Anda di halaman 1dari 21

APLIKASI TERAPI DEEP BREATHING UNTUK MENURUNKAN

KECEMASAN PADA PASIEN PRAOPERASI


DI R.IBS RSUD K.R.M.T WONGSONEGORO SEMARANG

DISUSUN OLEH :

TATI ZULAICHAH

G3A017194

PROGRAM STUDI PROFESI NERS GENAP

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tindakan pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang akan


mendatangkan stressor terhadap integritas seseorang. Pembedahan akan
membangkitkan reaksi stress baik fisiologis maupun psikologis. Salah satu respon
psikologis adalah cemas. Suatu penelitian menyebutkan bahwa (80%) dari pasien
yang akan menjalani pembedahan mengalami kecemasan (Bondan, 2008). Pasien
praoperatif biasanya akan mengalami kecemasan karena takut terhadap hal yang
belum diketahuinya, takut kehilangan kontrol/kendali dan ketergantungan pada
orang lain, takut kecacatan dan perubahan dalam citra tubuh normal. Respon
psikologis dari pasien yang menjalani operasi mayor berupa kecemasan, beberapa
ketakutan yang menimbulkan kecemasan menjelang operasi adalah hal yang
individual, dimana ada pasien yang tidak bisa mengidentifikasikan penyebabnya,
sementara pasien lainnya ada yang bisa menjelaskan ketakutan bulandan
kecemasannya (Shelly, Tailor, dkk, 2009).

Kecemasan pada pasien praoperasi harus diatasi, karena dapat menimbulkan


perubahan-perubahan fisiologis yang akan menghambat dilakukannya tindakan
operasi (Smeltzer & bare, 2013). Menurut Efendy (2008), mengungkapkan bahwa
dalam keadaan cemas, tubuh akan memproduksi hormon kortisol secara berlebihan
yang akan berakibat meningkatkan tekanan darah, dada sesak, serta emosi tidak
stabil. Akibat dari kecemasan pasien praoperasi yang sangat hebat maka ada
kemungkinan operasi tidak bisa dilaksanakan, karena pada pasien yang mengalami
kecemasan sebelum operasi akan muncul kelainan seperti tekanan darah yang
meningkat, sehingga apabila tetap dilakukan operasi akan dapat mengakibatkan
penyulit terutama dalam menghentikan perdarahan, dan bahkan setelah operasi pun
akan mengganggu proses penyembuhan. Penanganan kecemasan pada pasien
praoperasi telah banyak dilakukan, salah satunya dengan tindakan tehnik relaksasi
berupa nafas dalam.
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress,
karena dapat mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif pasien.Teknik relaksasi
membuat pasien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri,
stress fisik dan emosi pada nyeri. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan kecemasan dan nyeri paska
operasi (Brunner &Suddart, 2001 dalam Novarizki, 2010).

Dari latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengambil kasus pasien
praoperasi dengan penerapan deep breathing (teknik relaksasi napas dalam) sebagai
salah satu intervensi yang diharapkan dapat menurunkan kecemasan.

B. Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran dan pengaplikasian berdasarkan jurnal evidence
based nursing riset asuhan keperawatan pada pasien praoperasi.
b. Tujuan khusus
a) Mampu mengetahui tinjauan teori asuhan keperawatan pada pasien
praoperasi
b) Mampu melakukan resume asuhan keperawatan pada pasien praoperasi
c) Mampu melakukan aplikasi jurnal evidence based nursing riset asuhan
keperawatan pada pasien praoperasi
d) Mampu melakukan pembahasan aplikasi evidence based nursing asuhan
keperawatan pada pasien praoperasi
BAB II
KONSEP DASAR

