Anda di halaman 1dari 28

BAB 1.

PENDAHULUAN

Retina merupakan lapisan sel yang menyelubungi bagian dalam bola mata.
Retina mendapat suplai darah dari dua sumber, (1) cabang arteri retina sentral,
yang mengalirkan darah ke bagian dalam retina, dan (2) koriokapilaris koroid,
yang memperdarahi bagian luar retina. Oklusi pada arteri retina sentral hanya
berpengaruh terhadap bagian dalam retina yang diperdarahinya. Sedangkan
distribusi vena retina mengikuti dari arteri (Basri, 2014).

Oklusi arteri maupun vena retina sentral merupakan suatu keadaan dengan
penurunan aliran darah secara tiba-tiba pada arteri dan vena retina sentral. Oklusi
arteri dan vena sentral retina merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang
oftalmologi dan membutuhkan penanganan segera.Di Amerika Serikat, prevalensi
terjadinya Oklusi Arteri Retina Sentralis adalah 1 per 10.000 populasi.Oklusi
arteri dan vena retina sentral merupakan penutupan arteri atau vena retina sentral
yang dapat terjadi akibat trauma, tekanan bola mata yang lama, atau disertai
hipertensi, radang arteri, embolus, thrombus, spasme, aterosklerosis dan
perdarahan intraorbita berat (Budiono, 2013). Dari hasil temuan histopatologi
pada mata, ditemukan adanya thrombus intravena pada atau didekat lamina
kribrosa. Penekanan arteri retina sentral terhadap vena retina sentral dipercaya
menyebabkan turbulensi pada aliran darah dan menyebabkan pembentukan
thrombus intravena. Saat ini belum didapatkan terapi yang terbukti dapat
memulihkan tajam penglihatan secara konsisten. Namun, pemijatan bola mata
dan parasentesa bilik mata depan dapat dilakukan walaupun hanya memberikan
keuntungan yang minimal (Basri, 2014).
2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI RETINA

Retina merupakan lapisan sel yang menyelubungi bagian dalam bola mata.
Retina melapisi sekitar 72% permukaaan dalam bola mata dengan diameter 22
mm, membentang dari saraf optik sampai ke ora serata. Retina merupakan bagian
yang berfungsi menerima rangsang cahaya dan merubahnya menjadi impuls saraf
yang diteruskan ke kortek cerebri (Basri, 2014).

Gambar 1. Penampang bola mata dan retina (Webvision, 2011)

Retina berkembang dari invaginasi vesikel optik yang membentuk lapisan


luar, berupa epitel pigmen retina dan lapisan dalam yaitu neurosensori retina.
Lapisan terluar berbatasan dengan koroid, dan lapisan paling dalam berhubungan
dengan vitreous.Lapisan retina dari luar ke dalam adalah epitel pigmen retina
beserta lamina basal, sel kerucut dan batang, membran limitans eksterna, lapisan
inti luar, lapisan pleksiform luar, lapisan inti dalam, lapisan pleksiform dalam,
lapisan sel ganglion, lapisan serabut saraf, dan membran limitans interna.
3

Gambar 2.Penampang dan Lapisan retina (Webvision, 2011).

Retina mendapat suplai darah dari dua sumber, (1) cabang arteri retina
sentral, yang mengalirkan darah ke bagian dalam retina, dan (2) koriokapilaris
koroid, yang memperdarahi bagian luar retina. Oklusi pada arteri retina sentral
hanya berpengaruh terhadap bagian dalam retina yang diperdarahinya, yaitu
membran limitans interna, lapisan serabut saraf, lapisan sel ganglion, lapisan
pleksiform dalam dan lapisan inti dalam. Arteri retina sentral merupakan cabang
pertama dan salah satu cabang terkecil dari arteri oftalmikus. Arteri oftalmikus
adalah pembuluh darah mayor yang memperdarahi orbita yang merupakan cabang
pertama dari arteri karotis interna. Arteri retina sentral menembus bagian medial
inferior selubung saraf optikus, kira-kira 12 mm posterior bola mata. Kemudian
berlanjut ke diskus optikus dan bercabang dua menjadi cabang papiler superior
dan inferior. Pada tempat arteri ini melewati lamina kribrosa, dinding pembuluh
darah menjadi lebih tipis karena lamella elastis interna menghilang dan lapisan
pembungkus otot medial menjadi berkurang. Cabang papiler superior dan inferior
dari arteri retina sentral kemudian masing-masing bercabang lagi membentuk
cabang nasal dan temporal. Cabang nasal berjalan langsung ke perifer dan cabang
temporal mengitari fovea sentral sebelum menuju ke perifer (Basri, 2014).
4

Gambar 3. Penampang Retina normal pada oftalmoskop


(Webvision, 2011)

