Email:calbudesember24@gmail.com
PENDAHULUAN
Hemoroid sebagai suatu penyakit, merupakan suatu istilah yang umum dijumpai di
masyarakat dan dalam dunia kedokteran. Hemoroid berasal dari bahasa yunani yang berarti
darah yang mengalir (haem = darah, rhoos = mengalir). Hemoroid bukan hanya pelebaran vena
di dalam plexus hemoroidalis saja, tetapi juga melibatkan pembuluh darah jaringan lunak, dan
otot kanalis anus. Sebenarnya hemorhoid tidaklah merupakan keadaan patologik, hanya apabila
menimbulkan keluhan atau penyulit maka perlu dilakukan tindakan.
Hemoroid, ambein atau wasir dapat dialami oleh siapapun. Namun seringakali merasa
malu atau dianggap tidak penting maka kurang memperhatikan kesehatan ini. Secara anatomi
hemoroid merupakan perubahan fisiologis yang terjadi pada bantalan pembuluh darah di rektum,
berupa pelebaran dan pembengkakan pembuluh darah dan jaringan sekitarnya. Fungsi bantalan
ini sebagai klep/katup yang membantu otot-otot di rektum menahan feses. Bila terjadi gangguan
(bendungan) aliran darah, maka pembuluh darah akan melebar dan membengkak, keadaan ini
disebut hemoroid.
PEMBAHASAN
ANAMNESIS 1
Didefinisikan sebagai sesi wawancara yang seksama terhadap pasiennya atau keluarga
dekatnya mengenai masalah yang menyebabkan pasien mendatangi pusat pelayanan
kesehatan. Anamnesis dapat langsung dilakukan terhadap pasien (auto-anamnesis) atau
terhadap keluarganya atau pengantarnya (alo-anamnesis) bila keadaan pasien tidak
memungkinkan untuk diwawancarai.
Identitas – nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang tua
atau suami atau isteri atau penanggungjawab, alamat, pendidikan pekerjaan, suku bangsa
dan agama.
Keluhan utama – keluhan yang dirasakan pasien yang membawa pasien pergi ke dokter
atau mencari pertolongan.
Riwayat penyakit sekarang – riwayat perjalanan penyakit merupakan cerita yang
kronologis, terinci dan jelas mengenai keadaan kesehatan pasien sejak sebelum keluhan
utama sampai pasien datang berobat.
Riwayat penyakit dahulu – mengetahui kemungkinan-kemungkinan adanya hubungan
antara penyakit yang pernah diderita dengan penyakitnya sekarang.
Riwayat penyakit dalam keluarga – penting untuk mencari kemungkinan penyakit
herediter, familial atau penyakit infeksi.
Riwayat penyakit dalam keluarga – penting untuk mencari kemungkinan penyakit
herediter, familial atau penyakit infeksi.
Riwayat pribadi dan sosial – meliputi data-data sosial, ekonomi, pendidikan dan
kebiasaan.
Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi, defekasi yang keras, yang membutuhkan
tekanan intra abdominal meninggi ( mengejan ), pasien sering duduk berjam-jam di WC, dan
dapat disertai rasa nyeri bila terjadi peradangan.
PEMERIKSAAN FISIK 2
Keadaan umum kesadaran, kesan sakit, tinggi badan, berat badan, BMI, gizi, sikap pasien,
mobilisasi
Tanda vital tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu tubuh
Teknik pemeriksaan fisis meliputi pemeriksaan visual atau pemeriksaan pandang (Inspeksi),
periksa raba (Palpasi), pemeriksaan ketok (Perkusi) dan pemeriksaan dengar dengan
menggunakan stetoskop (Auskultasi).