A. Pengertian Praoperasi
Pada fase praopratif peran perawat dimulai ketika keputusan untuk
intervensi pembedahan dibuat dan berakhir ketika klien dikirim ke meja operasi.
Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup penetapan
pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara praoperatif
dan menyiapkan pasien untuk anstesi yang diberikan dan pembedahan.
Prioritas pada prosedur pembedahan yang utama adalah informed consent
yaitu pernyataan persetujuan klien dan keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan yang berguna untuk mencegah ketidaktahuan klien tentang prosedur yang
akan dilaksanakan dan juga menjaga rumah sakit dan petugas kesehatan dari klien
dan keluarga mengenai tindakan tersebut. Informasi yang perlu dijelaskan antara
lain: kemungkinan resiko, komplikasi, perubahan bentuk tubuh, kecacatan, dan
pengangkatan bagian tubuh yang dapat terjadi selama operasi. Kegiatan pra-operatif
yaitu :
 Pendidikan pasien (patient teaching)
 Menyiapkan area operasi (skin preparation)
 Pengelolaan obat-obatan.
Persiapan yang baik akan mempengaruhi tingkat keberhasilan operasi
disamping faktor usia, status nutrisi, penyakit kronis dan sebagainya.

B. Proses Keperawatan Praoperasi


1. Persiapan praoperasi
a) Persiapan Fisik, mencakup :
 Status kesehatan fisik umum
Pemeriksan kesehatan fisik secara umum ada 5 tahapan yaitu:

- Identitas pasien
Pada identitas pasien, hal-hal yang harus dicatat meliputi nama
pasien, umur, jenis kelamin, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit,
status, keluhan penyakit dan siapa yang akan bertanggung jawab
pada biaya pengoperasian pasien nantinya.

- Riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu


Selain mencatat identitas pasien, data tentang riwayat penyakit
seperti kesehatan masa lalu pasien juga perlu diketahui. Hal itu
bertujuan untuk memudahkan dalam proses meningkatkan koping
pasien.

- Riwayat kesehatan keluarga


Riwayat tentang kesehatan keluarga juga penting, karena bisa saja
penyakit yang diderita pasien menjadi salah satu faktor penyebab
akibat penyakit keturunan yang diderita keluarganya.

- Pemeriksaan fisik lengkap


Pada pemeriksaan fisik lengkap data yang harus dicatat meliputi :

 Vital sign
 Analisi darah
 Endoskopi
 Pemeriksaan feses dan urine
 Status Cardiovaskuler
 Biopsi jaringan
 Fungsi ginjal dan hepar
 Fungsi endoskrin
 Fungsi imunologi
- Kondisi fisiologis pasien
Kondisi pasien juga menentukan apakah pasien layak untuk dioperasi
atau tidak. Pasien diharapkan mempunyai stamina yang baik dimana
pasien dianjurkan istirahat dan tidur yang cukup bertujuan agar
pasien tidak mengalami stress fisik dan selain itu tubuh pasien akan
menjadi lebih rileks.
 Status nutrisi
Hal- hal yang dapat dicatat pada status nutrisi yaitu :
- Mengukur tinggi dan berat badan pasien
- Mengukur kadar protein darah (albumin dan globulin)
- Mengukur lingkar lengan atas
Pengukuran tersebut dilakukan sebelum pembedahan untuk
mengoreksi apakah pasien mengalami defisiensi nutrisi atau tidak. Jika
pasien mengalami defisiensi nutrisi segera beri asupan nutrisi yang
cukup. Hal itu bertujuan agar protein yang cukup nantinya dapat
memperbaiki jaringan.

 Keseimbangan cairan dan elektrolit


Cairan dan elektrolit pasien harus dalam keadaan yang normal, dimana
yang perlu diperhatikan yaitu intake cairan yang masuk ke tubuh pasien
harus sama dengan output cairan yang dikeluarkan pasien. Cara
mengukur intake dan output tubuh pasien adalah sebagai berikut :
- Intake
Pengukuran intake dapat diukur dengan mencatat berapa banyak
cairan (cc) yang masuk melalui oral maupun intravena.