Pembuluh darah kapiler retina membentuk jaringan kapiler superfisial


pada lapisan serabut saraf dan jaringan kapiler intraretina pada lapisan nukleus
dalam. Jaringan kapiler intraretina memperoleh suplai darah dari arteriol yang
terdapat pada lapisan serabut saraf. Pembuluh darah retina merupakan end vessels
yang secara normal tidak beranastomosis. Arteri silioretina terdapat pada kira-kira
14% populasi dan sebanyak 25% penderita oklusi arteri retina sentral memiliki
arteri silioretina. Cabang-cabang arteri silioretina yang berasal dari arteri siliaris
posterior pendek ikut memperdarahi makula melalui peredaran darah koroid.
Arteri siliaris posterior pendek yang memperdarahi koroid ini berasal dari bagian
distal arteri oftalmikus. Distribusi vena-vena pada retina mengikuti distribusi dari
arteri. Pembuluh vena mempunyai lapisan endotel yang mengandung sedikit
jaringan ikat. Vena retina sentral keluar dari selubung saraf optik pada tempat
masuknya arteri retina sentral.
5

2.2 OKLUSI ARTERI RETINA SENTRAL

Oklusi arteri retina sentral merupakan suatu keadaan dengan penurunan


aliran darah secara tiba-tiba pada arteri retina sentral sehingga menyebabkan
iskemi pada bagian dalam retina (Duker, 2004). Keadaan ini merupakan salah
satu kedaruratan mata (true ocular emergencies) yang membutuhkan penanganan
dengan segera, karena iskemi yang lama akan menyebabkan kerusakan retina
yang irreversible. Kasus oklusi arteri retina sentral dilaporkan pertama kali oleh
Graefe pada tahun 1859, yang diakibatkan oleh emboli pada pasien yang
menderita endokarditisdan emboli multisistemik (Lee, 2006).

Oklusi arteri retina sentral terdapat pada usia tua atau usia pertengahan,
dengan keluhan penglihatan kabur yang hilang timbul (amaurosis fugaks) tidak
disertai rasa sakit dan gelap menetap.Oklusi arteri retina sentral adalah
penyumbatan yang terjadi pada arteri retina sentral yang disebabkan oleh giant sel
arteritis (penyakit vascular kronis), thrombus, emboli atau karena penyakit spasme
pembuluh darah dan perlambatan aliran darah retina yang menyebabkan
penurunan visus yang mendadak(Guclu, 2016). Penyumbatan arteri retina sentral
akan menyebabkan keluhan penglihatan tiba-tiba gelap tanpa terlihatnya kelainan
pada mata luar. Dapat mengakibatkan gangguan penglihatan permanen, yang
biasanya mengenai satu mata (Ilyas, 2014).

2.2.1 Definisi

Sumbatan arteri retina sentral adalah suatu keadaan yang menggambarkan


adanya sumbatan yang bersifat akut pada aliran darah arteri retina sentral
(Budiono, 2013).

2.2.2 Epidemiologi
Di Amerika Serikat, prevalensi terjadinya Oklusi Arteri Retina Sentralis
adalah 1 per 10.000 populasi .pada pasien ini, 1-2% terjadi secara
6

bilateral.Sumbatan arteri retina sentral seringkali timbul pada penderita berusia di


atas 65 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada semua usia. Kelainan ini timbul
unilateral pada 99% kasus.Tidak dikenal adanya pola herediter pada kelainan ini
(Budiono, 2013).

2.2.3 Patofisiologi

Oklusi arteri retina sentral merupakan penutupan arteri retina sentral yang
dapat terjadi akibat trauma, tekanan bola mata yang lama, atau disertai hipertensi,
radang arteri, embolus, thrombus, spasme, aterosklerosis dan perdarahan
intraorbita berat. Tempat tersumbatnya arteri retina sentral biasanya di daerah
lamina kribosa. Umumya akibat penyumbatan gumpalan darah yang terjadi pada
(Abraham dan Senthil, 2009):

- Hipertensi
- Diabetes
- Tekanan darah tinggi dan penyakit kardiovaskular
- Injeksi steroid retrobulbar
- Infeksi endocarditis, penyakit katup jantung
- Migraine, malignansi, trauma, SLE, PAN

Sehingga terjadi hal berikut :

1. Arteritis
2. Emboli, merupakan penyebab penyumbatan arteri retina sentral yang
paling sering. Emboli dapat berasal dari perkapuran yang berasal dari
penyakit emboli jantung, nodus-nodus reuma, carotid plaque atau emboli
endocarditis. Emboli dapat disebabkan oleh plak kolesterol putih
kekuningan (Hollenhorst), agregasi fibrin-platelet panjang keabuan,
partikel kalsifikasi berwarna putih yang mengkilap dan jarang oleh
vegetasi bakteri endocarditis, lemak, dan lain-lain (Bowling, 2016).
3. Thrombus, terjadi pembentukan thrombus pada arteri retina sentral akibat
hipertensi, diabetes dan arteriosclerosis (kolesterol membentuk plaque)
7

4. Penyakit-penyakit spasme pembuluh darah seperti pada migraine,


keracunan alcohol, tembakau, kina atau timah hitam
5. Perlambatan aliran pembuluh darah retina. Misalnya pada peninggian
tekanan intraocular, stenosis aorta, atau arteri karotis.

