Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS HIPERTENSI EMERGENCY DI


RUANG UNIT GAWAT DARURAT RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO
KOTA SEMARANG

DISUSUN OLEH :

IMRAN PASHAR
G3A017255

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2018

1
A. Pengertian Hipertensi
Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg tetapi pada
populasi lansia hipertensi didefenisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan
diastolik 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2002).
Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di
dalam arteri (Utaminingsih, 2009). Hipertensi apabila seseorang memiliki tekanan darah
arteri rata-ratanya lebih tinggi dari batas normal dengan tekanan sistol ≥ 135 mmHg dan
tekanan darah diastol ≥ 90 mmHg (Guyton & Hall, 2008).
Penyakit hipertensi atau yang lebih dikenal penyakit darah tinggi adalah penyakit
kronik akibat desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada arteri.
Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah. Hipertensi berkaitan
dengan meningkatnya tekanan pada arteri sistemik, baik diastolik maupun sistolik, atau
kedua-duanya secara terus menerus (Hull, 1996). Hipertensi merupakan suatu keadaan
dimana tekanan darah seseorang adalah ≥ 140 mmHg (tekanan sistolik) dan ≥ 90 mmHg
(tekanan diastolik) (Joint National Committee on Prevention Detection, Evaluation, Dan
Treatment of High Pressure VII,2003)
Hipertensi adalah suatu gangguan pada sistem peredaran darah yang
mengganggu kesehatan masyarakat. Umumnya, terjadi pada manusia yang berusia ≤ 50
tahun. Namun banyak tidak menyadari bahwa mereka menderita hipertensi akibat yang
tidak nyata dan disebut pembunuh diam-diam. Pada usia setengah baya dan muda,
hipertensi ini lebih banyak menyerang pria dari pada perempuan. Pada golongan usia 56-
64 tahun, pasien hipertensi pada pria dan perempuan sama banyak. Pada usia 65 tahun ke
atas, pasien hipertensi perempuan lebih banyak dari pada pria (Depkes, 2008).
Menurut Devicaesaria (2014), Hipertensi krisis merupakan salah satu kegawatan
dibidang neurovaskular yang sering dijumpai di instalasi gawat darurat. Hipertensi krisis
ditandai dengan peningkatan tekanan darah akut dan sering berhubungan dengan gejala
sistemik yang merupakan konsekuensi dari peningkatan darah tersebut. Ini merupakan
komplikasi yang sering dari penderita dengan hipertensi dan membutuhkan penanganan
segera untuk mencegah komplikasi yang mengancam jiwa.
Hipertensi emergensi (darurat) adalah Peningkatan tekanan darah sistolik >180
mmHg atau diastoik >120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan organ target.

2
Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera mungkin dalam satu jam dengan
memberikan obat-obatan anti hipertensi intravena (Devicaesaria, 2014)..
Hipertensi urgensi (mendesak) adalah Peningkatan tekanan darah seperti_pada
hipertensi emergensi namun tanpa disertai kerusakan organ target. Pada keadaan ini
tekanan darah harus segera diturunkan dalam 24 jam dengan memberikan obat-obatan
anti hipertensi oral (Devicaesaria, 2014).
Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipertensi
merupakan kenaikan tekanan darah dimana tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan
sistolik lebih dari 190 mmHg.

B. Anatomi Jantung
Jantung adalah organ berongga dan berotot yang terletak di tengah thoraks, dan
menempati rongga antar paru dan diafragma. Berat jantung sekitar 300 g, meskipun berat
dan ukurannya di pengaruhi oleh usia, jenis kelamin, berat badan, beratnya latihan dan
kebiasaan fisik dan penyakit jantung. Fungsi jantung adalah memompa darah kejaringan,
menyuplai oksigen, dan zat nutrisi lain sambil mengangkut karbondioksida dan sampah
hasil metabolisme. Terdapat dua pompa jantung yang terletak sebelah kanan dan kiri
jantung, keluaran jantung kanan didistribusikan seluruhnya ke paru melalui arteri
pulmonalis, dan keluaran jantung kiri seluruhnya didistribusikan ke bagian tubuh lain
melalui aorta. Kedua pompa jantung tersebut menyemburkan darah secara bersamaan
dengan kecepatan keluar yang bersamaan (Smeltzer & Bare, 2002).

Gambar 2.1
Anatomi jantung

1. Pelapis jantung

3
Perikardium adalah kantong berdinding ganda yang dapat membesar dan mengecil,
membungkus jantung dan pembuluh darah besar. Perikardium melindungi
permukaan jantung agar dapat berfungsi dengan baik. Ruang antara permukaaan
jantung dan lapisan dalam perikardium berisi sejumlah kecil cairan, yang melumasi
permukaan dan mengurangi gesekan selama kontraksi jantung.
2. Ruang jantung
Terdapat empat ruang pada jantung atrium kanan dan kiri atas yang dipisahkan oleh
septum intratrial, ventrikel kanan dan kiri bawah dipisahkan oleh septum
intraventrikular. Fungsi atrium adalah menampung darah yang datang dari vena dan
berindak sebagi tempat penimbunan sementara sebelum darah kemudian dikosonkan
ke ventrikel. Dinding atrium lebih tipid dari pada dinding ventrikel karena rendahnya
tekanan yang ditimbulkan oleh atrium untuk menahan darah dan kemudian
menyalurkannya ke ventrikel. Kerana ventrikel kiri mempunyai beban kerja yang
lebih berat, maka tebalnya sekitar 2-⅓ lebih tebal dibanding ventikel kanan.