- Output
Cairan yang dikeluarkan bisa melaui urine, keringat dan uap air pada
pernafasan

 Pengosongan lambung dan colon


Intervensi keperawatan yang diberikan diantaranya pasien dipuasakan
yaitu berkisar antara 7- 8 jam dan puasa dilakukan mulai pukul 24.00
WIB. Hal itu bertujuan untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan
lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area
pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca
pembedahan. Jika pada pasien yang membutuhan pengoperasian
segera maka dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (Naso
Gastric Tube).
 Personal hygiene
Sebelum melakukan pembedahan ada baiknya memperhatikan
personal hygine pasien yaitu dengan cara memandikan pasien dan
membersihkan bagian tubuh yang akan diopersi. Hal itu bertujuan agar
kuman atau bakteri yang melekat pada tubuh menjadi berkurang atau
bahkan mati dan itu merupakan salah satu cara menjaga kesterilan
sehingga mengurangi resiko terinfeksi terhadap daerah yang dioperasi.
 Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi bertujuan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang akan dilakukan pembedahan
karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat
persembunyian kuman dan juga dapat menghambat proses
penyembunhan dan perawatan luka.Sering kali pasien diberikan
kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
 Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain itu pengosongan isi bladder tindakan
kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi keseimbangan cairan.
Kondisi fisiologis akan mempengaruhi proses pembedahan.

b) Persiapan Mental
Persiapan mental tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi
karena mental pasien yang tidak siap atau lebih dapat mempengaruhi
terhadap kondisi fisiknya dimana tindakan pembedahan merupakan
ancaman potensial maupun actual yang dapat membangkitkan reaksi stress
fisiologis dan psikologis. Adapun penyebab kecemasan pasien menghadapi
pembedahan yaitu :
 Takut terhadap nyeri yang akan dialami
 Takut terhadap keganasan
 Takut menghadapi ruang operasi dan alat bedah
 Takut operasi gagal dan cacat
 Takut meninggal di meja operasi.
Hal-hal yang perlu digali untuk mengantisipasi masalah kecemasan pasien
antara lain:
 Pengalaman operasi pasien
 Pengertian pasien tentang tujuan operasi
 Peran perawat membantu pasien mengetahui tentang tindakan-
tindakan yang akan di alami pasien sebelum melakukan operasi,
memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi dan hal-hal
yang akan dialami pasien selama proses operasi. Dengan mengetahui
berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien menjadi
lebih siap menghadapi operasi.
 Pengetahuan pasien tentang kondisi kamar operasi
 Peran perawat memberikan informasi tentang kondisi kamar operasi
dengan menunjukkan kamar yang akan dijadikan ruangan untuk
pembedahan pasien.
 Pengetahuan pasien tentang prosedur perioperatif
 Peran perawat memberikan kesempatan pasien dan keluarga untuk
menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi
kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama
sebelum pasien diantar ke kamar operasi.
 Pengertian yang salah/keliru tentang pembedahan
 Peran perawat mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan
pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan
menimbulkan kecemasan pada pasien.
 Faktor pendukung/support system.

c) Pendidikan Praopertif
Pada persiapan ini pasien diberikan pendidikan berupa pendidikan tentang
langkah-langkah prosedur dan harus mencakup sensasi yang akan pasien
alami seperti memberitahu pasien hanya medikasi praoperatif yang akan
membuatnya rileks sebelum operasi tidaklah seefektif bila menyebutkan
juga bahwa medikasi tersebut dapat mengakibatkan kepala terasa melayang
dan mengantuk. Terdapat 3 cara medikasi praoperatif yaitu :
 Latihan napas dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi
nyeri setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga
pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan
kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi
paru dan oksigenasi darah setelah anastesi umum. Latihan nafas dalam
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

 Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler)


dengan lutut ditekuk dan perut tidak boleh tegang.
 Letakkan tangan diatas perut
 Hirup udara sebanyak – banyaknya dengan menggunakan hidung
dalam kondisi mulut tertutp rapat
 Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan –
lahan, udara dikeluarkan sedikit demi sedikit melalui mulut.
 Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
 Lakukan latihan dua kali sehari praoperatif
 Latihan batuk efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien
yang mengalami operasi dengan ansietas general. Karena akan
mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi
terantesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak
nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa banyak lendir kental di
tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien
stelah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut. Pasien
dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :

 Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari


tangan dan letakkan melintang diatas incisi sebagai bebat ketika
batuk
 Kemudian pasien naafs dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
 Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka
dan tidak hanya batuk menggunakan kekuatan tenggorokan saja
karena bisa terjadi luka pada tenggorokan.
 Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak
berbahaya terhadap incisi
 Ulangi lagi sesuai kebutuhan
 Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa
menambahkan dengan menggunakan bantal kecil atau gulungan
handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-
hati sehingga dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk.
 Perubahan posisi dan gerakan tubuh aktif
 Kontrol dan medikasi nyeri
 Kontrol kognitif
 Informasi lain

d) Persiapan penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka
dokter tidak memungkinkan bisa menentukan tindakan operasi yang harus
dilakukan pada pasien. Adapun yang meliputi pemeriksaan penunjang
antara lain :
 Hasil pemeriksaan Radiologi :
- Thorax foto, foto abdomen
- USG
- CT scan
- BNO-IVP
- Colon in loop
- EKG, ECHO
 Hasil pemeriksaan Laboratorium
- Hemoglobin
- Angka leukosit
- Limfosit
- Jumlah trombosit
- Protein total (albumin dan globulin)
- Elektrolit (kalium, natrium, chlorida)
- BUN
- LED
- Ureum kreatinin
 Biopsi
Tindakan operasi berupa pengambilan bahan jaringan tubuh untuk
memastikan penyakit pasien sebelum dioperasi

 Pemeriksaan kadar gula darah (KGD)


Pemeriksaan KGD dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah
pasien dalam rentang normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan
dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8
pagi)

 Informed Consent
Informed consent merupakan suatu pernyataan tertulis yang dibuat
secara sadar dan sukarela dari pasien diperlukan sebelum surat
pembedahan dilakukan. Dan disini tanggung jawab perawat adalah
memastikan informed consent telah didapat sukarela dari pasien oleh
dokter. Hal-hal yang harus dilakukan oleh ahli bedah dan perawat
sebelum pasien menandatangani formulir consent adalah :

- Ahli bedah harus memberikan penjelasan yang jelas dan sederhana


tentang apa yang akan diperlukan dalam pembedahan.
- Ahli bedah juga harus menginformasikan pasien tentang alternatif-
alternatif yang ada.
- Menjelaskan kemungkinan resiko saat dan sesudah pembedahan
- Menjelaskan perubahan bentuk tubuh yang akan terjadi
- Menjelaskan pembedahan dapat menimbulkan kecacatan fisik
- Menjelaskan bahwa pembedahan juga dapat menimbulkan
ketidakmampuan dan pengangkatan bagian tubuh
- Menjelaskan komplikasi yang akan muncul akibat pembedahan
- Menjelaskan juga tentang apa yang akan diperkirakan terjadi pada
periode pascaoperatif awal dan lanjut
Adapun kriteria informed consent dikatakan sah apabila :

- Pasien secara pribadi menandatangani consent tersebut jika telah


mencapai usia legal dan mampu secara mental
- Pasien dibawah umur , atau tidak sadar atau tidak kompeten, izin
harus didapat dari anggota keluarga yang bertanggung jawab atau
wali yang sah.
 Pemeriksaan status anastesi
Pemeriksaan status fisik untuk dilakukan pembiusan dilkukan untuk
keselamatan pasien selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi
demi kepentingan pembedahn, pasien akan mengalami pemeriksaan
status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko
pembiusan terhadap diri pasien.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Praoperasi