Secara histopatologik ditemukan edema retina.Pada oklusi arteri mula-


mula terjadi edema lapisan dalam retina yang mendapat makanan dari arteri
tersebut.kemudia diikuti autolisis terutama sel ganglion, diikuti sebukan sel
makrofag yang berisi butir-butir lemak.Kemudian terlihat menghilangnya seluruh
lapis dalam retina tanpa proliferai jaringan glia yang nyata.Lama-kelamaan diikuti
tanda-tanda atrofi papil.Sel-sel kerucut dan batang ada dalam bentuk-bentuk yang
normal.Penglihatan yang terlindung adalah bagian yang diperdarahan silioretina.

2.2.4 Gejala dan Tanda Klinis

Tajam penglihatan ;didapatkan adanya riwayat penurunan tajam penglihatan yang


bersifat akut, unilateral dan tanpa disertai nyeri, yang timbul dalam hitungan
detik. Sekitar 10% dari penderita kelianan ini memiliki riwayat amaurosis fugax.

Penurunan visus yang berat sampai buta yang terjadi mendadak.Dapat juga
terjadi penurunan penglihatan yang berupa serangan-serangan yang berulang-
ulang yang kadang-kadang berakhir dengan kebutaan (amaurosis
fugax).Penurunan visus yang mendadak biasanya disebabkan oleh penyakit-
penyakit emboli.Penurunan visus yang berupa serangan-serangan yang berulang
dapat disebabkan oleh penyakit-penyakit spasme pembuluh atau emboli yang
berjalan.

Keluhan pasien dengan oklusi arteri retina sentral dimulai dengan kabur
hilang timbul (amaurosis fugax)dengan tidak terdapatnya perasaan sakit dan
kemudian gelap menetap.

Pada pemeriksaan funduskopi terdapat kelainan yang karakteristik berupa


papil yang pucat, arteri menciut, kadang-kadang terlihat pembuluh darah terisi
8

seperti susis, perdarahan halus pada retina, selurub retina memutih, dan macula
berwarna merah akibat macula tidak edema sehingga koroid terlihat.Daerah
macula sangat merah dan berbentuk sebagai cherry red spot akibat masih
diperdarahi koroid dan memberikan gejala berupa pelebaran pembuluh darah
vena, perdarahan massif ke dalam retina terutama pada lapis serabut saraf retina
dan tanda iskemia retina.Papil edema dengan pulsasi vena menghilang karena
penyumbatan biasanya terletak pada lamina kribosa yang dapat mengakibatkan
tajam penglihatan berkurang mendadak, disertai penciutan lapang pandangan atau
suatu skotoma sentral, dan defek yang irregular.Tajam penglihatan sentral
terganggu bila perdarahan mengenai daerah macula lutea.

Gejala objektif :

Pupil ;defekafferent pupil biasanya timbul dengan segera

Segmen posterior ;pada pemeriksaan segmen posterior akan didapatkan:

- Kepucatan pada retina superfisial, yang dapat terjadi beberapa jam setelah
serangan.
- Gambaran cherry red spot pada foveola
- Adanya cilioretinal arterial sparing pada fovea sentral
- Tampakan emboli intra-arterial retina
- Adanya emboli kolesterol yang berwarna kekuningan dan mengkilat pada
arteri (Hollenhorst plaque), biasanya menunjukkan emboli berasal dari
arteri karotis
- Kalsifikasi berupa plak yang besar dan berwarna keputihan, menandakan
plak berasal dari katup-katup jantung
9

Gambar 4.Fundus Flourescein Angiography menunjukkan emboli


retina (a) emboli Cholesterol, (b) emboli fibrin platelet dan (c)
emboli kalsifikasi (Varma, 2013).

Sesaat terjadi kebutaan tidak terdapat kelainan pada retina.RAPD dan Marcus
Gunn patologik.Pada arteri retina yang besar terjadi penciutan caliber sedangkan
10

pada arteri retina yang lebih kecil menjadi lebih halus.Penglihatan turun
mendadak tanpa rasa sakit.Terdapat bentuk sosis pada arteri retina akibat
pengisian arteri yang tidak merata. Sesudah beberapa jam retina tampak pucat,
keruh keabu-abuan disebabkan edema lapisan dalam retina dan lapisan sel
ganglion. Koroid akan memberikan gambarangcherry red spot , biasanya terlihat
setelah 30 menit obstruksi. Daerah macula tampak lebih merah (cherry red
spot).Hal ini disebabkan karena tidak adanya lapisan ganglion di macula, sehingga
macula mempertahankan warna aslinya. Lama kelamaan papil menjadi pucat dan
batasnya kabur. Setelah beberapa minggu retina yang pucat dan cherry red spot
hilang disertai terjadinya atrofi saraf optic, fovea refleks hilang dan terbentuk
pembuluh darah kolatteral.

Gambar 5.CRAO dengan Cherry red spot(Varma, 2013).

