Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN

Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan


merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi
lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun (Mansjoer, 2010).
Apendisitis adalah penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran kanan bawah rongga abdomen dan penyebab paling umum untuk
bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2008

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Anatomi

Appendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira

10 cm (kisaran 3-15 cm), dan berpangkat di sekum. Lumennya sempit di

bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada

bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit

ke arah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden

appendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang

mesoapendiks penggantungnya.

Appendik veriformis merupakan sisa apeks sekum pada manusia

fungsinya tidak diketahui. Appendiks merupakan tabung panjang, sempit,

pada posisi yang normal appendiks terletak pada dinding abdomen di

bawah titik McBurney. Titik McBurney dicari dengan menarik garis dari
spina iliaka superior kanan ke umbilicus. Titik tengah garis ini merupakan

tempat pangkal appendiks.

Pada kasus selebihnya, appendiks terletak pada retroperitoneal, yaitu

di belakang sekum, di belakang kolon assendens, atau di tepi lateral kolon

assendens. Gejala klinis appendiksitis ditentukan oleh letak appendiks.

2. Fisiologi

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu

normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke

sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan

pada patogenesis appendicitis.

Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut

Associated Lymphoid Tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna

termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai

Pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan appendiks

tidak mempengaruhi sistem imun tubuh. Karena jumlah jaringan limfe di

sini kecil sekali dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di

seluruh tubuh.

C. ETIOLOGI / PREDISPOSISI

Appendiks merupakan infeksi bakteri. Berbagai hal yang berperan

sebagai penyebabnya, menurut Brunner & Suddart yaitu :

1. Hiperplasia dari folikel limfoid yang merupakan penyebab terbanyak

2. Adanya fekolid dalam lumen appendiks


3. Adanya benda asing seperti cacing, biji makanan

4. Struktur karena firbrosis akibat peradangan sebelumnya

5. Sebab lain misalnya karena keganasan (karsinoma, karsinoid)

D. PATOFISIOLOGI

Hiperplasia folikel limfoid, fekalid, cacing, struktur, Ca menyebabkan

obstruksi appendiks yang mengakibatkan mukus yang diproduksi mukosa

terbendung. Makin lama mukus yang terbendung makin banyak dan menekan

dinding apendiks, sehingga mengganggu aliran limfe dan mengakibatkan

dinding Appendiks oedema, serta merangsang tunika serosa dan peritonium

vecerai. Oleh karena itu persyaratan appendiks sama dengan usus, yaitu

thorakal x (vagus) maka ransangan itu disarankan sebagai rasa sakit disekitar

umbilikus, mukus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri dan menjadi

nanah. Kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri belum

terganggu peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium bawah.

Keadaan ini disebut appendiksitis suparatif akut.

Bila kemudian aliran arteri terganggu maka timbul alergen dan ini

disebut dengan appendiksitis perforasi, bila amentum dan usus yang

berdekatan dapat mengelilingi apendiks yang meradang atau perforasi akan

timbul suatu masa lokal, keadaan ini disebut seabgai appendiksitis infiltrat

atau bila masa itu berisi nanah disebut dengan appendiksitas abses, appendiks

yang relatif lebih panjang, dinding pendek dan tipis dan daya tahan tubuh

yang masih kurang. Demikian juga pada orang tua karena telah ada gangguan
pembuluh darah, maka perforasi terjadi lebih cepat. Bila appendiksitis infiltrat

ini menyembuh dan kemudian gejalanya hilang. Timbul dikemudian hari,

maka akan menjadi appendiksitis kronis.

E. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik/gejala yang timbul dari appendicitis menurut Brunner

& Suddart, sebagai berikut:

1. Nyeri kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan,

mual, muntah dan hilangnya nafsu makan

2. Nyeri tekan lokal pada titik McBurney bila dilakukan tekanan

3. Nyeri tekan lepas (hasil/intensifikasi dari nyeri bila tekanan dilepaskan)

4. Derajat nyeri tekan, spasme otot dan apakah terdapat konstipasi/diare

tidak tergantung pada beratnya infeksi dan lokasi appendiks

5. Bila appendiks melingkar di belakang sekum, nyeri dan nyeri tekan dapat

terasa di daerah lumbal, bila ujungnya ada pada pelvis, tanda-tanda ini

dapat diketahui hanya pada pemeriksaan rectal

6. Tanda rovsing dapat timbul dengan melakukan palpasi kuadran bawah kiri

yang secara paradoksial menyebabkan nyeri yang terasa di kuadran kanan

bawah

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan yang dilakukan untuk appendiksitis menurut Brunner &

Suddart sebagai berikut:


1. Pembedahan diindikasikan bila diagnosa appendiksitis telah ditegakkan

2. Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan

3. Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan

4. Appendiktomi (pembedahan untuk mengangkat appendiks) dilakukan

sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi

5. Appendiktomi dapat dilakukan di bawah anestesi umum/spinal dengan

insisi abdomen bawah/dengan laparoskopi, yang merupakan metode

terbaru yang sangat efektif

G. PENGKAJIAN FOKUS

1. Demografi

a. Jenis kelamin

Pria lebih banyak terserang penyakit apendiksitis dari pada wanita.

b. Usia

Terjadi pada usia berapapun. Lebih sering pada usia 10-30 tahun.

c. Pekerjaan

Terjadi pada pekerja yang angkat-angkat berat. (pernah mengalami

operasi abdomen).