1. Pengkajian
 Pengkajian Psikologis  meliputi perasaan takut / cemas dan keadaan emosi
pasien
 Pengkajian Fisik  pengkajian tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi,
pernafasan dan suhu.
 Sistem integument  apakah pasien pucat, sianosis dan adakah penyakit kulit di
area badan.
 Sistem Kardiovaskuler  apakah ada gangguan pada sisitem cardio, validasi
apakah pasien menderita penyakit jantung ?, kebiasaan minum obat jantung
sebelum operasi., Kebiasaan merokok, minum alcohol, Oedema, Irama dan
frekuensi jantung.
 Sistem pernafasan  Apakah pasien bernafas teratur dan batuk secara tiba-tiba di
kamar operasi.
 Sistem gastrointestinal  apakah pasien diare ?
 Sistem reproduksi  apakah pasien wanita mengalami menstruasi?
 Sistem saraf  bagaimana kesadaran ?
 Validasi persiapan fisik pasien  apakah pasien puasa, lavement, kapter,
perhiasan, Make up, Scheren, pakaian pasien / perlengkapan operasi dan validasi
apakah pasien alaergi terhadap obat ?

2. Diagnosa Keperawatan Praoperatif


Diagnosa keperawatan yang mungkin terjadi pada fase praoperatif adalah :
 Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengalaman praoperatif
 Kurang pengetahuan mengenai prosedur dan protokol praoperatif
berhubungan dengan kurangnya pengalaman praoperatif
 Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketakutan menjelang operasi

3. Intervensi
NO. NANDA NOC NIC
1. Ansietas b.d krisis Tujuan : cemas dapat Penurunan kecemasan
situasional terkontrol.  Bina hubungan saling percaya dengan
Operasi Kriteria hasil : klien / keluarga
 Secara verbal dapat  Kaji tingkat kecemasan klien.
mendemonstrasikan  Tenangkan klien dan dengarkan
teknik menurunkan keluhan klien dengan atensi
cemas.  Jelaskan semua prosedur tindakan
 Mencari informasi kepada klien setiap akan melakukan
yang dapat tindakan
menurunkan cemas  Dampingi klien dan ajak
 Menggunakan teknik berkomunikasi yang terapeutik
relaksasi untuk  Berikan kesempatan pada klien untuk
menurunkan cemas mengungkapkan perasaannya.
 Menerima status  Ajarkan teknik relaksasi
kesehatan.  Bantu klien untuk mengungkapkan
hal-hal yang membuat cemas.
 Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
untuk pemberian obat penenang,
2. Kurang Tujuan : bertambah-nya Pendidikan kesehatan : proses penyakit
Pengetahuan b.d pengetahuan pasien  Kaji tingkat pengetahuan klien.
keterbatasan tentang penyakitnya.  Jelaskan proses terjadinya penyakit,
informasi tentang Kriteria hasil : tanda gejala serta komplikasi yang
penyakit dan · Pasien mampu men- mungkin terjadi
proses operasi jelaskan penyebab,  Berikan informasi pada keluarga
komplikasi dan cara tentang perkembangan klien.
pencegahannya  Berikan informasi pada klien dan
· Klien dan keluarga keluarga tentang tindakan yang akan
kooperatif saat dilakukan.
dilakukan tindakan  Diskusikan pilihan terapi
 Berikan penjelasan tentang
pentingnya ambulasi dini
 Jelaskan komplikasi kronik yang
mungkin akan muncul
3. Gangguan Pola Tujuan : tidur tercukupi,  Kaji pola tidur dan aktivitas klien.
tidur dengan kriteria hasil:  Jelaskan pentingnya tidur yang cukup
berhubungan  Memiliki jam tidur selama klien sakit.
dengan ketakutan yang teratur  Monitor/catat waktu dan pola tidur
menjelang operasi  Memiliki pola tidur klien.
yang teratur  Atur lingkungan (misalnya
 Mengalami tidur yang pencahayaan, suara berisik, suhu, kasur,
berkualitas dan tempat tidur) untuk
 Merasa segar kembali mempermudahkan klien tidur.
setelah tidur  Minta klien untuk menghindari
 Bangun pada waktu makanan atau minuman yang dapat
yang tepat mempengaruhi tidur.
 Berikan lingkungan yang nyaman
dengan melakukan pijatan, posisi yang
tepat dan sentuhan afektif.
 Berikan obat yang dapat membantu
klien tidur.
BAB III
TELAAH JURNAL

