Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Herpes Zoster adalah suatu penyakit yang membuat rasa sangat nyeri dan
disebabkan oleh virus herpes yang juga mengakibatkan cacar air (virus varisela
zoster). Seperti virus herpes yang lain, virus varisela zoster mempunyai tahapan
penularan awal (cacar air) yang diikuti oleh suatu tahapan tidak aktif. Kemudian
suatu saat virus ini menjadi aktif kembali.1
Herpes zoster (atau hanya zoster), umum dikenal sebagai penyakit ruam saraf
yang ditandai dengan ruam kulit yang menyakitkan dengan lepuh di wilayah yang
terbatas pada satu sisi tubuh, sering kali dalam satu garis.1,2,3
Kurang-lebih 20 persen orang yang pernah cacar air lambat laun akan
berkembang menjadi herpes zoster. Keaktifan kembali virus ini kemungkinan
akan terjadi pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah, termasuk orang
dengan penyakit HIV, dan orang di atas usia 50 tahun.3
Herpes zoster hidup dalam jaringan saraf, termasuk dalam penyakit infeksi
virus yang manifestasinya terbatas pada area kulit yang diinervasi oleh satu
ganglion sensoris. Kekambuhan herpes zoster dimulai dengan gatal, mati rasa,
kesemutan atau rasa nyeri yang parah pada daerah predileksi seperti di dada,
punggung, atau hidung dan mata.4
Walaupun jarang, herpes zoster dapat menular pada saraf wajah dan mata.Ini
dapat menyebabkan nyeri di sekitar mulut, pada wajah, leher dan juga kepala,
dalam dan sekitar telinga, atau pada ujung hidung. Penyakit ini hampir selalu
terjadi hanya pada satu sisi tubuh.
Setelah beberapa hari, ruam muncul pada daerah kulit yang berhubungan
dengan saraf yang meradang. Lepuh kecil terbentuk, dan berisi cairan. Kemudian
lepuh pecah dan berlubang. Jika lepuh digaruk, infeksi kulit dapat terjadi. Ini
membutuhkan pengobatan dengan antibiotik dan mungkin menimbulkan bekas.3
Biasanya, ruam hilang dalam beberapa minggu, tetapi kadang-kadang rasa
nyeri yang parah dapat bertahan berbulan- bulan bahkan bertahun-tahun. Kondisi

1
ini disebut “neuralgia pasca herpes/neuralgia post herpetika” atau disingkat
NPH.2,3,4,5,6

2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. MP
Umur : 29 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : RT.04 Kenali Asam Atas
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Sudah menikah

2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD H.
Abdul Manap pada tanggal 22 Oktober 2018.

A. Keluhan Utama
Lepuh-lepuh berisi air di daerah bahu dan punggung kanan disertai rasa
nyeri sejak ±1 minggu SMRS.

B. Keluhan Tambahan
-

C. Riwayat Perjalanan Penyakit


Pasien mengeluhkan terdapat lepuh-lepuh pada bahu dan punggung
kanannya sejak ±1 minggu SMRS. Lepuh-lepuh juga tampak seperti berisi
cairan didalamnya. Lepuh-lepuh terasa nyeri, panas dan gatal. Nyeri
dirasakan pada benjolan dan pada daerah sekitarnya. Awalnya pasien
mengaku sedikit demam dan mengalami bercak kemerahan pada bahu dan
punggung kanannya, lama kelamaan bercak tersebut semakin besar, berisi
air dan menyebar ke arah sisi samping dari bercak. Pasien sebelumnya tidak

3
memiliki kebiasaan minum minuman keras, kebiasaan mengkonsumsi obat-
obatan serta tidak ada.

D. Riwayat Penyakit Dahulu:


- Keluhan serupa sebelumnya (-)
- Pasien pernah mengalami cacar air saat masih kecil.
- Riwayat penyakit kulit lainnya (-)
- Riwayat alergi (-)

E. Riwayat Penyakit Keluarga:


- Tidak ada keluarga dengan keluhan yang sama seperti pasien
- Riwayat alergi (-)

F. Riwayat Sosial Ekonomi:


- Status ekonomi cukup.

