KONSEP TEORI
1
ini gagal bila terjadi perubahan takanan yang berlebihan dan cepat atau pada
stroke fase akut (Bahrudin, 2010).
Otak adalah alat tubuh yang penting karena merupakan pusat komputer dari
semua alat tubuh. Jaringan otak dibungkus oleh 3 selaput otak (meningen) dan
dilindungi oleh tulang tengkorak yang kuat dalam kavum krani. Otak mengapung
dalam cairan serebrospinalis untuk menunjang otak yang lembek dan halus.
Selaput otak (meningen) membungkus otak dan sumsum tulang belakang untuk
melindungi struktur saraf yang membawa pembuluh darah dan cairan sekresi
serebrospinalis memperkecil benturan atau getaran pada otak dan sumsum tulang
belakang (Syaifuddin, 2011).
Gambar 2. Meningen
Otak terletak dalam rongga kranium (tengkorak) berkembang dari sebuah
tabung yang mulanya memperhatikan tiga gejala pembesaran otak awal. Otak
depan menjadi hemisfer serebri, korpus striatum, thalamus, serta hipotalamus.
Otak tengah ada tegmentum, krus serebrium, korpus kuadrigeminus. Otak
belakang dibagi ada pons varoli, medulla oblongata, dan serebelum. Meningen
terdiri atas durameter, arachnoid, dan piameter, penjelasan sebagai berikut:
a. Durameter disebut pachimeningen atau meningen fibrosa karena tebal, kuat,
dan mengandung serabut kolagen. Pada durameter dapat diamati adanya
serabut elastis, fibrosit,saraf, pembuluh darah, dan limfe.
2
b. Arachnoid terdiri atas fibrosit yang berbentuk pipih dan serabut kolagen.
Arachnpoid biasa disebut leptomeninges merupakan selaput yang tipis dan
transparan. Arachnoid berbentuk seperti jarring laba-laba diantara arachnoid
dan pirameter terdapat ruangan berisi cairan yang berfungsi untuk melindungi
otak bila terjadi benturan.
c. Piameter adalah membran yang sangat lebut dan tipis. Lapisan ini melekat
pada otak. Piameter mengandung sedikit serabut kolagen dan membungkus
seluruh permukaan system saraf pusat dan vaskula besar yang menembus
otak.
Sumber energi otak berasal dari metabolisme aerobik karena itu memerlukan
02 dan glukosa dalam waktu 24 jam sehari. Peredaran darah serebri berasal dari 4
arteri, yaitu 2 arteri karotis interna dan 2 arteri vertebalis. Arteri karotis interna
berasal dari percabangan arteri karotis komunis dan menembus basis kranii
melalui formane jugularis. Arteri vertebralis mauk ke cranium melalui formaen
oksipital dan tidak seperti arteri lain arteri ini bergabung membentuk arteri
basilaris. Secara skematis, system arterial intracranial dibagi menjadi bagian
anterior yang terdiri dari atas sirkulasi karotis dan bagian posterior yang terdiri
atas sirkulasi vertebra-basilar (Yuyun, 2016).
Arteri kepala dan leher disuplai oleh arteri karotis komunis dekstra dan
sinistra. Pada masing-masing sisi menuju ke atas leher dibawah otot
sternomastoid dan pada ketinggian perbatasan atas kartilago tiroid membagi diri
menjadi dua; arteri karotis eksterna dan interna. Arteri karotis interna diteruskan
ke arteri vertebralis. Cabang bagian pertama subklavia berjalan naik melaui
foramen prosesus transversi masuk ke cranium melaui foramen magnum berjalan
ke atas lalu ke depan medial medula oblongata, sampai di tepi bawah pons arteri
ini bergabung dan membentuk A.basilaris, cabang-cabang kranial A.vertebralis.
Arteri basilaris dibentuk oleh dua A.vertebralis berjalan naik dalam alur. Pada
permukaan anterior pons bercabang dua; A.serebralis posterior dan
A.sirkumarteriosus (Syaifuddin, 2011).
3
1.2 Definisi
Stroke juga disebut serangan otak. Dalam bahasa medis, stroke disebut CVA
(celebro-vascular accident). Merujuk pada istilah medis, stroke didefinisikan
sebagai gangguan saraf permanen akibat terganggunya pereddaran darah ke otak,
yang terjadi sekitar 24 jam atau lebih. Sindrom klinis ini terjadi secara mendadak
serta bersifat progresif sehingga menimbulkan kerusakan otak secara akut dengan
tanda klinis yang terjadi secara fokal dan atau global (Lingga, 2013).