A. Judul
Judul jurnal yaitu :” Pengaruh Deep Breathing Terhadap Kecemasan Praoperasi
Pasien Di RSUD 45 Kuningan”

B. Peneliti
Peneliti dalam jurnal ini yaitu
1. Aang Triyadi
2. Khusnul Aini
3. Asep Sufyan Ramadhy

C. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUD 45 Kuningan

D. Metode Penelitian
Penelitian yang dilakukan Aang Triyadi, Khusnul Aini dan Asep Sufyan Ramadhy
merupakan penelitian Quasi Eksperiment dengan pre-post test design. Peneliti
membandingkan tingkat kecemasan antara sebelum dan sesudah diberikan
terapi relaksasi pada kelompok perlakuan. Disain ini dikenal dengan pretest and
post-test design (O1). Besar populasi pasien praoperasi di Ruang Bedah RSUD 45
Kuningan Bulan Januari 2013 adalah 411 orang, diantaranya bedah khusus 197
orang, bedah besar 123 orang, dan bedah sedang 91 orang. Sampel penelitian ini
berjumlah 40 orang yang terdiri dari pasien praoperasi bedah besar dan khusus,
20 orang kelompok perlakuan (yang diberikan intervensi) dan 20 orang untuk
kelompok control. Sampel dipilih dengan teknik purposive sampling. Instrument
penelitian yang digunakan adalah kuisioner berupa daftar cek list dengan
pertanyaan. Untuk mengetahui tingkat kecemasan peneliti menggunakan
Hamilton Rating Scale for Anxiety (HRS-A), yaitu mengukur aspek kognitif dan
efektif yang terdiri dari 14 pertanyaan, pertanyaan tersebut menggunakan
checklist dengan beberapa alternatif jawaban (Hawari, 2011). Analisa univariat
untuk mengetahui persentase, nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi
masingmasing tingkat kecemasan. Analisia bivariat yang menggunakan data yang
berskala interval dan interval (Pre-test- Post-test) penurunan tingkat kecemasan.
Pengujian perbedaan antara dua mean pada kasus membandingkan penurunan
tingkat kecemasan antara kelompok perlakuan dan kelompok control
menggunakan U Mann-Whitney. Pengujian perbedaan dua mean antara tingkat
kecemasan sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi napas dalam
menggunakan Wilcoxon Test. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 3 sampai
dengan tanggal 20 Mei tahun 2013, di Ruang Bedah RSUD 45 Kabupaten
Kuningan Tahun 2013.

E. Hasil Dan Kesimpulan


Berdasarkan hasil penelitian dapat disimulkan: 1) Terdapat 45% pasien
praoperasi di Ruang Bedah RSUD 45 Kuningan yang mengalami kecemasan berat
dan 40% mengalami kecemasan sedang yang tidak dilakukan pemberian teknik
relaksasi napas dalam. 2) Terdapat 70% pasien praoperasi di Ruang Bedah RSUD
45 Kuningan yang tidak mengalami kecemasan dan 25% yang mengalami
kecemasan ringan yang dilakukan pemberian teknik relaksasi napas dalam. 3)
Rata-rata skor kecemasan pasien bedah di RSUD 45 Kuningan setelah dilakukan
teknik relaksasi napas dalam lebih rendah (11,5 ± 4,72) dibandingkan dengan
yang sebelum dilakukan teknik relaksasi napas dalam 27,1 ± 8,24. 4) Terdapat
perbedaan yang sangat signifikan (p= 0,000) tingkat kecemasan pasien sebelum
dan sesudah dilakukan teknik relaksasi napas dalam di RSUD 45 Kuningan. 5)
Terdapat perbedaan yang sangat signifikan (p= 0,000) tingkat kecemasan pasien
kelompok yang diberi teknik relaksasi napas dalam dan yang tidak diberi teknik
relaksasi napas dalam di RSUD 45 Kuningan.
Bagi RSUD 45 Kuningan dapat memfasilitasi kegiatan pelatihan manajemen
stres, manajemen nyeri dan memotivasi untuk memberikan teknik relaksasi
napas dalam pada pasien praoperasi untuk upaya optimalisasi pemberian asuhan
keperawatan yang lebih berkualitas dan berorientasi pasien (patient-centered
care).
Perawat diharapkan dapat menerapkan berbagai teknik relaksasi, termasuk
salah satunya teknik relaksasi napas dalam yang mudah dilakukan dan cost-
effective dalam upaya mengurangi tingkat kecemasan pasien-pasien praoperasi
disertai dengan meningkatkan kemampuan komunikasi terapeutik dan
mempermudah proses operasi pada pasien.
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar bagi pengembangan penelitian
lanjutan dengan membandingkan efektivitas teknik relaksasi napas dalam
dengan teknik relaksasi lainnya seperti hipnoterapi, progresif, visualisasi, dan
teknik lainnya.

