Anda di halaman 1dari 9

TUGAS AKHIR SEMESTER

BUSINESS ETHICS

Diusulkan oleh :

Dwi Natasari Juwita 2101711854

Management Program
School of Business Management

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA


JAKARTA
2017
“Corporate Social Responsibility”

KASUS
Membicarakan Corporate Social Responsibility (CSR) atau dikenal dengan
tanggung jawab sosial perusahaan menarik ketika diperhadapkan pada harapan
masyarakat dengan kenyataan lingkungan yang terjadi. CSR sering menjadi
“kampanye” dikalangan perusahaan. Tanggung jawab perusahaan ini dilakukan
dalam rangka memberi kompesensasi bagi masyarakat yang terkena dampak
dari suatu kegiatan dengan tujuannya agar masyarakat lokal mempunyai
kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya.

Perusahaan sebagaimana biasanya akan begitu bersemangat menyajikan angka-


angka rupiah dan bangunan fisik serta telah menjadi dewa penolong bagi
masyarakat lokal. Ironisnya, kampanye tersebut tidak ditanggapi secara kritis
oleh stakeholders, bahwa CSR telah sesuai tujuannya? Kalau ada yang
“bersuara” dipastikan hanya kalangan aktivis LSM dengan mengemukakan
berbagai indikator eko-sosial yang kemudian melahirkan tesis “belum ada
satupun tambang di Indonesia yang membuat masyarakat sejahtera”. Belum lagi
dengan berbagai kasus pencemaran, kerusakan sistem hidrologi lingkungan dan
ketidakadilan sosial ekonomi antara masyarakat lokal dan pendatang serta
penyakit sosial seperti prostitusi, perjudian, dan minuman keras.

Diskursus terus mengemukan dan tidak satu pun solusi bagaimana


mengemukakan titik pandang yang sama untuk menyimpulkan bahwa CSR
telah mencapai tujuannya, ataukah hanya sebagai kedok perusahaan untuk terus
mengeksploitasi tambang suatu daerah. Terjadinya konflik baik temporer,
maupun laten masih merupakan masalah dalam pemanfaatan SDA khususnya
pada pertambangan di Indonesia. Berbagai seminar dan diskusi telah dilakukan,
namun jangankan mendapatkan solusi, informasi barupun hampir tidak pernah
kita dapatkan dari harapan masyarakat tentang CSR. terkecuali hanya sebagai
justifikasi bahwa perusahaan telah melakukan sesuatu.

Berbagai pernyataan diatas sangat relevan jika kita menengok tentang siapakah
yang berhak sebagai masyarakat lokal yang menjadi sasaran CSR. Pendekatan
pertama adalah dengan melihat sejarah masyarakat dengan cultur areanya dan
yang kedua, adalah melihat dokumen AMDAL pada tentang siapa masyarakat
lokal ketika perusahaan itu beroperasi pertama kali.

Untuk menguji apakah CSR telah dilakukan secara baik oleh perusahaan atau
hanya sebagai “pemanis” marilah kita uji pada kasus eksploitasi bijih nikel PT
Antam di Kolaka. Pertimbangan bahwa PT Antam sebagai perusahaan publik
secara logika telah melaksanakan CSR dengan baik.

Pernyataan penting, yang harus diuji oleh stakeholder khsususnya pemerintah


atau LSM adalah apakah masyarakat lokal sebelum PT Antam berdiri di
Pomalaa dengan sekarang adalah masih sama, yaitu sebagai Mekongga Tribe.
Merujuk pada Prof Tarimana dan yakin bahwa dokumen AMDAL PT Antam
mengemukakan bahwa suku yang menghuni di Pomalaa ketika itu adalah Suku
Mekongga dan sebagian kecil Suku Moronene di Selatan Pomalaa. Setelah
sekian lama beroperasi dan sampai sekarang menunjuk bahawa Suku Mekongga
hanya tinggal cerita, dan yang ada adalah masyarakat Pomalaa-Kolaka (Pomala
Society). Artinya telah terjadi perubahan sosial kultural pada masyarakat
disekitar PT Antam Pomalaa dari masyarakat yang mempunyai budaya yang
sama menjadi masyarakat heterogen.