Pada stadium lanjut gambaran fundus menjadi normal kembali, kecuali


gambaran arteri-arteri yang menjadi halus dan papil yang pucat.Pada oklusi arteri
retina sentral mungkin ditemukan fungsi macula yang tidak terganggu sehingga
memberikan visus yang baik, oleh karena kadang-kadang daerah macula
mendapat perdarahan dari arteri silio retina yang bukan merupakan cabang arteri
retina sentral.Pada angiografi fluresin fundus terdapat perpanjangan arm-retinal
time. Terlihat menghilangnya aliran-aliran darah atau flouresen ke dalam
pembuluh-pembuluh darah retina.
11

2.2.5 Diagnosis Banding

- Sumbatan akut arteri oftalmika, ditandai dengan tidak ditemukannya


gambaran cherry red spot
- Tay – Sach’s disease , didapatkan cherry red spot namun terjadi pada bayi
dengan usia di bawah 1 tahun dan biasanya disertai dengan gangguan
neurologis yang berat.

2.2.6 Evaluasi Diagnostik

Selain pemeriksaan standar dengan menggunakan oftalmoskop direk atau indirek,


maka perlu dilakukan pemeriksaan:

1. Fundal Fluorescein Angiography, adanya keterlambatan pengisian arteri


retina dan pengisian vena
2. Elektroretinoretinografi, akan didapatkan gambaran amplitude a-wave
yang normal, tetapi diikuti dengan menurun atau hilangnya amplitude b-
wave
3. Evaluasi sistemik
a. Emboli
b. Inflamasi (giant cell arteritis, Wegener’s granulomatosis, polyarteritis
nodosa, SLE)
c. Koagulopati (sickle cell disease, homosisteinuria, defisiensi
antithrombin III)
d. Vasopastik

2.2.7 Pengobatan

Saat ini belum didapatkan terapi yang terbukti dapat memulihkan tajam
penglihatan secara konsisten. Namun, pemijatan bola mata dan parasentesa bilik
mata depan dapat dilakukan walaupun hanya memberikan keuntungan yang
12

minimal. Terapi dengan menggunakan obat fibrinolitik masih dalam penelitian


(Schmidt, 2002).Walaupun terapi yang ada tidak begitu menjanjikan, tetapi
evaluasi sistemik merupakan hal penting yang harus dilakukan karena penderita
memiliki kemungkinan terjadi kematian yang tinggi akibat kelainan pembuluh
darah jantung(Budiono, 2013).

Manajemen Central Retina Artery Occlusion (CRAO) dibagi menjadi


(Varma, 2013):

a. Acute ; bertujuan mengembalikan perfusi okuli pada arteri retina


sentral. Literature terbaru menyarankan dua terapi utama untuk CRAO
akut yaitu prosedur standar non-invasif dan penggunaan trombolitik
yang dapat diberikan intravena maupun intraarteri (Biousse, 2007).
b. Sub acute ; mencegah komplikasi neovaskular sekunder pada mata.
Neovaskular pasca CRAO dapat terjadi sekitar 8 minggu (rentang 2
hingga 16 minggu). Belum ada konsensus mengenai regimen
monitoring dan pengobatan pasca CRAO untuk mendeteksi adanya
komplikasi neovaskular.

Gambar 6.Fundus Fotografi pada mata kiri menunjukkan


adanya neovaskular disc pada CRAO (Varma, 2013).
13

c. Long term ; mencegah terjadinya iskemi vascular lain pada mata atau
organ lain. Terapi optimal CRAO perlu ditujukan pada faktor risiko
aterosklerosis sistemik untuk mengurangi kemungkinan iskemik
sekunder. Sebanyak 64% pasien CRAO memiliki satu faktor risiko
vascular baru (paling sering hyperlipidemia) setelah terjadi oklusi
retina (Rudkin, 2010).

Ilyas (2014) meringkas terapi yang diberikan pada Oklusi Arteri Retina Sentral
sebagai berikut:

- Mengurut bola mata merupakan tindakan pertama


- Bernafas dengan campuran 95% oksigen dengan 5% karbon dioksida
- Parasintesis bilik mata depan untuk menurunkan tekanan bola mata
- Obat-obat vasodilator
- Acetazolamide
- Oksigen hiperbarik
- Obat antikoagulasi
- Ganglion block anesthesia dengan asetilkolin atau prokalin
- Bila diduga flebitis dapat diberikam steroid

Pengobatan oklusi arteri retina sentral hasil sering masih belum memuaskan.
Tujuan utama adalah peredaran kembali normal dalam 48 jam dengan :

- Tidur telentang untuk memperbaiki peredaran darah


- Mengurut atau masase mata dilakukan segera dalam waktu 15 menit untuk
menambah sirkulasi, dan menurunkan tekanan bola mata
- Menurunkan tekanan bola mata dengan Diamox dan betablocker ataupun
parasentesa. Ventulasi dengan oksigen 100%, vasodilator
- Kanulasasi arteri supraorbital.
14

Tabel 1. Pilihan penggunaan obat sebagai terapi CRAO (Cugati, 2013):

Golongan Obat Mekanisme Obat

1 Vasodilator Meningkatkan kadar oksigen dalam


darah
Pentoxyphylline

Inhalasi karbon

Oksigen hiperbarik

Sublingual isosorbide dinitrat

2 Masase okuli Mengurangi tekanan intraokuli dan


meningkatkan perfusi arteri retina atau
Parasentesa bilik anterior
menghilangkan emboli

