Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Ujang saman

Umur : 45 Tahun

NO. RM : 176339

Alamat : koto hilalang

Pekerjaan : Wiraswasta

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tanggal dirawat : 16 Oktober 2018

ANAMNESIS : Alloanamnesis

Keluhan utama : kaku diwajah dan punggung sejak 2 minggu SMRS.

Riwayat penyakit sekarang :

Kaku diwajah dan punggung sejak 2 minggu SMRS. Keluhan semakin memberat dan menyebar
ke wajah dan, punggung, perut, tungkai sehingga pasien sulit membuka mulut dan menelan.
Sejak 3 hari SMRS.

Kejang terjadi jika pasien mendengar suara nyaring, sentuhan, serta cahaya kejang berlangsung
selama beberapa menit. Pasien juga merasakan kejang yang hebat diseluruh tubuh dan
menyebabkan bagian punggung bawah melengkung ke atas.

Demam, BAK lancer, BAB konstipasi sejak 5 hari yang lalu

Riwayat terluka benda tajam tidak ada, pasien sebelumnya memiliki riwayat gigi berlubang

Pasien sebelumnya tidak pernah digigit oleh anjing, kucing, atau kera
Riwayat Penyakit Dahulu :

Riwayat menderita hipertensi disangkal

Riwayat menderita penyakit jantung disangkal

Riwayat penyakit gula disangkal

Riwayat penyakit keluarga

Kakak korban sebelumnya menderita penyakit yang serupa

Riwayat pribadi dan social:

Pasien adalah seorang tukang ojek dan tinggal serumah bersama anak dan istri, pasien perokok ,
riwayat minum alcohol disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK

Umum

Kesadaran umum : sakit sedang

Kesadaran : komposmentis

Kooperatif : kooperatif

Tekanan darah :

Nadi/irama :

Pernafasan :

Suhu :

VAS :

Keadaan gizi : sedang

Tinggi badan :

Berat badan :

Turgot kulit : baik


Kulit dan kuku : pucat (-) sianosis (-)

Muka : risus sardonikus (+)

Mulut : trismus

Leher : tidak teraba pembesaran KGB, kaku kuduk (+)

Thoraks:

Paru :

Inspeksi : gerakan dinding dada simetris kiri dan kanan statis dan dinamis

Palpasi : fremitus kiri = kanan

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler, ronkhi -/ wheezing –

Jantung

Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V

Perkusi : dalam batas normal

Auskultasi : irama murni, teratur bising –

Abdomen

Inspeksi : perut tampak membuncit

Palpasi : rigit (+)

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus (+) N

Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas –

Palpasi : gibus -, nyeri tekan -, nyeri ketok –

Stasus neurologikus

1. Tanda ransangan meningeal


Kaku kuduk (+)
Brudzinsky I : (-)
Brundzinsky II : (-)
Tanda kernig : (-)
2. Tanda peningkatan tekanan intracranial
Pupis isokor, diameter 3 mm/3mm, reflek cahaya +/+
Muntah proyektil tidak ada

3. Pemeriksaan nervus kranialis


N.I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan
Subjektif + +
objektif + (normosmia) (normosmia)

N. II (optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan 5/5 5/5
Lapang pandang Normal Normal
Melihat warna Normal Normal
funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Bulat Bulat
Ptosis - -
Gerakan bulbus Bebas Bebas
Nistagmus - -
Ekso / endotalamus - -
Pupil - -
 Bentuk Bulat Bulat
 Reflek cahaya + +
 Reflek akomodasi + +
 Reflek konvergensi + +
N. IV (trochlearis)
DIAGNOSIS

Diagnosis klinis : Trismus + spastisitas

Diagnosis topic : neuromuscular junction

Diagnosis etiologi : C. Tetani

PROGNOSIS

Masa inkubasi pasien berkisar 10 hari (skor 3), lokasi infeksi tidak diketahui (skor 1) stasus
proteksi tidak ada (skor 10) dan factor komplikasi ASA grade 2 (skor 1). Skor total berdasarkan
Philips score adalah 15 sesuai severitas sedang.

Sementara itu, periode inkubasi tidak diketahui (skor 0), periode onset >2hari (skor 0),
tempat masuk tidak diketahui (skor 0 ), spasme ada (skor 1) demam tidak ada (36,7c) (skor 0)
nadi 80kali/menit (skor 0). Dengan demikian Dakar skore sesuai severitas ringan dengan
mortalitas 10%.