F. Landasan Teori Terkait Penerapan EBNP


Tindakan pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang akan
mendatangkan stressor terhadap integritas seseorang. Pembedahan akan
membangkitkan reaksi stress baik fisiologis maupun psikologis. Pasien
praoperatif biasanya akan mengalami kecemasan karena takut terhadap hal yang
belum diketahuinya, takut kehilangan kontrol/kendali dan ketergantungan pada
orang lain, takut kecacatan dan perubahan dalam citra tubuh normal (Shelly,
Tailor, dkk, 2009).
Kecemasan pada pasien praoperasi harus diatasi, karena dapat menimbulkan
perubahan-perubahan fisiologis yang akan menghambat dilakukannya tindakan
operasi (Smeltzer & bare, 2013).
Menurut Efendy (2008), mengungkapkan bahwa dalam keadaan cemas,
tubuh akan memproduksi hormon kortisol secara berlebihan yang akan berakibat
meningkatkan tekanan darah, dada sesak, serta emosi tidak stabil. Akibat dari
kecemasan pasien praoperasi yang sangat hebat maka ada kemungkinan operasi
tidak bisa dilaksanakan, karena pada pasien yang mengalami kecemasan sebelum
operasi akan muncul kelainan seperti tekanan darah yang meningkat, sehingga
apabila tetap dilakukan operasi akan dapat mengakibatkan penyulit terutama
dalam menghentikan perdarahan, dan bahkan setelah operasi pun akan
mengganggu proses penyembuhan.
Selain itu, dampak fisiologi pasien praoperasi yang mengalami kecemasan
dapat menyebabkan berkurangnya nutrisi, padahal perbaikan jaringan normal
dan resisten terhadap infeki bergantun pada status nutrisi yang cukup. pada
gangguan sistem saraf perawat harus mengobservasi tingkat orientasi, kesadaran
dan mood, pada sistem endokrin akibat asupan karbohidrat yang tidak adekuat
menyebabkan hipoglikemia, dan pada sistem kardiovaskular akan mengalami
perubahan tekanan darah.
Penanganan kecemasan pada pasien praoperasi telah banyak dilakukan, salah
satunya dengan tindakan tehnik relaksasi berupa nafas dalam. Relaksasi
merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress, karena dapat
mengubah persepsi kognitif dan motivasi afektif pasien. Teknik relaksasi
membuat pasien dapat mengontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau
nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri. Hal ini terjadi ketika individu mulai
mempersiapkan diri dan mengikuti instruksi relaksasi, yaitu pada tahap
pengendoran otot dari bagian kepala hingga bagian kaki. Selanjutnya dalam
keadaan rileks mulai untuk memejamkan mata, saat itu frekuensi gelombang
otak yang muncul mulai melambat dan menjadi lebih teratur. Pada tahap ini
individu mulai merasakan rileks dan mengikuti secara pasif keadaan tersebut
sehingga menekan perasaan tegang yang ada di dalam tubuh (Datak, 2008).
Menurut analisa peneliti bahwa teknik relaksasi yang diberikan kepada
responden dengan mengatur suatu intervensi untuk mengajarkan nafas dalam
dan lambat kepada responden dengan tujuan agar responden merasa rilek dan
nyaman sehingga responden tersebut merasakan ketenangan dalam dirinya,
mengurangi stress, dan kekakuan yang dirasakan pada diri responden pada fase
akan dilakukannya operasi tersebut, dan dari tanggapan responden tentang
teknik relaksasi ini mengatakan terapi yang diberikannya kepada klien ini
sangatlah bermanfaat untuk mengatur pernafasannya dan klien merasakan rilek
sehingga klien merasakan tenang dan nyaman dan klien bisa memfokuskan
fikirannya yang lebih tenang untuk menghadapi operasi yang akan dihadapinya.
G. Justifikasi Penerapan EBNP