Acetazolamide IV

Mannitol IV

Antiglaukoma topical

3 Metilprednisolon IV Mengurangi edema retina

4 Laser Nd YAG embolektomi Melisiskan clot

5 Trombolitik intravena atau Trombolisis emboli


intraarteri

2.2.8 Penyulit

Penyulit yang dapat timbul adalah Glaucoma neovaskuler, tergantung pada


letak dan lamanya terjadi oklusi maka kadang-kadang visus dapat kembali normal
tetapi lapang pandangan menjadi kecil (Ilyas, 2013).
15

2.2.9 Prognosis

Tergantung pada letak dan lamanya terjadi oklusi.Kadang-kadang visus


dapat kembali normal tetapi lapang pandang menjadi kecil.Kelainan ini secara
patologik terlihat sebagai edema dan nekrosis sel ganglion disertai dengan
penipisan seluruh tebal retina, atrofi papil saraf optic dan kemudian lama
kelamaan pembuluh darah berukuran normal kembali.Pada pemeriksaan
elektroretinografi gelombang b hilang sedang amplitude gelombang a tetap
normal, dan bila ditemukan gangguan kedua gelombang berarti terdapat gangguan
sirkulasi pada koroid dan retina bersama-sama.Kelainan ini dapat menimbulkan
neovaskularsisasi pada retina sehingga akan terjadijuga glaucoma neovaskular
(Ilyas, 2014).

Prognosis tajam penglihatan sangat buruk, dengan kebanyakan penderita


akan tetap memiliki tajam penglihatan hitung jari sampai dengan hand movement.
Jika didapatkan adanya sparing arteri cilioretinal, sekitar 80% akan kembali pada
tajam penglihatan 6/6 – 6/9 dalam periode 2 minggu, walaupun tetap akan
didapatkan hilangnya lapang pandangan yang cukup luas. Pada sekitar 18% kasus
ditemukan adanya rubeosis iridis, yang timbul dalam 4 sampai 6 minggu setelah
sumbatan terjadi, bila hal ini ditemukan, dapat dipertimbangkan untuk
melaksanakan panretinal fotokoagulasi untuk mencegah terjadinya glaucoma
neovaskular (Beatty, 2000).
16

2.3 OKLUSI VENA RETINA SENTRAL

2.3.1 Definisi

Sumbatan vena retina adalah suatu keadaan yang menggambarkan adanya


sumbatan yang bersifat akut pada vena retina, baik pada vena retina cabang
ataupun vena retina sentral (Budiono, 2013).

2.3.2 Epidemiologi dan Etiologi

Sumbatan vena retinal seringkali timbul pada penderita yang berusia di


atas 65 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada semua usia. Berdasarkan Beaver Dam
Eye Study, prevalensi sumbatan vena retina sentral adalah sebesar 0,1%.
Keterlibatan bilateral terjadi sekitar 10% dari kasus, lebih umum diikuti adanya
penyakit sistemik yang mendasari. Tidak dikenal adanya pola herediter pada
kelainan ini (Budiono, 2013).

2.3.3 Patofisiologi

Dari hasil temuan histopatologi pada mata dengan CRVO, ditemukan


adanya thrombus intravena pada atau didekat lamina kribrosa. Penekanan arteri
retina sentral terhadap vena retina sentral dipercaya menyebabkan turbulensi pada
aliran darah dan menyebabkan pembentukan thrombus intravena. Peningkatan
tekanan intraokuler juga merupakan faktor predisposisi kelainan ini, di mana
tertekuknya vena retina sentral pada posterior lamina kribrosa akan menyebabkan
turbulensi aliran darah (Budiono, 2013).

Menurut Ilyas (2013), beberapa penyebab sumbatan vena sentral adalah


sebagai berikut:

1. Akibat kompresi dari luar terhadap vena tersebut seperti yang terdapat
pada proses arteriosklerosis atau jaringan pada lamina kribrosa
2. Akibat penyakit pada pembuluh darah vena sendiri seperti
fibrosklerosis atau endoflebitis
17

3. Akibat hambatan aliran darah dalam pembuluh vena tersebut seperti


yang terdapat pada kelainan viskositas darah, diksrasia darah, atau
spasme arteri retina yang berhubungan.

Edema makula terjadi karena peningkatan permeabilitas sebagai respon


dari nonperfusi retina. Pada pasien dengan oklusi vena sentral, iskemia retina
menyebabkan sekresi VEGF yang meningkatkan permeabilitas vaskular (Yuan
dan Singh, 2011).

Terdapat dua bentuk oklusi vena sentral (Ilyas, 2014):

 Noniskemik atau retinopati stasis vena dengan permanen skotoma sentral,


yang tidak akan mengakibatkan neovaskular okuler. Pengelihatan pada
noniskemik turun perlahan akibat edema makula, iskemia atau keduanya.
Pada yang berlangsung lama akan terbentuk pembuluh darah kolateral
bernama optociliary shunt pada papil.
 Iskemik atau hemoragik retinopati, lebih gawat yang akan mengakibatkan
neovaskular glaucoma.