3. Katup jantung
Katup jantung memungkinkan darah mengalir hanya ke satu arah dalam jantung.
Katup, yang tersusun atas bilah-bilah haringan fibrosa, membuka dan menutup
secara pasif sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah dan aliran darah ada
dua jenis katup yaitu : atrioventrikularis dan semilunaris.
a. Katup Atrioventrikulari katup yang memisahkan atrium dan ventrikel, katup
trikuspidalis dinamakan demikin karena terdiri dari tiga kuspid atau daun
memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan sedangkan, katup mitral atau
bikuspidalis atau yang terdiri dari dua daun terletak antara atrium dan ventrikel
kiri.
b. Katup Semilunaris katup semilunaris terletak antara ventrikel dan arteri yang
bersangkutan. Katup antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis disebut katup
pulmonalis, sedangkan katup antara ventrikel kiri dan aorta dinamakan katup
aorta.
4. Arteri Koronaria
Arteri kolonaria adalah pembuluh darah yang menyuplai otot jantung, yang
mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi. Arteri
koronaria muncul dari aorta dekat hulunya di ventrikel kiri. Dinding sisi kiri jantung
disuplai dengan bagian yang lebih banyak melalui arteri koronia utama kiri, yang
kemudian terpecah menjadi dua cabang besar kebawa (arteri desenden anterior

4
sinistra) dan melintang (arteri sirkumfleksa) sisi kiri jantung. Jantung kanan dipasok
seperti itu pula oleh arteri koronaria dekstra.
5. Otot jantung
Jaringan otot khusus yang menyusun dinding jantung dinamakan otot jantung. Secara
mikriskopis otot jantung mirip otot skelet, yang berada dibawah kontrol kesadaran.
Namun secara fungsional otot jantung menyerupai otot polos karena sifatnya
volunter. Serat otot jantung tersusun secara interkoneksiu (disebut sinistrium)
sehingga dapat berkontraksi dan berelaksasi secara terkoordinasi. Pola urutan
kontraksi dan relaksasi tiap-tiap serabut otot akan memastikan kelakuan ritmit otot
jantung sebagai satu keseluruhan dan memungkinkannya berfungsi sebagia pompa.
Otot jantung itu sendiri dinamakan Miokardium. Lapisan dalam miokardium yang
berhubungan langsung dengan darah dinamakan Endokardium, dan lapisan sel di
bagian luar Epikardium (Smeltzer & Bare, 2002).

C. Fisiologi Tekanan Darah


Tekanan darah adalah daya dorong ke semua arah pada seluruh permukaan yang
tertutup pada dinding bagian dalam jantung dan pembulu darah (Guyton,2008). Tekanan
darah adalah tenaga yang digunakan oleh darah terhadap setiap satuan daerah dari
dinding pembuluh darah. Tekanan darah hampir selalu diukur dalam mililiter air raksa
(mmHg) karena manometer air raksa telah di gunakan sebagai standar untuk mengukue
tekanan darah sepanjang sejarah fisiologi (Guyton,2008).
Cara pengukuran tekanan darah yang baik adalah secara indierek dimana orang
percobaan dalam posisi berbaring tenang dan sphygmomanometer diletakan setinggi
jantung. Manset dikenakan 2/3 lengan atas stetoskop diletakan tepat distal dari manset
dipompa 20-30 mmHg lebih tinggi dari tekanan aliran maksimal (dalam keadaan ini
tidak teraba denyut di bagisan distal manset).
Tekanan udara dalam manset dikempiskan perlahan-lahan dengan menurunkan
tekanan dalam manset 2-3 mmHg per detik dan darah mengalir kembali (Ganong, 2008;
Guyton, 2008).
Tekanan darah dapat di pengaruhi oleh penyempitan ataupun pelebaran pembulu
darah, baik dikarenakan oleh suatu kompensasi tubuh terhadap suatu penyakit atau
dikarenakan aktifitas tubuh, konsumsi obat, usia, berat badan, bertambahnya jumlah
lemak dalam darah, dan jenis kelamin (Noer, 1999).

D. Klasifikasi Hipertensi

5
Tekanan sistolik dan diastolik dapat bervariasi pada tingkat individu. Namun
disepakati bahwa hasil pengukuran tekanan darah sama atau lebih besar dari 140/90
mmHg adalah hipertensi. Hipertensi menurut WHO-ISH tahun 1999 dan JNC, 2003
dapat dilihat pada tabel:
Tabel 2.1
Klasifikasi hipertensi
Kategori Tekanan Sistolik Tekanan diastolik
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Normal tinggi 130 – 139 85 - 89
Grade 1 hipertensi 140 – 159 90 - 99
Sub group : borderline 140 – 149 90 - 94
Grade 2 hipertensi 160 – 179 100 - 109
Grade 3 hipertensi >180 ≥110
Isolated sistolik ≥140 < 90
hipertensi
Sub group : 140 – 149 < 90
Borderline
(WHO-ISH tahun 1999).

Tabel 2.2
Klasifikasi menurut The joint National Committee on Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Preassure.
Katagori Tekanan sistolik Tekanan diastolik
(mmHg) (mmHg)
Normal < 130 < 85
Normal tinggi 130 – 139 85 - 89
Hipertensi
Tingkat 1 140 – 159 90 - 99
Tingkat 2 160 – 179 100 - 109
Tingkat 3 ≥ 180 ≥ 110
(JNC – VI, 2003).

