HUBUNGAN DERAJAT ULKUS DIABETIKUM TERHADAP KEKUATAN
OTOT PADA PASIEN DIABETES MELLITUS POLI PENYAKIT DALAM
RSD Dr.SOEBANDI
JEMBER
Diabetes Mellitus (DM) merupakan suatu sindrom dengan terganggunya
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh berkurangnya sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap insulin. Pada pasien dengan diabetes mellitus, metabolism semua bahan makanan utama terganggu. Hasilnya, konsentrasi glukosa meningkat, penggunaan glukosa oleh sel menjadi sangat berkurang dan penggunaan lemak dan protein meningkat (Guyton dan Hall, 2012:1022).
Data terbaru dari International Diabetes Federation (2013:7) menunjukkan
bahwa pasien diabetes mellitus berjumlah 382 juta di dunia dan diperkirakan akan mencapai angka 592 juta pada tahun 2035. Terhitung sampai akhir tahun 2013, diabetes mellitus telah menyebabkan meninggalnya 5,1 juta pasien di dunia dalam setahun. Indonesia termasuk penyumbang diabetes terbanyak di dunia yang menduduki peringkat 7 setelah China, India, USA, Brazil, Rusia, dan Meksiko dengan jumlah 8,5 juta pasien. Keadaan ini diperkiraan akan terus meningkat dan Indonesia akan menjadi Negara dengan pasien diabetes terbanyak ke-6 di dunia pada tahun 2035.
Diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit dengan komplikasi
terbanyak. Salah satu komplikasi yang paling sering ditemukan adalah kerusakan saraf yang biasa disebut dengan neuropati diabetik. Angka kejadian neuropati diabetik sekitar 12-50% dan derajat keparahannya tergantung dari lama menderita diabetes mellitus, kendali glikemik, juga fluktuasi kadar glukosa darah sejak diketahui mengidap diabetes mellitus. Jenis saraf yang terkena lesi dapat berupa saraf sensorik, motorik, maupun saraf otonom (Sudoyo et al., 2009:1947). Pada pasien dengan gangguan saraf otonom, pasien dapat mengalami kelemahan otot gaster dan esophagus yang dapat menyebabkan gastroesophageal reflux disease (GERD). Jika lesi mengenai saraf sensorik, pasien akan mengalami penurunan rangsang baik rangsangan suhu, nyeri, maupun berbagai rangsangan yang lain pada ekskremitas (Greenstein dan Wood, 2010:85). Namun tidak ada penjelasan lebih lanjut apabila lesi mengenai saraf motorik karena angka kejadiannya lebih sedikit bila dibandingkan dengan lesi pada saraf yang lain.
Telah dijelaskan oleh Ginsberg (2008:44) bahwa sistem saraf motorik
berperan dalam membentuk gerakan yang kompleks dan terkoordinasi dengan halus. Interpretasi dari fungsi saraf motorik yang optimal dapat dilihat dari tingkat kekuatan otot pasien. Kekuatan otot ini dapat diuji dengan melihat ketahanan otot melawan gaya gravitasi. Apabila terdapat lesi pada jaras motorik, hal ini menyebabkan kelemahan otot pada pasien.
Neuropati, baik neuropati motorik, maupun sensorik dan autonomik akan
mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot, yang kemudian mengakibatkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan selanjutnya akan mempermudah terjadinya ulkus atau yang sering disebut dengan kaki diabetes. Seringkali kaki diabetes berakhir dengan kecacatan atau kematian. Sampai saat ini, di Indonesia kaki diabetes masih merupakan masalah yang rumit dan tidak terkelola dengan maksimal (Sudoyo et al., 2009:1961).
Prevalensi ulkus diabetikum pada pasien diabetes mellitus berjumlah
sekitar 5-10% dan 5-24% diantaranya akan berakhir dengan amputasi 6-18 bulan sejak evaluasi pertama. Penyebab utama dari amputasi pada pasien diabetes mellitus adalah iskemia dan infeksi. Iskemia tungkai atau ulkus yang sulit disembuhkan menjadi penyebab amputasi pada 40-70% kasus amputasi dan infeksi menjadi penyebab 30-50% kasus amputasi pada pasien diabetes (Katsilambros et al., 2010:2).
Uraian latar belakang di atas menunjukkan bahwa neuropati erat kaitannya
dengan kejadian ulkus diabetikum. Hal tersebut membuat penulis tertarik untuk meneliti korelasi derajat ulkus dengan tingkat kekuatan otot karena mengingat belum adanya banyak penjelasan mengenai lesi saraf motorik akibat diabetes.
RUMUSAN MASALAH
BAGAIMANA HUBUNGAN DERAJAT ULKUS DIABETIKUM TERHADAP