Tetanus severity score menggunakan beberapa parameter meliputi usia, saat awal gejala hingga
masuk RS. Kesulitan nafas saat masuk, kondisi penyakit lain, lokasi luka/masuk, tekanan darah
tertinggi selama masuk RS, dnyut nadi tertinggi selama hari pertama di RS, Denyut jantung
terendah selama hari pertama di RS, suhu tertinggi selama hari pertama di RS. Pasien berusia 45
tahun (skor 0), waktu dari awal gejala masuk >3 hari (skor -5) tidak ada kesulitan bernafas saat
masuk (skor 0) tidak ada penyakit yang mendasari (skor 0) lokasi masuk tidak diketahui (skor 0)
tekanan darah tertinggi diastol hari pertama 160 mmhg (skor 4 ) denyut jantung tertinggi hari
pertama 72 kali/menit. Suhu tertinggi hari pertama 36,7 c, dengan demikian skor total
berdasarkan TSS ialah -4 yaitu risiko rendah.

TERAPI

-Non farmakologi : pasien ditempatkan diruangan isolasi, minimal cahaya, dan suara

O2 2L/menit

Personal hygine 1xsehari

Oral hygine 2x sekali P

-Farmakologi :

IVDL RL 8 Jam/kolf
Drip diazepam 1 amp dalam RL

Inj, cefrtiakson 2x1 gr

Inf. metronidazole 3x 500 mg

Inj. Tetagram 250 IU

Inf. Paracetamol 3x1 gr

Ink. Ranitidine 2x1 amp

Amlodipin 1x10 mg

FOLLOW UP

16-10-18
S/ Nyeri menelan (+)
Susah mebuka mulut (+)
Perut sakit (+)
Kejang (+)
Nyeri sendi (+)
Sesak (+)
O/ KU : sedang
Kesadaran ; CMC
TD : 170/100
N : 124 kali/menit
P: 28
S : 38,7
Mulut : trismus (+)
Abdomen : rigid, nyeri tekan (+)
Ektensi : posisi ektensi, kaku,
Kejang rangsang : (+)
A; Tetanus umum
P ; Ruang isolasi, minimal cahaya, dan suara
IVFD RL 8 J/K
Inj. Cefrtiakson 2x 1 gr
Inj. Dexametason 2x1 mg
Inj. Ranitidine
PCT 3X500 mg
17-10-18 18-10-18
S/ Perut kembung (+) S/ Susah membuka mulut
Sesak nafas (+) Kuduk kaku (+)
Nyeri pada tenggorokan Perut kembung
Susah membuka mulut

O/ O/
KU : sedang KU : sedang
Kesadaran : CMC Kesadaran : CMC
TD : 180/120 TD : 160/100
P; 24 Kali/menit P; 24 Kali/menit
Wajah : meringis Wajah : meringis
Abdomen : membesar dan tegang Abdomen : membesar dan tegang
A/ Tetanus umum A/ Tetanus umum
P: Ruang isolasi, minimal cahaya, dan suara P/ Ruang isolasi, minimal cahaya, dan suara
Oksigen nasal kanul 3L o2 nasal kanul 3L
Diet : MCRG I peroral Metrididazole inf.
Metrididazole inf. IVFD RL 8J/K
IVFD RL 8J/K Personal hygine 1 x sehari
Personal hygine 1 x sehari Oral hygine 2 x sehari
Oral hygine 2 x sehari Diazepam drip 1 amp.
Diazepam drip 1 amp. Cefriatkson 2x2 gr
Relaksasi Renindae 2x1 gr
Manajemen nyeri Tetanogram 1500 IU
Amlodipin 1x10 mg
Relaksasi
Manajemen nyeri
19-10-18 20-10-18
S: kaku pada bagian punggung S: susah membuka mulu +
Kejang – Nyeri pada rahang +
Susah membuka mulut + Kuduk kaku +
Kuduk kaku + Kejang rangsang -
O/ KU : sedang O/ KU : sedang
Kesadaran : CMC Kesadaran : CMC
TD : 150/100 TD : 150/100
P; 24 Kali/menit P; 24 Kali/menit
Wajah : meringis Wajah : meringis
Abdomen : membesar dan tegang
A/ Tetanus umum A/ Tetanus umum
P: : Ruang isolasi, minimal cahaya, dan suara P: : Ruang isolasi, minimal cahaya, dan suara
Oksigen nasal kanul 3L Oksigen nasal kanul 3L
Diet : MCRG I peroral IVFD RL 20 tts
Metrididazole 3x1 Metronidazole 3x1
IVFD RL 8J/K inj. Ranitidine
Personal hygine 1 x sehari Inj. Diazepam. luminal
Oral hygine 2 x sehari Amlodipin 1x 10 mg
Diazepam inj. luminal Tetagram 250 IU
Ranitidin 2x1
Betadine kumur
Amlodipin 1x 10 mg
Cek labor (+) hasil (-)
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Tetanus adalah penyakit infeksi akut di-sebabkan eksotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium
tetani, ditandai dengan peningkatan kekakuan umum dan kejang-kejang