Dalam konteks ini menunjukkan bahwa keberadaan perusahaan PT Antam di


Pomalaa langsung atau tidak langsung telah mengubah sistem sosial budaya dan
ekonomi masyarakat lokal yang seharusnya di lindungi. Lantas dimana
kontribusi CSR? Apakah kehilangan Mekongga Tribe berkaitan dengan
perbaikan sosial-ekonomi atau sebaliknya. Tentunya memerlukan pengujian dan
pembuktian lebih lanjut.

Banyak kalangan melihat bahwa CSR tidak untuk meberdayakan masyarakat


lokal tetapi kemungkinan hanya ditujukan pada karyawan, pendatang, dan
pemerintah daerah setempat. Padahal Mekongga Tribe yang secara sosial
budaya mempunyai cultur area inilah yang seharusnya dibela oleh semua pihak
khususnya perusahaan. Artinya bahwa secara metodologi, CSR yang dipakai
lebih dititikberatkan pada aspek ekonomi dan politik ketimbang sosial budaya
dan realigi. Hal ini tampak dari pendekatan material sebagai kompensasi kepada
kekuasaan dan masyarakat. Padahal masyarakat lokal mempunyai sistem
ekonomi, sosial ,budaya, dan realigi terintegrasi dalam sistem ekologi. Jika
keterpaduan ini diabaikan, maka konflik yang selama ini menjadi maslah laten
akan terus terjadi dimasa yang akan datang.

Contoh kasus hanya sebagaian kecil dari kasus-kasus eksploitasi SDA


Indonesia, dan ini menjadi penjelas mengapa selalu terjadi konflik padahal CSR
sudah dijalankan dengan biaya yang tidak kecil. Lebih parah lagi, para pelaku
kebijkan dan akademisi seakan terlena dengan angka-angka yang fantasis
bahkan sebagian memberikan justifikasi. Mengapa demikian.

Untuk memperjelas akar permasalahan maka sebaiknya kita tidak melupakan


sejarah eksploitasi SDA yang merupakan bagian dari sistem ekonomi kapitalis.
Tugas pemerintah, akademisi, dan LSM adalah memastikan bahwa eksploitasi
SDA tidak mengornkaan masyaraakt apalagi menghilangkan akses masyraakt
lokal dengan berbagai pranata sosial ekonomi dan budayanya. Lantas siapakah
diuntungkan dengan CSR ini? Pastinya adalah mereka yang tidak peduli
terhadap lingkungan dan tidak kritis dengan kehidupan masyarakat lokal.
Sebagai cacatan, bahkan, ada masyarakat tradisional yang masih bertempat
tinggal di lahan konsesi pertambangan. Pertanyaan muncul kemudian dimana
peran CSR sebagaimana amanat UU pertambangan.

Kalau kita merujuk pada strategi ekonomi kapitaslis, maka sesungguhnya yang
menajdi tujuannya adalah keuntungan yang maksimal. Biasanya kompensasi
ditujukan sebagai pendekatan kuratif ketika muncul protes. Oleh karena itu,
sudah buat kebijakan yang lebih ramah lingkungan dan bersama-sama
masyarakat secara kritis mengawasi pelaksanaan kegiatan eksploitasi agar kita
tidak lagi menyaksikan hilangnya suku-suku bangsa yang menjadi kekayaan
budaya dan plasma nutfahnya di bumi Indonesia. Pada saat yang sama kita
dapat mengurangi tragedy of common yang kebanyakan terjadi di daerah kita
masing-masing.

Dalam tataran empiris kita juga mempertanyakan akan konsep metode dalam
perusahaan dalam mengimplementasikan CSR. Kita harap kasus Freeport
Papua, dan Newmont di Minahasa tidak akan terjadi di Sulawesi Tenggara.