2.3.4 Tanda Klinis

Tajam pengelihatan : didapatkan adanya riwayat penurunan tajam pengelihatan


unilateral, tanpa disertai nyeri, yang timbul dalam hitungan jam, hari, atau
beberapa minggu. Pada nonischemic CRVO tajam pengelihatan berkisar antara
6/60 atau lebih baik, sedangkan pada ischemic CRVO biasanya memiliki tajam
pengelihatan yang lebih buruk (hitung jari atau lebih buruk). Sekitar 20% dari
kasus nonischemic CRVO akan berubah menjadi ischemic CRVO.

Pupil : ditemukan adanya defek afferent pupil, yang semakin meningkat sesuai
dengan penurunan tajam pengelihatan dan derajat peningkatan iskemia. Dapat
diperiksa dengan menggunakan swinging light test, yaitu melihat perbedaan
respon pada kedua mata pada pancaran cahaya pada waktu yang bersamaan.
18

Pemeriksaan ini berguna untuk melihat kelainan yang ada di retina maupun saraf
optik sebelum memsuki kiasma (Broadway, 2012).

Segmen anterior : timbulnya rubeosis iridis, pada sekitar 20% kasus, yang terjadi
sekitar 3-5 bulan pasca sumbatan. Rubeosis iridis merupakan neovaskularisasi
pada iris yang dikarakteristikkan dengan adanya vaskular irregular pada
permukaan dan stroma iris. Pembuluh darah baru ini dapat menutupi trabecular
meshwork, menyebabkan sinekia anterior perifer dan mengakibatkan glaukoma
sekunder (Mishra et.al., 2013).

Segmen posterior : vena retina akan melebar dan terjadi peningkatan tortuosity,
yang juga disertai dengan adanya perdarahan retina dan edema. Selain itu
ditemukan edema macula. Neovaskularisasi dapat timbul baik pada papil saraf
optik maupun pada retina beberapa bulan setelah sumbatan (Budiono, 2013).
Dapat ditemukan bentukan cotton wool spots, yaitu penumpukan debris
aksoplasmik di dalam serabut akson yang tidak bermyelin (McLeod, 2005).

Makula : disfungsi makula terjadi pada hampir semua mata yang mengalami
oklusi vena sentralis. Walaupun sebagian mata menunjukkan perbaikan spontan,
sebagian besar mengalami penurunan pengelihatan sentral persisten akibat edema
makula kronis. (Riordan-Eva dan Whitcher, 2010)

Tabel 2. Perbedaan antara non iskemik CRVO dengan iskemik CRVO


Abraham dan Senthil (2009).

Non-ischemic CRVO Ischemic CRVO


Visus > 6/60 Visus < 6/60
< 10DD non-perfusi retina >10 DD non perfusi retina
Perdarahan “dot and blot” Perdarahan “flame shaped”
Retina relatif normal Retina berwarna oranye, keruh, dan
edema
Sedikit cotton wol spot Banyak cotton wol spot
19

Risiko rendah untuk neovaskularisasi Risiko tinggi untuk neovaskularisasi


70% dari kasus CRVO 30% dari kasus CRVO
Prognosis baik Prognosis buruk

2.3.5 Diagnosis Banding

 Retinopati diabetik
 Edema papil saraf optik

2.3.6 Evaluasi Diagnostik

Selain pemeriksaan standard dengan menggunakan oftalmoskop direk atau


indirek, maka perlu dilakukan pemeriksaan berikut.

1. Fundal Fluorescein Angiography, yang akan menunjukkan adanya


keterlambatan pengisian vena retina dan adanya kebocoran kontras
intraretina, yang secara menonjol tampak pada area macula. Adanya
daerah-daerah retina yang mengalami non perfusi timbul lebih dari 75
diameter papil saraf optic, maka insiden timbulnya neovaskularisasi akan
meningkat menjadi lebih dari 50% (Budiono, 2013). Iskemik CRVO akan
menggambarkan non perfusi kapiler retina atau obliterasi. Pada noniskemi
CRVO akan terlihat seluruh susunan kapiler terisi baik disertai beberapa
perdarahan retina dan melebarnya pembuluh darah retina. Dengan
angiografi fluoresein dapat ditentukan beberapa hal seperti letak
penyumbatan, apakah penyumbatan bersifat total atau sebagian, dan ada
atau tidaknya neovaskularisasi (Ilyas, 2014).
2. Elektroretinografi, akan didapatkan gambaran amplitude a-wave yang
normal, tetapi diikuti dengan menurun atau hilangnya amplitude b-wave
pada kasus dengan iskemi (Budiono, 2013).
3. Colour Doppler Imaging : teknik ini dapat digunakan untuk
memperkirakan onset dari neovaskularisasi dari iris pada CRVO. Metode
20