2. Riwayat Kesehatan

a. Riwayat Penyakit Dahulu

1) Riwayat infeksi

2) Riwayat penyakit tumor

3) Riwayat gangguan pencernaan yang berat


b. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat penyakit keluarga yang pernah menderita appendiksitis.


3. Data Fokus

a. Pola Nutrisi dan Metabolik

1) Anoreksia

2) Pemenuhan Nutrisi tidak adekuat

3) Penurunan berat badan

4) Demam

b. Pola Eliminasi

1) Buang air kecil lancar / tidak terganggu

2) Buang air besar tidak lancar, konstipasi karena adanya fekolit.

c. Pola kenyamanan

Nyeri pada umbilicus karena adanya imflamasi appendiks.

P= Nyeri bertambah jika beraktifitas yang berlebih, jika batuk nyeri

berkurang jika diberikan posisi semi fowler dan diberi obat

analgetik.

Q = Nyeri seperti ditusuk-tusuk, terbakar.

R = Nyeri dirasakan daerah pusar kemudian berpindah ke perut

kanan bawah

S = 7-8

T = Nyeri hilang timbul.

d. Pola Aktifitas

1) Penurunan toleransi terhadap aktifitas, lemas

2) Keterbatasan aktifitas karena adanya nyeri pada umbilicus.

e. Pola istirahat tidur

Istirahat tidur terganggu karena adanya nyeri.


4. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

1) Terlihat penonjolan pada perut kanan bawah

2) Keadaan umum pasien

a) Tampak lemas

b) TTV

RR meningkat, suhu meningkat, nadi meningkat.

b. Aukultasi

Peristaltic bisa normal / < 5

c. Perkusi

Pekak ( karena ada massa / abses periappendikuler )

d. Palpasi

Nyeri tekan perut kanan bawah

5. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan darah, karena terjadinya peradangan pada appendiks

sehingga dapat diketahui menurun jumlah sel darah putih

b. Pemeriksaan urine dapat dilakukan untuk membedakan dengan

kelainan pada ginjal dan saluran kemih

c. Pada kasus appendiksitis akut tidak diperbolehkan melakukan barium

enema, sedang pada kasus appendiksitis kronis tindakan ini

dibenarkan

d. Pemeriksaan USG, dilakukan bila telah terjadi infiltrat appendikularis.


H. PATHWAYS KEPERAWATAN

Etiologi
Fekolit, tumor appendiks, cating
Infeksi virus, hiperplasia jaringan limfoid

Obstruksi lumen

Mukosa mengekresi aliran


dibawah penyumbatan

Bendungan secret appendik disertai pelebaran

Peningkatan pembuluh
darah appendik

Edema dinding appendik

Resistensi selaput lendir

Mudah diserang kuman

Appendiksitis

Demam Rangsang saraf parasimpatis Rangsang saraf simpatis

Nerfus vagus Nerfus thorax

Intoleransi aktifitas
Mual Nyeri

Muntah
Gangguan rasa nyaman nyeri

Output berlebih Intake tidak adekuat

Resiko defisit volume


Gangguan
cairan pemenuhan nutrisi
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko Defisit volume cairan b/d output yang berlebih

2. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d Intake  adekuat akibat mual,

muntah

3. Gangguan rasa nyaman nyeri b/d nyeri perut kanan bawah

4. Intoleransi aktifitas b/d peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder akibat nyeri

J. INTERVENSI DAN RASIONAL

1. Resiko Defisit Volume cairan b/d output yang berlebih

Tujuan : Kebutuhan cairan pasien terpenuhi.

KH : a. Meningkatkan masukan cairan sesuai advis dr.

b. Mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal

c. Menceritakan perlunya untuk meningkatkan masukan cairan selama

panas (suhu tubuh meningkat).

Intervensi : Kaji keadaan umum pasien (khususnya  cairan)

Rasional : Untuk mengetahui kebutuhan cairan pasien (jumlah)

Intervensi : Pantau masukan; pastikan sedikitnya 1500 ml cairan peroral setiap

Rasional : Untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien & tidak terjadi dehidrasi

Intervensi : Pantau keluaran ; pastikan sedikitnya 1000-1500 ml / 24 jam pantau

terhadap penurunan berat jenis urine

Rasional : Untuk mengetahui jumlah keluaran, menurun berat jenis urine.