ARTIKEL

Dalam masalah tambang CSR atau Coorporate Social Responsibilities


sering menimbulkan masalah, hal ini disebabkan oleh apa yang dijanjikan tidak
berjalan lurus atau tidak sesuai dengan apa yang dilakukan oleh pihak
perusahaan. Diharapkan CSR dari perusahaan Tambang dapat mengikuti apa
yang telah dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia yang mendapatkan CSR
award dari program yang dijalankannya di Papua. PT Freeport Indonesia
menjalankan 3 program yang berfokus pada 4 bidang dan semuanya berjalan
tidak hanya sekedar janji-janji palsu yang diberikan oleh perusahaan. 3 program
ini meliputi penghargaan yang diterima oleh PT Freeport Indonesia karena
CSRnya. Penghargaan-penghargaan yang di dapat yaitu “Top Leader on CSR
Commitment 2018”,” Top CSR 2018 untuk Sektor Pertambangan”, dan “Top
CSR 2018 untuk Program Infrastruktur”.Penghargaan yang didapat oleh PT
Freeport Indonesia diberikan dalam acara Top CSR Award 2018 yang
diselenggarakan oleh majalah Business News Indonesia. Award yang
diberikan kepada PT. Freeport Indonesia tidak semata-mata hanya diberikan
begitu saja tapi memang berdasarkan fakta dari tindakan yang sudah
dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia di papua.
Award pertama yaitu“Top Leader on CSR Commitment 2018” di dapat
karena PT. Freeport Indonesia berhasil menjalankan komitmen yang sudah
dibuatnya dalam setiap kegiatannya. Komitmen ini berupa tanggung jawab
dari perusahaan terhadap lingkungan sekitarnya.
Komitmen ini dapat dilihat dari apa yang dilakukan Komite Kebijakan
Publik dari Dewan Komisaris Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. dalam
membantu Dewan menjalankan tanggung jawab pengawasannya di dalam
perusahaan terkait
 Program lingkungan;
 Program hubungan dengan pemerintah dan masyarakat;
 Kebijakan dan praktik ketenagakerjaan dan hak asasi manusia;
 Program kesehatan dan keselamatan; dan
 Kontribusi amal dan derma melalui pengembangan dan pelaksanaan
berbagai kebijakan komprehensif.
PT Freeport Indonesia (PTFI) melalui perusahaan induknya ikut
menandatangani Prinsip-prinsip Sukarela tentang Keamanan dan Hak Asasi
Manusia dari Kementerian Luar Negeri AS dan Kementerian Luar Negeri
Kerajaan Inggris (U.S. State Department-British Foreign Office Voluntary
Principles on Security and Human Rights).
“Kami berkomitmen memastikan bahwa kegiatan kami dijalankan sesuai
dengan Deklarasi Universal PBB tentang HakAsasi Manusia, undang-undang
dan peraturan Indonesia serta budaya dari masyarakat yang merupakan
penduduk asli di wilayah operasi perusahaan.”
“Kami mendukung Extractive Industries Transparency Initiative (EITI /
Prakarsa Transparansi Industri Ekstraksi) dengan membuat komitmen
internasional untuk mengungkapkan pendapatan dan pembayaran-pembayaran
kepada pemerintah. PTFI melalui Freeport- McMoRan Copper & Gold Inc. ikut
mendukung U.N. Millennium Development Goals (Sasaran Pembangunan
Millenium dari PBB) yang tengah kami evaluasi untuk diselaraskan dengan
pendekatan berbasis resiko yang kami terapkan dalam rangka pembangunan
berkelanjutan.”
Landasan dari komitmen kami untuk menjaga integritas adalah Prinsip
Perilaku Bisnis yang kami anut. Prinsip tersebut dirancang untuk memperkuat
hal-hal yang penting dalam kehidupan berkarya sehari-hari —yakni kerja keras,
kejujuran, memperlakukan orang dengan adil, dan bekerja dengan aman dan
dengan etika. Komitmen kami terhadap prinsip tersebut menjadi benang merah
yang mengikat kami semua dalam mengejar visi bersama, mulai dari
manajemen senior hingga karyawan baru.
Award ke 2 yaitu“Top CSR 2018 untuk Sektor Pertambangan”didapat
karena kebijakan lingkungan yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia
berjalan sesuai dengan apa yang mereka janjikan. Isi dari kebijakannya yaitu
menjadi kerangka pedoman untuk meminimalisasi dan meringankan dampak