E. Etiologi Hipertensi
Hipertensi dibagi menjadi dua jenis berdasarkan penyebabnya
a. Hipertensi primer
Hipertensi primer adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (hipertensi
esensial ). Hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan kerja jantung akibat
penyempitan pembuluh darah tepi. Sebagian besar 90-95% penderita temasuk

6
hipertensi primer. Hipertensi primer juga dapat terjadi akibat faktor keturunan (Dewi,
2010).
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit sitemik lain,
misalnya gangguan hormone (Gushing), penyempitan pembuluh darah utama ginjal
(steanosis arteri renalis akiabat penyempitan ginjal glomerulonefritis), dan penyakit
sitemik lainnya (Dewi, 2010).
Faktor penyebab hipertensi intinya terdapat perubahan vascular, berupa disfungsi
endotel, remodeling, dan arterial striffness. Namun faktor penyebab hipertensi emergensi
dan hipertensi urgensi masih belum dipahami. Diduga karena terjadinya peningkatan
tekanan darah secara cepat disertai peningkatan resistensi vaskular. Peningkatan tekanan
darah yang mendadak ini akan menyebabkan jejas endotel dan nekrosis fibrinoid arteriol
sehingga membuat kerusakan vaskular, deposisi platelet, fibrin dan kerusakan fungsi
autoregulasi (Devicaesaria, 2014).

F. Patofisiologi Hipertensi
Pengaturan tekanan darah arteri meliputi kontrol sistem persyarafan yang
kompleks dan hormonal yang saling berhubungan satu sama lain dalam mempengaruhi
curah jantung dan tahanan vaskuler perifer. Hal lain yang ikut dalam pengaturan tekanan
darah adalah reflex baroreseptor dengan mekanisme berikut ini (Muttaqin, 2009).
Curah jantung ditentukan oleh volume sekuncup dan frekuensi jantung. Tahanan
perifer ditentukan oleh diametr arteriol. Bila diameternya menurun (vasokontriksi),
tahanan perifer meningkat, bila diameternya meningkat (vasodilatasi), tahanan perifer
akan menurun (Muttaqin, 2009).
Pengaturan primer tekanan arteri dipengaruhi ole baroreseptor pada sinus
karotikus dan arkus aorta yang akan menyampaikan implus ke pusat syaraf simpatik
medulla. Implus tersebut akan menghambat stimulus system syaraf simpatis. Bila
tekanan arteri meningkat, maka ujung-ujung baroreseptor akan tegang. Sehingga bangkit
dan menghambat pusat simpatis, akibatnya frekuensi jantung akan menurun, arteriol
mengalami dilatasi, dan tekanan arteri kembali ke level awal. Hal yang sebaliknya terjadi
bila ada penurunan tekanan darah arteri (Muttaqin, 2009).
Selanjutnya akan dibahas mekanisme lainnya yang dengan efek yang lebih lama.
Rennin diproduksi oleh ginjal ketika aliran darah ke ginjal menurun, akibatnya
terbentulah angiotensin I, yang akan berubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II
meningkatkan tekanan darah dengan mengakibatkan kontraksi langsung pada arteriol.

7
Secara tidak langsung juga merangsang pelepasaran aldosteron, yang akan
mengakibatkan volume cairan ekstraseluler, yang pada gilirannya meningkatkan volume
sekuncup dan curah jantung. Ginjal juga mempunyai mekanisme intrinsik untuk
meningkatkan retensi natrium dan cairan (Muttaqin, 2009).
Bila terdapat gangguan menetap yang menyebabkan kontrinsik arteriol, tahanan
perifer total dan tekanan arteri meningkat. Dalam menghadapi gangguan menetap, curah
jantung harus ditingkatkan untuk mempertahankan keseimbangan sistem. Hal tersebut
diperlukan untuk mengatasi tahanan, sehingga pemberian oksigen dan nutrisi ke sel dan
pembuangan produk sampah sel tetap terpelihara. Untuk meningkatkan curah jantung,
sitem syaraf simpatis akan merangsang jantung untuk berdenyut lebih cepat, juga
meningkatkan volume sekuncup dengan cara membuat vasokontriksi selektif pada organ
perifer, sehingga darah yang kembali kejantung lebih banyak. Dengan adanya hipertensi
kronis, baroreseptor akan terpasang dengan level lebih tinggi dan akan berespons
meskipun level yang baru tersbut sebenarnya normal (Muttaqin, 2009).
Pada mulanya, mekanisme tersebut bersifat kompensasi. Namun, proses adaptif
tersebut membuka jalan dengan membuka jalan memberikan pembebanan pada jantung.
Pada saat yang sama terjadilah perubahan degeneratif pada arteriol yang menanggung
tekanan tinggi terus-menerus. Perubahan tersebut terjadi pada organ seluruh tubuh,
termasuk jantung, akibat berkurangnya pasokan darah kemiokardium. Untuk memompa
darah jantung harus bekerja keras untuk mengatsi tekanan balik muara aorta (Muttaqin,
2009).
Akibat beban kerja ini, otot ventrikel kiri mengalami hipertropi atau pembesaran
dan terjadila dilatasi pembesaran jantung. Kedua perubahan struktur tersebut bersifat
adaftif keduanya meningkatkan volume skuncup jantung. Pada saat istirahat, respon
kompensasi mungkin memadai, namun dalam keadaan pembebanan, jantung tidak
mampu memenuhi kebutuhan tubuh orang tersebut menjadi cepat lelah dan nafasnya
pendek (Mutaqqin, 2009).
Gangguan awalnya menyebabkan kenaikan tahanan perifer biasanya tidak
diketahui, seperti pada kasus hipertensi primer atau esensial, meskipun ada beberapa
agen yang diduga sebagai penyebab. Mekanisme patologis terjadinya hipoksia akibat
kegagalan sistem transportasi darah. Pada tahap berikutnya, nutrisi okisgen darah juga
menurun akibat edema paru (Muttaqin, 2009).
Hipertensi merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan peningkatan tahanan
perifer. Hal ini menyebabkan penambahan beban jantung (afterload) sehingga terjadi