1. Inspeksi
Hemoroid derajat I biasanya tidak menyebabkan suatu kelainan di regio anal yang dapat
dideteksi dengan inspeksi saja. Pada hemoroid derajat II tidak terdapat benjolan mukosa
yang keluar melalui anus, akan tetapi bagian hemoroid yang tertutup kulit dapat kelihatan
sebagai pembengkakan yang jelas di 3 posisi utama, terutama sekali pada posisi anterior
kanan. Hemoroid derajat III dan IV yang besar akan segera dapat dikenali dengan adanya
]massa yang menonjol dari lobang yang bagian luarnya ditutupi kulit dan bagian
dalamnya oleh mukosa yang berwarna keunguan atau merah.
2. Palpasi
Hemoroid interna pada stadium-stadium awalnya merupakan pelebaran vena yang lunak
dan mudah kolaps sehingga tidak dapat dideteksi dengan palpasi. Hanya setelah
hemoroid berlangsung beberapa lama dan telah prolaps, sehingga jaringan ikat mukosa
mengalami fibrosis, hemoroid dapat diraba. Hemoroid interna tersebut dapat diraba
sebagai lipatan longitudinal yang lunak ketika jari tangan meraba sekitar rektum bagian
bawah. Sebenarnya ada tiga pokok keluarnya vena yang kemudian berkelok-kelok dan
seringkali semua tampak bersatu, sehingga ada istilah hemoroid sirkuler. Ketiga tempat
tersebut disebut “primary piles/sites of Morgan” dan berada pada jam 3,7 dan 11.
Pemeriksaan proktosigmoidoskopi:
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan disebabkan oleh
proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena hemoroid merupakan keadaan
fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Feses harus diperiksa terhadap adanya darah samar.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 2
Rontgen (colon inloop) dan atau kolonoskopi.
Pemeriksaan darah, urin, feses
DIFFERENSIAL DIAGNOSIS 3,5
1. Hemoroid interna & externa
Interna
Vena yang berdilatasi pada pleksus rektalis superior dan media yang timbul di
atas linea dentata dan mukosa yang mendasarinya.
derajat II: pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri
ke dalam anus secara spontan.
Derajat III: pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus
dengan bantuan dorongan jari.
Derajat IV: prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk
mengalami thrombosis dan infark.
Eksterna
Vena rektalis inferior yang terletak di bawah linea dentata dan ditutupi oleh epitel
gepeng.
Diklasifikasikan sebagai akut dan kronik
Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan
sebenarnya merupakan hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid
thrombosis eksterna akut. Bentuk ini sering sangat nyeri dan gatal karena ujung-
ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
Hemoroid eksterna kronik atau skin tag berupa satu atau lebih lipatan kulit anus
yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
2. Kanker kolon
Merupakan penyakit pada orang tua, dan insidens puncak adalah pada dekade
keenam dan ketujuh.
Jarang ditemukan di bawah usia 40 tahun, kecuali pada orang dengan riwayat
colitis ulseratif atau poliposis familial.
Gejala-gejala tersering dari kanker usus besar adalah perubahan kebiasaan
defekasi, perdarahan, nyeri, anemia, anoreksia dan penurunan berat badan.
WORKING DIAGNOSIS 3
Definisi hemoroid
Lama: pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari plexus
hemorrhoidalis.
Baru: bantalan yang terdiri dari pembuluh dan jaringan ikat, dilapisi selaput lendir dan terdapat
bagian distal rektum dalam sa6luran anus, diatas linea dentata.
Hemoroid interna: Hemoroid interna adalah pleksus vena hemoroidalis superior di atas linea
dentata/garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemoroid interna ini merupakan bantalan
vaskuler di dalam jaringan submukosa pada rektum sebelah bawah. Sering hemoroid terdapat
pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan ( jam 7 ), kanan belakang (jam 11), dan kiri lateral
(jam 3).
Hemoroid interna bersifat asimtomatik, kecuali bila prolaps dan menjadi strangulata. Tanda satu-
satunya yang disebabkan oleh hemoroid interna adalah perdarahan darah segar tanpa nyeri per
rektum selama dan setelah deekasi.
Hemoroid interna derajat III: hemoroid telah keluar dari anal canal dan hanya dapat masuk
kembali secara manual oleh pasien. .