lingkungan, melindungi dan meningkatkan kualitas lingkungan di manapun
kami beroperasi, mentaati semua peraturan yang berlaku, dan berupaya secara
berkesinambungan untuk meningkatkan kinerja lingkungan. Kebijakan tersebut
termasuk pula komitmen untuk memperoleh sertifikasi ISO 14001 bagi semua
sarana operasional, yang telah kami capai; mengenal dan melindungi
keanekaragaman hayati; dan melindungi serta melakukan remediasi terhadap
lokasi-lokasi yang menjadi tanggung jawab kami. Kebijakan tersebut mengacu
kepada Asas-asas Pembangunan Berkelanjutan ICMM
Pertambangan yang dilakukan oleh PT. Freeport Indonesia tidak hanya
semata-mata mengambil dan merusak lingkungan yang menjadi tempat mereka
berkegiatan tapi sebaliknya PT. Freeport Indonesia meningkatkan kualitas
lingkungan tempat tambang yang mereka jadikan sebagai lokasi kegiatan.
Award Ke 3 yaitu “Top CSR 2018 untuk Program Infrastruktur” di dapat
karena Infrastruktur PT. Freeport Indonesia menyediakan fasilitas yang
lengkap dan mendukung dalam menjamin kegiatan yang mereka lakukan
sesuai dengan kebijakan dan komitmen yang mereka janjikan. Berikut
Program Infrastruktur dari pihak PT Freeport Indonesia
 Daya Listrik
Untuk memenuhi kebutuhan operasional terbangun kapasitas
pembangkitan sekitar 445MW listrik (250MW kapasitastetap) terdiri dari
PLTU berbahan bakar batu bara berkapasitas 195MW di Portsite dan
pembangkit diesel (terutama di pabrik pengolahan). Jaringan distribusi
memasok listrik dari PLTU menuju Pabrik Pengolahan. Salah satu mitra
kerja menyediakan jasa pemeliharaan dan pengoperasian sarana
pembangkit listrik kami.
 Perkotaan & Camp
Lokasi kota utama karyawan adalahTembaga pura (berikut daerah
huniannya ("suburb") Hidden Valley) di daerah dataran tinggi, dan Kuala
Kencana di daerah dataran rendah. Ada juga camp-camp di Milepost
38/39, Base Camp (dekat Bandara) dan Ridge Camp. Lokasi kota
menyediakan berbagai jasa untuk memenuhi kebutuhan karyawan kami,
mulai dari toko retail, restoran, sarana hunian, sekolah, sarana kesehatan,
perpustakaan, bank, jasa pos, sarana pelatihan, hingga sarana rekreasi.
Kedua lokasi kota tersebut dilengkapi dengan kolam renang, selain itu
Kuala Kencana dilengkapi dengan lapangan golf 18-hole.
 Klinik Kesehatan & Rumah Sakit
Kami memiliki rumah sakit untuk karyawan berkapasitas 100 tempat
tidur di Tembaga pura dan banyak klinik di daerah sekitar. Selain itu,
kami mendanai rumah sakit berkapasitas 74 tempat tidur di Desa Waa-
Banti yang berdekatan, dan sebuah rumah sakit berkapasitas 101 tempat
tidur di Timika. Infrastruktur tersebut merupakan kunci dalam
penyediaan berbagai jasa bagi karyawan kami berikut keluarganya dan
warga setempat, selain dalam rangka pelaksanaan program-program
kesehatan masyarakat yang kami canangkan di wilayah terpencil ini.
 Penerbangan
Bandara kami di Timika merupakan sentra bagi penerbangan ke/dari
wilayah proyek kami. Melalui salah satu mitra, kami menjalankan
penerbangan charter untuk mengangkut karyawan antara Papua dan kota
asal mereka di bagian lain Indonesia. Bandara tersebut juga telah menarik
beberapa penerbangan komersial. Mitra kami pun menyediakan pesawat
helikopter dan dukungan sarana penerbangan lainnya dalam rangka
upaya operasional dan eksplorasi kami.
 Pabrik Pengolahan Batu Gamping
Sebagai bagian dari perluasan Konsentrator #4, kami telah membangun
tambang (quarry) dan pabrik pengolahan batu gamping. Pabrik tersebut
menghasilkan batu gamping yang dikonsumsi di tambang maupun pabrik
pengolahan.
 Sarana Perbengkelan &Perawatan
Kami memiliki sejumlah bengkel berlokasi di wilayah proyek, mulai dari
bengkel perawatan peralatan hingga bengkel fabrikasi baja di daerah
dataran rendah. Bebera pamitra kami juga telah mendirikan sarana-sarana
di daerah dataran rendah dalam rangka mendukung usaha mereka untuk
menyediakan jasa bagi kegiatan operasional kami.
 Logistik
Sebagaimana yang berlaku pada setiap kegiatan operasional berkapasitas
besar, rantai pasokan dan logistic merupakan hal yang sangat penting
bagi usaha kami. Kami mempunyai jaringan terbukti untuk memasok
bahan-bahan kePortsite - berikut armada kendaraan yang diperlukan
untuk mengangkut bahan-bahan dari Portsite menuju lokasi operasional
kami di seluruh wilayah proyek. Salah satu mitra kami lainnya
menjalankan operasi logistik di lokasi dari pelabuhan kepada pengguna,
selain kegiatan perawatan tertentu untuk peralatan non tambang,
perawatan jalan, dan angkutan bus karyawan.
 Jasa Boga
Mengingat jumlah orang yang berada di lokasi, maka salah satu mitra
kami menyediakan jasa boga untuk menyediakan makanan bagi pekerja
kami, selain jasa pengelolaan barak dan pembersihan
Dari award yang diterima Oleh PT. Freeport Indonesia ini seperti yang
disebutkan sebelumnya dari program-program yang dijalankan berfokus pada 4
bidang, salah satu bidang tersebut sudah disebutkan yaitu bidang Infrastruktur, 3
bidang lainnya yaitu pada kesehatan, pendidikan, dan pengembangan ekonomi
setempat
Pada bidang kesehatan, Freeport telah mencatatkan 170.000 kunjungan
pasien kefasilitas kesehatan yang dibangun dan dibiayai dari Dana Kemitraan
Freeport bagi Pengembangan Masyarakat. Selain itu, bersama Timika Malaria
Control Center, Freeport mendukung penurunan kasus malaria di Timika hingga
70 persen dalam tiga tahun terakhir.
Di sector ekonomi, Freeport membina 118 pengusaha local sehingga
mampu membuka setidaknya 1.036 lapangan pekerjaan baru. Bantuan ekonomi
ini utamanya disalurkan kebidang peternakan, pertanian dan perikanan, dengan
jumlah total bantuan yang telah tersalurkan mencapai Rp 52,3 miliar.
“Dalam bidang pendidikan, Freeport Indonesia melalui dana
kemitraannya yang dikelola Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme
Kamoro (LPMAK) telah memberikan setidaknya 650 beasiswa per tahun untuk
warga asli Papua," kata Senior Vice President Community Affairs Freeport
Indonesia Claus Wamafma dalam pernyataannya.
Melalui Institut Pertambangan Nemangkawi yang didirikan, Freeport juga
telah menghasilkan lebih dari 3.000 lulusan, yang sebagian besarnya telah
bekerja di perusahaan dan kontraktor. "Terakhir, kami juga mendirikan asrama
untuk kurang lebih 800 orang lebih anak Papua yang tengah menuntut ilmu baik
di Jawa dan Papua,” imbuh Senior Vice President Community Affairs Freeport
Indonesia Claus Wamafma
Hal-hal yang dicapai oleh PT. Freeport Indonesia kiranya dapat diikuti
oleh Perusahaan-perusahaan tambang lainnya, agar CSR tidak hanya dipandang
sebagai janji-janji palsu yang diberikan oleh perusahaan.

Pengertian dan tanggapan tentang CSR

CSR adalah Tanggung jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social


Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi, khususnya (namun
bukan hanya), perusahaan adalah memiliki berbagai bentuk tanggung jawab
terhadap seluruh pemangku kepentingannya, yang di antaranya adalah
konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam
segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan
lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan
berkelanjutan", yakni suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam
melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak semata
berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat keuntungan
atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang
timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka
yang lebih panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai
kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara
manajemen dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak
positif) terhadap seluruh pemangku kepentingannya

Anda mungkin juga menyukai