8
hipertrofi ventrikel kiri sebagai proses kompensasi adaptasi. Hipertropi ventrikel kiri
ialah suatu keadaan yang menggambarkan penebalan dinding dan penambahan massa
ventrikel kiri. Selain pertumbuahan miosit dijumpai juga penambahan struktur kolagen
berupa fibrisis pada jaringan intertisial dan perivaskular reaktif intramiokardial
(Mutaqqin, 2009).

G. Manifestasi Klinik Hipertensi


Pada pemeriksaan fisik, mungkin tidak dijumpai kelainan apapun selain kelainan
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti

9
perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus
berat, edema pupil (edema pada diskusioptius).
Individu yang menderita hipertensi kadang tidak menampakan gejala bertahun-
tahun. Gejala bila ada, biasanya menunjukan adanya kerusakan vaskuler dengan
manifestasi sesuai sitem organ yang divaskulerisasi oleh pembuluh darah bersangkutan.
Penyakit arteri koroner dengan angina adalah gejala yang paling menyertai hipertensi.
Hipertropi ventrikel kiri sebagai respon beban kerja ventrikel saat dipaksa berkontraksi
melawan tekanan sitemik yang meningkat. Apabilah jantung tidak mampu menahan
peningkatan beban kerja, maka dapat terjadi gagal jantung kiri. Perubahan patologis
pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urun pada malam hari)
dan azotemi (peningkatan nitrigen urea darah (BUN) dan kretenin). Keterlibatan
pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan iskemi transien yang
bermanifestasi sebagai paralis sementara pada satu sisi (hemiplegia) atau gangguan
tajam. Pada penderita stroke, dan pada penderita hipertensi disertai serangan iskemia,
insiden infark otak mencapai 80% (Smeltzer & Bare, 2002).
Manifestasi klinis hipertensi krisis berhubungan dengan kerusakan organ target
yang ada. Tanda dan gejala hipertensi krisis berbeda-beda setiap pasien. Pada pasien
dengan hipertensi krisis dengan perdarahan intrakranial akan dijumpai keluhan sakit
kepala, penurunan tingkat kesadaran dan tanda neurologi fokal berupa hemiparesis atau
paresis nervus cranialis. Pada hipertensi ensefalopati didapatkan penurunan kesadaran
dan atau defisit neurologi fokal. Pada pemeriksaan fisik pasien bisa saja ditemukan
retinopati dengan perubahan arteriola, perdarahan dan eksudasi maupun papiledema.
Pada sebagian pasien yang lain manifestasi kardiovaskular bisa saja muncul lebih
dominan seperti; angina, akut miokardial infark atau gagal jantung kiri akut. Dan
beberapa pasien yang lain gagal ginjal akut dengan oligouria dan atau hematuria bisa
saja terjadi (Devicaesaria, 2014).
Tabel 2.3
Manifestasi Klinik Hipertensi Krisis

10
H. Evaluasi Diagnostik
Riwayat dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh sangat penting. Retina harus
diperiksa dan dilakukan pemeriksaan laboraturium untuk mengkaji kemungkinan adanya
kerusakan organ, seperti ginjal, atau jantung, yang dapat disebabkan oleh tingginya
tekanan darah. Hipertrofi ventrikel kiri dapat dikaji dengan elektrokardiografi, protein
dalam urin dapat dideteksi dengan urinalisa. Dapat terjadi ketidakmampuan untuk
mengkonsetrasikan urin dan peningkatan nitrogen urea darah (Smeltzer & Bare, 2002).
Pemeriksaan fungsi ginjal terpisah, dan penentuan kadar urin dapat juga
dilakukan untukmengidentifikasi pasien dengan penyakit renovaskuler. Adanya faktor
resiko lainnya juga harus dikaji dan dievaluasi (Smeltzer & Bare, 2002).