Menurut World Health (WHO) stroke didefinisikan sebagai suatu gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik,
baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam atau dapat
menimbulkab kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak.
Stroke termasuk penyakit serebrovaskular yang ditandai dengan kematian
jaringan otak (infark serebal) yang terjadi karena berkurangnya aliran adarah dan
oksigen ke otak (Yuyun, 2016). Sindrom neurologi akut yang disebabkan oleh
gangguan aliran darah yang timbul secara hemiparesis sekunder semacam
gangguan aliran darah. Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan
fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering
ini adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun (Smeltzer
dkk, 2002).
Stroke hemoragik terjadi ketika pembuluh darah terjadi ruptur. Penyebab
perdarahan yang kurang umum adalah pecahnya struktur abnormal pembuluh
darah berdinding tipis (malformasi arteriovenosa). Stroke hemoragik disebabkan
oleh perdarahan ke dalam jaringan otak (disebut hemoragia intraserebrum atau
hematom intraserebrum) atau perdarahan ke dalam ruang subarachnoid, yaitu
ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak
(disebut hemoragia subarachnoid) (Yuyun, 2016). Stroke hemoragik terjadi akibat
pembuluh darah yang menuju ke otak mengalami kebocoran (perdarahan).
Perdarahan umumnya terjadi pada batang otak (brain stem), selaput otak
(korteks), dan serebelum. Kebocoran tersebut menyebabkan sel otak tidak
mendapatkan suplai oksigen dan nutrisi yang diperlukan akhirnya sel otak
4
mengalami kematian (Lingga, 2013). Banyak kasus stroke hemoragik
membutuhkan perawatan jangka panjang, hanya 20% penderita yang dapat hidup
secara independen, sedangkan 40% kasus meninggal dalam 30 hari dan sekitar
separuhnya akan meninggal dalam 48 jam (Darotin, Nurdiana, dan Nasution,
2017).
1.3 Epidemiologi
Stroke adalah penyebab cacat nomor satu dan penyebab kematian nomor dua
di dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan
semakin penting, dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara
yang sedang berkembang (Feigin, 2006). Di Amerika Serikat, stroke menempati
posisi ketiga sebagai penyakit utama yang menyebabkan kematian. Posisi di
atasnya dipegang penyakit jantung dan kanker. Di negeri Paman Sam ini, setiap
tahun terdapat laporan 700.000 kasus stroke. Sebanyak 500.000 diantaranya kasus
serangan pertama, sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa stroke berulang.
Sebanyak 75 persen penderita stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan.
Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker.
Sebanyak 28,5 persen penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita
kelumpuhan sebagian maupun total. Hanya 15 persen saja yang dapat sembuh
total dari serangan stroke dan kecacatan. Menurut Yayasan Stroke Indonesia
(Yastroki), terdapat peningkatan yang dramatis kejadian stroke di Indonesia
dalam dasawarsa terakhir. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena
stroke per tahun (Depkes RI, 2012). Stroke juga merupakan penyebab utama
gangguan fungsional dengan 20% penderita yang masih bertahan hidup
membutuhkan perawatan institusi setelah 3 bulan dan 15-30% menjadi cacat
permanen. (Yuyun, 2016).
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar
7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil.
Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara
(10,8%), diikuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta
5
masing-masing 9,7 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan terdiagnosis nakes dan
gejala tertinggi di Sulawesi Selatan (17%), DI Yogyakarta (19,9%), Sulawesi
Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil (Riskesdas, 2013).
Mordibitas yang kebih parah dan mortalitas yang lebih tinggi terdapat pada
stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemia. Literatur lain menyatakan hanya
8-18% dari stroke keseluruhan yang bersifat hemoragik. Namun demikian,
pengkajian retrospektif menemukan bahwa 40,9% dari kasus stroke merupakan
stroke hemoragik (Yuyun, 2016). Stroke juga merupakan penyebab utama
gangguan fungsional dengan 20% penderita yang masih bertahan hidup
membutuhkan perawatan institusi setelah 3 bulan dan 15-30% menjadi cacat
permanen. Stroke juga merupakan kejadian yang dapat menjadi cacat, tetapi juga
kepada seluruh anggota keluarga dan pengasuh yang lain.