2.3 Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
2. Tanda Vital : a. Kesadaran : Compos mentis GCS 15
b. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
c. Nadi : 85 kali/menit
d. Pernafasan : 21 kali/menit
e. Suhu : 36.6oC
f. Kepala
a. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
refleks cahaya (+/+), pupil isokor

b. THT
- Telinga : Lesi kulit (-)

4
- Hidung : Deviasi septum (-)
- Tenggorok : Pembesaran tonsil (-), ulkus (-)
c. Leher : Pembesaran KGB (-), lesi kulit (-)

g. Thoraks
a. Jantung : Bunyi jantung I/II reguler, murmur (-), gallop (-)
b. Paru : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
h. Genitalia : Tidak dilakukan
i. Ekstremitas
a. Superior : Edema (-), lesi kulit (-)
b. Inferior : Edema (-), lesi kulit (-)

B. Status Dermatologi
Regio aksilaris anterior et trunkus posterior dekstra

Efloresensi:
1. Regio aksilaris anterior: vesikel multiple, herpetiformis, milier dengan
diameter terkecil 0,2 cm dan terbesar 0,4 cm, batas sirkumskripta, dasar
eritema, distribusi diskret unilateral.

5
2. Regio posterior: vesikel multiple, herpetiformis, milier dengan diameter
terkecil 0,1 cm, dan terbesar 0,4 cm, batas sirkumskripta, dasar eritema,
distribusi diskret unilateral.
Palpasi: Nyeri tekan (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Tes Tzanck

2.5 Diagnosis Banding


- Herpes Zoster
- Herpes Simpleks
- Impetigo Bulosa

2.6 Diagnosis Kerja


Herpes Zoster thorakalis 2-3 dekstra

2.7 Tatalaksana
- Non medikamentosa:
a. Penjelasan mengenai penyakit pasien bahwa penyakitnya merupakan
penyakit reaktivasi terhadap penyakit cacar air yang dulu pernah diderita.
b. Istirahat yang cukup dan makan makanan yang bergizi berupa sayur dan
buah-buahan.
c. Penjelasan mengenai tatacara pemakaian obat yang diberikan
- Medikamentosa:
a. Sistemik
- Acyclovir tab 5 x 800 mg PO (7 hari)
- Ibuprofen tab 3 x 400 mg PO
b. Topikal
- Bedak salisil 2%

6
2.8 Pemeriksaan Anjuran
a. Tes PCR
b. Pemeriksaan Kultur Virus

2.9 Prognosis
- Quo ad vitam : ad bonam
- Quo ad functionam : ad bonam
- Quo ad sanationam : ad bonam

7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1.DEFINISI
Herpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi virus
Varisela-zoster laten dari saraf pusat dorsal atau kranial. Virus varicella zoster
bertanggung jawab untuk dua infeksi klinis utama pada manusia yaitu varisela
atau chickenpox (cacar air) dan Herpes zoster. Varisela merupakan infeksi
primer yang terjadi pertama kali pada individu yang berkontak dengan virus
varicella zoster. Virus varisela zoster dapat mengalami reaktivasi,
menyebabkan infeksi rekuren yang dikenal dengan nama Herpes zoster atau
Shingles. Pada usia di bawah 45 tahun, insidens herpes zoster adalah 1 dari
1000, semakin meningkat pada usia lebih tua.2,3,4,6,7

3.2. ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI2,3


Penyebab:
Virus varisela zoster, kelompok virus herpes termasuk virus sedang
berukuran 140 – 200 m dan berinti DNA.
Umur:
Lebih sering pada dewasa, pada usia > 50 thn, dan kadang – kadang pada
anak – anak namun jarang terjadi.
Imunitas:
Faktor resiko utama adalah disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif
memiliki resiko 20 sampai 100 kali lebih besar untuk terinfeksi herpes zoster
daripada individu imunokompeten pada usia yang sama. Terutama pada
kelainan limfoproliferatif dan kemoterapi, trauma local pada ganglia sensorik,
dan HIV.