11
Skema 2.1
Alur Pendekatan Diagnostik Hipertensi
Pasien dengan Hipertensi

Ya
TD >180/ 120 mmHg Kerusakan organ target:

Tidak Neurologi
Tanda stroke iskemik/hemoragik
Tidak Hipertensi Krisis Penurunan kesadaran
Kelumpuhan anggota gerak
Prehipertensi Bicara cedal
(TDS 120-139/ TDD 80-89) Mulut mencong Tidak
Hipertensi Grade 1 Flapping tremor Hipertensi Urgensi
(TDS 140-159/ TDD 90-99) Jantung & paru
Hipertensi Grade 2 Perbedaan TD lengan ka/ki > 20 mmHg (Diseksi
(TDS ≥160/ TDD ≥100) aorta)
Auskultasi murmur/mitral regurgitasi/gallop
Peninggian JVP
Ronki basah/sesak nafas Ya
Ginjal Hipertensi Emergensi
Oliguria/anuria
Hematuria/proteinuria
Peningkatan serum kreatinin
Mata
Funduskopi KW III/IV

12
I. Penatalaksanaan Hipertensi
Penatalaksanaan hipertensi farmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien
hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor
resiko serta penyakit lain (Yogiantoro, 2006).
Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi dan urgensi harus dapat
dilakukan dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan
mortalitas pasien. Anamnesis tentang riwayat penyakit hipertensinya, obat-obatan anti
hipertensi yang rutin diminum, kepatuhan minum obat, riwayat konsumsi kokain,
amphetamine dan phencyclidine. Riwayat penyakit yang menyertai dan penyakit
kardiovaskular atau ginjal penting dievaluasi. Tanda-tanda defisit neurologik harus
diperiksa seperti sakit kepala,penurunan kesadaran, hemiparesis dan kejang. Pemeriksaan
laboratorium yang diperlukan seperti hitung jenis, elektrolit, kreatinin dan urinalisa. Foto
thorax, EKG dan CT- scan kepala sangat penting diperiksa untuk pasien-pasien dengan
sesak nafas, nyeri dada atau perubahan status neurologis. Pada keadaan gagal jantung kiri
dan hipertrofi ventrikel kiri pemeriksaan ekokardiografi perlu dilakukan. Berikut adalah
bagan alur pendekatan diagnostik pada pasien hipertensi:
1. Hipertensi Urgensi
a. Penatalaksanaan Umum
Manajenem penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi
urgensi tidak membutuhkan obat-obatan parenteral. Pemberian obat-obatan oral
aksi cepat akan memberi manfaat untuk menurunkan tekanan darah dalam 24 jam
awal Mean Arterial Pressure (MAP) dapat diturunkan tidak lebih dari 25%. Pada
fase awal standard goal penurunan tekanan darah dapat diturunkan sampai
160/110 mmHg.
Penggunaan obat-obatan anti-hipertensi parenteral maupun oral bukan
tanpa risiko dalam menurunkan tekanan darah. Pemberian loading dose obat oral
anti-hipertensi dapat menimbulkan efek akumulasi dan pasien akan mengalami
hipotensi saat pulang ke rumah. Optimalisasi penggunaan kombinasi obat oral
merupakan pilihan terapi untuk pasien dengan hipertensi urgensi.
b. Obat-obatan spesifik untuk hipertensi urgensi
Captopril adalah golongan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor
dengan onset mulai 15-30 menit. Captopril dapat diberikan 25 mg sebagai dosis
awal kemudian tingkatkan dosisnya 50-100 mg setelah 90-120 menit kemudian.
Efek yang sering terjadi yaitu batuk, hipotensi, hiperkalemia, angioedema, dan
gagal ginjal (khusus pada pasien dengan stenosis pada arteri renal bilateral).

13
Nicardipine adalah golongan calcium channel blocker yang sering
digunakan pada pasien dengan hipertensi urgensi. Pada penelitian yang dilakukan
pada 53 pasien dengan hipertensi urgensi secara random terhadap penggunaan
nicardipine atau placebo. Nicardipine memiliki efektifitas yang mencapai 65%
dibandingkan placebo yang mencapai 22%. Penggunaan dosis oral biasanya 30
mg dan dapat diulang setiap 8 jam hingga tercapai tekanan darah yang diinginkan.
Efek samping yang sering terjadi seperti palpitasi, berkeringat dan sakit kepala.
Labetalol adalah gabungan antara α1 dan β-adrenergic blocking dan
memiliki waktu kerja mulai antara 1-2 jam. Dalam penelitian labetalol memiliki
dose range yang sangat lebar sehingga menyulitkan dalam penentuan dosis.
Penelitian secara random pada 36 pasien, setiap grup dibagi menjadi 3 kelompok;
diberikan dosis 100 mg, 200 mg dan 300 mg secara oral dan menghasilkan
penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik secara signifikan. Secara umum
labetalol dapat diberikan mulai dari dosis 200 mg secara oral dan dapat diulangi
setiap 3-4 jam kemudian. Efek samping yang sering muncul adalah mual dan sakit
kepala.
Clonidine adalah obat-obatan golongan simpatolitik sentral (α2-
adrenergicreceptor agonist) yang memiliki mula kerja antara 15-30 menit dan
puncaknya antara 2-4 jam. Dosis awal bisa diberikan 0,1-0,2 mg kemudian
berikan 0,05-0,1 mg setiap jam sampai tercapainya tekanan darah yang
diinginkan, dosis maksimal adalah 0,7 mg. Efek samping yang sering terjadi
adalah sedasi, mulut kering dan hipotensi ortostatik.
Nifedipine adalah golongan calcium channel blocker yang memiliki pucak
kerja antara 10-20 menit. Nifedipine kerja cepat tidak dianjurkan oleh FDA untuk
terapi hipertensi urgensi karena dapat menurunkan tekanan darah yang mendadak
dan tidak dapat diprediksikan sehingga berhubungan dengan kejadian stroke.
2. Hipertensi Emergensi
a. Penatalaksanaan Umum
Terapi hipertensi emergensi harus disesuaikan setiap individu tergantung
pada kerusakan organ target. Manajemen tekanan darah dilakukandengan obat-
obatan parenteral secara tepat dan cepat. Pasien harus berada di dalam ruangan
ICU agar monitoring tekanan darah bisa dikontrol dan dengan pemantauan yang
tepat. Tingkat ideal penurunan tekanan darah masih belum jelas, tetapi penurunan
Mean Arterial Pressure (MAP) 10% selama 1 jam awal dan 15% pada 2-3 jam