ETIOLOGI 4
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena
hemoroidalis. Beberapa faktor etiologi telah digunakan, termasuk konstipasi/diare, sering
mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran prostat; fibroma arteri dan tumor rektum.
Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid karena vena
hemoroidalis superior mengalirkan darah ke dalam sistem portal. Selain itu sistem portal tidak
mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik.
FAKTOR RESIKO 4
EPIDEMIOLOGI 4
Penyakit hemoroid merupakan kelainan anorektal yang paling sering dijumpai, dengan
insidensi diperkirakan 4.4% dari jumlah penduduk. Jumlah penderita yang tercatat diperkirakan
jauh dibawah insidensi sebenarnya, karena sepertiga pasien dengan keluhan sesuai suatu
penyakit hemoroid, tidak pernah datang ke seorang dokter. Prevalensi hemoroid sama antara
wanita dan lelaki, namun lelaki akan lebih cenderung untuk mencari pengobatan. Prevalensi
hemoroid juga meningkat dengan usia, hingga usia 70 tahun di mana akan tampak sedikit
penurunan insidensi.
PATOFISIOLOGI 5
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena
hemoroidalis. Kantung-kantung vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan rektum
terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri. Perdarahan umumnya terjadi akibat trauma oleh
feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar meskipun berasal dari vena karena
kaya akan asam. Nyeri yang timbul akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis.
Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Trombosis ini akan mengakibatkan iskemi
pada daerah tersebut dan nekrosis.
Hemoroid interna:
Sumbatan aliran darah sistem porta menyebabkan timbulnya hipertensi portal dan terbentuk
kolateral pada vena hemoroidalis superior dan medius. Selain itu sistem vena portal tidak
mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik.
MANIFESTASI KLINIS 6
1. Perdarahan pada waktu defekasi merupakan gejala utama. Ciri khas adanya darah segar
pada kertas toilet, feses, atau air dalam toilet. Darah dapat menetes keluar dari anus
beberapa saat sesudah defekasi.
2. Prolapsus suatu massa pada waktu defekasi merupakan gejala utama yang kedua. Massa
ini mula-mula dapat kembali lagi secara spontan sesudah defekasi, tetapi kemudian harus
dimasukkan secara manula dan akhirnya tidak dapat dimasukkan lagi.
3. Pengeluaran lendir dialami oleh beberapa pasien menderita hemoroid yang prolapsus.
4. Iritasi dari kulit perianal yang disebabkan lembab dan basahnya daerah itu oleh discharge
hampir selalu menyertai hemoroid derajat III yang besar.
5. Gejala-gejala anemi sekunder penting untuk diingat sebagai akibat dari perdarahan
hemoroid interna. Gejala-gejala itu dapat berupa sesak nafas bila bekerja, pusing bila
berdiri, lemah, pucat.
PENATALAKSANAAN 3,7,8,9
Perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum, perbaiki pola/cara defekasi.
Perbaikan defekasi disebut bowel management program (BMP) yang terdiri dari diet,
cairan, serat tambahan, pelicin feses dan perubahan perilaku buang air.
Untuk memperbaiki defekasi dianjurkan menggunakan posisi jongkok (squatting)
sewaktu defekasi. Pada posisi jongkok ternyata sudut anorektal pada orang menjadi lurus
ke bawah sehingga hanya diperlukan usaha yang lebih ringan untuk mendorong tinja ke
bawah atau ke luar rektum. Mengedan dan konstipasi akan meningkatkan tekanan vena
hemoroid, dan akan memperparah timbulnya hemoroid, dengan posisi jongkok ini tidak
diperlukan mengedan lebih banyak.
Bersamaan dengan program BMP di atas, biasanya juga dilakukan tindakan kebersihan
local dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit, 2 - 4 kali sehari.
Dengan perendaman ini maka eksudat yang lengket dapat dibersihkan. Eksudat atau sisa
tinja yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila dibiarkan.