1.4 Etiologi
Ada banyak faktor yang berperan dalam menentukan seseorang terkena stroke
atau tidak. Beberapa faktor tersebut antara lain sebgai berikut (Yuyun, 2016).
a. Usia
Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke. Sekitar 30%
dari stroke terjadi sebelum usia 65 tahun; 70% terjadi pada mereka yang 65
tahun ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk setiap 10 tahun di
atas 55 tahun.
b. Hipertensi
Hipertensi menyebebakan 2/3 kasus ICH. Area yang sering terkena adalah
thalamus, ganglia basalis, pons, serebelllum. Area-area ini merupakan area
yang mendapatkan vaskularisasi dari r. perforantes MCA atau a. basilaris.
Sebagai respon terhadap tekanan darah yang tinggi, arteri-arteri kecil ini akan
mengalami hyperplasia tunika intima, hialinisasi tunika intima, dan degenerasi
tunika media, yang meningkatkan risiko nekrosis fokal pada dinding vaskular
dan akhirnya rupture. Peniliti lain mengusulkan bahwa stress hemodinamik
pada arteri kecil akan megakibatkan terbentuknya mikro-aneurisma, yang
6
dsebut Charcort-Bouchard aneurisma. Mikro-aneurisma inilah yang dianggap
menjadi penyebab ICH lobar pada pasien dengan hipertensi tanpa kelainan
vaskular.
c. Riwayat stroke sebelumnya
d. Alkohol
e. Narkoba
Penggunaan kokain dan phenylcyclidinei terkait dengan stroke hemoragik,
meskipun keduanya tidak memiliki sifat anti-koagulan.
f. Koagulopati dan penggunaan anti-koagulan/trombolitik
Koagulopati pada pasien dengan gagal hati ataupun karena genetic dapat
menyebabkan terjadinya ICH. Pasien dengan status slow metabolizer terhadap
warfarin beresiko menderita ICH jika diberikan terapi warfarin. Status ini
disebabkan oleh polimorfise pada gen CYP2C9.
g. Cerebal amyloidosis
Cerebral amyloidosis (CA) sering mengenai pasien manula. CA bertanggung
jawab atas 10% kejadian ICH. CA jarang mengenai pasien berusia <60 tahun.
Gejala CA ditandai dengan penumpukan amiolid beta-protein pada vaskular
sedang dan kecil, pada leptomeningeal dan korteks, tidak mengenai vaskular
ganglia basalis substansia alba dan fossa posterior.
h. Malformasi arteriovena dan fistula arteriovena
Malformasi vaskular otak dapat dibagi menjadi empat bagian besar yaitu
malformasi vena, capillary telangiectasis, malformasi arteriovenous dan
cavernoma.
i. Cavernoma
Cavernoma atau yang disebut juga cerebral cavernous malformation atau
carvenous angioma adalah kelainan vaskular otak yang ditandai dengan
sinusoid tersebut.
j. Vaskulitis
Vaskulitis otak merupakan suatu kelompok penyakit heterogen dengan
berbagai etiologi yang semuanya ditandai dengan inflamasi dengan atau tanpa
7
nekrosis dinding vaskular.informasi klinis yang diperlukan dalam menentukan
jenis vaskulitis sangat ekstensif.
k. Tumor
Tumor otak primer maupun sekunder menyebabkan 1-14% stroke hemoragik.
Perdarahan dapat berada intra-tumoral maupun meluas ke parenkim otak
sekitar.
l. Aneurisma
Peluang menemukan aneurisma pada orang muda tanpa faktor risiko lain
adalah sebesar 2,3 %. Aneurisma bertanggung jawab terhadap kejadian SAH.
Namun penelitian lain mencatat 34% rupture aneurisma berkaitan dengan ICH
dan sekitar 1,6% ruptur ini terkait dengan ICH tanpa SAH.
m. Ruptur kapiler atau vena
Ruptur kapiler atau vena diperkirakan adalah etiologi SAH perimesencephalic
autramatik non-aneurisma. Sebanyak 10% dari seluruh SAH disebabkan oleh
rupture kapiler/vena perimensensefalik.
n. Trombosis sinus venosus
Thrombosis vena intraserebal atau sinus dural diperkirakan terjadi 3-
4/1.000.000 orang, dengan 75% kasus terjadi pada wanita. Sekitar 39% dari
seluruh trombosis ini berakibat pada perdarahan.
o. Hipertensi dalam Kehamilan
Meskipun sangat jarang, terdapat laporan kasus bahwa hipertensi dalam
kehamilan dapat menyebabkan SAH. Hal ini mungkin disebabkan oleh
kenaikan tekanan darah mendadak selama kehamilan/persalinan yang disertai
dis-autoregulasi vaskular otak sehingga menyebabkan rupture arteri pial yang
relative halus. ICH pada pasien hamil dengan preklampsia pun pernah
dilaporkan.