14
berikutnya. Penurunan tekanan darah secara cepat dan berlebihan akan
mengakibatkan jantung dan pembuluh darah orak mengalami hipoperfusi.
b. Penatalaksanaan khusus untuk hipertensi emergensi
1) Neurologic emergency
Kegawatdaruratan neurologi sering terjadi pada hipertensi emergensi seperti
hypertensive encephalopathy, perdarahan intracranial dan stroke iskemik akut.
American Heart Association merekomendasikan penurunan tekanan darah >
180/105 mmHg pada hipertensi dengan perdarahan intracranial dan MAP
harus dipertahankan di bawah 130 mmHg. Pada pasien dengan stroke iskemik
tekanan darah harus dipantau secara hati-hati 1-2 jam awal untuk menentukan
apakah tekanan darah akan menurun secara sepontan. Secara terus-menerus
MAP dipertahankan > 130 mmHg.

2) Cardiac emergency
Kegawatdaruratan yang utama pada jantung seperti iskemik akut pada otot
jantung, edema paru dan diseksi aorta. Pasien dengan hipertensi emergensi
yang melibatkan iskemik pada otot jantung dapat diberikan terapi dengan
nitroglycerin. Pada studi yang telah dilakukan, bahwa nitroglycerin terbukti
dapat meningkatkan aliran darah pada arteri koroner. Pada keadaan diseksi
aorta akut pemberian obat-obatan β-blocker (labetalol dan esmolol) secara IV
dapat diberikan pada terapi awal, kemudian dapat dilanjutkan dengan obat-
obatan vasodilatasi seperti nitroprusside. Obat-obatan tersebut dapat
menurunkan tekanan darah sampai target tekanan darah yang diinginkan (TD
sistolik >120 mmHg) dalam waktu 20 menit.
3) Kidney Failure
Acute kidney injury bisa disebabkan oleh atau merupakan konsekuensi dari
hipertensi emergensi. Acute kidney injury ditandai dengan proteinuria,
hematuria, oligouria dan atau anuria. Terapi yang diberikan masih kontroversi,
namun nitroprusside IV telah digunakan secara luas namun nitroprusside
sendiri dapat menyebabkan keracunan sianida atau tiosianat. Pemberian
fenoldopam secara parenteral dapat menghindari potensi keracunan sianida
akibat dari pemberian nitroprussidedalam terapi gagal ginjal.
4) Hyperadrenergic States
Hipertensi emergensi dapat disebabkan karena pengaruh obat-obatan seperti
katekolamin, klonidin dan penghambat monoamin oksidase. Pasien dengan
kelebihan zat-zat katekolamin seperti pheochromocytoma, kokain atau
amphetamine dapat menyebabkan over dosis. Penghambat monoamin oksidase
15
dapat mencetuskan timbulnya hipertensi atau klonidin yang dapat
menimbukan sindrom withdrawal. Pada orang-orang dengan kelebihan zat
seperti pheochromocytoma, tekanan darah dapat dikontrol dengan pemberian
sodium nitroprusside (vasodilator arteri) atau phentolamine IV (ganglion-
blocking agent). Golongan β-blockers dapat diberikan sebagai tambahan
sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai. Hipertensi yang dicetuskan
oleh klonidinterapi yang terbaik adalah dengan memberikan kembali klonidin
sebagaidosis inisial dan dengan penambahan obat-obatan anti hipertensi yang
telah dijelaskan di atas.

J. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Melakukan pengkajian :
a. Identitas pasien : nama, tanggal lahir, jenis kelamin, agama, suku , pendidikan,
pekerjaan.
b. Riwayat
1) Keluhan utama
2) Riwayat penyakit sekarang
3) Riwayat kesehatan dahulu
4) Riwayat penyakit keluarga
5) Faktor resiko
6) Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
7) Riwayat personal dan sosialisasi
8) Riwayat spiritual
9) Kebiasaan sehari hari
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum, tingkat kesedaran, berat badan, tinggi badan, tanda tanda
vital
2) Pemeriksaan kepala : rambut, mata konjungtiva tidak anemis, pupil isokor,
sklera.
3) Hidung : bentuk, fungsi penciuman, da atau tidak ada riwayat sinusitis,
maupun epitaksis.
4) Telinga : bentuk dan fungsi pendengaran.
5) Pemeriksaan leher : JVP dan pembesaran thyroid
6) Pemeriksaan thoraks : bentuk dada, pernapasan (irama, frekuensi, jenis suara
napas)
7) Pemeriksaan kardiovaskular : denyut jantung, suara jantung, bising jantung.
TD diukur minimal 2 kali dengan tenggang waktu 2 menit dalam posisi
berbaring atau duduk, dan berdiri sekjrangnya setelah 2 menit. Pengukuran