Pasien diusahakan tidak banyak duduk atau tidur, banyak bergerak dan banyak berjalan.
Dengan banyak bergerak pola defekasi menjadi membaik.
Pasien diharuskan banyak minum 30-40 ml/kgBB/hari untuk melembekkan tinja.
Pasien harus banyak makan serat antara lain buah-buahan, sayur-sayuran, cereal dan
suplementasi serat komersial bila kurang serat dalam makanannya.
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat, yaitu pertama: memperbaiki
defekasi, kedua: meredakan keluhan subyektif, ketiga: menghentikan perdarahan dan keempat
menekan atau mencegah timbulnya keluhan dan gejala.
a) Skleroterapi
Skleroterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya 5%
fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke submukosa dalam jaringan
areolar yang longgar di bawah hemoroid interna dengan tujuan menimbulkan
peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotik dan meninggalkan parut.
Penyuntikan dilakukan di sebelah atas dari garis mukokutan dengan jarum yang
panjang melalui anoskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat
maka tidak ada nyeri.
Penyulit penyuntikan termasuk infeksi, prostatitis akut jika masuk dalam prostat,
dan reaksi hipersensitivitas terhadap obat yang disuntikan.Terapi suntikan bahan
sklerotik bersama nasehat tentang makanan merupakan terapi yang efektif untuk
hemoroid interna derajat I dan II, tidak tepat untuk hemoroid yang lebih parah
atau prolaps.
b) Ligasi dengan gelang karet
Hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps dapat ditangani dengan ligasi
gelang karet menurut Barron. Dengan bantuan anoskop, mukosa di atas hemoroid
yang menonjol dijepit dan ditarik atau dihisap ke tabung ligator khusus. Gelang
karet didorong dari ligator dan ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa
pleksus hemoroidalis tersebut. Pada satu kali terapi hanya diikat satu kompleks
hemoroid, sedangkan ligasi berikutnya dilakukan dalam jarak waktu 2 – 4
minggu.
Penyulit utama dari ligasi ini adalah timbulnya nyeri karena terkenanya garis
mukokutan. Untuk menghindari ini maka gelang tersebut ditempatkan cukup jauh
dari garis mukokutan. Nyeri yang hebat dapat pula disebabkan infeksi. Perdarahan
dapat terjadi waktu hemoroid mengalami nekrosis, biasanya setelah 7 – 10 hari.
c) Krioterapi / bedah beku
Hemoroid dapat pula dibekukan dengan suhu yang rendah sekali. Jika digunakan
dengan cermat, dan hanya diberikan ke bagian atas hemoroid pada sambungan
anus rektum, maka krioterapi mencapai hasil yang serupa dengan yang terlihat
pada ligasi dengan gelang karet dan tidak ada nyeri. Dingin diinduksi melalui
sonde dari mesin kecil yang dirancang bagi proses ini. Tindakan ini cepat dan
mudah dilakukan dalam tempat praktek atau klinik. Terapi ini tidak dipakai secara
luas karena mukosa yang nekrotik sukar ditentukan luasnya. Krioterapi ini lebih
cocok untuk terapi paliatif pada karsinoma rektum yang ireponibel.
d) Infra Red Coagulation ( IRC ) / Koagulasi Infra Merah
Dengan sinar infra merah yang dihasilkan oleh alat yang dinamakan photocuagulation,
tonjolan hemoroid dikauter sehingga terjadi nekrosis pada jaringan dan akhirnya fibrosis.
Cara ini baik digunakan pada hemoroid yang sedang mengalami perdarahan.
Tindakan bedah
Terdiri dari dua tahap yaitu pertama yang bertujuan untuk menghentikan atau
memperlambat perburukan penyakit dan kedua untuk mengangkat jaringan yang sudah lanjut.