1.5 Klasifikasi
Klasifikasi modifikasi Marshall untuk stroke adalah sebagai berikut (Yuyun,
2016):
8
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1) Stroke Iskemia
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosit serebri
c. Emboli serebri
2) Stroke Hemoragik
Terdapat dua bentuk stroke
a. Perdarahan intraserebal
Perdarahan intraserebral. Dalam perdarahan intraserebral,
pembuluh darah di otak semburan dan tumpah ke jaringan otak di
sekitarnya, merusak sel-sel otak. Sel-sel otak di luar kebocoran
kekurangan darah dan juga rusak. Tekanan darah tinggi, trauma,
malformasi vaskular, penggunaan obat pengencer darah dan kondisi
lain dapat menyebabkan perdarahan intracerebral.
Pendarahan intra serebral mempunyai gejala prodromal,kecuali
nyeri kepala pada hipertensi. Serangan sering kali pada siang hari.mual
dan muntah sering terdapat pada serangan permulaan serangan
hemiparesis/hemiplegi terjadi pada sejak kesadaran menurun dan cepat
coma (65% terjadi kurang dari setengah jam dan 12% terjadi setelah 2
jam sampai 19 hari.
9
b. Perdarahan subarachnoid
Dalam pendarahan subarakhnoid, arteri di atau dekat permukaan
otak pecah dan tumpah ke ruang antara permukaan otak dan
tengkorak. Pendarahan ini sering ditandai dengan sakit kepala yang
tiba-tiba dan parah. Subarachnoid hemorrhage biasanya disebabkan
oleh ledakan aneurisma berbentuk kantung kecil atau berry. Setelah
perdarahan, pembuluh darah di otak Anda dapat melebar dan
menyempit secara tidak teratur (vasospasme), menyebabkan kerusakan
sel otak dengan lebih lanjut membatasi aliran darah. Gejala nyeri
kepala hebat dan akut kesadaran sering terganggu dan sangat
bervariasi.ada gejala, tanda rangsangan meningeal. edema pupil bila
ada pendarahan subhilaloid karena pecahnya aneurisma.
2. Berdasarkan stadium/pertimbangan waktu:
1) Transient Ischemic Attack (TIA)
2) Stroke-in-evolution
3) Completed stroke
3. Berdasarkan system pembuluh darah:
1) Sistem karotis
2) Sistem vertebra-basiler
1.6 Patofisiologi
Pada ICH, perdarahan terjadi di dalam parenkim otak. Hal ini diperkirakan
terjadi akibat bocornya darah dari pembuluh darah yang rusak akibat hipertensi
kronis. Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh darah arteriola yang
berdiameter 100-400 mikrometer mengalami perubahan patologi pada dinding
pembuluh darah tersebut yaitu berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid, serta
timbulnya aneurisma tipe Bouchard. ICH memiliki tiga fase, yaitu perdarahan
awal, ekspansi hematoma, dan edema peri hematoma. Perdarahan awal
disebabkan oleh faktor-faktor risiko diatas. Prognosis sangat dipengaruhi oleh
kedua fase berikutnya. Ekspansi hematoma, yang terjadi dalam beberapa jam
10
setelah fase perdarahan awal terjadi, akan meningkatkan TIK yang pada
gilirannya akan merusak BBB (Blood Brain Barrier). Peningkatkan TIK
berpotensi menyebabkan herniasi. Kerusakan BBB ini menyebabkan fase
berikutnya yaitu pembentukan edema peri-hematoma. Fase terakhir ini dapat
terjadi dalam beberapa hari setelah fase pertama terjadi dan merupakan penyebab
utama perbuurkan neurologis, akibat penekanan bagian otak normal (Magistris,
2013 dalam Yuyun, 2016).
Perdarahan subarachnoid terjadi akibat pembuluh darah di sekitar permukaan
otak pecah sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid. Perdarahan
subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular atau
perdarahan dari arterivenous malformation (AVM). SAH mengakibatkan selain
peningkatan TIK,SAH mengakibatkan vasokontriksi akut, agregasi platelet, dan
kerusakan mkrovaskuler. Hal ini mengakibatkan penurunan bermakna perfusi
otak dan iskemia.