Praoperasi

Kurang infomasi, kurang pengetahuan, pengalaman, faktor pendukung/support


sistem yang tidak adekuat

kurangnya persiapan mental

1. Individu takut terhadap nyeri yang akan dialami


2. Individu takut terhadap keganasan
3. Individu takut menghadapi ruang operasi dan alat bedah
4. individu takut operasi gagal dan cacat
5. individu takut meninggal di meja operasi

Cemas

Relaksasi nafas dalam (Deep Breathing)

H. Mekanisme Aplikasi Jurnal (SPO)


Penerapan aplikasi jurnal dilakukan di RSUD K.R.M.T Wongsonegoro dengan
menetapkan kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan kriteria inklusi
dalam penelitian ini adalah:
 Pasien praoperatif H-1
 Pasien praoperatif yang bersedia sebagai responden
 Pasien praoperatif yang tidak memiliki gangguan pendengaran

Pengambilan data dengan menyebarkan kuesioner HRS-A kepada responden


untuk mengetahui tingkat kecemasan pasien. Skala kecemasan pasien
praoperatif diberikan kode sebagai berikut :
1: Cemasi ringan (14-20)
2: Cemas sedang (21-27)
3: Cemas berat (28-41)
4: Cemas sangat berat (42-56)
Sesudah terdata tingkat kecemasan pasien, peneliti mengajarkan pasien untuk
melakukan teknik relaksasi napas dalam, setelah pasien bisa melakukan dengan
mandiri, peneliti menyarankan untuk terus mengulanginya beberapa kali, setelah
waktu tenggang 1 hari peneliti mengukur lagi tingkat kecemasan pasien.

Adapun langkah-langkah teknik relaksasi nafas dalam adalah sebagai berikut :


 Usahakan rileks dan tenang.
 Menarik nafas yang dalam melalui hidung dengan hitungan 1,2,3, kemudian
tahan sekitar 5-10 detik.
 Hembuskan nafas melalui mulut secara perlahan-lahan.
 Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskannya lagi melalui
mulut secara perlahan-lahan.
 Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga kecemasan
 Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5 kali.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2009. Konsep Perioperatif. Available at :


http://yenibeth.wordpress.com/category/keperawatan/ (Diakses tanggal : 10
Januari 2019)
Anonim. 2010. Perioperatif. Available at :
http://torazone.com/2490503/ (Diakses tanggal : 10 Januari 2019)
Anonim. 2010. Keperawatan Perioperatif. Available at :
http://tutorialkuliah..com/2009/01/keperawatan-perioperatif_22.html (Diakses
tanggal : 10 Januari 2019)
Efendy.(2008). Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik.Edisi 2.Jakarta :
Salemba Medika
Haris,A..2009. Konsep Dasar Operasi. Available at:
http://lensaprofesi.com/2009/01/konsep-dasar-operasi.html (Diakses tanggal : 10
Januari 2019
Sari, F. S. (2017). Pengaruh Teknik Relaksasi Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien
Praoperatif. Menara Ilmu : Vol. Xi Jilid 1 No.75
Shelly, Tailor, dkk.(2009). Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 5.Jakarta : EGC
Smertzer & Bare.(2008)tinjauan tentang relaksasi. Media ilmu: Yokyakarta
Triyadi, A & Aini, K & Ramadhy, A. S. (2015). Pengaruh Deep Breathing Terhadap Kecemasan
Praoperasi Pasien Di RSUD 45 Kuningan. Jurnal Keperawatan Soedirman : Volume
10, No.2,

Anda mungkin juga menyukai