2.2 Etiologi

Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif, cloastridum tetani. Bakteri ini berspora dan
dijumpai pada tinja binatang terutama kuda, juga bisa pada manusia dan tahan beberapa bulan
bahkan beberapa tahun, jika ia menginfeksi luka seseorang atau bersamaan dengan benda daging
atau bakteri lain, ia akan memasuki tubuh penderita tersebut, lalu mengeluarkan toksin yang
bernama tetanospasmin.
Gambar 1. Clostridium tetani, dengan bentukan khas “drumstick” pada bagian bakteri yang berbentuk

bulat tersebut spora dari Clostridium tetani dibentuk. (dengan pembesaran mikroskop 3000x).2

Pada Negara belum berkembang tetanus sering dijumpai pada neonates, bakteri masuk
melalui tali pusat sewaktu persalinan yang tidak baik. Tetanus ini dikenal dengan nama tetanus
neonatorum. (kingking)

2.3 Epidemiologi

Pada negara berkembang, penyakit tetanus masih merupakan masalah kesehatan publik yang
sangat besar.21 Dilaporkan terdapat 1 juta kasus per tahun di seluruh dunia, dengan angka
kejadian 18/100.000 penduduk per tahun serta angka kematian 300.000- 500.000 per tahun.

Mortalitas dari penyakit tetanus melebihi 50 % di negara berkembang, dengan penyebab


kematian terbanyak karena mengalami kegagalan pernapasan akut.4 Angka mortalitas menurun
karena perbaikan sarana intensif (ICU dan ventilator), membuktikan bahwa penelitian-penelitian
yang dilakukan oleh ahli sangat berguna dalam efektivitas penanganan penyakit tetanus.

Penelitian oleh Thwaites et al pada tahun 2006 mengemukakan bahwa Case Fatality Rate (CFR)
dari pasien tetanus berkisar antara 12-53%

.Penyebab kematian pasien tetanus terbanyak adalah masalah semakin buruknya sistem
kardiovaskuler paska tetanus ( 40%), pneumonia (15%), dan kegagalan pernapasan akut
(45%).20Health Care Associated Pneumonia (HCAP) dalam beberapa penelitian dihubungkan
dengan posisi saat berbaring. Tetapi, penelitian terbaru oleh Huynh et al (2011), posisi semi
terlentang atau terlentang tidak memberi perbedaan yang bermakna terhadap terjadinya
pneumonia pada pasien tetanus.22 Angka mortalitas penyakit tetanus di negara maju cukup
tinggi bagi kelompok yang mempunyai risiko tinggi terhadap kematian akibat penyakit ini.
Infark miokard menjadi konsekuensi dari disfungsi saraf otonom dan berperan besar terhadap
angka mortalitas penyakit tetanus di populasi usia lanjut. 2 (danawan)

2.3 Patofisiologi
Tetanus disebabkan oleh eksitoksin clostridium tetani, bakteri bersifat obligat anaerob.
Bakteri ini terdapat dimana-mana mampu bertahan dilingkungan ekstrim dalam periode lama
karena sporanya sangat kuat. Clostridium tetani telah disolasi dari tanah, debu jalan, feses
manusia dan binatang. Bakteri tersebut biasanya memasuki tubuh setelah kontaminasi pada
abrasi kulit, luka tusuk minor, atau ujung potongan umbilicus pada neonatus pada 20% kasus,
mungkin tidak ditemukan tempat masuknya. Bakteri juga masuk melalui ulkus kulit, abses,
gangrene, luka bakar, infeksi gigi, , tindik telinga, injeksi atau setelah pembedahan
abdominal/pelvis persalinan dan aborsi. Jika organisme berada pada lingkungan anerob, yang
sesuai untuk pertumbuhan sporanya akan berkembang baik dan menghasilkan toksin
tetanospasmin dan tetanolysin. Tetanospasmin adalah neurotoksin protein yang
bertanggungjawab terhadap manifestasi klinis tetanus sedangkan tetanolysin sedikit memiliki
efek klinis. (kalbemed)