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun dan pada penderita
hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah juga dapat dilakukan dengan perdarahan berulang dan
anemia yang tidak dapat sembuh dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita
hemoroid derajat IV yang mengalami trombosis dan kesakitan hebat dapat ditolong segera
dengan hemoroidektomi.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya
dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat mungkin dilakukan pada
anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini harus
digabung dengan rekonstruksi tunika mukosa karena telah terjadi deformitas kanalis analis akibat
prolapsus mukosa.
Ada tiga tindakan bedah yang tersedia saat ini yaitu bedah konvensional ( menggunakan
pisau dan gunting), bedah laser ( sinar laser sebagai alat pemotong) dan bedah stapler (
menggunakan alat dengan prinsip kerja stapler).
I. Bedah konvensional
Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang pada satu
waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi dari eksisi tunika
mukosa rektum yang terlalu banyak. Sehingga lebih baik mengambil terlalu
sedikit daripada mengambil terlalu banyak jaringan.
2. Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu dengan
mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari submukosa
dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu
mengusahakan kontinuitas mukosa kembali.
3. Teknik Langenbeck
KOMPLIKASI 9
1. Terjadi trombosis
Karena hemoroid keluar sehinga lama - lama darah akan membeku dan terjadi trombosis.
2. Peradangan
Kalau terjadi lecet karena tekanan vena hemoroid dapat terjadi infeksi dan meradang
karena disana banyak kotoran yang ada kuman - kumannya.
3. Terjadinya perdarahan
Pada derajat satu darah keluar menetes dan memancar. Perdarahan akut pada umumnya
jarang, hanya terjadi apabila yang pecah adalah pembuluh darah besar. Hemoroid dapat
membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi portal, dan apabila hemoroid
semacam ini mengalami perdarahan maka darah dapat sangat banyak. Yang lebih sering
terjadi yaitu perdarahan kronis dan apabila berulang dapat menyebabkan anemia karena
jumlah eritrosit yang diproduksi tidak bisa mengimbangi jumlah yang keluar. Anemia
terjadi secara kronis, sehingga sering tidak menimbulkan keluhan pada penderita
walaupun Hb sangat rendah karena adanya mekanisme adaptasi. Apabila hemoroid
keluar, dan tidak dapat masuk lagi (inkarserata/terjepit) akan mudah terjadi infeksi
yang dapat menyebabkan sepsis dan bisa mengakibatkan kematian.
PROGNOSIS 7
Dengan terapi yang sesuai, semua hemoroid simptomatis dapat dibuat menjadi
asimptomatis. Pendekatan konservatif hendaknya diusahakan terlebih dahulu pada semua kasus.
Hemoroidektomi pada umumnya memberikan hasil yang baik. Sesudah terapi penderita harus
diajari untuk menghindari obstipasi dengan makan makanan serat agar dapat mencegah
timbulnya kembali gejala hemoroid.
PENUTUP
1. Bickley S. Buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. 5th ed. Jakarta:
EGC; 2006. p.209-15.
2. Syamsuhidayat R, Jong W.D. Buku ajar bedah. Jakarta:EGC; p.910 – 912.
3. Perhimpunan dokter spesialis penyakit dalam Indonesia. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jilid I edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p.587-90.
4. Thornton C.S. Hemorrhoids. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/195401-overview#a0102,
http://emedicine.medscape.com/article/195401-overview#a0199, 16 March 2010.
5. Prince, Wilson. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. edisi 4, buku 1.
Jakarta: EGC; 1995. p.420-21.
6. Schrock R. Theodore. Ilmu bedah. Edisi 7. Jakarta: EGC; 1993. p.271-72.
7. Syamsuhidayat R, Jong W.D. Buku Ajar Bedah. Edisi revisi. Jakarta:EGC; 1998. h.910-
14.
8. Mansjur A dkk ( editor ). Kapita selecta Kedokteran. Jilid II, Edisi III. FK UI,Jakarta;
1999. h.321 – 324.
9. Linchan W.M.Sabiston Buku Ajar Bedah Jilid II. Jakarta: EGC; 1994. hal 56 – 59.