Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, presentasenya dapat
berubah tergantung pada umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas seseorang. Kandungan air pada saat bayi baru lahir sekitar 75% berat badan, dan usia 1 bulan 65%. Seiring pertumbuhan, persentase jumlah cairan terhadap berat badan berangsur-angsur turun, yaitu pada laki-laki dewasa 60% berat badan, dan pada wanita dewasa 50% berat badan. Seluruh cairan tubuh didistribusikan ke dalam kompartemen intraseluler dan kompartemen ekstraseluler. Kompartemen ekstraseluler dapat dibagi kembali menjadi air yang mengisi ruang interstitiel serta plasma.1,2 Dengan makan dan minum tubuh kita mendapatkan air, elektrolit, karbohidrat, protein, lemak, vitamin serta nutrisi lainnya. Terapi cairan dibutuhkan pada keadaan tertentu, saat kebutuhan akan air serta nutrisi-nutrisi tersebut tidak dapat terpenuhi secara per oral. Perubahan jumlah dan komposisi cairan tubuh yang dapat terjadi pada perdarahan, luka bakar, dehidrasi, muntah, diare, dan puasa preoperatif maupun perioperatif dapat menyebabkan gangguan fisiologis yang berat. Jika gangguan tersebut tidak dikoreksi secara adekuat sebelum tindakan anestesi dan bedah, maka risiko penderita menjadi lebih besar.3 Pada saat melakukan terapi cairan, perlu diperhatikan pula jenis cairan yang digunakan untuk penggantinya. Cairan tersebut dapat berupa kristaloid atau koloid yang masing-masing mempunyai keuntungan tersendiri yang diberikan sesuai dengan kondisi pasien. Dalam keadaan tertentu adanya terapi cairan dapat pula digunakan sebagai tambahan untuk memasukkan obat dan zat makanan secara rutin atau dapat juga untuk menjaga keseimbangan asam basa.1,3