8
3.3. PATOGENESIS(1)
Herpes Zoster

Ganglion Anterior , bagian motoric kranialis Ganglion posterior,


susunan saraf tepi,
dan ganglion kranialis

Gangguan motorik

 Gejala prodromal sistemik


(demam, pusing, malaise)
 Gejala prodromal local (nyeri
otot, tulang, gatal – gatal dan
sebagainya)

Eritema

Vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit eritematosa dan edema

Pustul dan kresta infeksi sekunder

3.4. GEJALA KLINIS 3,5,7


Lesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran
mukosa. Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal
selama 2-4 hari, yaitu sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri
otot-tulang, gatal, pegal). Setelah itu akan timbul eritema yang berubah
menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang edema dan eritematosa.
Vesikel tersebut berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi

9
pustul dan krusta. Jika mengandung darah disebut sebagai herpes zoster
hemoragik. Jika disertai dengan ulkus dengan sikatriks, menandakan infeksi
sekunder.
Masa tunas dari virus ini sekitar 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru
yang tetap timbul, berlangsung seminggu, dan masa resolusi berlangsung 1-2
minggu. Selain gejala kulit, kelenjar getah bening regional juga dapat
membesar. Penyakit ini lokalisasinya unilateral dan dermatomal sesuai
persarafan. Saraf yang paling sering terkena adalah nervus trigeminal,
fasialis, otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2. Jika terkena saraf tepi jarang timbul
kelainan motorik, sedangkan pada saraf pusat sering dapat timbul gangguan
motorik akibat struktur anatomisnya. Gejala khas lainnya adalah hipestesi
pada daerah yang terkena
Bila menyerang cabang oftalmikus N. V disebul herpes zoster oftalmik.
Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan
optikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka (paralisis Bell),
kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo,
gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan
pengecapan.

10
Gambar 2: Sindrom Ramsay Hunt6

Bila menyerang wajah, daerah yang dipersarafi N. V cabang atas


disebut herpes zoster frontalis.
Herpes zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam
waktu yang singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel
dan eritem. Bila menyerang saraf interkostal disebut herpes zoster
torakalis. Bila menyerang daerah lumbal disebut herpes zoster
abdominalis/ lumbalis

Lesi kulit
TIPE
Papul (24 jam) → bula – vesikel (48 jam) → pustul (96 jam) → krusta (7 –
10 hari). Lesi baru berlanjut untuk muncul sampai dengan 1 minggu, Lesi
nekrotik dan gangrene terkadang muncul.

11
WARNA
Edema Eritematous didasari dengan lapisan vesikel yang jernih dan
terkadang hemoragic. Jika disertai ulkus dan sikatrik maka terdapat infeksi
sekunder.

Gambar 1 : Herpes Zoster (sumber(3))

BENTUK
Bula – vesikel dengan bentuk oval dan bulat terkadang umbilikasi.

DISTRIBUSI
Unilateral

PREDILEKSI
 Thoraks > 50%
 Trigeminal 10 – 20 %
 Pada penderita HIV biasanya multidermatomal

12
LOKASI
Bisa di semua tempat, paling sering pada servikal IV dan lumbal II
Efloresensi/sifat-sifatnya : Lesi biasanya berupa kelompok- kelompok
vesikel sampai bula di atas daerah yang eritematosa. Lesi yang khas
bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai dengan Ietak saraf yang
terinfeksi virus.

3.5. DIAGNOSIS 8
Penegakan diagnosis herpes zoster umumnya didasari gambaran
klinis. Lima Komponen utama dalam penegakan diagnosis adalah
terdapatnya:
1. gejala prodromal berupa nyeri,
2. distribusi yang khas dermatomal,
3. vesikel berkelompok, atau dalam beberapa kasus ditemukan papul,
4. beberapa kelompok lesi mengisi dermatom, terutama dimana
terdapat nervus sensorik,
5. tidak ada riwayat ruam serupa pada distribusi yang sama
(menyingkirkan herpes simpleks zosteriformis),
6. nyeri dan allodinia (nyeri yang timbul dengan stimulus yang
secara normal tidak menimbulkan nyeri) pada daerah ruam.

3.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG 3,8


Pemeriksaan laboratorium direkomendasikan bila lesi atipikal seperti
lesi rekuren, dermatom yang terlibat multipel, lesi tampak krusta kronis
atau nodul verukosa dan bila lesi pada area sakral sehingga diragukan
patogennya virus varisela zoster atau herpes simpleks. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan adalah PCR yang berguna pada lesi
krusta, imunoflouresensi direk dari spesimen lesi vesikular, dan kultur
virus yang tidak efektif karena membutuhkan waktu 1-2 minggu.
3.6.1 Pemeriksaan Tzank Smear Test
PROSEDUR