16
menggunakan yang sesuai dan sebaiknya dilakukan pada kedua sisi lengan,
dan jika nilainya berbeda maka nilai yang tertinggi yang diambil.
8) Abdomen : bising dan pembesaran hepar
9) Pemeriksaan genetourinaria : warna, frekuensi, tidak merasakan sakit, pada
saat buang air kecil
10) Ekstremitas : lemahnya atau hilangnya nadi perifer dan edema
11) Hematopoetik : riwayat perdarahan atau mudah terjadi perdarahan
12) Endokrin : riwayat DM
13) Neurologi : tanda thrombosis serebral dan perdarahan
d. Pemeriksaan penunjang
1) EKG : adanya pembesaran ventrikel kiri, pembesaran atrium kiri, adanya
penyakit jantung koroner atau aritmia
2) Hemoglobin/ hematokrit : bukan diagnostic, tetapi mengkaji hubungan dari
sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan factor-
faktor seperti hiperkoagulabilitas, anemia
3) BUN/creatinin : memberikan informasi tetang perfusi/ fungsi ginjal
4) Glukosa/ hiperglikemia (DM) adalah pencetus hipertensi dapat diakibatkan
oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi)
5) Kalium serum : hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama
(penyebab atau efek samping dari terapi diuretic)
6) Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan
hipertensi
7) Kolesterol dan trigliserida serum : peningkatan kadar dapat mengindikasikan
encetus adanya pementukan plak ateromatosa (efek kardiovaskular)
8) Asam urat : hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai factor resiko
terjadinya hipertensi
9) Foto rontgen : adanya pembesaran jantung,, vaskularisasi, atau aorta yang
melebar
10) Echocardiogram : tampak adanya penebalan dinding ventrikel kiri, mungkin
juga sudah terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sitolik dan diastolic
2. Diagnosa Keperawatan
Resiko kekambuhan/ketidakpatuhan terhadap program perawatan diri yang
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan, aturan
penanganan dan kontrol proses penyakit (Mutaqqin, 2009)
a. resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload, vasokonstriksi, hipertropi/rigiditas ventrikuler, iskemia miokard.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
d. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi cairan di interstitial paru

17
e. Cemas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang
diderita klien
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakit.