Tetanospasmin adalah toksin yang menyebabkan spasme, bekerja pada beberapa level
dari susunan syaraf pusat, dengan cara:

a. Toblin menghalangi neuromuscular transmission dengan cara menghambat pelepasan


acethyl-choline dari terminal nerve di otot.
b. Kharakteristik spasme dari tetanus (seperti strichmine) terjadi karena toksin
mengganggu fungsi dari reflek synaptic di spinal cord.
c. Kejang pada tetanus, mungkin disebabkan pengikatan dari toksin oleh cerebral
ganglioside.
d. Beberapa penderita mengalami gangguan dari Autonomik Nervous System (ANS)
dengan gejala : berkeringat, hipertensi yang fluktuasi, periodisti takikhardi, aritmia
jantung, peninggian cathecholamine dalam urin.

Fungsi dari arcus reflex yaitu dengan cara menekan neuron spinal dan menginhibisi
terhadap batang otak.

Timbulnya kegagalan mekanisme inhibisi yang normal, yang menyebabkan meningkat


aktifitas dari neuron yang mensarafi otot masetter sehingga terjadi trismus. Oleh karena
otot masetter adalah otot yang paling sensitif terhadap toksin tetanus tersebut. Stimuli
terhadap afferen tidak hanya menimbulkan kontraksi yang kuat, tetapi juga
dihilangkannya kontraksi agonis dan antagonis sehingga timbul spasme otot yang khas.

Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu :

1. Toksin diabsorbsi pada ujung syaraf motorik dari motorik dari sumbu silindrik
dibawa ke kornu anterior susunan syaraf pusat.
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk kedalam sirkulasi darah arteri
kemudian masuk kedalam susunan syaraf pusat. (KINGKINg
2.4 Gambaran klinis

Periode inkubasi tetanus antara 3-21 hari (rata-rata 7 hari). Pada 80-90% penderita gejala muncul
1-2 minggu setelah infeksi. Selang waktu sejak munculnya gejala pertama sampai terjadinya
spasme pertama disebut periode onset. Periode onset maupun periode inkubasi secara signifikan
menetukan prognosis. Makin singkat (periode onset <48 jam dan periode inkubasi <7 hari)
menunjukan makin berat penyakitnya.

Tetanus memiliki gambaran klinis dengan ciri khas trias rigiditas otot, spasme otot, dan
ketidakstabilan otonom. Gejala awalnya meliputi kekakuan otot, lebih dahulu pada kelompok
otot dengan jalur neuronal pendek, karena saat itu yang tampak pada lebih dari 90% kasus saat
masuk rumah sakit adalah trismus, kaku leher, dan nyeri punggung keterlibatan otot-otot wajah
dan faringeal menimbulkan ciri khas rius sardonicus, sakit tenggorokan, dan trunkal
mengakibatkan opistotonus kelompok otot yang berdekatan dengan tempat infeksi sering terlibat,
menghasilkan penampakan tidak simetris.

Spasme otot muncul spontan, juga dapat diprovokasi oleh stimulus fisik, visual, auditori, atau
emosional. Spasme otot menimbulkan nyeri dan dapat menyebabkan ruptur tendon, dislokasi
sendi serta patah tulang. Spasme laring dapat terjadi segera. Mengakibatkan obstruksi saluran
nafas atau akut dan respiratory arrest. Pernapasan juga dapat terpengaruh akibat spasme yang
melibatkan otot-otot dada, selama spasme yang memanjang, dapat terjadi hipoventilasi berat dan
apnea yang mengancam nyawa. Tanpa fasilitas ventilasi mekanis, gagal nafas akibat spasme otot
adalah penyebab kematian paling sering. Hipoksia biasanya terjadi pada tetanus akibat spasme
atau kesulitan membersihkan sekresi bronchial yang berlebihan dan aspirasi. Spasme otot paling
berat terjadi selama minggu pertama dan kedua, dan dapat berlangsung selama 3 sampai 4
minggu, setelah itu rigiditas masih terjadi sampai beberapa minggu lagi.