ini dapat digunakan selama 3 bulan dari waktu oklusi jika pemeriksaan
fluoresein angiografi susah dilakukan (karena oklusi kapiler belum
terbentuk atau adanya perdarahan retina (Williamson, 1997).
4. Optical coherence tomography (OCT): berdasarkan penelitian didapatkan
perubahan morfologi yang berhubungan dengan CRVO. Salah satu alasan
menurunnya ketajaman pengelihatan adalah adanya edema makula. Dan
pola edema makula dapat dilihat melalui OCT. Edema makula ditemukan
pada tipe non iskemik maupun tipe iskemik. Temuan edema makula akut
pada tipe iskemik maupun non iskemik memberikan gambaran edema
yang berbentuk seperti spons, perubahan kistik, dan lepasnya retinal
serous yang simetris bilateral di sekitar fovea (Noma, 2013).
5. Evaluasi sistemik:
a. Hipertensi
b. Diabetes mellitus
c. Sindrom hiperviskositas darah
d. Hiperlipidemia
e. Proses inflamasi atau infeksi (mis. Sarkoidosis, SLE, sifilis)
21

Gambar 7. Oklusi vena sentral non iskemik. A) Fase akut. B) tampak perivenular
ischaemic retinal whitening (PIRW). C) Non-akut. D) terdapat penutupan oleh
darah dan pengisian kontras pada dinding pembuluh darah, perfusi kapiler baik.
E) OCT menunjukkan edema makula (Bowling, 2016).
22

Gambar 8 . Oklusi Vena Sentral Iskemik. A) cotton wool spot dalam jumlah yang
banyak dan bintik perdarahan yang berbentuk seperti kobaran api. B)
Opticocilliary shunt. C) Hipofluoresein karena adanya iskemia. D) iskemia
periferal masif (Bowling, 2016).
23

2.3.7 Penatalaksanaan

Penggunaan obat-obatan fibrinolitik secara sistemik dan laser


fotokoagulasi dilaporkan memiliki keberhasilan yang terbatas. Bila telah
didapatkan adanya rubeosis iridis dan glaucoma neovaskular maka dapat
dilakukan penyuntikan anti-VEGF secara intravitreal yang diikuti dengan pan
retinal fotokoagulasi (Budiono, 2013). Preparat anti-VEGF yang dapat digunakan
contohnya ranibizumab, bevacizumab, dan pegaptanib sodium (Shahsuvaryan,
2012). Pemberian kortikosteroid dapat dilakukan bila penyumbatan disebabkan
oleh flebitis. Injeksi periocular atau intravitreal triamcinolone dapat diberikan
pada edema makula (Ilyas, 2014). Fotokoagulasi grid makula tidak diindikasikan
untuk CRVO dengan edema makula. Meskipun fotokoagulasi tersebut efektif
dalam mengurangi edema angiografik, namun laser grid tidak memperbaiki visus.
Fotokoagulasi laser panretinal berguna dalam pengobatan komplikasi neovaskular
akibat CRVO (London dan Brown, 2011).

Gambar 9 . Rubeosis iridis pada margin pupil (Bowling, 2016).

2.3.8 Komplikasi

Dua komplikasi utama yang berkaitan dengan oklusi vena retina adalah
penurunan pengelihatan akibat edema makula dan glaucoma neovaskular akibat
24

neovaskularisasi iris (Riordan-Eva dan Whitcher, 2010). Penyulit lain yang dapat
terjadi pada oklusi vena retina sentral adalah perdarahan ke dalam badan kaca.
Bila terjadi perdarahan di daerah makula maka fungsi makula tidak pernah normal
seperti sedia kala (Ilyas, 2014).

2.3.9 Prognosis

Prognosis visual sangat tergantung pada tajam pengelihatan yang ditemui


pada saat diagnosis ditegakkan (Budiono, 2013). Biasanya perdarahan akibat
oklusi vena retina sentral diserap sesudah 6 bulan, bersama-sama edema retina
dan eksudat retina. Absorbsi akan lebih sempurna bila terdapat pembuluh darah
kolateral. Sampai 3 bulan oklusi masih terlihat kelainan pembuluh darah vena
pada FFA. Pada oklusi vena sentral bila dilakukan pemeriksaan FFA terlihat
penutupan koroid dan retina oleh perdarahan, dengan pengaliran arteri yang
lambat disertai dengan ukuran arteri irregular (Ilyas, 2014).
25

BAB 3. KESIMPULAN

Oklusi arteri dan vena sentral retina merupakan salah satu


kegawatdaruratan di bidang oftalmologi dengan insidensi yang cukup tinggidan
membutuhkan penanganan segera.Gejala dapat ditemui berupa penurunan tajam
penglihatan yang terjadi unilateral, tanpa disertai nyeri, yang timbul dalam
hitungan jam, hari, atau beberapa minggu.Penyulit yang dapat terjadi adalah
penurunan pengelihatan akibat edema makula, glaukoma neovaskular serta
perdarahan ke dalam badan kaca.Terapi medikamentosa maupun fotokoagulasi
dilaporkan memiliki keefektivan yang terbatas.Prognosis visual sangat tergantung
pada letak dan lamanya terjadi oklusi, serta tajam pengelihatan yang ditemui pada
saat diagnosis ditegakkanmaka kadang-kadang visus dapat kembali normal tetapi
lapang pandangan menjadi kecil.
26