13
1. Sampel di ambil dari vesikel atau bula yang masih baru/ intact dan
masih utuh
2. dilakukan insisi kecil tepi/dinding vesikel atau bula menggunakan
skalpel
3. dilakukan kerokan pada dasar vesikel atau bula.
4. Material yang didapat dioleskan ke kaca obyek hingga membentuk
lapisan tipis
5. fiksasi dengan alkohol 70% sampai kering
6. Genangi dengan pewarna Giemsa selama 20 menit
7. cuci dengan air mengalir perlahan, keringkan, periksa dengan
mikroskop

PEMERIKSAAN MLKROSKOPIK
1. Periksa spesimen, yang sudah dijernihkan tadi, memakai objektif x10
dan x40. Atur diagfragma hingga dihasilkan bayangan objek yang
jeias.
2. Pada pemeriksaan ini, dilhat gambaran sel yang muncul pada preparat
tersebut.

INTERPRETASI
Apabila hasil pemeriksaan ditemukan:
1. Sel datia berinti banyak dan besar (multinucleated giant cell)
menunjukan infeksi virus
2. Sel akantolisis menunjukkan lesi pemfigus

14
Gambar 4: Pemeriksaan Tzanck, dengan pewarnaan wright terlihat sel
giant multinuclear sedangkan pada imunofluoresensi direk pendaran warna
hijau mengindikasikan terdapatnya antigen virus varisela zoster.
3.7. DIAGNOSA BANDING 1,3
1. Herpes simpleks:
Hanya dapat dibedakan dengan mencari virus herpes simpleks
dalam embrio ayam, kelinci, tikus.
2. Varisela: biasanya lesi menyebar sentrifugal, selalu disertai
demam.
3. Impetigo vesikobulosa: lebih sering pada anak-anak, dengan
gambaran vesikel dan bula yang cepat pecah dan menjadi krusta.
4. Dermatitis kontak
5. Infeksi bacterial

3.8. KOMPLIKASI 1
Postherpetic neuralgia
Postherpetic neuralgia merupakan komplikasi herpes zoster yang
paling sering terjadi. Postherpetic neuralgia terjadi sekitar 10-15 %
pasien herpes zoster dan merusak saraf trigeminal. Resiko komplikasi
meningkat sejalan dengan usia. Postherpetic neuralgia didefenisikan
sebagai gejala sensoris, biasanya sakit dan mati rasa. Rasa nyeri akan
menetap setelah penyakit tersebut sembuh dan dapat terjadi sebagai
akibat penyembuhan yang tidak baik pada penderita usia lanjut. Nyeri

15
ini merupakan nyeri neuropatik yang dapat berlangsung lama bahkan
menetap setelah erupsi akut herpes zoster menghilang.
Postherpetic neuralgia merupakan suatu bentuk nyeri neuropatik
yang muncul oleh karena penyakit atau luka pada sistem saraf pusat
atau tepi, nyeri menetap dialami lebih dari 3 bulan setelah
penyembuhan herpes zoster. Penyebab paling umum timbulnya
peningkatan virus ialah penurunan sel imunitas yang terkait dengan
pertambahan umur. Berkurangnya imunitas di kaitkan dengan
beberapa penyakit berbahaya seperti limfoma, kemoterapi atau
radioterapi, infeksi HIV, dan penggunaan obat immunesuppressan
setelah operasi transplantasi organ atau untuk manajemen penyakit
(seperti kortikoteroid) juga menjadi faktor risiko.
Postherpetic neuralgia dapat diklasifikasikan menjadi neuralgia
herpetik akut (30 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), neuralgia
herpetik subakut (30-120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit), dan
postherpetic neuralgia (di defenisikan sebagai rasa sakit yang terjadi
setidaknya 120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit).
Postherpetic neuralgia memiliki patofisiologi yang berbeda dengan
nyeri herpes zoster akut, dapat berhubungan dengan erupsi akut herpes
zoster yang disebabkan oleh replikasi jumlah virus varicella zoster
yang besar dalam ganglia yang ditemukan selama masa laten. Oleh
karena itu, mengakibatkan inflamasi atau kerusakan pada serabut
syaraf sensoris yang berkelanjutan, hilang dan rusaknya serabut-
serabut syaraf atau impuls abnormal, serabut saraf berdiameter besar
yang berfungsi sebagai inhibitor hilang atau rusak dan mengalami
kerusakan terparah. Akibatnya, impuls nyeri ke medulla spinalis
meningkat sehingga pasien merasa nyeri yang hebat.
Herpes Zoster Oftalmikus
Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama
nervus trigeminus sehingga manifestasinya pada mata, selain itu juga
memengaruhi cabang kedua dan ketiga. Jika cabang nasosiliar bagian

16
luar terlibat, dengan vesikel pada ujung dan tepi hidung (Hutchinson’s
sign), maka keterlibatan mata dapat jelas terlihat. Vesikel pada margo
palpebra juga harus diperhatikan.

