif adalah sebuah istilah umum yang

mencakup setiap jenis kesulitan atau defisiensi mental (Wong, 2008).

Penatalaksanaan terapi pada anak yang berkebutuhan khusus paling

efektif dilakukan pada usia sebelum lima tahun. Setelah lima tahun hasilnya

berjalan lebih lambat. Pada usia 5-7 tahun perkembangan otak melambat

menjadi 25% dari usia sebelum 5 tahun. Meski tidak secepat anak normal,

kita harus member kesempatan pada anak berkebutuhan khusus ini untuk

berkembang, dia masih dapat menguasai beberapa kemampuan seperti

halnya anak normal yang lain. (Monika & Waruwu, 2006).

4
B. Jenis-jenis ABK dan Ciri-cirinya

1. Tunanetra

Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya,

berupa kebutaan menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi

pertolongan dengan alat-alat bantu khusus masih tetap memerlukan

pelayanan pendidikan khusus.

2. Tunarungu

Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya

pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi

secara verbal dan walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat

bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

3. Tunalaras

Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian

diri dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku

dalam lingkungan kelompok usia maupun masyarakat pada umumnya,

sehingga merugikan dirinya maupun orang lain.

4. Tunadaksa

Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang

menetap pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga

memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

5. Tunagrahita atau down syndrome

Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata

mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental jauh

5
di bawah rata-rata (IQ dibawah 70) sehingga mengalami kesulitan dalam

tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial, dan karenanya

memerlukan layanan pendidikan khusus. Hambatan ini terjadi sebelum

umur 18 tahun. Tuna grahita ini masih dibagi menjadi dua, yakni tuna

grahita biasa dan tuna grahita down sindrom atau down syndrome.

Down syndrome pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John

Longdon Down. Ciri-cirinya tinggi badan yang relatif pendek, kepala

mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongoloid maka sering

juga dikenal dengan mongolisme. Pada tahun 1970an para ahli dari

Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak

tersebut dengan merujuk penemu pertama kali sindrom ini dengan

istilah sindrom Down dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah

yang sama.

6. Cerebral palsy

Gangguan / hambatan karena kerusakan otak (brain injury) sehingga

mempengaruhi pengendalian fungsi motorik

7. Gifted

Adalah anak yang memiliki potensi kecerdasan (intelegensi),

kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas (task commitment) di

atas anak-anak seusianya (anak normal)

6
8. Autisme

Autisme adalah gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh

adanya gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan

gangguan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.

9. Asperger Disorder atau AD

Secara umum performa anak Asperger Disorder hampir sama

dengan anak autisme, yaitu memiliki gangguan pada kemampuan

komunikasi, interaksi sosial dan tingkah lakunya. Bedanya, gangguan

pada anak Asperger lebih ringan dibandingkan anak autisme dan sering

disebut dengan istilah High-fuctioning autism.

Adapun hal-hal yang paling membedakan antara anak Autisme dan

Asperger adalah pada kemampuan bahasa bicaranya. Kemampuan

bahasa bicara anak Asperger jauh lebih baik dibandingkan anak autisme.

Intonasi bicara anak asperger cendrung monoton, ekspresi muka kurang

hidup cendrung murung dan berbibicara hanya seputar pada minatnya

saja. Bila anak autisme tidak bisa berinteraksi dengan lingkungan

sosialnya, anak asperger masih bisa dan memiliki kemauan untuk

berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

Kecerdasan anak asperger biasanya ada pada great rata-rata keatas.

Memiliki minat yang sangat tinggi pada buku terutama yang bersifat

ingatan/memori pada satu kategori. Misalnya menghafal klasifikasi

hewan/tumbuhan yang menggunakan nama-nama latin.

7
10. Rett’s Disorder

Rett’s Disorder adalah jenis gangguan perkembangan yang masuk

kategori ASD. Aspek perkembangan pada anak Rett’s Disorder

mengalami kemuduran sejak menginjak usia 18 bulan yang ditandai

hilangnya kemampuan bahasa bicara secara tiba-tiba. Koordinasi

motorinya semakin memburuk dan dibarengi dengan kemunduran

dalam kemampuan sosialnya. Rett’s Disorder hampir keseluruhan

penderitanya adalah perempuan.