DAFTAR PUSTAKA

1. Abraham, A. dan Senthil, S. 2009. Clinical Ophtalmology Made Easy. New


Delhi: Jaypee Brothers Medical Publishers.
2. Basri, S. 2014. Oklusi Arteri Retina Sentral.Bagian Mata Fakultas
Kedokteran Universitas Syiah Kuala/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Volume 14 Nomor 1 April 2014.
3. Beatty, S., Eong, K. 2000. Acute Occlusion of The Retinal Erteries: Current
Concepts and Recent Advances In Diagnosis and Management. Emergency
Medicine Journal. Volume 17 Issue 5. (1 April, 2017).
4. Biousse, V., Calvetti, O., Bruce, B., Newman, N. 2007. Thrombolysis for
Central Retinal Artery Occlusion. Journal Of Neuro-
Ophtalmology.September 2007, Vol 27 – Issue 3 – pp 215-230.
5. Broadway, D. C. 2012. How to test for a relative afferent pupillary defect
(RAPD). Community Eye Health. Vol 25(79-80): 58–59.
6. Bowling, B. 2016. Kanski’s Clinical Ophtalmology : A Systematic Approach
Eight Edition. Sidney : Elsevier Publisher.
7. Budiono, S., Saleh T., Moestidjab, Eddyanto. 2013. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Mata. Surabaya: Airlangga University Press.
8. Cugati, S., Varma, D., Chen, C., Lee, A. 2013.Treatment Options for Central
Retina Artery Occlusion.Current Treatment Options in Neurology. Vol 15(1):
63–77, Februari 2013.Diambil dari
:https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3553407/ (4 April 2017).
9. Duker, S, J. 2004.Retinal Arterial Obstruction. In: Yanoff M, Duker JS,
editors. Ophthalmology. 2 ed. St. Louis: Mosby; 2004. p. 854-7. (4 April
2017).
10. Guclu, H., Gurlu, V., Ozal, S., Guclu, O. 2016. Central Retinal Artery
Occlusion In Takayasu’s Arteritis as the First Presentation of the Disease.
Case Reports in Ophtalmological Medicine. Volume 2016(2016), Article ID
27

6492513. Diambil dari :https://www.hindawi.com/journals/criopm/


2016/6492513/ (2 April 2017).
11. Ilyas, S. dan Yulianti, S. R. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI.
12. Ilyas, S. 2014. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
13. Lee, P. 2006. Central Retinal Artery Occlusion.Diambil dari:
http://www.emedicine.com/oph/RETINA. htm (3 April 2017).
14. London, N.J.S, dan Brown, G. 2011. Update and review of central retinal
vein occlusion. Curr Opin Ophthalmol 22:159–165.
15.McLeod, D. 2005. Why cotton wool spots should not be regarded as retinal
nerve fibre layer infarcts. Br J Ophthalmol. Vol 89(2): 229–237.
16.Mishra,A., Luthra, S., Baranwal, V. K., dan Parihar, J. K. S. 2013. An
interesting case of rubeosis iridis with neovascular glaucoma in a young
patient. Med J Armed Forces India. Vol 69(2): 187–189.
17. Noma, H. 2013. Clinical Diagnosis in Central Retinal Vein Occlusion. J Med
Diagn Meth, 2:2
18. Riordan-Eva, P. dan Whitcher, J. P. 2010. Anatomi & Embriologi Mata. In:
Vaughan, Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC.
19. Rudkin AK, Lee AW, Chen CS. 2010. Ocular Neovascularization Following
Central Retinal Artery Occlusion: Prevalence and Timing Of Onset. Eu J
Ophthalmol. 2010;20:1042–1046. Diambil dari: https://www.ncbi.nlm.
nih.gov/pubmed/20544682 (3 April 2017).
20. Schmidt, D., Schulte-Monting, Schumacher, M. 2002. Prognosis of Central
Retinal Artery Occlusion: Local Intraarterial Fibrinolysis versus Conservative
Treatment. American Journal Of Neuroradiology. September 2002. 23(8)
1301 – 1307.
21. Shahsuvaryan, M. L. 2012. Central Retinal Vein Occlusion: Current
Therapeutic Approach. Bull Environ Pharmacol Life Sci.; Vol 1 [8]: 01 – 08
22. Varma, D., Cugati, S., Lee, A., Chen, C. 2013. A Review Of Central Retina
Artery Occlusion: Clinical Presentation and Management. Eye Scientist
28

Journal. Vol 27(6): 688–697.Juni 2013. Diambil dari:


https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3682348/ (2 April 2017).
23. Webvision. 2011. Simple Anatomy of the Retina. Diambil dari:
http://webvision.med.utah.edu/sretina.html (4 April 2017).
24. Williamson, T. H. 1997. Central retinal vein occlusion: what’s the
story.British Journal of Ophthalmology; 81:698–704
25. Yuan, A. Dan Singh R. 2011. Ranibizumab for the treatment of macular
edemafollowing retinal vein occlusion. Clin. Invest. Vol 1(9).

Anda mungkin juga menyukai