Tetanus berat berkaitan dengan hiperkinesia sirkulasi, terutama bila spasme otot tidak terkontrol
baik. Gangguan otonom biasanya mulai beberapa hari setelah spasme dan berlangsung 1-2
minggu. Meningkatnya tonus simpatis biasanya dominan menyebabkan periode vasokontriksi,
takikardia dan hipertensi. Autonomic storm berkaitan dengan peningkatan kadar katekolamin.
Keadaan ini silih berganti dengan episode hipotensi, bradirkadi dan asistole yang tiba-tiba.
Gambaran gangguan otonom lain meliputi salvias, berkeringat, meningkatnya sekresi bronkus,
hiperpireksia, stasis lambung dan ileus. (kalbemed)

2.5 Diagnosis

Diagnosis tetanus adalah murni diagnosis klinis berdasarkan riwayat penyakit dan temuan
saat pemeriksaan. Pada pemeriksaan fisik dapat dilakukan uji spatula, dilakukan dengan
menyentuh dinding posterior faring menggunakan alat dengan ujung yang lembut dan steril.
Hasil tes positif jika terjadi kontraksi rahang involunter (mengigit spatula) dan hasil negative
berupa refleks muntah. Uji spatula memiliki sensitivitas tinggi (94% pasien terinfeksi
menunjukan hasil positif). Pemeriksaan darah dan cairan cerebrospinal biasanya normal. Kultur
C tetani dari luka sangat sulit (hanya 30% positif) dan hasil kultur positif mendukung diagnosis,
bukan konfirmasi. (Kalbemed)

Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu istirahat, berupa
gejala klinik :

1. Kejang titanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus


2. Adanya luka yang mendahuluinya . luka adakalanya sudah dilupakan.
3. Kultur C tetani positif
4. Lab : SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinoria (KINGKING)

2.6 Tatalaksana

A. umum

tujuan terapi ini berupa mengeliminasi kuman tetani, menetralisirkan peredaran toksin ,
mencegah spasme otot dan memberikan bantuan pernafasan sampai pulih. Dan tujuan tersebut
dapat dirinci sbb:

1. merawat dan membersihkan luka sebaik-baiknya berupa : membersihkan luka, irigasi


luka, debridement luka (eksisi jaringan nekrotik) membuang benda asing dalam luka serta
kompres dengan H202 dalam hal ini penatalaksaan terhadap luka tersebut dilakukan 1-2
jam setelah ATS dan pemberian antibiotic. Sekitar luka disuntik ATS.
2. Diet cukup kalori dan protein. Bentuk makanan tergantung kemampuan membuka mulut
dan menelan. Bila ada trismus, makanan dapat diebrikan personde atau perentral
3. Isolasi untuk menghindari rangsangan luar seperti suara dan tindakan terhadap penderita
4. Oksigen, pernapasan buatan trakeostomi bila perlu
5. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

B. Obat-obatan
1. Antibiotic
Metronidazole oral atau iv dengan dosis 30 mg/kg/hari diberikan dengan interval 6
jam dengan maksimal 4 gr/500 mg setiap 6 jam diplih dan efektif dalam mengurangi
bentuk vegative dari C.tetani.
Diberikan parentral penicillin 1,2 juta unit/hari selama 10 hari, IM. Diberikan dengan
interval 4-6 jam dapat menjadi pilihan alternative.
Bila sensitive terhadap penicillin dapat diganti dengan tetrasiklin dosis 30-40
mg/kgbb/24 jam tetapi dosis tidak melebihi 2 gr dan diberikan dalam dosis terbagi (4
dosis).

2. Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus immunoglobin, (TIG) dengan dosis
3000-6000 U, satu kali pemberian saja, secara IM. tidak boleh diberikan secara IV
karena TIG mengandung “anti complementary aggregates of globulin “ yang mana ini
dapat mencetuskan alergi yang serius.
Bila TIG tidak ada dianjurkan untuk menggunakan tetanus antitoksin yang berawal
dari hewan , dengan dosis 40.000 U, dengan cara pemberiannya adalah 20.000 U
antitoksin yang dimasukkan kedalam 20 cc cairan Nacl fisiologis dan diberikan
secara IV, pemberian harus diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis
yg tersisa (20.000 U) diberikan secara IM Pada daerah sebelah luar.

Tetanus Toksoid

Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang pertama,dilakukan bersamaan dengan


pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang berbeda dengan alat suntik yang
berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M. Pemberian TT harus dilanjutkan sampai
imunisasi dasar terhadap tetanus selesai.

Berikut ini, tabel 4. Memperlihatkan petunjuk pencegahan terhadap tetanus pada


keadaan luka

Tabel 4. : PETUNJUK PENCEGAHAN TERHADAP TETANUS PADA KEADAAN LUKA.


__________________________________________________________________
_
RIWAYAT IMUNISASI Luka bersih, Kecil Luka Lainnya

__________________________________________________

(dosis) Tet. Toksoid (TT) Antitoksin Tet.Toksoid (TT) Antitoksin

__________________________________________________________________
_

Tidak diketahui ya Tidak ya ya

0–1 ya Tidak ya ya

2 ya Tidak ya tidak*

3 atau lebih tidak** Tidak tidak** tidak

__________________________________________________________________
_

* : Kecuali luka > 24 jam

** : Kecuali bila imunisasi terakhir > 5 tahun (8, 16)

*** : Kecuali bila imunisasi terakhir >5 tahun (8,16)

Antikonvulsan

Tabel 5 : JENIS ANTIKONVULSAN


___________________________________________________________

Jenis Obat Dosis Efek Samping


________________________________________________________

Diazepam 0,5 – 1,0 mg/kg Stupor, Koma

Berat badan / 4 jam (IM)

Meprobamat 300 – 400 mg/ 4 jam (IM) Tidak Ada

Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM) Hipotensi

– 100 mg/ 4 jam Depressi


Fenobarbital 50 (IM) pernafasan

________________________________________________________

Pengobatan menurut Adam .R.D. (1): Pada saat onset,

- 3000 - 6000 unit, tetanus immune globulin satu kali saja.


- 1,2 juta unit Procaine penicilin sehari selama 10 hari, Intramuscular. Jika alergi beri
tetracycline 2 gram sehari.
- Perawatan luka, dibersihkan, sekitar luka beri ATS (infiltrasi)
- Semua penderita kejang tonik berulang, lakukan trachcostomi, ini harus dilakukan
tuk mencegah cyanosis dan apnoe.
- Paraldehyde baik diberikan melalui mulut.
- Jika cara diatas gagal, dapat diberi d-Lubocurarine IM dengan dosis 15 mg setiap
jam sepanjang diperlukan, begitu juga pernafasan dipertahankan dengan
respirator.
-
Sedangkan pengobatan menurut Gilroy:

- Kasus ringan :
Penderita tanpa cyanose : 90 - 180 begitu juga promazine 6 jam dan barbiturat
secukupnyanya untuk mengurangi spasme.

- Kasus berat : 1. Semua penderita dirawat di ICU (satu team )


2. Dilakukan tracheostomi segera. Endotracheal tube minimal harus
dibersihkan setiap satu jam dan setiap 3 hari ETT harus diganti dengan
yang baru.

3.Curare diberi secukupnya mencegah spasme sampai 2 jam.


Pernafasan dijaga dengan respirator oleh tenaga yang berpengalaman

4.Penderita rubah posisi/ miringkan setiap 2 jam. Mata dibersihkan


tiap 2 jam mencegah conjunctivitis

5. Pasang NGT, diet tinggi, cairan cukup tinggi, jika perlu 6 1./hari

6. Urine pasang kateter, beri antibiotika.


7. Kontrol serum elektrolit, ureum dan AGDA
8. Rontgen foto thorax
9. Pemakaian curare yang terlalu lama, pada saatnya obat dapat
dihentikan pemakaiannya. Jika KU membaik, NGT dihentikan.
Tracheostomy dipertahankan beberapa hari, kemudian dicabut/dibuka
dan bekas luka dirawat dengan baik.
Pengobatan suportif

Untuk meminimalkan risiko spasme paroksismal yang dipresipitasi stimulus ekstrinsik, pasien
sebaiknya dirawat di ruangan gelap dan tenang. Pasien diposisikan agar mencegah
pneumonia aspirasi. Cairan intravena harus diberikan, pemeriksaan elektrolit serta analisis gas
darah penting sebagai penuntun terapi.

Penanganan jalan napas merupakan prioritas. Spasme otot, spasme laring, aspirasi, atau dosis
besar sedatif semuanya dapat mengganggu respirasi. Sekresi bronkus yang berlebihan
memerlukan tindakan suctioning yang sering.1 Trakeostomi dituju-kan untuk menjaga jalan
nafas terutama jika ada opistotonus dan keterlibatan otot-otot punggung, dada, atau distres
pernapasan.6 Kematian akibat spasme laring mendadak, paralisis diafragma, dan kontraksi otot
respirasi tidak adekuat sering terjadi jika tidak tersedia akses ventilator.