Gambar 5 : Herpes zoster Oftalmikus1


Kelainan pada mata yang sering terjadi adalah uveitis dan keratitis,
akan tetapi dapat pula terjadi glaukoma, neuritis optik, ensefalitis,
hemiplegia, dan nekrosis retina akut.

3.9. PENATALAKSANAAN 3
 Istirahat
 Untuk mengurangi neuralgia dapat diberikan analgetik
 Usahakan supaya vesikel tidak pecah untuk menghindari infeksi
sekunder, yaitu dengan bedak salisil 2%. Bila terjadi infeksi
sekunder dapat diberikan antibiotic lokal mis. salep kloramfenikol
2%.
 Obat Antiviral:
Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan
pasien dengan defisiensi imunitas mengingat komplikasinya. Obat
yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misal-nya
valasiklovir. Sebaiknya diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi
muncul.

17
Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah
 5 x 800 mg sehari dan biasanya diberikan 7 hari
 valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi
dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi baru masih tetap timbul
obat tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan
sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.

Terapi pada pasien usia > 60 thn


 Asiklovir IV 10 mg/kg/8 jam untuk 5 hari diberikan 4 hari saat
onset dari nyeri atau selama 48 jam setelah onset dari timbulnya
ruam.
 Pada pasien berusia > 60 tahun perlu diperiksa untuk faal ginjalnya
(kreatinin clearense tidak < 25 Ml/ menit.
 Masalah dari herpes zoster pada orangtua adalah bukan hanya lesi
kulit atau nyeri akut tapi postherpetik neuralgia kronik yang
persisten selama 18 bulan, Apabila tidak ada kontraindikasi dapat
diberikan kortikosteroid sistemik (prednisone 60mg/ hari tapering
off sampai dengan nol selama > 4 minggu).

Untuk neuralgia pasca hepatica


Obat yang direkomendasikan di antaranya gabapentin dosisnya 1,800 mg -
2,400 mg sehari. Hari pertama dosisnya 300 mg sehari diberikan sebelum
tidur, setiap 3 hari dosis dinaikkan 300 mg sehari sehingga mencapai
1,800 mg sehari.

Sindrom Ramsay Hunt


Prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis
diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas
akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral
(asiklovir IV atau Kombinasi alpha – 2a). Dikatakan kegunaannya untuk
mencegah fibrosis ganglion.

18
3.10. PROGNOSIS
Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada
tindakan perawatan secara dini.

19
BAB IV
ANALISIS KASUS

Pada kasus Ny. MP usia 29 tahun ini ditegakkan dengan diagnosis herpes
zoster berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Dari anamnesis didapatkan pasien mengeluhkan terdapat benjolan pada bahu
dan punggung kanannya sejak ±1 minggu SMRS. Benjolan terasa nyeri, panas dan
gatal. Benjolan juga tampak seperti berisi air. Awalnya pasien mengaku sedikit
demam dan mengalami bercak kemerahan pada bahu dan punggung kanannya,
lama kelamaan bercak tersebut semakin besar, berisi air dan menyebar.
Dari pemeriksaan fisik, kasus ini termasuk ke dalam Herpes Zoster pada
dermatom T2-T3 yang ditandai dengan lesi yang berdistribusi secara dermatomal
unilateral dengan vesikel berkelompok dan ditandai dengan nyeri pada daerah
ruam. Lesi biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-4 hari, yaitu
sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pegal).
Setelah itu akan timbul eritema yang berubah menjadi vesikel berkelompok
dengan dasar kulit yang edema dan eritematosa.
Tabel 4.1 Diagnosis Banding
Herpes Zoster Herpes Simplek Impetigo Bulosa
Anamnesis - Usia tersering pada - Semua usia - Semua usia, lebih
orangtua (>50 thn) - Predileksi sering di sering anak-anak
- Predileksi bida di daerah genital dan - Predileksi sering di
seluruh tubuh oral daerah ketidak, dada,
- Terdapat gejala - Terdapat gejala punggung, sela paha.
prodromal prodromal - Tidak terdapat gejala
- Riw. Kontak (+/-) - Riw. Kontak (+) prodromal
- Riw. Varicela (+/-)
Pemeriksaan fisik - Unilateral, sesuai - Tidak unilateral - Tidak unilateral
dermatom - Lesi berupa vesikel - Lesi berupa bula
- Lesi berupa vesikel dengan berisi berdinding tipis
dengan berisi cairan, cairan, dikelilingi berisi cairan, tidak
herpetiformis, eritema, distribusi dikelilingi eritema.
dikelilingi eritema diskret. Bula pecah, lesi