Intervensi : Ajarkan bahwa kopi, the dan jus buah anggur menyebabkan diuresis dan

dapat menambah kehilangan cairan


Rasional : Pasien dapat berhati-hati dalam mengkonsumsi minuman tersebut agar

tidak terjadi kehilangan cairan berlebih

Intervensi : Kolaborasi dengan dr, yang menangani pasien

Rasional : Agar tindakan yang dilakukan sesuai dengan advis dokter

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat

akibat mual, muntah

Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien tercukupi

KH : a. Meningkatkan masukan oval seperti yang ditujukan dokter dan ahli gizi

b. Menjelaskan faktor penyebab

c. Menjelaskan rasional dan prosedur-prosedur pengobatan

Intervensi : Tentukan kebutuhan kalori harian yang dibutuhkan pasien

Rasional : Untuk mengetahui kebutuhan nutrisi pasien yang cukup.

Intervensi : Timbang BB setiap hari, pantau hasil laboratorium

Rasional : Untuk mengetahui kondisi tubuh pasien berhubungan dengan pemenuhan

nutrisi

Intervensi : Ajarkan pasien untuk menggunakan penyedap rasa (seperti bumbu)

Rasional : Untuk meningkatkan nafsu makan pasien.

Intervensi : Beri dorongan pasien untuk makan bersama dengan orang lain / keluarga.

Rasional : Adanya kesenangan bersama dapat menambah nafsu makan .

Intervensi : Kolaborasi dengan dokter dan ahli gizi untuk pengobatan selanjutnya.

Rasional : Mempercepat pemulihan kondisi pasien.

Intervensi : Berikan makanan porsi kecil, sedikit tapi sering.

Rasional : Asupan makanan pasien terpenuhi sedikit demi sedikit.


3. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan nyeri perut kanan bawah (proses

penyakit)

Tujuan : Pemulihan rasa nyaman pasien

KH : a. Memperlihatkan bahwa orang lain membenarkan adanya nyeri

b. Menghubungkan pengurangan nyeri setelah dilakukan tindakan

peredaan rasa nyeri

Intervensi : Kaji nyeri pasien dengan pola PQRST

Rasional : Untuk mengetahui nyeri pasien secara spesifik.

Intervensi : Ajarkan tindakan penurunan nyeri non invasif (relaksasi)

Rasional : Untuk menurunkan intensitas nyeri pasien.

Intervensi : Beri kesempatan untuk istirahat siang dan waktu tidur yang tidak terganggu

malam hari (harus istirahat bila nyeri mereda)

Rasional : Nyeri pasien mereda dan pasien dapat beristirahat.

Intervensi : Berikan pereda rasa sakit yang optimal dengan analgesik.

Rasional : Menurunkan rasa sakit yang tidak tertahankan.

Intervensi : Kolaborasi dengan dokter, adanya nyeri berhubungan dengan penyakit.

Rasional : Agar pemberian tindakan berdarakan advis dokter.

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder

akibat nyeri.

Tujuan : Pasien dapat beraktifitas kembali seperti semula


KH : a. Mengindentifikasi faktor-faktor yang menurunkan toloeran aktivitas.

b. Memperlihatkan kemajuan (ke tingkat lebih tinggi dari metabolisme)

c. Memperlihatkan penurunan tanda-tanda hipoksia pada peningkatan

aktivitas (nadi, tekanan darah, pernafasan)

Intervensi : Kaji respon pasien terhadap aktifitas

Rasional : Mengetahui keadaan umum pasien (dalam berakfitas)

Intervensi : Meningkatkan aktivitas secara bertahap.

Rasional : Meningkatkan toleransi latihan untuk beraktifitas secara perlahan-lahan.

Intervensi : Ajarkan pasien metode penghematan energi untuk aktifitas

Rasional : Pasien dapat beraktifitas secara bertahap dan tetap memperhatikan energi

yang dipunyai pasien.

Intervensi : Anjurkan keluarga untuk menemui pasien beraktifitas didampingi perawat.

Rasional : Pasien merasa nyaman dengan adanya keluarga dalam beraktifitas.

Intervensi : Kolaborasi dengan dokter tentang pembeian latihan.

Rasional : Pemberian latihan tidak mempengaruhi penyakit dan bahkan dapat

memulihkan energi pasien.


DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Editor Monica Ester,
SKp. Jakarta : EGC.
Carwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologis. Alih Bahasa Pandit, Brahm U Sp.kk, Editor
Pakaryaningsih, Endh Sp.kk. Jakarta : EGC.
Doengoes E. Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Jakarta : EGC.
Mansyoer Arif, Triyanti, Kuspuji, dkk. 1991. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta :
Media Aesculapis.
Smeltzer Suzanne C, Bare Brenda G. 2001. Keperawatan Bedah Buku Saku dari Brunner dan
Suddarth. Alih Bahasa Agung Waluyo. Editor Monica Ester, S.Kp. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai