Anda di halaman 1dari 16

DEFINISI PNEUMONIA

Pneumonia adalah infeksi akut parenkim paru yang meliputi alveolus dan
jaringan interstisial.(1) Penyakit ini merupakan penyakit yang dapat menyerang
semua umur terutama pada bayi/anak, usia lebih dari 65 tahun, dan seseorang
yang mempunyai penyakit pemberat lain seperti penyakit jantung kongestif,
diabetes dan penyakit paru kronis.

ETIOLOGI PNEUMONIA

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme yaitu


bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar disebabkan oleh bakteri.
Penyebab tersering pneumonia bakterialis adalah bakteri positif-gram,
Streptococcus pneumonia yang menyebabkan pneumonia streptokokus. Bakteri
staphylococcus aureus dan streptococcus aeruginosa. Pneumonia lainnya
disebabkan oleh virus, misalnya influenza.

Pembagian penyebab-penyebab dari pneumonia yaitu :


a. Bakteri

Bakteri adalah penyebab paling umum pneumonia pada orang dewasa,

terutama pada orang tua. Beberapa jenis bakteri dapat menyebabkan

pneumonia adalah Diplococcus pneumonia, Pneumococcus, Streptococcus

hemolyticus, Streptococcus aureus, Hemophilus influenza.

b. Virus

Virus yang dapat menyebabkan pneumonia adalah Respiratory syncytial

virus, virus influenza, Adenovirus, Cytomegalovirus.

c. Jamur

Beberapa jenis jamur yang dapat menyebabkan pneumonia adalah


Mycoplasma pneumoces dermatitides, Coccidiodes immitis, Aspergillus,

Candida albicans.

d. Aspirasi

Beberapa contoh aspirasi seperti makanan, kerosene (bensin, minyak

tanah), cairan amnion, dan benda asing.

EPIDEMIOLOGI

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran napas yang


terbanyak di dapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di
seluruh dunia. Di Inggris pneumonia menyebabkan kematian 10 kali lebih
banyak dari pada penyakit infeksi lain, sedangkan di AS merupakan penyebab
kematian urutan ke 15. pada pasien yang dirawat di rumah sakit, 25-50% pada
pasien ICU.
Di Amerika Serikat insiden penyakit pneumonia mencapai 12 kasus tiap
1000 orang dewasa. Kematian untuk pasien rawat jalan kuang dari 1%, tetapi
kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi, yaitu 14%. Di
negara berkembang sekitar 10-20% pasien yang memerlukan perawatan di
rumah sakit dan angkat kematian diantara pasien tersebut lebih tinggi, yaitu
sekitar 30-40%. Di Indonesia sendiri, terdapat 5-11 kasus pneumonia per 1.000
orang dewasa; 15-45% perlu di rawat dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10%
diobati di ICU. Insidensi paling tinggi pada pasien yang sangat muda dan usia
lanjut dengan ortalitas 5-12%
Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5% (16 provinsi di atas
angka nasional), angka kesakitan (morbiditas) pneumonia pada Bayi: 2.2 %,
Balita: 3%, angka kematian (mortalitas) pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.
Pneumonia pada dapat terjadi pada orang tanpa kelainan imunitas yang
jelas. Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia
didapati adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan
tubuh. Frekuensi relative terhadap mikroorganisme petogen paru bervariasi
menurut lingkungan ketika infeksi tersebut didapat. Misalnya lingkungan
masyarakat, panti perawatan, ataupun rumah sakit. Selain itu factor iklim dan
letak geografik mempengaruhi peningkatan frekuensi infeksi penyakit ini.

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi pneumonia mencakup interaksi antara mikroorganisme

penyebab yang masuk melalui berbagai jalan, dengan daya tahan tubuh pasien,

mikroorganisme penyebab pneumonia memiliki tiga bentuk transmisi primer :

1. Aspirasi sekret yang berisi mikroorganisme patogen yang telah

berkolonisasi di orofaring.

2. Inhalasi aerosol yang infeksius

3. Penyebaran hematogen dari bagian ekstrapulmonar

Asprasi dan inhalasi agen-agen infeksius adalah dua cara tersering yang

menyebabkan pneumonia, sementara penyebaran secara hematogen lebih jarang

terjadi. Pada saluran nafas bagan bawah, kuman menghadapi daya tahan tubuh

berupa sistem pertahanan mukosilier, daya tahan selular makrofag alveolar, limfosit

bronkial, dan netrofil. Juga daya tahan humoral igA dan igG dari sekresi bronkial.

Namun pada kebanyakan pasien dewasa yang menderita pneumonia didapati

adanya satu atau lebih penyakit dasar yang mengganggu daya tahan tubuh.
Respon yang di timbulkan juga bergantung dari agen penyebabnya. Streptococus

pneumonla (pneumococus) adalah penyebab yang paling sering dari pneumonia

bakteri, baik yang didapat di masyarakat maupun dari semua kasus rumah sakit.Di

antara semua pneumonia bakteri, pneumonia pneumokokus merupakan yang paling

banyak diselidiki.Pneumokokus umumnya mencapai alveoli lewat percikan mukus

atau saliva.Lobus bagian bawah paling sering terkena karena efek gravitasi. Setelah

mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon khas yang terdiri dari 4

tahap berurutan yaitu:

1. Kongesti (4 sampai 12 jam pertama):eksudat serosa masuk ke dalam

alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor.

2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru tampak merah dan bergranula

(hepatisasi = seperti hepar) karena sel-sel darah merah, fibrin, dan leukosit

PMN mengisi alveoli.

3. Hepatisasi kelabu (3 sampai 8 hari) : paru tampak kelabu karena leukosit

dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.

4. Resolusi (7 sanrpai 11 hari) : eksudat mengalami lisis dan direabsorbsi

oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada struktur semula.

Awitan pneumonia pneumokokus bersifat mendadak disertai menggigil,

demam, nyeri pleuritik, batuk dan sputum yang berwarna seperti karat.Ronki basah

dan gesekan pleura dapat terdengar di atas jaringan yang terserang oleh karena

eksudat dan fibrin dalam alveolus dan dapat pula dalam permukaan pleura.Hampir

selalu terdapat hipoksemia dalam tingkat tertentu, akibat pirau darah melalui daerah
paru yang tak mengalami ventilasi dan konsilodasi.Untuk membantu dalam

menegakkan diagnosis dan mengikuti perjalanan pneumonia dapat dilakukan

radiogram dada, hitung leukosit dan pemeriksaan sputum terdiri dari pemeriksaan

dengan mata telanjang dan mikroskopik serta biakan.

Pneumonia diharapkan sembuh setelah terapi mencapai 2-3 minggu. Bila

lebih lama perlu di curigai adanya infeksi kronik oleh bakteri anaerob atau non

bakteri seperti oleh jamur, mikobacterium atau parasit. Karena itu perlu

penyelidikan lebih lanjut terhadap MO penyebab pneumonia Pada umumnya pasien

dengan gangguan imunitas yang berat mempunyai prognosis yang lebihburuk dan

kemungkinan rekurensi yang lebih besar.

3.6 KLASIFIKASI PNEUMONIA

Klasifikasi pneumonia didasarkan pada faktor lingkungan pasien, keadaan pasien

dan mikroorganisme, atau mengaitkannya dengan data-data klinis, epdemiologi dan

pemeriksaan penunjang.

Klasifikasi tradisional berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis, dibagi atas:

1. Pneumonia tipikal yang bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris klasik.

Gambaran radiologisnya berupa opasitas lobus atau lobaris yang

disebabkan oleh kuman tipikal terutama S.pneumonia, K.pneumonia, atau

H.Influenza
2. Pneumonia Atipikal, ditandai oleh gangguan respirasi yang lambat dengan

gambaran infiltrate paru bilateral yang difus. Penyebabnya adalah

Mycoplasma pneumonia, virus Legionella pneumophila dan Clamidia

psittae. Klasifikasi ini sudah tidak digunakan lagi karena ditemukan bahwa

gambaran radiologis atau laboratorium saling tumpang tindih dan tidak

mencakup pneumonia gambaran yang khas.

- Klasifikasi secara radiologis sesuai dengan lokasi anatomisnya:

1. Pneumonia alveolar. Misalnya Pneumonia pneumococal. Eksudat pada

alveolar memberi gambaran konsolidasi homogen pada perifer yang

terbentang menuju hilus dan cenderung memotong garis segmental. air-

bronkogram biasanya di temukan pada pneumonia jenis ini.

2. Pneumonia lobular (bronkopneumonia) sering ditemukan pada pneumonia

yang disebabkan oleh infeksi stapilococus pada paru, terlihat gambaran

konsolidasi berdensitas tinggi pada satu segmen atau lobus atau bercak

yang mengikut sertakan alveoli yang tersebar

3. Pneumonia interstisial yang dapat ditemukan pada infeksi virus dan

Dari beberapa bagian diatas, hanya pneumonia komunitas dan nosokomial yang

lazim dipakai. Mengingat gambaran pneumonia nosokomial yang khas berbeda

dtri pneumonia komunitas, maka diagnosis pneumonia jenis ini menggunakan

kriteria Centre for Disease and Preventoin, USA.

DIAGNOSIS PNEUMONIA
Penegakan diagnosis pneumonia dapat dilakukan melalui:

Gambaran Klinis
Gejala-gejala pneumonia serupa untuk semua jenis pneumonia. Gejala-gejala
meliputi:
1. Demam dan menggigil akibat proses peradangan
2. Batuk yang sering produktif dan purulen
3. Sputum berwarna merah karat atau kehijauan dengan bau khas
4. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya
serius.

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut bagian
atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam, menggigil, suhu
tubuh kadang-kadang melebihi 40º C, sakit tenggorokan, nyeri otot dan sendi.
Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang
berdarah.
Pada pemeriksaan fisik dada terlihat bagiam yang sakit tertinggal waktu
bernafas , pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronchial yang kadang-
kadang melemah. Mungkin disertai ronkhi halus, yang kemudian menjadi ronkhi
basah kasar pada stadium resolusi.

Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan
jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED.
Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur
darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang
tidak diobati. Anlalisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia,
pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
Gambaran Radiologis
Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara lain:
 Perselubungan homogen atau inhomogen sesuai dengan lobus atau
segment paru secara anantomis.
 Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.
 Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru
mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti pada
atelektasis.
 Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ;
batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan
dengan jantung atau di lobus medius kanan.
 Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.
 Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis yang
paling akhir terkena.
 Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.
 Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign
(terperangkapnya udara pada bronkus karena tiadanya pertukaran udara
pada alveolus).

Foto thorax saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab


pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya
penyebab pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Streptococcus
pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat
bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia
sering menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun
dapat mengenai beberapa lobus

Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,
torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada sputum
disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi.

Diagnosis Banding Pneumonia

A. Tuberculosis Paru (TB)

Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis

adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk

lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan

gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu

makan dan penurunan berat badan.

B. Atelektasis

Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang tidak

sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang terserang

tidak mengandung udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang mirip dengan

pneumonia tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan jantung, trakea, dan

mediastinum ke arah yang sakit karena adanya pengurangan volume interkostal

space menjadi lebih sempit dan pengecilan dari seluruh atau sebagian paru-paru

yang sakit. Sehingga akan tampak thorax asimetris.

C. Efusi Pleura

Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air

bronchogram. Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan

jantung, trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax membesar.
Pada edusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign (+) tanda khas pada efusi

pleura.

3.7 PENATALAKSANAAN

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian

antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data mikroorganisme

dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa alasan yaitu : 1

1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa

2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab

pneumonia.

3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu.

Maka pada penderita pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.

Secara umum pemilihan antibiotic berdasarkan baktri penyebab pneumonia dapat

dilihat sebagai berikut : 1,2,3


Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 3
Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II

Kategori I Usia -S.pneumonia - Klaritromisin - Siprofloksasin


penderita -M.pneumonia 2x250 mg 2x500mg atau
< 65 tahun -C.pneumonia - -Azitromisin Ofloksasin 2x400mg
-Penyakit -H.influenzae 1x500mg - Levofloksasin
Penyerta (-) -Legionale sp - Rositromisin 1x500mg atau
-Dapat -S.aureus 2x150 mg atau Moxifloxacin
berobat jalan -M,tuberculosis 1x300 mg 1x400mg
-Batang Gram (-) - Doksisiklin 2x100mg
Kategori II -Usia -S.pneumonia -Sepalospporin -Makrolid
penderita > H.influenzae generasi 2 -Levofloksasin
65 tahun Batang gram(-) -Trimetroprim -Gatifloksasin
- Peny. Aerob +Kotrimoksazol -Moxyfloksasin
Penyerta (+) S.aures -Betalaktam
-Dapat M.catarrhalis
berobat jalan Legionalle sp

Kategori -Pneumonia -S.pneumoniae - Sefalosporin -Piperasilin +


III berat. -H.influenzae Generasi 2 atau tazobaktam
- Perlu -Polimikroba 3 -Sulferason
dirawat di termasuk Aerob - Betalaktam +
RS,tapi tidak -Batang Gram (-) Penghambat
perlu di ICU -Legionalla sp Betalaktamase
-S.aureus +makrolid
M.pneumoniae
Kategori -Pneumonia -S.pneumonia - Sefalosporin -Carbapenem/
IV berat -Legionella sp generasi 3 meropenem
-Perlu dirawat -Batang Gram (-) (anti -Vankomicin
di ICU aerob pseudomonas) -Linesolid
-M.pneumonia + makrolid -Teikoplanin
-Virus - Sefalosporin
-H.influenzae generasi 4
-M.tuberculosis - Sefalosporin
-Jamur endemic generasi 3 +
kuinolon

2. Terapi Suportif Umum

1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96%

berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah.

2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat

disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.

3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk dan

napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk melancarkan

ekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan

pernapasan.1

4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia,

dan paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat

pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur dengan baik,

termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal. Overhidrasi untuk

maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan. 3


5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini

tidak bermanfaat pada keadaan renjatan septik.

6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan bila

terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal prerenal.

7. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada

pneumonia adalah:

a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan

menggunakaan masker. Kosentrasi O2 yang tinggi menyebabkan

penurunan pulmonary compliance hingga tekanan inflasi meninggi.

Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk memperbaiki oksigenisasi

dan menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.3

b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress, dengan

atau didapat asidosis respiratorik.

c. Respiratory arrest.

d. Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.

8. Drainase empiema bila ada.

9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup yang

didapatkan terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari pembentukan

CO2 yang berlebihan.3

KOMPLIKASI

1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada

infeksi bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar

60%, Staphylococcus aureus 50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob


35%. Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%. Cairannya

transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema dengan

cairan eksudat.

2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia

berupa meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia

pada infeksi kronik, peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang

terjadi peninggian fostase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestasis

intrahepatik.

3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.

4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi infeksi

oleh kuman anaerob dan bakteri gram negative.

5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih dari

4-6 minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-) seperti

Pseudomonas aeruginosa.

6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak tetapi

dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic fibrosis

atau hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia

PROGNOSIS

Angka morbiditas dan mortalitas pneumonia menurun sejak ditemukannya

antibiotik. Faktor yang berperan adalah patogenitas kuman, usia, penyakit dasar

dan kondisi pasien. Secara umum angka kematian pneumonia pneumokokus

adalah sebesar 5%, namun dapat meningkat menjadi 60% pada orang tua dengan
kondisi yang buruk misalnya gangguan imunologis, sirosis hepatis, penyakit paru

obstruktif kronik, atau kanker. Adanya leukopenia, ikterus, terkenanya 3 atau

lebih lobus dan komplikasi ekstraparu merupakan petanda prognosis yang buruk.

Kuman gram negatif menimbulkan prognosis yang lebih jelek. 10

Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu perawatan

di RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun) dapat berobat

jalan kecuali:

1. Bila terdapat penyakit paru kronik

2. PN Meliputi banyak lobus

3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi yaitu:

a. Usia > 60 tahun.

b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi napas >

30 x/m, tekanan diastolik < 60 mmHg , leukosit abnormal (<4.500-

>30.000)

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI, 2009. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008. Pusat Data
Kesehatan. Jakarta.

2. Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit, Edisi 6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.
3. Soedarsono. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit
Paru FK UNAIR. Surabaya
4. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM;
2007.
5. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ.
Practice guidelines for management community-acquiredd pneumonia in
adults. Clin infect Dis 2000; 31: 347-82
6. Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of
community-acquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27
7. Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia,
007;132:1348
8. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia
inpatient and outpatient, Chest 2007;131;1205

Anda mungkin juga menyukai