Manifestasi stroke dapat berhubungan dengan penyebabnya dan bagian otak yang
bagian perfusinya terganggu. Arteri serebral bagian tengah adalah bagian yang paling
sering terjadi stroke iskemik. Gangguan yang terjadi pada klien juga bermacam-
macam, tergantung pada bagian otak mana yang terkena (bagian dominan atau
nondominan). Tingkat penurunan fungsi bervariasi, dari gangguan kecil hingga
kehilangan fungsi tubuh yang serius (Black, Joyce dan Jane, 2009).
a. Hemiparesis (kelemahan) dan Hemiplegia (paralisis)
b. Afasia (penurunan kemampuan berkomunikasi)
c. Disartria (kesulitan dalam berbicara)
d. Disfagia (kesulitan menelan)
e. Apraksia (mempengaruhi integrasi motorik kompleks)
f. Penurunan ketajaman pengelihatan
g. Hemianopia homonimus (kehilangan setengah dari pengeliahatn normal)
11
h. Sindrom horner (paralisis pada saraf simpatik di mata)
i. Agnosia (gangguan kemampuan mengenali benda melalui indra pengelihatan
atau pendengaran)
j. Penurunan sensorik (kondisi hemiparesis/kehilangan sensasi pada bagian satu sisi
tubuh)
k. Perubahan perilaku (reaksi dan respons emosi menghambat fungsi kontrol)
l. Inkontinensia (disfungsi sistem pencernaan dan perkemihan)
m. Negleksi unilateral (ketidakmampuan seseorang untuk merespos stimulus pada
bagian kontralateral diinfark serebral)
A. Tes darah. Menentukan seberapa cepat gumpalan darah, apakah gula darah
tinggi atau rendah secara abnormal, apakah bahan kimia darah penting tidak
seimbang, atau apakah kemungkinan mengalami infeksi. Memperlambat
waktu pembekuan darah dan kadar gula serta bahan kimia utama lainnya akan
menjadi bagian dari perawatan stroke.
D. USG karotis. Dalam tes ini, gelombang suara menciptakan gambar terperinci
dari bagian dalam arteri karotid di leher. Tes ini menunjukkan penumpukan
deposit lemak (plak) dan aliran darah di arteri karotid.
12
E. Cerebral Angiogram. Dalam tes ini, dokter memasukkan selang kateter
melalui sayatan kecil, biasanya di selangkangan, dan memandu melalui arteri
utama dan ke arteri karotid atau vertebral. Kemudian dokter menyuntikkan
pewarna ke pembuluh darah Anda untuk membuatnya terlihat di bawah sinar
X-ray. Prosedur ini memberikan gambaran rinci tentang arteri di otak dan
leher. Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurism atau malformasi vaskular.
G. Lumbal pungsi. Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada
cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarakhnoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan
adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil
biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
1. Tindakan darurat
13
2. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
3. Pengobatan
4. Pembedahan
14
d. Surgical AVM removal. Dokter bedah menghilangkan AVM yang
lebih kecil jika terletak di daerah yang dapat diakses otak untuk
menghilangkan risiko pecah dan menurunkan risiko stroke
hemoragik. Namun, tidak selalu untuk menghilangkan AVM, jika
cara ini menyebabkan pengurangan fungsi otak yang terlalu besar,
atau jika AVM terlalu besar atau terletak jauh di dalam otak .
1. Posisikan kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring apabila
muntah dan boleh mulai mobilisasi bertahap jika hemodialisa stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan oksigen sesuai kebutuhan.
4. Bed rest.
15
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonok.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi atau cairan suction berlebih yang
dapat meningkatkan TIK.
10. Nutrisi peroral hanya diberikan jika fungsi menelan baik, apabila
kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebainya dipasang NGT.