11. Attention deficit disorder with hyperactive atau ADHD

ADHD terkadang lebih dikenal dengan istilah anak hiperaktif, oleh

karena mereka selalu bergerak dari satu tempat ketempat yang lain.

Tidak dapat duduk diam di satu tempat selama ± 5-10 menit untuk

melakukan suatu kegiatan yang diberikan kepadanya.

Rentang konsentrasinya sangat pendek, mudah bingung dan pikirannya

selalu kacau, sering mengabaikan perintah atau arahan, sering tidak

berhasil dalam menyelesaikan tugas-tugas di sekolah. Sering mengalami

kesulitan mengeja atau menirukan ejaan huruf.

12. Lamban belajar atau slow learner

Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi

intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita.

Dalam beberapa hal mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir,

merespons rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik

dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan

8
yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang

untuk dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non

akademik, dan karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

13. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik

Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata

mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama

dalam hal kemampuan membaca, menulis dan berhitung atau

matematika), diduga disebabkan karena faktor disfungsi neugologis,

bukan disebabkan karena factor inteligensi (inteligensinya normal

bahkan ada yang di atas normal), sehingga memerlukan pelayanan

pendidikan khusus.

Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar

membaca (disleksia), kesulitan belajar menulis (disgrafia), atau

kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan mata pelajaran lain

mereka tidak mengalami kesulitan yang signifikan (berarti).

C. Jenis-jenis Terapi ABK

Terdapat beberapa jenis terapi untuk anak berkebutuhan khusus atau ABK,

diantaranya :

1. Terapi bermain

Dengan terapi bermain, cara belajar ABK bisa tertolong. Bermain

dengan teman sebaya berguna untuk belajar bicara, komunikasi dan

9
interaksi social. Seorang pendidik/terapis bermain bisa membantu anak

dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.

2. Terapi perkembangan

Adapun contoh dari terapi perkembangan di antaranya Floortime, Son-

rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention). Terapi ini

mempelajari minat ABK, kekuatan dan tingkat perkembangannya.

Kemudian perlu ditingkatkan lagi kemampuan sosial, emosional dan

intelektualnya. Terapi perkembangan berbeda dengan terapi perilaku

seperti ABA (untuk penjelasan terapi ABA bisa dibaca berikutnya) yang

lebih mengajarkan ketrampilan yang lebih spesifik.

3. Applied Behavioral Analysis (ABA)

ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai, telah dilakukan

penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang

dipakai adalah memberi pelatihan khusus pada anak dengan

memberikan positive reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias

diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai

di Indonesia.

4. Terapi perilaku

Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali

tidak memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan

kebutuhannya, Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara,

cahaya dan sentuhan.

10
Tak heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku

terlatih untuk mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan

mencari solusinya dengan merekomendasikan perubahan lingkungan

dan rutin anak tersebut untuk memperbaiki perilakunya,

5. Terapi fisik atau fisioterapi

Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak

diantara individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam

motorik kasarnya. Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga

jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya kurang bagus.

Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong

untuk menguatkan otot-ototnya dan memperbaiki keseimbangan

tubuhnya.

6. Terapi wicara

Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara

dan berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula

individu autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat

kurang.

Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak

mampu untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi atau

berinteraksi dengan orang lain. Dalam hal ini terapi wicara dan

berbahasa akan sangat menolong.

11
7. Terapi biomedik

Terapi biomedik dikembangkan oleh organisasi bernama DAN (Defeat

Autism Now). Banyak dari para perintisnya mempunyai anak autistik.

Mereka sangat gigih melakukan riset dan menemukan bahwa gejala-

gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan metabolisme yang

akan berdampak pada gangguan fungsi otak.

Oleh karena itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan,

darah, urin, feses (tinja), dan rambut. Semua hal abnormal yang

ditemukan dibereskan, sehingga otak menjadi bersih dari

gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami kemajuan bila

mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar dan dari

dalam tubuh sendiri (biomedis).

8. Terapi Okupasi atau OT

Hampir semua anak autistik mempunyai keterlambatan dalam

perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka

kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan

untuk memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain

sebagainya. Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih

mempergunakan otot-otot halusnya dengan benar.