Spasme otot dan rigiditas diatasi secara efektif dengan sedasi. Pasien tersedasi lebih
sedikit dipengaruhi oleh stimulus perifer dan kecil kemungkinannya mengalami spasme otot.
Diazepam efektif mengatasi spasme dan hipertonisitas tanpa menekan pusat kortikal. Dosis
diazepam yang di-rekomendasikan adalah 0,1-0,3 mg/kgBB/ kali dengan interval 2-4 jam sesuai
gejala klinis,

magnesium sulfat intravena dicoba untuk mengendalikan spasme dan disfungsi otonom;
dosis loading 5 g (atau 75 mg/ kg) IV dilanjutkan 1 sampai 3 g/jam sampai spasme terkontrol
telah digunakan untuk mendapatkan konsentrasi serum 2 sampai 4 mmol/L. Untuk menghindari
overdosis, dimonitor reflek patella.

Tambahan efek sedasi bisa didapat dari barbiturate khusus-nya phenobarbital dan
phenotiazine seperti chlorpromazine, penggunaannya dapat menguntungkan pasien dengan
gangguan otonom.1,3 Phenobarbital diberikan dengan dosis 120-200 mg intravena, dan
diazepam dapat ditambahkan terpisah dengan dosis sampai 120 mg/hari. Chlorpromazine di-
berikan setiap 4-8 jam dengan dosis dari 4-12 mg bagi bayi sampai 50-150 mg bagi dewasa.5,10
Morphine bisa memiliki efek sama dan biasanya digunakan sebagai tambahan sedasi
benzodiazepine. Jika spasme tidak cukup terkontrol dengan benzodiazepine, dapat dipilih
pelumpuh otot nondepolarisasi dengan intermittent positive-pressure ventilation (IPPV).

Pancuronium harus dihindari karena efek samping simpa-tomimetik.1 Atracurium dapat sebagai
pilihan. Vecuronium juga telah digunakan karena stabil pada jantung.3,10,14 Pasien tetanus berat
sering kali membutuhkan IPPV selama 2 hingga 3 minggu sampai spasme mereda. Insiden
ventilator-associated pneumonia pada pasien-pasien tetanus sebesar 52,6%.1 Infeksi
nosokomial umum terjadi karena lamanya perjalanan penyakit tetanus dan masih merupakan
penyebab penting kematian. Pencegahan komplikasi respirasi meliputi perawatan mulut sangat
teliti, fi sioterapi dada dan suction trakea. Sedasi adekuat selama prosedur invasif mencegah
provokasi spasme atau ketidakstabilan

otonom.3,6,7,10
Tetanus terbukti secara klinis dan biokimia menyebabkan aktivitas simpatis berlebihan dan
katabolisme protein sehingga peme-liharaan nutrisi sangat diperlukan. Nutrisi buruk dan
penurunan berat badan terjadi cepat karena disfagia, gangguan fungsi gastrointestinal dan
peningkatan meta-bolisme, menurunkan daya tahan tubuh sehingga memperburuk
prognosis..3,13 Nutrisi parenteral total mengandung glukosa hipertonis dan insulin dalam jumlah
cukup untuk mengendalikan kadar gula darah, dapat menekan katabolisme protein. Formula
asam amino sangat membantu membatasi katabolisme protein.5,12 Pada hari pertama perlu
pemberian cairan secara intravena sekaligus pemberian obat-obatan, dan bila sampai hari ke-3
infus belum dapat dilepas sebaiknya dipertimbangkan pemberian nutrisi secara parenteral.
Setelah spasme mereda dapat dipasang sonde lambung untuk makanan dan obat-obatan
dengan perhatian khusus pada risiko aspirasi.5,12

Emboli paru juga merupakan salah satu penyebab kematian, sehingga banyak di-gunakan
antikoagulan secara rutin seperti heparin subkutan; risiko thromboemboli dan perdarahan harus
dipertimbangkan. Gerakan pasif harus terus d

PENCEGAHAN

Seorang penderita yang terkena tetanus tidak imun terhadap serangan ulangan artinya dia
mempunyai kesempatan yang sama untuk mendapat tetanus bila terjadi luka sama seperti orang
lainnya yang tidak pernah di imunisasi. Tidak terbentuknya kekebalan pada penderita setelah
ianya sembuh dikarenakan toksin yang masuk kedalam tubuh tidak sanggup untuk merangsang
pembentukkan antitoksin ( kaena tetanospamin sangat poten dan toksisitasnya bisa sangat cepat,
walaupun dalam konsentrasi yang minimal, yang mana hal ini tidak dalam konsentrasi yang
adekuat untuk merangsang pembentukan kekebalan).