16
BAB II. CLINICAL PATHWAY
Hipertensi Aneurisma
↑ viskositas
Adanya titik lemah
darah
dalam dinding arteri
cerebral
↑ tekanan
intravaskuler Ruptur
aneurisma
Pembuluh
darah pecah
Perdarahan
arachnoid/ventrike
l
Hematoma
cerebral
↑ TIK
Iskemik/infark
Hematoma jaringan jaringan otak
cerebral
Vasospasme
Resiko kematian
↑ TIK pembuluh darah
cerebral
Risiko
ketidakefektifan
Nyeri akut
perfusi jaringan otak
17
Herniasi cerebral Disfungsi otak Disfungsi otak
global fokal
18
Perubahan (N1) daya penciuman ↓ (N9,10,11,5) (N12) reflek
denyut jantung (N2346) daya penglihatan ↓ kemampuan menelan↓ mengunyah↓
(N7) daya pengecap (lidah) ↓
Kardiak output ↓ (N8) daya pendengaran dan
keseimbangan tubuh ↓
Ketidak-seimbangan Tersedak
nutrisi: kurang dari
Ketidakefektifan Gangguan presepsi kebutuhan tubuh
perfusi jaringan sensori Obstruksi jalan napas
perifer
19
BAB III. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
I. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.
II. Riwayat Kesehatan
1) Diagnosa Medik
Stroke Hemmoraghic
2) Keluhan utama
20
keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi
dan pikiran klien dan keluarga.
21
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara
10. Pola manajemen koping-stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.
11. Sistem nilai dan keyakinan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak stabil,
kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
IV.Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
- Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
- Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara
2. Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
3. Pengkajian Fisik Head to toe (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
1) Kepala
Rambut umumnya tidak ada kelainan. Bentuk normocephalik, muka
umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi.
2) Mata
Penglihatan berkurang.
3) Telinga
Pendengaran terganggu.
4) Hidung
Bentuk simetris, agak sedikit kotor, tidak terdapat polip.
5) Mulut
Posisi umunya tidak simetris yaitu mencong kesalah satu sisi.
6) Leher
Leher kaku kuduk jarang terjadi.
7) Dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi, wheezing
ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat penurunan
22
refleks batuk dan menelan.
8) Abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bedrest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
9) Urogenital
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
10) Ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
11) Kulit dan Kuku
Jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga dikaji tanda-
tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena klien CVA
Bleeding harus bedrest 2-3 minggu. Kuku perlu dilihat adanya
clubbingfinger, cyanosis.
12) Keadaan Lokal
-
V. Terapi
Anti koagulan, heparin untuk menurunkan kecenderungan perdarahan pada
fase akut. Obat anti trombotik pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik/embobolik. Diuretika untuk menurunkan edema serebral.
VI.Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan penunjang paling sering digunakan CT Scan, MRI dan
analisis laboratorium pada tes darah.
23
asupan diet kurang ditandai dengan berat badan 20% atau lebih di bawah
rentang berat badan ideal, ketidakmampuan memakan makanan.
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik ditandai dengan dilatasi pupi,
perilaku ekspresif, ekspresi wajah nyeri.
24
3.3 Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan & Intervensi Rasional
KH
1. Ketidakefektifan Bersihan 1. Selalu mencuci 1. Mencuci
bersihan jalan jalan nafas tangan tangan
napas kembali 2. Posisikan pasien meminimalkan
berhubungan efektif berpindah tiap 2 terjadinya hais
dengan mukus selama 3x24 jam 2. Sekret dalam
berlebih d.d jam, dengan 3. Lakukan saluran
sputum dalam kriteria hasil: fisioterapi dada pernafasan
jumlah yang 1. Suara 4. Lakukan bisa keluar
berlebihan, batuk napas bersih penyedotan dengan
yang tidak 2. Tidak melalui pemberian
efektif, suara terdapat endotrakea atau posisi yang
napas tambahan. ronchi, nasotrakea berpindah tiap
wheezing 5. Pertahankan 2 jam
ataupun teknik steril 3. Melancar-kan
suara nafas ketika pengeluaran
tambahan melakukan secret dan
3. Batuk penyedotan dan mengembang-
efektif perawatan kan paru
4. Pernafasan trakeostomi dengan teknik
teratur, RR 6. Monitor status fisioterapi
16-20x/menit pernafasan dan dada
oksigenasi 4. Penyedotan
7. Monitor dapat
kecepatan, membersih-
irama, kan mukus
kedalaman dan berlebih
25
kesulitan 5. Pencegahan
bernafas resiko infeksi
8. Laksanakan dengan
hasil kolaborasi menggunakan
pemberian teknik steril
nebulizer pada
penyedotan
6. Melakukan
monitoring
dapat
mengetahui
pemberian
oksigenasi
sudah tepat
atau perlu
penyesuaian
lagi.
7. Melakukan
monitoring
dengan
permasalahan
bersihan jalan
nafas dapat
memantau
resiko takipnea
dan sesak
napas.