9. Terapi social

Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam

bidang komunikasi dan interaksi. Banyak anak-anak ini membutuhkan

pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman

12
dan main bersama ditempat bermain. Seorang terapis sosial membantu

dengan memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-

teman sebaya dan mengajari cara-caranya.

10. Terapi visual

Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual

learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk

mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar,

misalnya dengan metode PECS (Picture Exchange Communication

System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk

mengembangkan ketrampilan komunikasi.

11. Terapi musik ritem

Untuk terapi ini biasanya menggunakan alat musik pukul, seperti drum,

perkusi, tambur, maupun jimbe. Namun, umumnya terapi musik untuk

ABK ini menggunakan musik drum. Adapun salah satu sekolah musik

yang membuka terapi musik drum adalah Gilang Ramadhan Studio

Band di Solo Grand Mall (SGM) Solo. Musik drum ini sangat baik untuk

terapi ABK karena energi yang dikeluarkan sangat banyak. Dengan

bermain drum ini anak-anak akan bisa belajar berkonsentrasi dengan

waktu yang lama. Selain itu, manfaat dari terapi bermain drum ini adalah

ABK bisa melatih koordinasi gerak tangan dan kaki.

12. Hydrotheraphy

Hydrotherapy adalah metode terapi dengan media air. Hydrotherapy

bermanfaat untuk semua anak dengan kondisi Cerebral Palsy, baik bagi

13
tipe Cerebral Palsy maupun tipe ketegangan otot rendah,sedang maupun

tinggi. Anak-anak dengan Cerebral Palsy dapat lebih rileks di air dan

dapat dengan mudah menggerakkan lengan dan kaki karena tidak ada

gravitasi. Apapun tipe Cerebral Palsy dan seberapa tinggi tingkat

kecacatannya, mereka semua bisa dilatih berenang sesuai dengan

kondisinya. Bahkan anak-anak dengan tingkat kognitif rendah

mendapatkan lebih banyak manfaat dari terapi air ini.

Untuk bergerak dan mengapung di air anak membutuhkan kontrol

kepala, semua anggota gerak atas-bawah dan stabilitas inti (badan).

Dalam posisi tengkurap mereka harus mengangkat kepala mereka, kalau

tidak wajah akan terbenam dalam air. Ketika kontrol kepala atau

stabilitas inti terlalu lemah maka terapis atau orang tua dapat membantu

mereka. Kedua kontrol tersebut adalah dasar-dasar untuk dapat bergerak

mengambang di air. Untuk anak Cerebral Palsy hal ini sangat penting

karena sebagian besar mereka mengalami kelemahan tersebut.

Sementara kontrol kepala dan stabilitas inti sangat diperlukan terutama

untuk dapat melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

13. Detoks dan Diet Ketat

Khusus ABK yang cenderung hiperaktif disarankan untuk diet ketat.

Meskipun belum ada penelitian yang menunjukkan bahwa jenis-jenis

makanan tertentu dapat menyebabkan anak menjadi hiperaktif dan

autistik, akan tetapi sejumlah orangtua yang memiliki anak

berkebutuhan khusus membuktikan dampak diet ketat. Adapun diet

14
ketat tersebut di antaranya “pantang” mengonsumsi makanan yang

mengandung tepung terigu, gula tebu, cokelat, pemanis buatan,

penyedap buatan, makanan instan, kecap, gluten.

Diet tersebut setidaknya dapat mengurangi energi anak-anak hiperaktif

sehingga mempermudah konsentrasi anak. Meskipun demikian tidak

semua ABK harus menjalani diet yang sama. Maka diperlukan tes yang

dapat membuktikan alergi anak berkebutuhan khusus.

Anak-anak autis biasanya mengalami alergi dan pencernaannya jelek.

Sekitar 88 persen anak autis memiliki kondisi usus rusak (autistic

colistic). Ada kecurigaan hal ini disebabkan mereka mengalami

keracunan logam berat.

15
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Pengetahuan keluarga tentang ketersediaan sistem pendukung.

2. Persepsi keluarga mengenai penyakit/ketidakmampuan.

3. Pengetahuan umum anggota keluarga tentang kondisi sebelum

diagnosis anak dibuat.