Ada beberapa kejadian dimana dijumpai natural imunitas. Hal ini diketahui sejak C.
tetani dapat diisolasi dari tinja manusia. Mungkin organisme yang berada didalam lumen usus
melepaskan imunogenic quantity dari toksin. Ini diketahui dari toksin dijumpai anti toksin pada
serum seseorang dalam riwayatnya belum pernah di imunisasi, dan dijumpai/adanya peninggian
titer antibodi dalam serum yang karakteristik merupakan reaksi secondary imune response pada
beberapa orang yang diberikan imunisasi dengan tetanus toksoid untuk pertama kali.

Dengan dijumpai natural imunitas ini, hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa
insiden tetanus tidak tinggi, seperti yang semestinya terjadi pada beberapa negara dimana
pemberian imunisasi tidak lengkap/ tidak terlaksana dengan baik. Sampai pada saat ini
pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya cara dalam pencegahan
terjadinya tetanus. Pencegahan dengan pemberian imunisasi telah dapat dimulai sejak anak
berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif( DPT atau DT )
PROGNOSIS

Terdapat beberapa sistem penilaian tetanus. Skala yang diusulkan Ablett adalah yang paling
banyak digunakan (Tabel 1).

Selain skoring Ablett, terdapat sistem skoring untuk menilai prognosis tetanus seperti Phillips
score dan Dakar score. Kedua sistem skoring ini memasukkan kriteria periode inkubasi dan
periode onset, begitu pula manifestasi neurologis dan kardiak. Phillips score juga memasukkan
status imunisasi pasien. Phillips score <9, severitas ringan; 9-18, severitas sedang; dan >18,
severitas berat. Dakar score 0-1, severitas ringan dengan mortalitas 10%; 2-3, severitas sedang
dengan mortalitas 10-20%; 4, severitas berat dengan mortalitas 20-40%; 5-6, severitas sangat
berat dengan mortalitas >50%.10

Outcome tetanus tergantung berat penyakit dan fasilitas pengobatan yang tersedia. Jika tidak
diobati, mortalitasnya lebih dari 60% dan lebih tinggi pada neonatus. Di fasilitas yang baik,
angka mortalitasnya 13% sampai 25%. Hanya sedikit penelitian jangka panjang pada pasien
yang berhasil selamat. Pemulihan tetanus cenderung lambat namun sering sembuh sempurna,
beberapa pasien mengalami abnormalitas elektroensefalografi yang menetap dan gangguan
keseimbangan, berbicara, dan Dukungan psikologis sebaiknya tidak dilupakan.3

Tabel 1 Severitas Tetanus Berdasarkan Klasifi kasi Ablett3,6-9

Grade 1 (Ringan)
Trismus ringan, spastisitas menyeluruh, tidak ada yang membahayakan respirasi, tidak ada
spasme, tidak ada disfagia

Grade 2 (sedang)

Trismus sedang, rigiditas, spasme singkat, disfagia ringan, keterlibatan respirasi sedang,
frekuensi pernapasan >30

Grade 3 (berat)

Trismus berat, rigiditas menyeluruh, spasme memanjang, disfagia berat, serangan apneu,
denyut nadi >120, frekuensi pernapasan >40

Grade 4 (sangat berat)

Grade 3 dengan ketidakstabilan otonom berat


Tabel 2 Phillips score4,10

Faktor Skor
Masa inkubasi
 <48 jam 5

 2-5 hari 4
5-10 hari 3
10-14 hari 2
>14 hari 1
Lokal infeksi
Organ dalam dan umbilicus 5
Kepala, leher, dan badan 4
Perifer distal 3
Tidak diketahui 2
Status proteksi 1
Tidak ada 10
Mungkin ada atau imunisasi pada ibu bagi 8
pasien-pasien neonates
Terlindungi > 10 tahun 4
Terlindungi <10 tahun 2
Proteksi lengkap 0
Factor-faktor komplikasi
Cedera atau penyakit yang 10 mengancam 8
nyawa
Cedera berat atau penyakit yang tidak segera 4
mengancam nyawa
Cedera atau penyakit yang tidak mengancam 2
nyawa
Cedera atau penyakit minor ASA grade 1 0

Tabel 3 Dakar score10

Factor Dakar score


Prognosis Score 1 Score 0
Periode inkubasi <7 hari >7 hari atau tidak diketahui
Periode onset <2 hari >2 hari
Tempat masuk Umbilicus, luka bakar, uterus, Selain dari yang disebut atau
fracture terbuka, luka operasi, tidak diketahui
injeksi im
Spasme Ada Tidak ada
Demam >38,4c <38,4c
takikardi Dewasa >120 kali/menit Dewasa <120 kali/menit
Neonates >150 kali/menit Neonates <150 kali/menit

Anda mungkin juga menyukai