3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan
No Diagnosa
Kriteria Hasil Intervensi
1 Nyeri ( sakit Tujuan : Nyeri atau sakit kepala 1. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang
kepala) hilang atau berkurang setelah tenang, sedikit penerangan
2. Minimalkan gangguan lingkungan dan
berhubungan dilakukan tindakan keperwatan
rangsangan
dengan selama 2 x 24 jam . Kriterian
3. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai
peningkatan hasil:
kebutuhan
dengan 1. Mampu mengontrol nyei 4. Hindari merokok atau menggunakan
peningkatan (tahu penyebab nyeri, penggunaan nikotin
5. Beri tindakan nonfarmakologi untuk
tekanan mampu menggunakan tehnik
menghilangkan rasa sakit kepala seperti
vaskulerbserebral nonfarmakologi untuk
kompres dingin pada dahi, pijat punggung,
mengurangi nyeri, mencari
memberikan posisi yang nyaman, teknik
bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri relaksasi, bimbingan imajinasi dan
berkurangdengan distraksi.
6. Hilangkan/ minimalkan vasokonstriksi
menggunakan manajemen
yang dapat meningkatkan sakit kepala
nyeri
3. Mampu mengenali nyeri misalnya mengejan saat BAB, batuk
(skala, instensitas, frekuensi panjang.
7. Kolaborasi pemberian obat sesuai
dan dan tanda nyeri ).
4. Menyatakan rasa nyaman indikasi : analgesic, antiansietas
setelah nyeri berkurang (lorazepam, ativan, diazepam, valium)
5. Tanda vital dalam rentang
normal
2. Intoleransi Tujuan : tidak terjadi intoleransi 1. Berikan dorongan untuk aktivitas/
aktivitas aktivitas setelah dilakukan perawatan diri bertahap jika dapat
berhubungan tindakan keperawatan, criteria diintoleransi. Berikan bantuan sesuai
dengan kelemahan, hasil: kebtuhan
2. Instruksikan pasien tentang penghematan
ketidakseimbangan 1. Meningkatkan energy untuk
18
suplai dan melakukan aktivitas sehari- energy
3. Kaji respon pasien terhadap aktivitass
kebutuhan oksigen hari
4. Monitor adanya diaphoresis dan pusing
2. Menunjukan penurunan
5. Observasi TTV 4 jam
gelaja intoleransi aktivitas 6. Berikan jarak waktu pengobatan dan
prosedur untuk memungkinkan waktu
istirahat yang tidak terganggu, berikan
waktu istirahat sepanjang siang atau sore.
3. resiko tinggi Tujuan : tidak terjadi penurunan 1. Evaluasi adanya nyeri dada
2. Lakukan pengecekan sirkulasi perifer
terhadap curah jantung. Kriteria hasil :
secara menyeluruh (pulasi, waktu
penurunan curah 1. Tanda-tanda vital dalam
pengisian kapiler, warna, udema)
jantung rentang normal (tekanan darah,
3. Monitor TTV secara berkala
berhubungan nadi, respirasi) 4. Dokumentasi jika ada disritmia
2. Dapat mentoleransi aktivitasi, 5. Monitor efek obat pasien
dengan
6. Monitor status respirasi, terkait dengan
tidak ada kelelahan
peningkatan
3. Tidak ada edema paru perifer, tanda-tanda heart failure
afterload, 7. Monitor status hidrasi secaraberkala
dan tidak ada asites.
vasokonstriksi, 4. Tidak ada penurunan kesadaran
hipertropi/rigiditas
ventrikuler,
iskemia miokard.
4. Pola napas tidak Tujuan : setelah dilakukan 1. Monitor kedalaman pernapasan, frekuensi
efektif tindakan keperawatan diharapkan dan ekspansi dada
2. Auskultasi bunyi napas dan catat adanya
berhubungan pola napas efektif. Kriteria hasil :
bunyi napas tambahan
dengan akumulasi 1. Sesak berkurang/ hilang
3. Berikan posisi semifowler
2. Tidak ada bunyi napas
cairan di interstitial 4. Berikan oksigen tambahan jika pasien
tambahan
paru sesak
3. Tidak menggunakan otot bantu
kolaborasi dalam memberikan obat sesuai
pernapasan
indikasi
5 Cemas Tujuan : kecemasan hilang/ 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
berhubungan berkurang setelah dilakukan
dirasakan selama prosedur
dengan krisis intervensi keperawatan. Kriteria
3. Temani asien untuk memberikan
situasional hasil:
keamanan dan mengurangi rasa takut
sekunder adanya 1. Klien mengatakan sudah tidak 4. Berikan informasi factual, mengenai
hipertensi yang cemas lagi/ emas berkurang diagnosis, tindakan prognosis
2. Ekspresi wajah rileks 5. Dorong keluarga untuk menemani anak
diderita klien
3. TTV dalam batas normal 6. Lakukan masase punggung
7. Dengarkan pasien dengan penuh
19
perhatian
8. Identifikasi tingkat kecemasan
9. Bantu pasien mengenal situasi yang
menimbulkan kecemasan
10. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, dan persepsi
11. Instruksikan klien menggunakan teknik
relaksasi
12. Berikan obat untuk mengurangi
kecemasan
6 Kurang Tujuan : pasien terpenuhi dalam 1. Berikan penilaian tentang tingkat
pengetahuan informasi tentang hipertensi pengetahuan pasien tentang proses
berhubungan setelah dilakukan tindakan penyakit yang spesifik
2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
dengan kurangnya keperawatan. KCriteria hasil:
bagaimana hal ini berhubungan dengan
informasi tentang 1. Pasien dan keluarga
anatomi fisiologi, dengan cara yang
proses penyakit menyatakan pemahaman
cepat
tentang penyakit, kondisi,
3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
prognosis, dan program
muncul pada penyakit dengan cara yang
pengobatan
tepat.
2. Pasien dan keluarga mampu
4. Gambarkan proses penyakit dengan cara
melaksanakan prosedur yang
yang tepat
dijelaskan secara benar 5. Identifikasi kemungkinan penyebab,
3. Pasien dan keluarga mampu
dengan cara yang tepat
menjelaskan kembali apa yang 6. Sediakan informasi pada pasien tentang
dijelaskan perawat atau tim kondisi
7. Hindari harapan yang kosong
kesehatan lainnya.
8. Sediakan bagi keluarga atau informasi
tentang kemajuan pasien
9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi dimasa yang akan dating dan
proses pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
20
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau
dukungan dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di
komunitas local
14. Isntruksikan pasien mengenai tanda dan
gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang
tepat/

DAFTAR PUSTAKA

American Heart Association. 2010. Potassium and high blood pressure. Dimuat dalam:
http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=3025146. Diunduh tanggal
29 Oktober 2018

21
Devicaesaria, Asnelia. 2014. Hipertensi Krisis. Jakarta: Departemen Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia/ RSUPN Cipto Mangunkusumo. Dimuat dalam:
http://cme.medicinus.co/file.php/1/LEADING_ARTICLE_Hipertensi_Kritis.pdf.
Diunduh tanggal 29 Oktober 2018
Fitriani, Fika. 2012. Faktor Risiko Kejadian Hipertensi yang Rawat Jalan di Rumah Sakit
Umum Labuang Baji Makassar. Makassar: STIKES Nani Hasanuddin Makassar.
Dimuat dalam: http://library.stikesnh.ac.id/files/disk1/3/e-library%20stikes%20nani
%20hasanuddin--fikafitria-128-1-artikel12.pdf. Diunduh tanggal 29 Oktober 2018
Kemenkes. 2014. Penanganan Penyakit Jantung Harus Sesuai Ilmu Kedokteran Terkini dan
Mengutamakan Keselamatan Pasien. Jakarta: Pusat Komunikasi Publik Sekretariat
Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Dimuat dalam:
http://www.depkes.go.id/article/print/14112700011/penanganan-penyakit-jantung-
harus-sesuai-ilmu-kedokteran-terkini-dan-mengutamakan-keselamatan-pasien.html.
Diunduh tanggal 29 Oktober 2018
Kemenkes. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. Dimuat dalam:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/profil-kesehatan-indonesia-2013.pdf. Diunduh tanggal 29 Oktober 2018
Wade, A Hwheir, D N Cameron, A. 2003. Using a Problem Detection Study (PDS) To
Identify And Compare Health Care Privider And Consumer Views Of Anti
hypertension Therapy. Journal Of Human Hypertension, Jun vol 17

22

Anda mungkin juga menyukai