8. Memberikan
pengobatan
26
untuk
mempercepat
pengenceran
sekret dan
kesembuhan.
2. Ketidakseimbang Nutrisi 1. Tentukan a) Untuk
an nutrisi: kurang terpenuhi kemampuan menetapkan
dari kebutuhan selama 3x24 klien dalam jenis makanan
tubuh jam dengan mengunyah, yang akan
berhubungan kriteria hasil: menelan dan diberikan pada
dengan asupan 1. Berat reflek batuk klien
diet kurang badan 2. Letakkan posisi b) Untuk klien
ditandai dengan dapat kepala lebih lebih mudah
berat badan 20% ditingkat tinggi pada untuk menelan
atau lebih di kan atau waktu, selama karena gaya
bawah rentang diperta- dan sesudah gravitasi
berat badan ideal, hankan makan c) Nutrisi yang
ketidakmampuan 2. Hb dan 3. Pantau asupan diberikan bisa
memakan albumin intake dan dipantau
makanan. dalam output kesesuaiannya
batas 4. Berikan dengan pasien
normal informasi d) Keluarga bisa
kepada keluarga mengerti
mengenai tindakan yang
nutrisi yang dilakukan
diberikan tenaga medis
5. Kolaborasi e) Memberikan
dengan tim cairan
dokter untuk pengganti dan
27
memberikan juga makanan
ciran melalui iv jika klien tidak
atau makanan mampu
melalui selang memasukkan
melalui mulut.
3. Hambatan Mobilitas
1. Ubah posisi 1. Menurunkan
mobilitas fisik fisik dapat
klien tiap 2 jam resiko
berhubungan dilakukan
2. Berikan papan terjadinnya
dengan intoleran sesuai
kaki pada iskemia
aktivitas ditandai kemapuan
ekstrimitas jaringan akibat
dengan selama 3x24
dalam posisi sirkulasi darah
penurunan jam dengan
fungsional yang jelek
rentang gerak, kriteria hasil:
3. Lakukan gerak pada daerah
gerakan spastik, 1. Tidak
pasif pada yang tertekan
penurunan terjadi
ekstrimitas yang 2. Mencegah
keterampilan kontraktu
sakit kontraktur dan
motorik kasar r sendi
4. Tinggikan memfasilitasi
2. Bertamba
kepala dan kegunaanya
h
tangan jika berfungsi
kekuatan
kembali
otot 5. Ajarkan klien
3. Klien untuk 3. Otot volunter
menunjuk melakukan akan
kan latihan gerak kehilangan
tindakan aktif pada tonus dan
untuk ekstrimitas yang kekuatannya
meningka tidak sakit bila tidak
tkan 6. Kolaborasi dilatih untuk
mobilitas dengan ahli digerakkan
28
fisioterapi untuk
4. Menaikan
latihan fisik
aliran balik
klien
vena dan
membantu
mencegah
terbentuknya
edema
5. Gerakan aktif
memberikan
massa, tonus
dan kekuatan
otot serta
memperbaiki
fungsi jantung
dan pernapasan
6. Program yang
khusus dapat
dikembangkan
untuk
menemukan
kebutuhan
yang berarti /
menjaga
kekurangan
tersebut dalam
keseimbangan,
koordinasi dan
kekuatan.