4. Pengetahuan tentang stres yang terus-menerus, misalnya keuangan,

karier.

5. Kesadaran mengenai reaksi anggota keluarga terhadap anak dan

penyakit.

6. Kaji perasaan anak tentang ketidakmampuan yang dimilikinya.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan krisis situasional

2. Ansietas/ketakutan yang berhubungan dengan diagnosis.

3. Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan lingkungan perawatan

kesehatan.

C. Perencanaan

1. Anak dan keluarga akan mendapatkan dukungan pada waktu diagnosis

2. Reaksi emosional keluarga akan diterima

3. Anak dan keluarga akan mengatasi berbagai stres situasi

16
4. Anak dan keluarga akan menerima informasi yang tepat tentang kondisi

5. Anak dan keluarga akan membuat lingkungan yang normal untuk anak

6. Keluarga akan menetapkan tujuan masa depan yang realistis

D. Implementasi

1. Memberikan dukungan pada waktu diagnosis.

2. Menerima reaksi emosional keluarga.

3. Mendukung metode koping keluarga.

4. Memberi pendidikan mengenai gangguan umum dan perawatan

kesehatan umum.

5. Meningkatkan perkembangan normal.

6. Menetapkan tujuan masa depan yang realistis

E. Evaluasi

1. Amati respons anggota keluarga terhadap diagnosis dan jenis

pertanyaan atau kekhawatiran yang mereka ajukan.

2. Wawancarai keluarga berkenaan dengan pengetahuan dan pemahaman

mereka tentang kondisi anak; amati jika mereka mempunyai saran yang

telah baku, seperti penggunaan alat identifikasi untuk anak yang

memiliki kondisi tertentu.

3. Amati respons profesional terhadap reaksi, seperti pengingkaran, rasa

bersalah, dan marah dan apakah intervensi suportif digunakan oleh

keluarga.

17
4. Amati pola komunikasi keluarga satu sama lain dan kemampuan mereka

untuk membahas perasaan tentang masalah-masalah, seperti dampak

kondisi anak pada pernikahan atau tambahan tanggung jawab

perawatan; selidiki layanan yang digunakan keluarga, seperti kelompok

bantu atau sumber komunitas lain.

5. Lakukan uji skrining perkembangan pada anak kecil dan bandingkan

hasilnya dengan batu loncatan kemampuan anak yang diharapkan;

selidiki penggunaan alat bantu fungsional untuk membantu anak

mengembangkan potensi mereka; tanyakan pada keluarga tentang

kehadiran anak di sekolah dan interaksinya dengan teman sebaya.

6. Wawancarai keluarga untuk menentukan apakah kebutuhan dan

perhatian tentang identifikasi diri mereka telah dibahas secara adekuat.

F. Kriteria Hasil:

1. Orang tua mengungkapkan secara verbal perasaan dan kekhawatiran

mereka berkenaan dengan penyakit atau ketidakmampuan

2. Orang tua menunjukkan sikap penerimaan dan penyesuaian

3. Keluarga menunjukkan pemahaman mengenai penyakit dan pilihan

terapi

4. Anggota keluarga menyusun tujuan yang realistis untuk diri mereka

sendiri dan anak mereka

5. Keluarga menunjukkan perilaku peningkatan pertumbuhan yang positif

untuk anak dan anggota keluarga lain

18
DAFTAR PUSTAKA

Wong, D.L (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Edisi 6 Volume 1.


Jakarta: EGC

Fadhli, A. (2010). Buku pintar kesehatan anak. Yogyakarta: Penerbit


Pustaka Anggrek.

Monika, & Waruwu, F. E. (2006). Jurnal Provitae Volume 2 ,Nomor 2.


Anak Berkebutuhan Khusus: Bagaimana Mengenal dan
Menanganinya , 15.

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

NIC-NOC, N. (2013). Panduan penyusunan asuhan keperawatan


profesional. jakarta: mediaction.

NIC-NOC, N. (2013). Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan


Profesional. Jakarta: Mediaction.

Wong, D. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Edisi 6 Volume 1.


Jakarta: EGC.

Betz, Cecily L. Buku saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Hidayat, Aziz Alimul. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Jakarta:


Salemba Medika.

19

Anda mungkin juga menyukai