20
kolaret dengan dasar
eritem
Pemeriksaan Tzank Smear Test: Tzank Smear Test: sel Kultur bakteri: adanya
penunjang tampak sel giant datia berinti banyak bakteri
multinukleus Staphylococcus
aureus

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang, sehingga diagnosis


ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis dan
pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis pasien ini adalah herpes zoster
Torakalis 2-3 dekstra. Untuk mengkonfirmasi diagnosis, maka disarankan untuk
melakukan pemeriksaan anjuran yaitu pemeriksaan pemeriksaan Tes Tzanck,
PCR dan kultur virus.
Untuk terapi yang diberikan kepada pasien meliputi terapi non-
medikamentosa berupa edukasi dan medikamentosa berupa terapi topikal dan
sistemik. Edukasi yang dapat diberikan kepada pasien yaitu menjelaskan tentang
penyakit yang sedang dialami, menjelaskan cara pengobatan, dan menganjurkan
istirahat yang cukup dan makan-makanan bergizi. Sedangkan untuk terapi
sistemik dapat dengan pemberian acyclovir tablet 5 x 800 mg, gabapentin tablet 3
x 300 mg dan untuk terapi topikal dapat diberikan bedak salisil 2%. Pemilihan
obat antiviral berupa acyclovir karena harganya yang masih terjangkau
dibandingkan dengan famciclovir dan valacyclovir serta memiliki mekanisme
kerja dengan mengganggu sintesis DNA dan menghambat replikasi virus.10
Pemberian antinyeri berupa gabapentin karena obat ini lebih spesifik mengatasi
nyeri neuropati. Pemberian topikal berupa bedan salisil ini bertujuan untuk
protektif, mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder.

21
BAB V
KESIMPULAN

Herpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi virus


Varisela-zoster laten dari saraf pusat dorsal atau kranial.1,2,3 Faktor resiko Herpes
zoster lebih sering terjadi pada dewasa, pada usia > 50 thn, kadang – kadang pada
anak – anak namun jarang terjadi, dan disfungsi imun selular.3 Predileksi Herpes
zoster terdapat pada thoraks dan saraf trigeminal.2 Diagnosis pada penyakit ini
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis. Pada gambaran klinis
ditemukan adanya eritema yang berubah menjadi vesikel berkelompok dengan
dasar kulit yang edema dan eritematosa. Penanganan perlu memperhatikan faktor
predisposisi dan komplikasi yang ada.1

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi
ke-7. Jakarta: Departemen Ilmu Kedokteran Kulit dan Kelamin FK UI;
2016
2. Siregar R. S Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta:
EGC; 2004. hal. 13-15.
3. Fitzpatrick TB. Dermatology in General Medicine. Wolff K, Goldsmith
LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, editors. New York: The
McGraw Hill Companies; 2012.
4. JW, Gnann. Herpes Zoster. N Engl J Med. 2002:347.
5. Straus SE, Schmader KE. Varicella and Herpes Zoster. 7 ed. Dermatol F,
editor: Gen. Med.
6. C, Sweeney. Ramsay Hunt Syndrome. Journal of Neurology,
Neurosurgery, adn Psychiatry. 2000.
7. Brown Graham R BT. Lecture Notes Dermatologi. Erlangga; 2005.
8. Dworkin RH, Breuer J, Gnann JW, Levin MJ, Backonja M, et al.
Recomendations for The Management of Herpes Zoster. 2007.
9. Baehr M FM. Duus' Topical Diagnosis in Neurology. New york: Thieme;
2005.
10. Louisa, M dan Rianto S .2007. Antivirus. Farmakologi dan Terapi (Edisi
V). Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapi FKUI

23

Anda mungkin juga menyukai