29
4. Defisit perawatan Kebutuhan
1. Tentukan 1. Membantu
diri: mandi perawatan
kemampuan dan dalam
berhubungan diri klien
tingkat menganti-
dengan terpenuhi
kekurangan sipasi atau
kelemahan selama 3x24
dalam merencanakan
ditandai dengan jam dengan
melakukan pemenuhan
ketidakmampuan kriteria hasil:
perawatan diri kebutuhan
membasuh tubuh 1. Klien
secara
2. Lakukan
dapat
individual
memandikan
melakukan
klien yang tidak 2. Membantu
aktivitas
mampu klien agar
perawatan
melakukan memenuhi
diri sesuai
sendiri kebutuhan dan
dengan
mencegah
kemampu- 3. Ajarkan
resiko infeksi
an klien keluarga
2. Klien memandikan 3. Keluarga bisa
dapat pasien membantu
mengiden- merawat
4. Kolaborasi
tifikasi pasien ketika
dengan ahli
sumber sudah
fisioterapi
pribadi/ko dipulangkan
munitas
4. Memberikan
untuk
bantuan
memberi-
mengembang-
kan
kan rencana
bantuan
terapi
sesuai
kebutuhan
30
5. Hambatan Proses
1. Berikan metode 1. Memenuhi
komunikasi komunikasi
alternatif kebutuhan
verbal klien dapat
komunikasi, komunikasi
berhubungan berfungsi
misal dengan sesuai dengan
dengan secara
bahasa isarat kemampuan
ketidakcukupan optimal
klien
2. Antisipasi setiap
stimuli ditandai selama 3x24
kebutuhan klien 2. Mencegah
dengan tidak jam dengan
saat rasa putus asa
dapat bicara, kriteria hasil:
berkomunikasi dan
pelo, sulit 1. Tercipta-
ketergantunga
berbicara nya suatu 3. Anjurkan
n pada orang
komunika kepada keluarga
lain
si dimana untuk tetap
kebutu- berkomunikasi 3. Mengurangi
han klien dengan klien kecemasan
dapat Bicaralah dan
dipenuhi dengan klien kebingungan
2. Klien secara pelan dan pada saat
mampu gunakan komunikasi
merespon pertanyaan yang
4. Mengurangi
setiap jawabannya
isolasi sosial
berkomu “ya” atau
dan
nikasi “tidak”
meningkatkan
secara
4. Hargai komunikasi
verbal
kemampuan yang efektif
maupun
klien dalam
5. Memberi
isyarat
berkomunikasi
semangat pada
5. Kolaborasi klien agar
dengan lebih sering
31
fisioterapis melakukan
untuk latihan komunikasi
wicara
6. Melatih klien
belajar bicara
secara mandiri
dengan baik
dan benar
10. Risiko Perfusi 1. Berikan posisi 1. Mengurangi
ketidakefektifan jaringan otak kepala lebih tekanan arteri
perfusi jaringan kembali tinggi 15-30 dengan
otak berhubungan efektif derajat dengan meningkatkan
dengan hipertensi selama letak jantung drainage vena
perawatan 2. Anjurkan klien dan
dengan untuk bedrest memperbaiki
kriteria hasil: total sirkulasi
1. Klien 3. Anjurkan klien serebral
tidak untuk menghin- 2. Untuk
gelisah dari batuk dan mencegah
2. Tidak ada mengejan perdarahan
keluhan berlebihan ulang
nyeri 4. Ciptakan 3. Batuk dan
kepala, lingkungan mengejan
mual, yang tenang dan dapat
kejang batasi meningkatkan
3. GCS 456 pengunjung tekanan
4. Pupil 5. Observasi dan intrakranial
isokor, catat tanda- dan potensial
refleks tanda vital dan terjadi
cahaya kelain tekanan perdarahan
32
(+) intrakranial tiap ulang
5. TTV dua jam 4. Rangsangan
normal 6. Berikan aktivitas yang
(nadi: 60- penjelasan meningkat
100x tiap kepada keluarga dapat
menit, klien tentang meningkatkan
suhu sebab-sebab kenaikan TIK.
36,5- pening-katan 5. Mengetahui
37,5℃, TIK dan setiap
pernafasa akibatnya. perubahan
n 16-20 7. Kolaborasi yang terjadi
kali dengan tim pada klien
permenit) dokter dalam secara dini dan
pemberian obat untuk
neuroprotektor penetapan
tindakan yang
tepat
6. Keluarga lebih
berpartisipasi
dalam proses
penyembuhan
7. Pemberian obat
memper-baiki
sel yang masih
viabel
33
BAB IV. DISCHARGE PLANNING
8. Segera bawa klien/pasien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan
gejala stroke.
a. Facial drooping adalah wajah yang tertarik ke satu sisi atau ke bawah dan
sulit untuk digerakkan.
d. Time, bila terjadi hal-hal di atas, maka waktu respons menjadi sangat
penting.
34
DAFTAR PUSTAKA
Darotin, Nurdiana, dan Nasution. 2017. Analisis Faktor Prediktor Mortalitas Stroke
Hemoragik Di Rumah Sakit Daerah dr. Soebandi Jember. Nurseline Journal.
2(2): 134-145. [Diakses tanggal 08 Januari 2019]
Lingga, Lanny, 2013. All About Stroke Hidup Sebelum dan Pasca Stroke. Jakarta:
Gramedia
Mayo Clinic. 2018. Stroke. USA: Mayo Foundation for Medical Education and
Research. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/stroke [Diakses pada
07 Januari 2019]
Riskesdas. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan
35